Anda di halaman 1dari 17

TERAPI KOMPEMENTER PASIEN

GGK DAN HEMODIALISIS

KELOMPOK 8

INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA DELI TUA


FAKULTAS KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
T.A 2020/2021
PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN GGK
Gagal ginjal kronis merupakan penyakit yang terjadi akibat kerusakan
ginjal sehingga ginjal tidak mampu lagi mengeluarkan racun dan produk sisa dari
darah, yang ditandai dengan adanya protein dalam urine dan penurunan laju
filtrasi glomerulus selama lebih dari 3 bulan (Black&Hawks, 2009). Selain
sebagai organ eliminasi racun dan sisa produk ginjal juga memiliki peranan
menjaga keseimbangan cairan tubuh,pembentukan sel darah merah, mengatur
tekanan darah, mengatur asam basa (pH darah) dan mengatur dalam
pembentukan vitamin D aktif. Akan tetapi ketidakmampuan ginjal dalam
menjalankan fungsinya dapat menyebabkan terjadinya gangguan keseimbangan
cairan yang dapat mengakibatkan terjadinya bengkak seluruh tubuh, pernapasan
menjadi sesak, penumpukan racun dan produk sisa darah dalam tubuh serta tidak
terkendalinya tekanan darah pasien dengan gagal ginjal kronis, kondisi tersebut
mampu mempengaruhi fungsi organ lain seperti jantung, hati, pencernaan bahkan
hingga ke otak yang dapat berdampak pada peningkatan angka kesakitan
(morbiditas) dan angka kematian (mortilitas) (Echder T&Schriner,2012) Pada
tahun 2016 data Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) mencatat
penyakit ginjal kronis sebagai salah satu penyakit dengan pembiayaan terbesar
kedua setelah penyakit jantung (Kemenkes RI, 2017).
Indonesia merupakan Negara dengan tingkat penderita gagal ginjal yang
cukup tinggi. Hasil survey data Indonesia Renal Registry (IRR) tahun 2016
sebanyak 90% pasien dengan penyakit ginjal kronis stadium 5 atau Chronic
Kidney Disease Stage V, sedangkan data pasien yang menjalani homodialisa di
tahun 2016 sebanyak 25.446 pasien baru dan 52.835 pasien aktif. Jumlah pasien
bar uterus meningkat dari tahun ke tahun tercatat pada tahun 2017 sebanyak
30.831 pasien baru dan 77.892 pasien aktif yang menjalani hemodialisis dengan
jenis kelamin sebagian besar laki – laki (56%) (Report Indonesia Renal Registry
(IRR), 2017). Hemodialisis sebagai salah satu terapi pengganti ginjal yang
dilakukan hampir sebagian besar pasien gagal ginjal kronis. Akan tetapi tindakan
ini tidak sepenuhnya mampu mengganti fungsi ginjal. Ketika pasien sudah mulai
menjalani hemodialisis maka saat itulah sebagian besar aspek kehidupan pasien
telah berubah. Pasien harus menjalani hemodialisis secara rutin 2– 3 kali
seminggu, konsumsi obat –obatan yang harus konsisten setiap hari (Kim, Y.,
Evangelista I.S.,Phillips, L.R., Pavlish C.,& Kopple,J.D, 2010). Perubahan aspek
kehidupan tidak hanya dirasakan oleh pasien namun juga oleh keluarga, karena
keluarga dan orang lain akan memandang klien sebagai individu yang memiliki
keterbatasan, hal ini disebabkan proses hemodialisis membutuhkan waktu
tersendiri sehingga mengakibatkan kegiatan aktivitas social pasien berkurang,
keterbatasan waktu yang dialami pasien hemodialisis juga mengakibatkan
timbulnya rasa bersalah, frustasi bahkan bisa terjadi konflik (Smeltzer & Bare,
2009). Keterbatasan yang dimiliki pasien hemodialisis akan rentang menimbulkan
stres pada pasien hemodialisis. Stres yang dialami akibat ketidak kesenjangan
terjadi mala akan semakin tinggi pula strees yang dialami individu (Yosep, 2014).

B. PENGERTIAN HEMODIALISA
Hemodialisis adalah salah satu terapi pengganti ginjal yang menggunakan
alat khusus dengan tujuan mengeluarkan toksin uremik dan mengatur cairan serta
elektrolit tubuh. Hemodialisis kronik adalah hemodialisis yang dilakukan pada
pasien gagal ginjal kronik sebagai pengobatan pengganti ginjal. Gagal ginjal
kronik merupakan salah satu gangguan fungsi ginjal. Gagal ginjal kronik adalah
penurunan fungsi ginjal secara progresif dan ireversibel. Gagal ginjal kronik
biasanya timbul beberapa tahun setelah penyakit atau kerusakan ginjal terjadi,
tetapi pada situasi tertentu dapat muncul secara mendadak. Dialisis atau
transplantasi ginjal diperlukan untuk kelangsungan hidup pasien gagal ginjal
kronis. Dialisis dilakukan pada pasien yang mengalami gangguan ginjal untuk
membantu mendapatkan kembali fungsi ginjal yang seharusnya. Hemodialisis
memungkinkan sebagian penderita hidup mendekati keadaan yang normal.
Hemodialisis digunakan pada pasien dalam keadaan sakit akut dan memerlukan
terapi dialisis jangka pendek atau pasien dengan penyakit gagal ginjal stadium
terminal yang membutuhkan terapi jangka panjang atau terapi permanen.
Hemodialisis dilakukan dengan menggunakan sebuah mesin yang dilengkapi
dengan membran penyaring untuk memindahkan produk-produk limbah yang
terakumulasi dari darah ke dalam mesin dialisis. Pada mesin dialisis, cairan
dialirkan dipompa melalui salah satu sisi membran filter (ginjal buatan)
(Anon.2014).
Tujuan dialisis adalah untuk mempertahankan kehidupan dan
kesejahteraan pasien sampai fungsi ginjal pulih kembali (Smeltzer, 2002). Terapi
pengganti, kegiatan hemodialisa mempunyai tujuan: (a) membuang produk
metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan asam urat, (b) membuang
kelebihan air (c) mempertahankan atau mengembalikan sistem buffer tubuh, (d)
mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh, (e) memperbaiki
status kesehatan penderita.

TERAPI KOMPLEMENTER TERHADAP GGK


DENGAN HEMODIALISIS

1. PENGARUH KOMBINASI TERAPI RELAKSASI GENGGAM JARI DAN


AROMATHERAPY LEMON TERHADAP KECEMASAN PADA PASIEN
CHRONIC KIDNEY DISEASE YANG MENJALANI HEMODIALISA

Menurut peneliti tehnik relaksasi genggam jari dan aromatherapy lemon lebih
efektif menurunkan tingkat kecemasan pasien yang menjalani hemodialisa
dibandingkan edukasi mengunakan leaflet hal ini dikarenakan terapi genggam jari
dapat menurunkan kecemasan dengan mengembalikan energi – energi yang
terletak pada bagian jari – jari tangan, sedangkan aromatherapy menciptakan
lingkungan dan suasana yang tenang. Sehingga,ketika proses relaksasi yang
didukung suasana yang tenang karena ada aroma wangi dari aromatherapy lemon,
kecemasan pada pasien dapat segera teratasi.
A. METODE PENELITIAN

Penelitian mengunakan jenis penelitian kuantitatif, dengan Desain dan


rancangan Quasi experiment pre and posttest with control, yaitu penelitian yang
mengujicoba suatu intervensi pada sekelompok subyek dengan kelompok
pembanding namun tidak dilakukan randomisasi untuk memasukkan subyek ke
dalam kelompok perlakuan dan control Efektifitas perlakuan dinilai dengan cara
membandingkan nilai post test dengan nilai pretest (Dharma, 2011)

B. HASIL PENELITIAN

Setelah diberikan kombinasi terapi genggam jari dan aromatherapy lemon.


rata- rata responden mengalami kecemasan sedang. Dengan nilai ratarata (mean)
23,00. Hal ini menunjukkan bahwa rata – rata Terapi genggam jari dapat menjadi
alternatif penanganan non farmakologis atau dapat menurunkan tingkat
kecemasan dan depresi yang di alami oleh seseorang (Astutik & Kurlinawati,
2017). Mekanisme relaksasi genggam jari menurut Kurniasari, (2016)
menggenggam jari dengan menarik nafas dalam akan mengurangi ketegangan
pada fisik dan emosi seseorang karena dengan menggenggam jari dapat
mengantarkan titik-titik masuk dan keluarnya energi pada saluran energi
(meridian) yang akan terhubung dengan organ dalam yang terletak pada jari-jari
tangan, menghantarkan rangsangan secera refleks pada saat seseorang.

C. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada Terdapat pengaruh antara kombinasi
terapi genggam jari dan aromatherapy lemon terhadap tingkat kecemasan pasien
CKD yang menjalani hemodialisa dengan p value < 0.05. Mengingat efektifitas
dari kombinasi terapi genggam jari dan aromaterapy lemon disbanding dengan
edukasi menggunakan leaflet maka disarankan untuk menerapkan pemberian
kombinasi terapi genggam jari dan aromaterapy lemon terhadap pasien yang
menjalankan hemodialisa. Untuk peneliti selanjutnya dapat mengkombinasikan
atau membandingkan terapi genggam jari atau aromatherapy lemon dengan jenis
terapi atau variable lainnya untuk mengatasi kecemasan pada pasien.

2. PENGARUH AROMATERAPI INHALASI TERHADAP PENURUNAN


TINGKAT KECEMASAN PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG
MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD WANGAYA DENPASAR

Masalah psikologis seperti kecemasan dan depresi dapat ditemukan pada


pasien GGK yang menjalani HD karena pasien harus menjalani HD dalam periode
waktu yang lama (Itai et al, 2002:393). Selain itu, perasaan ketergantungan yang
berlebihan pada mesin dialisis, tenaga kesehatan, dan terapi pengobatan
merupakan salah satu elemen yang tidak diinginkan oleh pasien GGK yang
menjalani HD yang dapat menyebabkan kecemasan serta perubahan pada harga
diri pasien. Usia, tingkat pendidikan,frekuensi HD, status sosial juga memiliki
pengaruh yang cukup besar terhadap insiden kecemasan yang dialami pasien
GGK yang menjalani HD (Klaric et al, 2009:154).

A. METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan praeksperimen dengan rancangan one group pre


test-post test design untuk mengetahui pengaruh aromaterapi inhalasi terhadap
penurunan tingkat kecemasan pasien GGK yang menjalani HD sebelum dan
setelah diberikan perlakuan.

B. HASIL PENELITIAN

Terjadi perubahan yang signifikan pada tingkat kecemasan responden,


dimana tingkat kecemasan responden mengalami penurunan. Terdapat 16
responden (53%) tidak mengalami cemas, 9 responden (33%) berikutnya
termasuk dalam kategori cemas ringan, 4 responden (14%) selanjutnya termasuk
dalam kategori cemas sedang, dan tidak ada responden (0%) yang mengalami
cemas berat. Berdasarkan hasil uji bedadua sampel berpasangan untuk skala
ordinal yaitu Wilcoxon Signed Rank Test dengan tingkat kepercayaan 95%, α ≤
0,05 yang dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh pemberian
aromaterapi inhalasi terhadap penurunan tingkat kecemasan pasien GGK yang
menjalani HD di RSUD Wangaya Denpasar, maka diperoleh nilai asymp sig (2-
tailed) 0,000 (asymp sig (2-tailed) ≤ α). Hal ini artinya, ada pengaruh pemberian
aromaterapi inhalasi terhadap penurunan tingkat kecemasan pasien gagal ginjal
kronik yang menjalani hemodialisis di RSUD Wangaya Denpasar sehingga dapat
diambil kesimpulan bahwa diterima.

C. KESIMPULAN DAN SARAN

Ada pengaruh pemberian aromaterapi inhalasi terhadap penurunan tingkat


kecemasan pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUD
Wangaya Denpasar (asymp sig (2-tailed) = 0,000; α ≤ 0,05). Kandungan
unsurunsur terapeutik dari minyak esensial dalam pemberian aromaterapi inhalasi
memperbaiki ketidakseimbangan yang terjadi dalam sistem tubuh. Aroma yang
terkandung dalam minyak esensial dapat menimbulkan rasa tenang akan
merangsang daerah di otak untuk memulihkan daya ingat, mengurangi
kecemasan, depresi, dan stress (Buckle, 2003:32). Aromaterapi inhalasi dapat
digunakan sebagai salah satu terapi alternatif dan terapi komplementer untuk
mengatasi kecemasan yang dialami pasien GGK yang menjalani HD serta
meminimalkan efek samping terapi farmakologis. Selain itu, disarankan kepada
pasien GGK agar mengikuti pemberian aromaterapi secara teratur terutama saat
mengalami kecemasan selama menjalani HD karena aromaterapi inhalasi ini
sangat mudah diaplikasikan dan sangat bermanfaat.

3. ANALISIS TINGKAT STRES PADA PASIEN HEMODIALISA DI RSUD


ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU DI MASA PANDEMI COVID-19

Progresifitas penyakit gagal ginjal berdampak pada memburuknya kondisi


pasien denganmunculnya berbagai komplikasi. Akibatnya pasien harus diberikan
berbagai terapi pengobatan, salah satunya hemodialisa demi mempertahankan
hidupnya. Hemodialisa (HD)
selain membantu mengatasi keluhan pasien, juga dapat memberikan efek negatif
bagi fisik maupun psikologis pasien. Selain itu, merebaknya kasus covid-19 dapat
mempengaruhipasien yang harus tetap melakukan HD sesuai jadwal. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menganalisis tingkat stres pada pasien yang menjalani
hemodialisa di RSUD Arifin Achmad Propinsi Riau selama pandemi covid-19.
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif dengan desain cross-
sectional. Sampel penelitian berjumlah 47 pasien yang menjalani HD diambil
secara accidental sampling. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner
Depression Anxiety Stres Scale 42 (DASS) dengan berfokus pada dimensi stres.
Analisis univariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah distribusi frekuensi.
Hasilpenelitian didapatkan sebagian besar responden laki-laki sebanyak 29 orang
(61,7%), berusia >45 tahun sebanyak 33 orang (70,2%), dan menjalani HD >6
bulan sebanyak 29 orang (61,7%). Responden paling banyak melakukan HD 2
kali dalam seminggu sejumlah 27 orang (57,4%) dengan durasi HD >4 jam
sebanyak 25 orang (53,2%). Hasil analisis juga menunjukkan sebagian besar
responden mengalami stres sangat berat sebanyak 27 orang (57,5%). Berdasarkan
hasil ini, direkomendasikan kepada petugas HD untuk dapat mengedukasi pasien
dan memberdayakan peer group guna untuk mengontrol atau mengurangi tingkat
stres pasien.

A. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif dengan


rancangan cross-sectional. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian
adalah 47 orang yang tercatat sebagai sebagai pasien di ruangan HD RSUD Arifin
Achmad Propinsi Riau dan saat ini sedang menjalani program HD. Teknik
samping yang digunakan adalah accidental sampling.

B. HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian menunjukkan responden paling banyak sudah melakukan HD


> 6 bulan dengan frekuensi 2kali seminggu selama > 4 jam untuk tiap kali HD.
Frekuensi dan durasi hemodialisa bervariasi dan dapat dipilih sesuai dengan
kondisi pasien. HD dapat dilakukan 2-3 kali seminggu selama 10-12 jam
perminggu atau setidaknya untuk satu kali melakukan HD berlangsung selama 4-5
jam (Septiwi, 2011). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Befly dkk (2015), menunjukan bahwa responden yang menjalani
hemodialisis ≤6 bulan sebanyak 15 orang (44,1%) dan > 6 bulan sebanyak 19
orang (55,9%) .Ibrahim (2012) menyatakan frekuensi terapi hemodialisa pada
setiap orang tergantung dari tingkat kerusakan fungsi ginjal pasien, terapi
hemodialisa idealnya dilakukan sampai 3 kali perminggu dengan durasi waktu 4-5
jam sekali melakukan terapi hemodialisa. Akan tetapi ada juga yang melakukan
HD hanya satu kali dalam seminggu. Banyaknya pertimbangan seperti masalah
finansial dan Lama melakukan akses yang tidak mudah dijangkau menjadi alasan
bagi sejumlah pasien.Pasien dengan resiudal kidney function rendah (kurang dari
2 ml/menit) harus menjalani hemodialisa 3 kali seminggu dengan durasi 3 setiap
kali melakukan hemodialisa (Daugirdas et al, 2015). KDOQI (Kidney Dialysis
Outtcome Initiative) menyepakati dosis untuk pasien hemodialisa untuk durasi 4-5
jam dilakukan 3 kali seminggu, dan durasi untuk 5-6 jam dilakukan dengan 2 kali
seminggu.

C. SARAN DAN KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa semua responden yang


sedang menjalani terapi HD saat ini mengalami stress, mulai dari stress ringan,
sedang, berat dan sangat berat dengan berbagai sumber stresor. Responden yang
baru menjalani HD memiliki kecenderungan mengalami tingkat stres yang lebih
tinggi apalagi dengan durasi HD yang lama lebih dari 4 jam dan dengan
mekanisme koping serta kemampuan adaptasi yang buruk.

4. EFEKTIFITAS PEMBERIAN TERAPI MUSIK INSTRUMENT TERHADAP


KUALITAS TIDUR PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI
HEMODIALISA

Penyakit gagal ginjal kronik merupakan masalah kesehatan yang berkembang


pesat. Pasien dengan hemodialisis memiliki masalah gangguan tidur yang berefek
terhadap kualitas hidup pasien hemodialisis. Gangguan tidur memiliki dampak
negatif pada respon imun dan dapat menyebabkan perkembangan kardiovaskuler
yang merupakan penyebab kematian pada pasien gagal ginjal. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengidentifikasi efektifitas pemberian terapi musik instrument
terhadap kualitas tidur pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa.
Penelitian ini menggunakan desain quasi-eksperimen dengan pre and post test
with control dengan sampel 73 orang dengan menggunakan tabel power analysis
38 responden. Hasil penelitian menunjukkan adanya efek pemberian terapi musik
instrument terhadap kualitas tidur pasien gagal ginjal kronik yang menjalani
hemodialisa dengan hasil uji independent t test yaitu p=0,001 (p<0,005).
Perbandingan kualitas tidur sebelum dan sesudah pemberian terapi musik
instrument menggunakan analisadata paired t-test dengan p=0,000. Kualitas tidur
responden setelah dilakukan pemberian terapi music instrument menunjukkan
peningkatan.

A. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan desain quasieksperimen dengan pendekatan


pre and post test with control. Pemilihan sampel menggunakan tehnik consecutive
sampling (Polit & Beck,2012).

B. HASIL PENELITIAN

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan perbedaan kualitas tidur


responden kelompok intervensi dan kelompok kontrol setelah periode intervensi
dengan skor rata-rata 5,31 pada kelompok intervensi dan pada kelompok control
rata-rata skor kualitas tidur setelah periode intervensi 14,91. Hasil analisis uji
statistic dengan independen t test mengidentifikasi bahwa seluruh responden
kelompok intervensi mengalami kualitas tidur yang baik sesudah pemberian terapi
smusik instrument. Hasil uji statistik diperoleh nilai p<0,001 (p<0,05), yang
artinya ada pengaruh pemberian terapi music instrument terhadap peningkatan
kualitas tidur pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa pada
kelompok intervensi, sedangkan pada kelompok kontrol yang tidak diberi terapi
musik instrument tidak mengalami perubahan yang signifikan terhadap kualitas
tidur sesudah periode intervensi, hal tersebut telah dibuktikan secara statistik
dengan uji t dependen dengan hasil nilai p = 0,62 (p>0,05).

C. KESIMPULAN DAN SARAN

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya efek pemberian terapi


musik instrument terhadap kualitas tidur pasien gagal ginjal kronik yang
menjalani hemodialisa dengan nilai p<0,001. Bagi pelayanan keperawatan
khususnya hasil penelitian terapi musik diharapkan menjadi salah satu bentuk
intervensi keperawatan mandiri untuk seorang perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien hemodialisa yang mengalami gangguan dalam tidur.
Dengan adanya hasil penelitian ini diharapkan juga seorang perawat tidak
berorientasi pada tindakan kolaborasi saja dalam mengatasi masalah gangguan
tidur pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa tetapi tindakan
mandiri yang lebih diutamakan. Bagi penyelenggara pendidikankeperawatan hasil
penelitian ini dapat menjadi suatu referensi dalam penanganan masalah gangguan
tidur pada gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa. Bagi penelitian
keperawatan, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar penelitian
selanjutnya dalam mengembangkan penelitian kuantitatif dengan desain lain yang
terkait dengan kualitas tidur.

5. TERAPI MINYAK ESSENSIAL LAVENDER SEBAGAI EVIDENCE


BASED NURSING UNTUK MENGURANGI NYERI KANULASI AVFISTULA
PADA PASIEN HEMODIALISA

Proses hemodialisa membutuhkan akses vaskuler untuk mengalirkan darah


keluar dari tubuh menuju dialyzer dan dari dialyzer menuju tubuh kembali setelah
dilakukan penyaringan. Arteriovenous fistula (AVF) adalah salah satu elemen
yang tidak dapat dihindari dalam merawat pasien yang menjalani hemodialisis.
Tindakan kanulasi hemodialisa akan memberikan respon ketidaknyamanan akibat
tusukan jarun dengan ukuran besar (15-17 gouge) Ini adalah masalah permanen
bagi pasien yang menjalani hemodialisis. Nyeri tusukan AVF adalah masalah
nyata bagi pasien. Kanulasi AVF adalah sumber rasa sakit karena pengulangan
seperti tindakan, dua hingga tiga kali per minggu. Berdasarkan pemaparan dan
fenomena diatas, penulis tertarik untuk menganalisa efektifitas pemberian minyak
essensial lavender untuk mengurangi nyeri kanulasi AV-Fistula pada pasien yang
menjalani hemodialisa .

A. METODE PENELITIAN

Pelaksanaan evidence based nursing enssetial lavender ini diberikan pada


10 pasien dengan teknik pemilihan purposive sampling. Instrument penerapan
menggunakan skala penilaian nyeri visual analog scale. Penerapan minyak
enssetial lavender diberikan selama 5 menit pada titik AV-Fistula dengan skala
nyeri 0 sampai 10 .

B. HASIL PENELITIAN

Penerapan memperlihatkan pelaporan perubahan penurunan skala nyeri dari


pasien yang diberi terapi enssetial lavender. Penerapan minyak essensial lavender
dalam mereda nyeri dikaitkan dengan aktivitas antimikarinik atau penyumbatan
saluran (CA2+, NA+), blok arus natrium pada serabut saraf yang menstranmisikan
nyeri sehingga memblokir pesan nyeri. Aplikasi topical lavender dapat
meningkatkan sirkulasi darah, dan kandungan linaloolnya dapat menurun kan
tonus otot dan menciptakanan efek penenang.

C. KESIMPULAN DAN SARAN

Penerapan terapi Pelaksanaan intervensi minyak essensial lavender dengan


inhalasi dan topical kepada 10 responden pasien gagal ginjal kronik yang
menjalani hemodialisa di RSUD Pandanarang Boyolali. menunjukkan 10
responden (100%) mengalami penurunan nyeri saat kanulasi av fistula dan tidak
ada responden yang tidak mengalami penurunan nyeri. Hasil penerapan ini
menunjukkan sesudah diberikan minyak essensial lavender dengan inhalasi dan
topical dapat mengurang nyeri kanulasi av fistula pada pasien gagal ginjal kronik
yang menjalani hemodialisa.
6. PENGARUH TERAPI KELOMPOK SUPORTIF UNTUK
MENINGKATKAN OPTIMISME PADA PASIEN GAGAL GINJAL
KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISIS

Penelitian ini dilakukan untuk melihat efektivitas terapi kelompk suportif


untukmeningkatkan optimism pasien gagal ginjal kronis yang menjalani
hemodialisis. Pasien hemodialisis terlibat dalam penelitian ini. Subjek terbagi
menjadi kelompok eksperimen (n= 4) dan kelompok control (n = 4). Rancangan
penelitian yang digunakan adalah pre-test post- test control group design dan
diukur sebanyak tiga kali (prates, pasca tes, dan tindak lanjut selama dua minggu).
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur optimisme adalah Life Orientation
Test (LOT-R) dikembangkan oleh Scheier dan Carver (1985). Modul pelatihan
disusun berdasarkan teori kelompok suportif oleh van den Heuvel, dkk (2002).
Hasil menunjukkan bahwa subjek yang berada pada kelompok eksperimen
menunjukkan peningkatan skor optimisme yang signifikan dibandingan dengan
kelompok kontrol yang tidak mendapatkan terapi kelompok suportif. Implikasi
dan keterbatasan dalam temuan penelitian kemudian akan menjadi pembahasan.

A. METODE PENELITIAN

Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah disain penelitian
kuasi eksperimen. Desain kuasi eksperimen berarti eksperimen yang dilakukan
seolaholah menyerupai keadaan yang sebenarnya. Jenis desain yang digunakan
dalam penelitian ini, yaitu the non-randomized control group pretest-posttest
design yang berarti desain penelitian ini melakukan pembentukan kelompok yang
diambil secara acak serta akan mengadakan pra-uji dan pasca-uji (Sukardi, 2005).

B. HASIL PENELITIAN

Hasil uji hipotesis penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang
signifikan dari terapi kelompok suportif untuk meningkatkan optimism pasien
gagal ginjak kronis yang menjalani hemodialisis pada subjek kelompok
eksperimen dibandingkan subjek kelompok kontrol yang tidak mendapatkan
intervensi dengan Z = -2,32 dan nilai p = 0,00 (p <0,005).
C. KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan


skor optimisme yang signifikan antara pasien gagal ginjal yang menjalani
hemodialisis pada kelompok eksperimen setelah mengikuti terapi kelompok
suportif dibandingkan dengan kelompok kontrol. Adapun perubahan positif juga
dirasakan para subjek dalam kelompok eksperimen, baik secara psikologis
maupun sosial. Bagi subjek penelitian, pada masa depan diharapkan mampu
menerapkan hasil diskusi dan berbagi pengalaman selama terapi kelompok
suportif. Diharapkan, dengan menerapkan hasil diskusi yang diperoleh, dapat
menguatkan kondisi psikologis subjek. Para peserta juga diharapkan dapat tetap
aktif menjalin komunikasi yang dilakukan secara langsung melalui pertemuan,
maupun komunikasi secara tidak langsung melalui media sosial. Bagi pengelola
atau pengurus Klinik Hemodialisis, diharapkan mampu memberikan pelayanan
atau pendampingan psikologis kepada pasien, mengingat permasalahan psikologis
yang dirasakan oleh pasien dapat menghambat proses pengobatan yang dilakukan.
Pendampingan psikologis ini dapat berupa adanya kerja sama antara klinik dengan
rumah sakit atau puskesmas terdekat yang memiliki layanan psikologi, sehingga
memungkinkan untuk mengadakan pertemuan secara lebih rutin.

7. PENGARUH MASSAGE LAVENDER OIL PADA PASIEN RESTLESS


LEG SYNDROME (RLS) YANG MENJALANI HEMODIALISA

Hemodialisa merupakan prosedur pembersihan darah melalui ginjal buatan


atau dializer dan dibantu pelaksanaannya oleh mesin. Pengobatan ini diharapkan
dapat meningkatkan kualitas hidup dan memperpanjang usia pasien gagal ginjal
kronik. Hemodialisis yang merupakan suatu metode artifisial untuk membuang
limbah. Hemodialisis sangat membantu pasien GGK, namun terapi ini juga
berisiko menimbulkan komplikasi yaitu salah satunya komplikasi neurologi.
Meskipun hemodialysis sangat membantu pasien GGK, namun terapi ini juga
menimbulkan sejumlah permasalahan dan komplikasi serta adanya berbagai
perubahan bentuk dan fungsi sistem dalam tubuh, salah satunya komplikasi
neurologi yang dapat terjadi pada pasien hemodialisis adalah gangguan
pergerakan dan restlegss legs syndrome (RLS). RLS merupakan gangguan
neurologis sensorik motorik umum yang ditandai dengan sensasi tidak nyaman
pada anggota gerak bagian bawah seperti nyeri, kesemutan, dan kram otot
sehingga memaksa pasien untuk terus menggerakkan kaki, hal tersebut membuat
tidak nyaman dan mengarah ke kualitas hidup pasien dan mempengaruhi fungsi
tubuh Tujuan penelitian ini adalah adalah untuk mengetahui pengaruh massage
lavender oil pada pasien ressless leg synrome (RLS) yang menjalani hemodialisa .

A. METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode


Quasi Experiment, jenis desain yang digunakan adalah Quasi Experiment dengan
uji normalitas dan didapatkan hasil nilai signifikansi 0,548 >0,05, sehingga
disimpulkan data berdistribusi normal selanjutnya uji Pre-Post Test Design
menggunakan skala pengukuran InternationalRestless Legs Scale, kemudian di
Paired t-Test. Tehnik pengambilan sampel menggunakan Purposive Sampling,
Sampel pada penelitian ini sejumlah 10 pasien.

B. HASIL PENELITIAN

Berdasarkan hasil pengimplemantasian massage lavender oil yang dilakukan


pada 10 pasien yang menjalani hemodialisa, intervensi dilakukan sebanyak 4 sesi
dengan sebelum sesudah 2 kali sesi dilakukan tiap minggunya setelah itu baru
dilakukan post test, dari ke 4 sesi tersebut, Hasil dari penerapan yang telah
dilakukan selama 2 minggu, menunjukan adanya perbaikan bahwa massage
lavender oil dan mengurangi RLS Score pada pasien. Dengan melakukan gerakan
ringan berpotensi memperbaiki kondisi RLS karena dengan peningkatan
perengangan otot akan berpengaruh terhadap kestabilan control motor (Salem &
Elhadary, 2017). Sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh (Widianti et
al., 2017) latihan fisik yang diberikan merupakan stimulus adaptasi fungsional dan
metabolik pada neuromuskular dan memberikan penguatan otot rangka serta
penguatan otot maksimal. Massage terbukti mempengaruhi fungsi kontrol motor
dan peningkatan aliran darah ke otak. Streching exsercise dapat menyeimbangkan
produksi dopamine dan hormon endophrin (Kaur, Venkateasan, Kaur, & Rawat,
2016). Dopamine dikenal sebagai neurotransmitter yang menghantarkan sinyal di
dalam otak dan diketahui memiliki fungsi bagi organ-organ lain. Di susunan saraf
pusat, dopamine memiliki peran dalam mengatur pergerakan, pembelajaran, daya
ingat, emosi, rasa senang, tidur, dan kognisi, sedangkan hormone endorphin
sendiri merupakan yang dihasilkan oleh tubuh ketika keadaan rileks
(Aliasgharpour, Abbasi, Razi, & Anoshiravan Kazemnezhad, 2016). Hormon
endorphin bertindak langsung sebagai hormon yang menenangkan yang
diproduksi oleh otak dan menghasilkan rasa nyaman dan meningkatkan kadar
endorphin dalam tubuh untuk mengurangi rasa nyeri (Salem & Elhadary, 2017).

C. KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan didapatkan hasil bahwa terdapat


pengaruh massage lavender oil dengan nilai p = 0,00 < 0,002 pada kelompok
intervensi sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh. massage lavender oil,
pada restlesseg syndrome .

8. PENGARUH INTERVENSI MUSIK SUNDA CIANJURAN TERHADAP


TINGKAT KECEMASAN PASIEN HEMODIALISIS DIRUANG HEMODIALISIS
RSUD SEKARWANGI KABUPATEN SUKABUMI

Salah satu permasalahan psikologis yang paling sering ditemukan pada


pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis yaitu kecemasan.
Kecemasan yang tidak diatasi dapat mengakibatkan dampak negatif terhadap
kondisi fisiologis dan psikologis yang dapat memperparah kondisi penyakit.
Intervensi musik Sunda Cianjuran memiliki alunan nada yang lembut dengan
tempo lambat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh intervensi
musik Sunda terhadap tingkat kecemasan pasien yang menjalani hemodialysis.

A. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan quasiexperimental dengan pretest and posttest


control group. Sampel terdiri dari 23 responden kelompok intervensi dan 23
responden kelompok kontrol dengan menggunakan teknik purposive sampling.
Variabel kecemasan menggunakan Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS).
Peneliti tidak melakukan uji coba instrumen dikarenakan sudah terdapat beberapa
penelitian tingkat kecemasan yang menggunakan instrumen Hamilton Anxiety
Rating Scale (HARS).

B. HASIL PENELITIAN

hemodialysis hampir seluruh responden 7-12 bulan. Berdasarkan hasil uji


homogenitas untuk semua aspek karakteristik responden didapatkan nilai p > 0,05,
artinya karakteristik responden pada kelompok intervensi dan kontrol adalah
sama.

C. SARAN DAN KESIMPULAN

Kesimpulan dari penelitian ini bahwa terdapat pengaruh yang berarti


intervensi musik Sunda Cianjuran terhadap tingkat kecemasan pasien
hemodialisis. Hasil menunjukkan bahwa terdapat perubahan tingkat kecemasan
dengan menggunakan intervensi musik Sunda Cianjuran dibandingkan dengan
intervensi yang standar. Intervensi musik digunakan sebagai salah satu media
penyembuhan atau intervensi alternatif, karena music memiliki kekuatan untuk
mengobati penyakit dan meningkatkan kemampuan pikiran seseorang.

Anda mungkin juga menyukai