Anda di halaman 1dari 14

BAB III

LANDASAN TEORI

A. TINJAUAN UMUM ENJINEERING

A.1. TUGAS ENJINEERING

Enjineering merupakan bagian yang vital pada suatu sektor pembangkitan


yang memiliki tugas antara lain:
1. Memastikan kesesuaian/pencapaian antara realisasi kinerja dan rencana
yang ditargetkan, Dalam hal ini enjineering melakukan evaluasi pencapaian
kinerja untuk menyusun target rasional yang hendak dicapai.

2. Melakukan improvement pada setiap peluang yang ada, karena pada


dasarnya rekomendasi pelaksanaan Operasi dan Pemeliharaan sesuai kondisi
pabrikan sudah dituangkan pada Manual book pabrikan tersebut, adapun
langkah-langkah improvement sebagai berikut :

a. Mengidentifikasi peluang improvement.

b. Menganalisa peluang improvement.

c. Membuat rekomendasi untuk tindak lanjut implementasi improvement,


berupa pembuatan prosedur, usulan perbaikan/pernggantian atau
modifikasi, serta membuat rencana investasi untuk meningkatkan
kinerja dan life extension.
MAINT
OPERA ENGINE
ENANC
TION ERING
E
Operate and Preserve the asset Close
deliver the product fuction excellently
excellently
performance
Id
An
Ex Ex en
Che Che Solu
Pl ec ck / Pl ec ck / tif
gap alyand tion
an ut tren an ut tren ze
Fee
e
d
Fee
e
d improve
y Mon Excefor
itor cute
dba dba
ck ck excellencent
Stan
dar-
dize
O&M

A.2. ENTITAS ENJINERING

Entitas enjinering terdiri dari :

1. System owner, Melakukan pemecahan masalah dan analisa bidang operasi


dan sistem secara keseluruhan.

2. Komponen analist, Pemecahan masalah dan analisa permasalahan secara


spesifik bidang mekanik, listrik dan kontrol instrumen.

3. Knowledge Owner (IT), Pemecahan masalah dan analisa jaringan, komputer


dan sistem IT (Hardware dan Software).

4. Teknologi owner (PdM), melakukan analisa Prediktif maintenance.


B. RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE (RCM)

RCM digunakan untuk membangun program pemeliharaan terjadwal dan


pada implementasinya berjalan efektif diberbagai bidang industri, khususnya
pada unit pembangkitan dimana RCM telah menjadi pilihan ketika keandalan
menjadi prioritas untuk menjaga agar unit pembangkit beroperasi pada kapasitas
maksimum.
RCM menentukan peningkatan pemeliharaan berdasarkan pada pengalaman
dan teknik optimasi serta menentukan maintenance task yang tepat untuk
menurunkan jumlah kegagalan, mendeteksi dan meramalkan kondisi peralatan
atau mesin.

Tahapan awal implementasi RCM adalah pemahaman tentang proses


kegagalan peralatan atau mesin yang digambarkan pada skema dibawah ini

Condi
Incip
tional
ient Impen
kondisi yg bisa
mendorong ding
terjadinya
kerusakan –
mulai terbentuk Precipi
misalnya pelumas
kerusakan
tercemar–air,misalnya tous
akibat pelumas
konduktifitas air– dengan
muncul gejala
kehilangan fungsinya,
tinggi vibrasi
terjadianalisis
gesekan metal-
diketahui
to-metaladanya
frekuensi telah terjadi
kegagalan
bearing kerusakan
/ bearing tidak
failurefatal, Catastr
bisa diperbaiki
kerusakan fatal terjadi
frequency
– bearing rusak, shaft
ophic
macet, unit tidak
berproduksi
End of
Life
C. FAILURE DEFENSE PLANNING (FDP) SEBAGAI PENGEMBANGAN RCM

Skema dibawah ini menggambarkan langkah atau metoda peningkatan


kehandalan.

ENJINIR
SERP FMEA RCFA
ING
RENDAL
Task (PERENCA
Identificatio NAAN &
n
EKSEKUTO
Baseline FDT PENGEND
R
ALIAN)
PEMELIHA
Improvement
Continuous

RAAN
PM/PdM
(CORRECTI
Proactive IMPLEMEN- TASK
VE,
PLAN SCHEDULE
TATIONMEASUREMENT
PREVENTI
Overhaul VE,
Task Execution OVERHAU
L)

C.1. SYSTEM EQUIPMENT RELIABILITY PRIORITIZATION (SERP)

SERP merupakan kegiatan pertama pada FDP dengan tujuan utama ialah
memahami resiko operasi unit pembangkit dimana System/peralatan merupakan
hal paling kritis bagi bisnis pembangkit listrik. SERP merupakan level pertama dari
FDP, yang memiliki tujuan-tujuan spesifik sebagai berikut :

Identifikasi dan urutan sistem

Station pertama dibagi menjadi sistem-sistem fungsional. Sistem didefinisikan


secara luas sebagai suatu kumpulan peralatan yang bekerja sama untuk
memberikan suatu fungsi spesifik yang mendukung operasi station. Kekritisan
sistem disusun berdasarkan beberapa aspek operasi yang pada akhirnya
dihasilkan system criticality ranking (SCR).

a. Identifikasi dan urutan aset (Kekritisan operasional)

Peralatan diidentifikasikan dan dihubungkan pada parent system. Tiap-tiap


bagian peralatan yang diidentifikasikan diberikan Operational Criticality Ranking
(OCR) berdasarkan pada kekritisannya terhadap operasional dari parent sistem
gabungan. OCR ini digabungkan dengan SCR untuk membentuk suatu Asset
Criticality Ranking (ACR).

b. Urutan Equipment (Kemungkinan Kegagalan)

Peralatan dievaluasi berdasarkan kemungkinannya akan kegagalan atau


operasi yang tidak handal. Asset Failure Probability Factor (AFPF) ini digabungkan
dengan ACR untuk membentuk Maintenance Priority Index (MPI). Rating MPI
ditujukan untuk menggambarkan kepentingan relative dan level permintaan yang
ditempatkan pada peralatan oleh organisasi pemeliharaan jika peralatan ini
bekerja dengan baik.

SERP (System Equipment Reliability Prioritization) dilaksanakan melalui


sebuah workshop bersama dengan bagian Operasi, Pemeliharaan, K2LH, dan K3
dimana bagian Engineering sebagai fasilitator. Kegiatan tersebut dihubungkan
dengan pengumpulan informasi (Knowledge Harvesting). Perwakilan dari bagian
Pemeliharaan (supervisor dan teknisi), Rendal Operasi, Rendal Pemeliharaan,
Operator, K2LH dan K3 difasilitasi untuk menetapkan SERP. SERP adalah metode
untuk memprioritaskan seluruh Asset yang terdaftar sehingga untuk
menjalankan metode FDP selanjutnya dapat lebih efisien. Workshop SERP ini,
meliputi Index Prioritas Pemeliharaan, Sistem Criticality Ranking, Asset Criticality
Ranking dan faktor kemungkinan kegagalan asset dan akhirnya menghasilkan
nilai MPI (Maintenance Priority Index).
C.1.1. SYSTEM CRITICALITY RANKING (SCR)
Penyusunan SCR didasarkan pada tujuh kategori sebagai berikut :
a. Operational Cost (OC) : Setiap unit akan menggunakan
persentase biaya pemeliharaan rata-rata selama tiga tahun. Data disediakan
melalui Asman Keuangan, SDM dan Administrasi.
b. Process Throughput/Availability (PT) : Didefinisikan sebagai
efek kegagalan yang menggambarkan penurunan kemampuan poduksi.
c. Product Quality (PQ) : Didefinisikan sebagai pengaruh
pada “ramp” rate untuk unit pada kapasitas terpasang.
d. Safety (SF) : Berdasarkan pada kemungkinan terhadap
resiko keselamatan kerja dan jumlah pekerja yang mempengaruhinya.
e. Regulatory/Environmental Compliance (RC) : Didefinisikan
sebagai pengaruh kegagalan yang menciptakan tuntutan hukum atau denda.
f. Plant Efficiency (PE) : Didefinisikan sebagai pengaruh
kegagalan terhadap pengurangan tingkat efficiency plant.
g. Recovery Time (RT) : Didefinisikan sebagai lama waktu
pemulihan jika terjadi terjadi kegagalan pada peralatan tersebut.

C.1.2. OPERATIONAL CRITICALITY RANKING (OCR)


Penyusunan OCR menggunakan dua parameter yang berbeda untuk
penilaian dari setiap peralatan tersebut yakni :
a. Berdasarkan berapa lama waktu kegagalan asset yang
mempengaruhi kegagalan fungsional sistem induk.
b. Ketersediaan untuk memback up / redudansi peralatan
tersebut.

C.1.3. ASSET FAILURE PROBABILITY FACTOR (AFPF)


APFP disetujui sebagai skala jumlah yang meliputi range dari yang paling
tidak handal (10) sampai yang paling handal (2) dimana masing-masing kriteria
mempunyai kondisi yang menjadi dasar penilaian. Kriteria ini mencerminkan
tingkat seringnya peralatan mengalami kegagalan.

C.1.4. SYSTEM RANKING GUIDELINES


Tahapan pertama dari proses SERP adalah untuk menentukan sistem
dasar dalam suatu unit, dimana sistem adalah kumpulan aset/equipment.
Pada tahapan kedua, setiap sistem yang kritis terhadap unit diukur berdasarkan
tujuh aspek yang berbeda terhadap pengoperasian unit tersebut (merujuk pada
bagian Ranking Categories). Hasilnya dikombinasikan untuk membuat system
criticality ranking (SCR).

Tahap ketiga, equipment yang berada pada setiap system diperingkatkan


juga berdasarkan kekritisannya terhadap fungsi sistem tersebut, untuk
menentukan operational criticality ranking (OCR) pada tiap item.
Tahap keempat, operational criticality di kombinasikan dengan system
criticality terhadap pengoperasian unit untuk menghasilkan suatu peringkat
tertentu pada equipment yang berdasarkan tingkat kekritisannya terhadap
beroperasinya unit, di sebut asset criticality ranking (ACR).

ACR = SCR x OCR

Tahap kelima adalah menentukan daftar equipment sebagai starting point.


Pada tahap ini, kehandalan equipment tersebut perlu ditinjau secara luas,
berdasarkan catatan dari equipment tersebut, keahlian personelnya, dan diskusi
dengan bagian operasi, pemeliharaan, staff engineering, pada semua tingkat.
Kehandalan tersebut kemudian ditentukan pada skala numerik yang
memperhitungkan batasan dari hal yang sangat handal (tidak atau sedikit
membutuhkan perhatian) sampai dengan sangat tidak handal (membutuhkan
perhatian tinggi atau terus menerus). Faktor kehandalan ini (Asset Failure
Probability Factor - AFPF) kemudian dikombinasikan dengan ACR equipment
untuk menentukan Maintenance Priority Index (MPI).

MPI = ACR x AFPF

Angka MPI menunjukkan tingkat kepentingan dan tingkat kebutuhan


terhadap equipment pada organisasi pemeliharaan, jika unit tersebut akan di
operasikan secara baik.

C.2. TASK IDENTIFICATION (TI)

Proses selanjutnya setelah penyusunan SERP adalah pelaksanaan Task


Identification (TI). TI terdiri dari :

a. Failure Modes & Effects Analysis (FMEA)

b. Root Cause Failure Analysis (RCFA)

c. Baselining (Equipment Audit)

Application of Predictive Maintenance (PdM) technologies

d. Failure Defense Tasks (FDT)

C.2.1. FAILURE MODES & EFFECTS ANALYSIS (FMEA)

FMEA adalah sebuah metoda untuk mengenali modus kerusakan dan


pengaruh serta penyebab yang diketahui pasti dari kerusakan tersebut terhadap
sebuah peralatan/asset yang kritikal. FMEA tahap pertama ini dilakukan
terhadap asset yang memiliki nilai tertinggi dari proses SERP (System/Equipment
Reliability Prioritization). Rangkaian workshop FMEA menghasilkan suatu daftar
prioritas kegiatan (Failure Defense Task/FDT) yang harus dituntaskan agar dapat
memecahkan masalah yang berkaitan dan mengurangi pemeliharaan tidak
terencana yang tergolong Non Tactical Maintenance. Guna memastikan proses
Failure Defense dapat membantu proses pengalihan dari Non tactical
Maintenance menjadi Tactical Maintenance, FDT harus diubah menjadi Work
Order. Work Order (PM dan PdM) tersebut harus direncanakan, dijadwalkan dan
dilaksanakan dalam selang waktu yang tertentu. Input FMEA berasal dari buku
referensi, pengalaman dilapangan maupun dari basis Preventive Maintenance.

Adapun tujuan pelaksanaan FMEA adalah sebagai berikut:


a. Menghasilkan Failure Mode / Mode Kegagalan : Semua kegagalan yang
pernah terjadi dan potensi kegagalan yang mungkin akan terjadi dari suatu
komponen peralatan.
b. Menghasilkan Failure Effect / Dampak Kegagalan : Dampak dari mode
kegagalan yang telah didaftarkan, baik dampak terhadap peralatan itu sendiri
maupun dampak terhadap unit..
c. Menghasilkan Failure Cause / Penyebab Kegagalan : Penyebab dari mode
kegagalan yang telah didaftarkan dimana penyebab ini sifatnya pasti dan
merupakan kemungkinan besar jika penyebab kegagalan ini dihilangkan
maka mode kegagalan diatas tidak akan terjadi kembali.
d. Menghasilkan Failure Defense Task (FDT) : Task yang dihasilkan untuk
mengatasi, menghilangkan dan meminimalisasi terhadap kemungkinan
mode kegagalan yang telah didapatkan dan dapat berupa Planned
Maintenance/Tactical Maintenance (Preventive Maintenance, Predictive
Maintenance, OH dan Proactive Maintenance) dan Un-planned
Maintenance/Non Tactical Maintenance (Corrective Maintenance).

C.2.2. ROOT CAUSE FAILURE ANALYSIS (RCFA)

RCFA merupakan Metode penggalian dan pengumpulan informasi akar


penyebab masalah/Failure Cause suatu mode kegagalan/Failure Mode peralatan
sehingga didapatkan FDT untuk mengatasi Failure Cause tersebut, atau dalam
pengertian lain RCFA merupakan tindakan investigasi terhadap mode kegagalan
yang tidak diketahui akar penyebab masalahnya. Latar belakang dilakukannya
RCFA adalah :

a. Merupakan analisa untuk melakukan kegiatan Continuous Improvement

b. Mengatasi masalah pada sasaran yang tepat

c. Mengatasi masalah yang mengakibatkan kerugian yang besar (produksi,


biaya, manhours)

d. Menghindari penanganan masalah yang bersifat sementara (mengatasi


masalah, jika belum pada root cause-nya, masalah yang sama akan terulang
lagi).

Metode RCFA yang digunakan adalah :

a. Fish Bone Diagram.

b. Identifikasi semua kemungkinan penyebab & masing-masing penyebab


diidentifikasi sampai dengan ditemukan penyebab awalnya.

c. Verifikasi setiap akar penyebab.

d. Menentukan akar penyebab yang sesungguhnya.

e. Workshop dengan bidang terkait.

f. Menentukan alternatif solusi atas akar masalah (yang benar-benar sebagai


akar penyebab).

Adapun tujuan pelaksanaan RCFA adalah sebagai berikut:

1. Menghasilkan akar penyebab permasalahan secara pasti dari suatu mode


kagagalan/Failure Mode peralatan yang merupakan :

a. Chronic Problem (Permasalahan peralatan yang terjadi berulang dan


belum diketahui akar penyebabnya).

b. Permasalahan peralatan yang berpotensi mengakibatkan unit


trip/derating dan gagal start.
c. Kelanjutan dari workshop FMEA dimana tidak diketahui secara pasti
penyebab dari Failure Mode suatu topic peralatan.

2. Menghasilkan Failure Defense Task (FDT) : Task yang dihasilkan untuk


mengatasi, menghilangkan dan meminimalisasi terhadap mode
kegagalan/Failure Mode peralatan yang telah dan mungkin terjadi yang
berupa Planned Maintenance/Tactical Maintenance (Preventive
Maintenance, Predictive Maintenance, OH dan Proactive Maintenance) dan
Un-planned Maintenance/Non Tactical Maintenance (Corrective
Maintenance).

C.2.3 BASELINING (EQUIPMENT AUDIT) / PREDIKTIF MAINTENANCE (PdM)


Prediktif maintenance adalah pemeliharaan yang ditentukan berdasarkan
analisa pemantauan kondisi operasi (Condition Base Maintenance) yang
bertujuan untuk mengetahui kelainan peralatan secara dini, prediktif maintence
juga sebagai proses yang membutuhkan teknologi dan kecakapan SDM, yang
memadukan dan menggunakan semua data diagnosa dan kinerja, sejarah
kerusakan, data operasi dan data desain yang tersedia, untuk membuat
keputusan tentang kegiatan pemeliharaan terhadap sebuah peralatan kritis.
Dalam menjalankan fungsinya, PdM mengaplikasikan teknologi untuk
memonitor kondisi peralatan seperti vibrasi, Thermography, Oil analysis, MCSA
dan DGA.
Implementasi PdM bertujuan untuk:
a. Menghindari unplanned breakdown, meningkatkan availability.
b. Meningkatkan umur mesin (MTBF = mean time between failure).
c. Perusahaan yang telah mencapai best practice, 80% kegiatan
pemeliharaannya adalah kegiatan terencana (planned maintenance), di mana
~ 50 % adalah kegiatan PdM.
Skema dibawah ini menunjukkan komposisi PdM pada keseluruhan agenda
pemeliharaan.

Present Best Cost


Producer
Reactive 55% 10%
Preventive 31% 25-35%
Predictive 12% 45-55%
Proactive 2% 5-15%

Present Best Cost


Producer

Reliability Magazine: 2002

Implementasi PdM menghasilkan output sebagai berikut:


1. Rekomendasi
a. Rendal Har (Daily maintenance program).
b. Rendal Outage (Yearly maintenance program).
c. Engineering-sistem owner (Root Cause Failure Analysis).
2. Laporan Bulanan :
a. Resume kondisi peralatan dalam satu bulan.
b. Matrix kondisi peralatan berdasarkan teknologi (vibrasi,
thermography, mcsa, oil analysis).
c. Tindak lanjut rekomendasi dalam WO dan kesesuaian
rekomendasi.

Skema dibawah ini menunjukkan flow chart PdM

Data
Colectio
Peralatan/Ko n
mponen: Plannin
ANA Rekom
Spesifikasi LISA g&
endasi
History Schedul
ing
Jam Operasi Exec
Engine ution
ering Rekom Capture
Proble
endasi History
m Solve (Actual
Solvin Problem Failure &
g Actual
Action)

C.2.3 FAILURE DEFENSE TASK (FDT))

FDT adalah serangkaian solusi kegiatan hasil dari investigasi yang


dilaksanakan dengan metode RCFA atau FMEA yang direkomendasikan untuk
mengatasi masalah yang muncul. Penentuan FDT ini juga didukung oleh hasil
Plant Assesment (Baseline Equipment Audit, data mapping kesehatan peralatan)
yang telah dilakukan guna mengetahui kondisi aktual peralatan unit pembangkit.

FDT merupakan tindakan pencegahan terhadap kemungkinan kegagalan


pada peralatan unit pembangkit. Oleh karena itu, implementasi output FDT yang
telah ditentukan dilaksanakan secara kolaborasi dengan bidang operasi dan
pemeliharaan.

Anda mungkin juga menyukai