Anda di halaman 1dari 20

Download Aplikasi

Download

Beranda

Masuk

Cari Dokter

Cari Rumah Sakit

Penyakit A - Z

Obat A - Z

Tanya Dokter

Privasi

Syarat & Ketentuan

Kontak

Tentang Alodokter

Keluarga

Bayi Lahir Stunting, Faktor Penyebab dan Risiko

Data Global Nutrition Report 2016 mencatat jumlah balita stunting sebanyak 36,4 persen dari
seluruh balita di Indonesia. Stunting mencerminkan kekurangan gizi kronis selama periode paling
awal pertumbuhan dan perkembangan anak. Umumnya bagi seorang anak yang mengalami kurang
gizi kronis, proporsi tubuh akan tampak normal, namun kenyataannya lebih pendek dari tinggi badan
normal untuk anak-anak seusianya.

Kondisi stunting sudah tidak bisa ditangani lagi bila anak memasuki usia dua tahun. Oleh karena itu,
untuk mencegah terjadinya stunting pada anak, ibu perlu mengonsumsi asupan gizi yang layak,
terutama selama masa kehamilan hingga anak lahir dan berusia 18 bulan. Pada dasarnya,
kelangsungan hidup dan kesehatan anak tidak dapat dipisahkan dari kesehatan Sang Ibu sendiri.

Penyebab Anak Mengalami Stunting

Secara umum, kekerdilan atau stunting ini disebabkan oleh gizi buruk pada ibu, praktik pemberian
dan kualitas makanan yang buruk, sering mengalami infeksi serta tidak menerapkan perilaku hidup
bersih dan sehat.
Gizi ibu dan praktik pemberian makan yang buruk

Stunting dapat terjadi bila calon ibu mengalami anemia dan kekurangan gizi. Wanita yang
kekurangan berat badan atau anemia selama masa kehamilan lebih mungkin memiliki anak stunting,
bahkan berisiko menjadi kondisi stunting yang akan terjadi secara turun-temurun.

Kondisi tersebut bisa diperburuk lagi bila asupan gizi untuk bayi kurang memadai, misalnya bayi
diberikan air putih atau teh sebelum berusia enam bulan, karena pada usia ini bayi seharusnya
diberikan Air Susu Ibu (ASI) secara ekslusif maupun susu formula sebagai penggantinya. Tidak hanya
itu, gizi buruk yang dialami ibu selama menyusui juga dapat mengakibatkan pertumbuhan anak
menjadi terhambat.

Sanitasi yang buruk

Stunting juga bisa terjadi pada anak-anak yang hidup di lingkungan dengan sanitasi dan kebersihan
yang tidak memadai. Sanitasi yang buruk berkaitan dengan terjadinya penyakit diare dan infeksi
cacing usus (cacingan) secara berulang-ulang pada anak. Kedua penyakit tersebut telah terbukti ikut
berperan menyebabkan anak kerdil.

Tingginya kontaminasi bakteri dari tinja ke makanan yang dikonsumsi dapat menyebabkan diare dan
cacingan yang kemudian berdampak kepada tingkatan gizi anak. Kontaminasi bakteri-bakteri
tersebut juga dapat terjadi melalui peralatan dapur maupun peralatan rumah tangga lainnya yang
tidak dicuci bersih maupun tidak mencuci tangan hingga bersih sebelum makan. Alhasil, bakteri bisa
masuk melalui mulut. Praktik hidup seperti itu kemudian dapat mengurangi nafsu makan anak,
menghambat proses penyerapan nutrisi di dalam tubuh anak, serta meningkatkan risiko kehilangan
nutrisi.

Penyebab lain

Anak yang terlahir dengan sindrom alkohol janin (Fetus Alcohol Syndrome/FAS) juga dapat
mengalami stunting. FAS merupakan pola cacat yang dapat terjadi pada janin karena Sang Ibu
mengonsumsi terlalu banyak minuman beralkohol saat sedang hamil. Anak dengan FAS memiliki
sekelompok rangkaian gejala yang mencakup bentuk wajah yang berbeda dari anak normal,
pertumbuhan fisik terhambat, serta beberapa gangguan mental.

Bagaimana dengan Risiko Kesehatan pada Anak Stunting?

Berikut adalah beberapa risiko kesehatan pada anak stunting.

Stunting dikaitkan dengan otak yang kurang berkembang dengan konsekuensi berbahaya untuk
jangka waktu lama, termasuk kecilnya kemampuan mental dan kapasitas untuk belajar, buruknya
prestasi sekolah di masa kecil, dan mengalami kesulitan mendapat pekerjaan ketika dewasa yang
akhirnya mengurangi pendapatan, serta peningkatan risiko penyakit kronis terkait gizi seperti
diabetes, hipertensi, dan obesitas.

Memiliki risiko yang lebih besar untuk terserang penyakit, bahkan kematian dini.

Kekerdilan dapat menurun pada generasi berikutnya, disebut siklus kekurangan gizi antargenerasi.

Ketika dewasa, seorang wanita stunting memiliki risiko lebih b

MENU

Home

Nasional

Regional

Megapolitan

Internasional

Olahraga

Sains

Ekonomi

Bola

Tekno

Entertainment

Otomotif

Health

Female

Properti

Travel

Edukasi

Kolom

Foto

Video

KOMPASIANA

JUARA.NET
NEXTREN

OTOMANIA

KOMPASKARIER

GRAMEDIA

TERPOPULER TOPIK KOLOM VIK

Mengenal "Stunting" dan Efeknya pada Pertumbuhan Anak

Wednesday, February, 08 2017

Para ibu hamil bukan hanya diperiksa kondisi kehamilannya, tapi juga diberikan penyuluhan untuk
menjaga kesehatan ibu hamil dan janinnya.

KOMPAS.com - Mungkin tidak semua orang akrab dengan istilah stunting. Padahal, menurut Badan
Kesehatan Dunia, Indonesia ada di urutan ke-lima jumlah anak dengan kondisi stunting.

Salah satu wilayah di Indonesia dengan angka stunting tertinggi adalah kabupaten Ogan Komering
ilir. Angka stunting kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) menurut Riskesdas mencapai 40,5% atau
hampir setengah balita di OKI mengalami stunting. Bahkan, angka ini di atas angka stunting nasional
37%.

Menurut WHO, di seluruh dunia, diperkirakan ada 178 juta anak di bawah usia lima tahun
pertumbuhannya terhambat karena stunting.
Stunting adalah masalah gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu
lama, umumnya karena asupan makan yang tidak sesuai kebutuhan gizi. Stunting terjadi mulai dari
dalam kandungan dan baru terlihat saat anak berusia dua tahun.

Menurut UNICEF, stunting didefinisikan sebagai persentase anak-anak usia 0 sampai 59 bulan,
dengan tinggi di bawah minus (stunting sedang dan berat) dan minus tiga (stunting kronis) diukur
dari standar pertumbuhan anak keluaran WHO.

Selain pertumbuhan terhambat, stunting juga dikaitkan dengan perkembangan otak yang tidak
maksimal, yang menyebabkan kemampuan mental dan belajar yang kurang, serta prestasi sekolah
yang buruk.

Stunting dan kondisi lain terkait kurang gizi, juga dianggap sebagai salah satu faktor risiko diabetes,
hipertensi, obesitas dan kematian akibat infeksi.

Penyebab Stunting

Situs Adoption Nutrition menyebutkan, stunting berkembang dalam jangka panjang karena
kombinasi dari beberapa atau semua faktor-faktor berikut:

1. Kurang gizi kronis dalam waktu lama

2. Retardasi pertumbuhan intrauterine

3. Tidak cukup protein dalam proporsi total asupan kalori

4. Perubahan hormon yang dipicu oleh stres

5. Sering menderita infeksi di awal kehidupan seorang anak.

Perkembangan stunting adalah proses yang lambat, kumulatif dan tidak berarti bahwa asupan
makanan saat ini tidak memadai. Kegagalan pertumbuhan mungkin telah terjadi di masa lalu
seorang.

Gejala Stunting

1. Anak berbadan lebih pendek untuk anak seusianya

2. Proporsi tubuh cenderung normal tetapi anak tampak lebih muda/kecil untuk usianya
3. Berat badan rendah untuk anak seusianya

4. Pertumbuhan tulang tertunda

Mencegah Stunting

Waktu terbaik untuk mencegah stunting adalah selama kehamilan dan dua tahun pertama
kehidupan. Stunting di awal kehidupan akan berdampak buruk pada kesehatan, kognitif, dan
fungsional ketika dewasa.

Untuk mengatasi masalah stunting ini Kementerian Kesehatan dengan dukungan Millennium
Challenge Account-Indonesia (MCA-I), melalui Program Hibah Compact Millennium Challenge
Corporation (MCC) melakukan Kampanye Gizi Nasional Program Kesehatan dan Gizi Berbasis
Masyarakat (PKGBM).

Salah satu intervensi dalam program PKGM adalah tentang perubahan prilaku masyarakat, yang
dilakukan dalam program Kampanye Gizi Nasional (KGN).

Program KGN di wilayah OKI dilakukan dengan pendekatan yang menyeluruh, seperti melakukan
aktifasi posyandu-posyandu dan pemberian pengetahuan tentang gizi anak, mulai dari makanan apa
saja yang boleh untuk bayi di atas enam bulan, bagaimana tekstur yang baik, berapa banyak yang
harus diberikan, termasuk pengetahuan pentingnya ASI eksklusif.

Yang menarik, tim posyandu mengadakan door prize untuk menarik minat dan perhatian para ibu
untuk hadir mendengarkan penyuluhan di posyandu.

“Setelah penyuluhan, kami lempar pertanyaan. Mau enggak mau mereka harus dengerin, biar bisa
jawab. Hadiahnya enggak mahal, kebutuhan rumah tangga sehari-hari saja. Tapi, ini sudah

CNN Indonesia

Find it on Play Store GETX

Gaya Hidup

MASUK DAFTAR
Home

Kanal

Nasional

Teknologi

Internasional

Hiburan

Ekonomi

Gaya Hidup

Olahraga

Lainnya

Infografis

Fokus

Foto

Kolom

Video

CNN TV

Aku & Jakarta

Indeks

Download Apps

Ikuti Kami

Home Nasional Internasional Ekonomi Olahraga Teknologi Hiburan Gaya Hidup Infografis Foto Video
Fokus Kolom Terpopuler Indeks

Home Gaya Hidup Berita Kesehatan

Penderita Stunting Masih Punya Peluang Perbaiki Tinggi Badan

Elise Dwi Ratnasari, CNN Indonesia

Sabtu, 09/12/2017 07:20

Bagikan :

Upaya memperbaiki tinggi badan harus dilakukan sebelum pertumbuhan anak berhenti, pada
perempuan di usia 20 tahun, sedangkan laki-laki pada usia 30 tahun. (Foto: Thinkstock/omgimages)
Jakarta, CNN Indonesia -- Masalah stunting atau kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi
yang kurang dalam waktu cukup lama juga dialami anak-anak di Indonesia. Diperkirakan, ada sekitar
8,8 juta anak Indonesia yang menderita stunting karena kekurangan gizi. Mereka yang stunting
dicirikan memiliki tinggi badan yang tidak sesuai dengan usia tumbuh kembang.

Selama ini pemerintah melalui Kementerian Kesehatan selalu bergerak demi pencegahan stunting.
Namun, bagi mereka yang stunting, intervensi seperti apa yang bisa dilakukan?

"Stunting itu anak umur di atas 2 tahun, tinggi badannya rendah. Upaya untuk membantu dari sisi
peluang tinggi badan," kata Ahmad Syafiq, Ketua Pusat Kajian Gizi dan Kesehatan, Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia pada CNNIndonesia.com di sela konferensi pers
Konferensi Indonesia Bergizi di Hotel Menara Peninsula, Jakarta Barat, Jumat (8/12).

Lihat juga:Mempertahankan Nutrisi pada Jus Buah, Begini Caranya

Upaya ini, lanjut Ahmad, harus dilakukan sebelum pertumbuhan anak berhenti. Ia berkata, pada
perempuan pertumbuhan berhenti di usia 20 tahun, sedangkan laki-laki pada usia 30 tahun.

Orang tua harus proaktif untuk mengejar pertumbuhan badan anak sebelum pertumbuhannya
berhenti dengan asupan gizi yang baik. Menurutnya, usia 9 tahun jadi masa yang paling perlu
mendapat perhatian sebab masa ini anak mengalami lompatan pertumbuhan yang cepat.

"Mungkin orang tua kurang memperhatikan dan tubuh pendek dianggap genetik. Padahal genetik
hanya menyumbang 20 persen terhadap tinggi badan. Bagaimanapun, tinggi badan yang sesuai
standar masih tetap menguntungkan," tambahnya.

Stunting tak hanya dilihat sebagai terhambatnya tumbuh kembang anak secara fisik. Mereka yang
mengalami kekurangan gizi pada seribu hari pertama kehidupan hingga usia 2 tahun juga akan
terhambat perkembangan kognitif atau kemampuan intelektualnya. Dalam jangka panjang, stunting
berdampak pada penurunan kualitas remaja, kesehatan reproduksi, kecerdasan serta produktivitas
kerja.

Lihat juga:Revolusi Susu, Kelor, dan Strategi Peningkatan Gizi

Di sisi lain, Doddy Izwardi, Direktur Gizi Masyarakat, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
menuturkan, masyarakat perlu memahami stunting secara global. Satu sisi, stunting dilihat sebagai
gagal tumbuh sebagai akibat dari gizi kronik ibu hamil. Namun menurut indikator dunia, stunting
ialah gagal kembang atau terhambatnya perkembangan kognitif anak.

"Ini yang ditakuti soal daya saing bangsa nantinya, maka dari pemerintah membantu agar ibu hamil
tidak gagal dalam memenuhi gizi ibu hamil," ujarnya.

Tak hanya di Indonesia, persoalan stunting sudah jadi permasalahan global. Secara global, dilansir
dari data Global Targets dan sekitar 162 juta anak berusia di bawah 5 tahun mengalami stunting. Di
Asia Tenggara, sebanyak 39 persen anak berusia di bawah 5 tahun mengalami stunting.

"Stunting ini permasalahan multidimensional sehingga pemerintah enggak bisa kerja sendiri. Maka
kami mengajak semua sektor untuk bekerja sama termasuk sektor swasta," katanya. (rah/rah)

Bagikan :

stunting kurang gizi gizi

ARTIKEL TERKAIT

Anjuran Ahli Gizi Saat Makan Keong Sawah untuk Sumber Protein

Gaya Hidup10 bulan yang lalu

BACA JUGA

Bank Dunia Beri Pinjaman US$400 Juta Demi Cegah Gizi Buruk

Cacingan Juga Serang Anak-anak Asmat

Prabowo Sebut Pemerintahan Lemah adalah Tant

Sumber Informasi Terpercaya

home health

Cara Memperbaiki Stunting pada Anak

Diana Rafikasari
Sabtu, 4 Juli 2015 - 14:24 WIB

Cara Memperbaiki Stunting pada Anak. (Ilustrasi).

JAKARTA - Stunting merupakan masalah kekurangan gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi
yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan gizi.

Sebenarnya stunting pada anak di bawah tiga tahun susah untuk diperbaiki.

Namun, dokter spesialis anak konsultan nutrisi dan penyakit metabolik Departemen Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Dr. dr. Damayanti R. Sjarif, Sp.A(K), menjelaskan
masih ada harapan memperbaiki saat anak pubertas.

"Saat kita bayi tubuh yang mengalami pertumbuhan adalah bagian torso atau batang tubuh. Satu
tahun keatas baru bagian kaki. Saat pubertas pun, bagian kaki tumbuh kembali," papar Damayanti di
Hotel Intercontinental, Jakarta.

Untuk memperbaiki hal ini, orangtua harus memperhatikan beberapa hal. Seperti asupan nutrisinya,
aktifitas dan waktu tidur anak.

halaman ke-1 dari 2

Baca Selanjutnya

Bagikan artikel ini:

Topik Terkait :

kesehatan anak

Berita Terkait

Penggunaan CT Scan Tingkatkan Risiko Tumor Otak pada Anak

Orang Tua Sebaiknya Memilih Produk Bayi Sesuai Jenis Kulit

Peran Krusial Nutrisi untuk Tumbuh Kembang Anak


Pemerintah Mulai Gelar Kampanye Bahaya dan Pencegahan Stunting

Menkes Tegaskan Indonesia Harus Bebas Generasi Stunting

Berita Lainnya

Djokovic Ancam Nadal, Siap Rebut Peringkat 1 di Akhir Tahun

Pakai Solar PV, Harga Pasang Listrik Rooftop Bakal Turun

Eden Hazard Selangkah Lagi Gabung Real Madrid

Kades Pergi ke Kebun, Istri Cantiknya Ditiduri Polisi

Mandiri Group Gandeng Jasa Marga Terbitkan KIK-DINFRA

Levi's dan Justin Timberlake Beri Kejutan buat Penggemar

Sony Bravia A9F OLED Sempurna Berkat Prosesor Gambar X1 Ultimate

Lepas 10,34% Saham, Garudafood Resmi Jadi Perusahaan Publik

Penuhi Kebutuhan Ekonomi, Perempuan Manis Nekat Edarkan Narkoba

Realme C1, Ponsel Harga Rp1 Jutaan Dengan Kamera Ganda

berita lainnya

Home

Nasional

Metronews

Daerah

Ekonomi Bisnis

International

Sports

Soccer

Autotekno

Lifestyle

Photo

Video

Copyright © 2018 SINDOnews.com, All Rights Reserved

newsread/ rendering in 0.0845 seconds (33#36)


Kehamilan & Kandungan, Kehamilan

Pedoman Penting Mencegah Stunting Sejak Saat Hamil

Oleh Novita Joseph  

Informasi kesehatan ini sudah direview dan diedit oleh: dr. Tania Savitri - Dokter Umum .

Dilansir dari laman MCA-Indonesia, 8,9 juta anak Indonesia mengalami gangguan pertumbuhan. Itu
artinya ada satu dari tiga anak di Indonesia bertubuh pendek karena mengalami stunting. Kasus
stunting di Indonesia bahkan lebih tinggi daripada negara-negara lain di Asia Tenggara, seperti
Myanmar (35%), Vietnam (23%), dan Thailand (16%). Namun, ada banyak cara mencegah stunting
yang bisa dilakukan oleh ibu sejak masih dalam masa kehamilan dan seterusnya.

Sekilas tentang stunting

Stunting adalah gangguan tumbuh kembang yang menyebabkan anak memiliki postur tubuh pendek,
jauh dari rata-rata anak lain di usia sepantaran. Tanda-tanda stunting biasanya baru akan terlihat
saat anak berusia dua tahun.

Stunting mulai terjadi ketika janin masih dalam kandungan disebabkan oleh asupan makanan ibu
selama kehamilan yang kurang bergizi. Akibatnya, gizi yang didapat anak dalam kandungan tidak
mencukupi. Kekurangan gizi akan menghambat pertumbuhan bayi dan bisa terus berlanjut setelah
kelahiran.

Selain itu, stunting juga bisa terjadi akibat asupan gizi saat anak masih di bawah usia 2 tahun tidak
tercukupi. Entah itu karena tidak diberikan ASI eksklusif, atau MPASI (makanan pendamping ASI)
yang diberikan kurang mengandung zat gizi yang berkualitas — termasuk zink, zat besi, serta protein.

Laporan Riset Kesehatan Dasar mencatat bahwa kasus stunting pada anak terus mengalami
peningkatan dari tahun 2010 (35,6%) menjadi 37,2 persen pada tahun 2013. Tidak mengherankan
jika Indonesia menempati peringkat kelima dunia untuk jumlah anak dengan kondisi stunting
terbanyak. Stunting adalah kondisi darurat di Indonesia.

Efek stunting tidak bisa dikembalikan seperti semula jika sudah terjadi. Terlebih, kekurangan gizi
pada anak usia dini meningkatkan angka kematian bayi dan anak. Maka, gangguan pertumbuhan
ini harus segera ditangani dengan tepat.

Namun, selalu lebih baik untuk mencegah stunting daripada mengobatinya.

Mencegah stunting pada anak sejak dari masa kehamilan


Salah satu faktor utama yang menyebabkan stunting adalah asupan gizi anak yang tidak
memadai ketika anak masih berusia balita. Namun sebenarnya, mencegah stunting sudah bisa
dilakukan sejak dini semenjak masa kehamilan. Kuncinya tentu dengan meningkatkan asupan gizi ibu
hamil dengan makanan yang berkualitas baik. Zat besi dan asam folat adalah kombinasi nutrisi
penting selama kehamilan yang dapat mencegah stunting pada anak ketika ia dilahirkan nanti.

Kenapa ibu hamil butuh asupan zat besi?

Kekurangan zat besi selama kehamilan sangat umum terjadi. Diperkirakan setengah dari semua
wanita hamil di seluruh dunia kekurangan zat besi.

Jika Anda tidak mendapatkan cukup zat besi dari makanan, tubuh Anda secara bertahap
mengambilnya dari penyimpanan zat besi di tubuh Anda sehingga berisiko meningkatkan anemia.
Menurut para ahli, anemia yang diakibatkan oleh kekurangan zat besi di dua trimester pertama
dikaitkan dengan risiko dua kali lipat bayi lahir prematur dan tiga kali lipat risiko berat badan lahir
rendah.

Daging merah, unggas, dan ikan adalah salah satu sumber zat besi terbaik untuk ibu hamil. Namun,
hindari makan ati ayam/kambing/sapi karena kandungan tinggi vitamin A-nya tidak aman selama
kehamilan. Anda juga bisa mendapatkan zat besi dari kacang-kacangan, sayuran, dan biji-bijian.

Selain dari makanan, Anda juga harus mulai mengonsumsi suplemen zat besi dosis rendah (30 mg
per hari) sejak konsultasi kehamilan pertama Anda. Dalam kebanyakan kasus, Anda akan
mendapatkan asupan zat besi sesuai dengan kadar tersebut di dalam vitamin prenatal Anda.
Seterusnya, Anda membutuhkan setidaknya 27 miligram zat besi setiap hari selama kehamilan Anda.

Kenapa ibu hamil butuh asam folat?

Peran asam folat amat penting dalam perkembangan otak dan sumsum tulang belakang
bayi. Mengonsumsi asam folat selama kehamilan dapat mengurangi risiko gangguan kehamilan
hingga 72 persen. Asam folat

Cegah Stunting dengan Memberi Bayi Makanan Ini

Ilustrasi (Foto: BBC)

Kamis 08 Juni 2017 13:26 WIB

Jurnalis - Tiara Putri


TELUR adalah salah satu jenis makanan yang mengandung protein. Maka dari itu, mengonsumsi telur
untuk anak-anak sangat disarankan untuk membantu proses pertumbuhan. Menurut sebuah studi
yang dilakukan di Equador selama 6 bulan, satu butir telur dapat membantu anak-anak kurang gizi
tumbuh dengan tinggi badan yang sehat.

Mau digoreng ataupun direbus, telur tetap memberikan dorongan pertumbuhan untuk bayi.
Menurut periset di jurnas Pediatrics, mengonsumsi telur merupakan cara murah untuk mencegah
stunting. Stunting adalah kondisi di mana tinggi seorang anak lebih pendek dibanding seharusnya
karena kekurangan gizi. 2 tahun pertama kehidupan bayi merupakan waktu yang sangat penting
untuk pertumbuhan dan perkembangan. Dalam masa ini, bila terjadi stunting, sebagian besar tidak
dapat diubah.

Penyebab utama stunting adalah nutrisi yang buruk yang diterima oleh bayi. Nutrisi yang buruk juga
menyebabkan infeksi dan penyakit pada masa kanak-kanak. Menurut data dari WHO, 155 juta anak
di bawah usia 5 tahun mengalami kerdil – tinggi badannya terlalu pendek di usia mereka. Sebagian
besar anak-anak itu tinggal di negara berpenghasilan rendah dan menengah.

Para periset melakukan uji coba terhadap 160 anak selama 6 bulan. Secara acak, separuh anak diberi
telur selama 6 bulan secara teratur, dan yang lainnya hanya dimonitor untuk perbandingan. Hasil
dari penelitian itu menunjukkan hanya sedikit anak-anak yang mengonsumsi telur mengalami
stunting. Prevalensinya 47% lebih rendah dibanding mereka yang tidak mengonsumsi telur secara
teratur.

Peneliti utama dari uji coba itu, Ms Iannotti mengatakan, “Kami cukup terkejut dengan seberapa
efektifnya cara ini. Dan yang hebat adalah ternyata caranya cukup mudah dan terjangkau bagi
populasi yang sangat rentan terhadap kelaparan atau kekurangan gizi untuk mengatasi stunting,”
seperti yang dilansir dari BBC News, Kamis (8/6/2017).

Dia mengatakan bahwa telur adalah makanan yang enak untuk anak kecil. Telur mengandung
kombinasi nutrisi yang penting untuk tubuh. Telur adalah makanan pelengkap dengan gizi baik untuk
bayi yang baru memulai makan. Namun, telur harus selalu dimasak dengan baik untuk menghindari
terkena resiko infeksi.

WHO merekomendasikan ibu-ibu di seluruh dunia untuk secara eksklusif menyusui bayi selama 6
bulan pertama agar mencapai pertumbuhan, perkembangan, dan kesehatan yang optimal. Setelah 6
bulan pertama, bayi harus diberi makanan pelengkap bergizi dan terus menyusui hingga usia 2 tahun
atau lebih.

Selain telur, sangat penting untuk anak-anak menerima beragam asupan makanan yang
mengandung vitamin dan mineral yang dibutuhkan tubuh bukan hanya telur, makanan kaya protein
seperti kacang-kacangan, ikan, daging, dan produk susu juga baik dikonsumsi anak-anak agar mereka
terbiasa dengan berbagai tekstur makanan.

Baca juga :

Penelitian Mengatakan Seseorang yang Depresi Mudah Alami Penuaan

Kurang Tidur Menurunkan Hormon Testosteron

YKPI Sebut Pengobatan Herbal Perparah Kondisi Pasien Kanker Payudara

Minum Anggur Dapat Memperpanjang Usia? Ini Fakta Terbarunya

Punya Tali Tambang Menganggur? Manfaatkan untuk Bentuk Badan Kamu Berotot!

Terlalu Banyak Konsumsi Gula, Anak-Anak Bisa Jadi Peminum Alkohol hingga Brutal!

Bukan Kelainan, Ini yang Sebenarnya Terjadi Pada Telinga Khabib Nurmagomedov yang Bentuknya
Aneh

Jumlah Penderita Lebih dari 300 Orang, Lombok Barat Masih Berstatus KLB Malaria

Home

News

Finance

Lifestyle

Celebrity

Bola

Sports

Autos

Warung kopi

Tv

Metube

Infografis

Foto

Video

About Us

Redaksi

Kotak Pos

Karier
Info Iklan

Disclamer

© 2007 - 2018 www.okezone.com. All Rights Reserved

Sumber Informasi Terpercaya

home health

Tiga Langkah untuk Mencegah Stunting pada Anak-Anak

Puguh Hariyanto

Minggu, 25 Maret 2018 - 14:12 WIB

Banyak langkah yang bisa dilakukan untuk mencegah stunting pada anak, terutama di Malang, Jawa
Timur, yang memiliki tingkat stunting pada anak tinggi. (Indian Express)

MALANG - Sebanyak 4.007 anak balita (bawah lima tahun) di Kota Malang mengalami stunting, yang
membuat anak tidak memiliki tinggi tubuh sesuai usianya. Merujuk data resmi Dinas Kesehatan Kota
Malang, jumlah balita yang mengalami stunting kategori sangat pendek sejumlah 978 anak dan
kategori pendek ada 3.029 anak. Jumlah tersebut didapat dari total balita di Kota Malang yakni
54.469 anak.

Ahli kesehatan ibu anak Novi Maharani berpandangan, faktor penyebab stunting bisa terjadi pada
anak-anak yang hidup di lingkungan dengan sanitasi dan kebersihan yang tidak memadai. Menurut
Novi, sanitasi yang buruk mengakibatkan penyakit diare dan infeksi cacing usus (cacingan) secara
berulang-ulang pada anak.

“Kedua penyakit tersebut telah terbukti ikut berperan menyebabkan anak kerdil (stunting),” kata
Novi di Malang, Sabtu (24/3/2018).

Novi menambahkan, tingginya kontaminasi bakteri dari tinja ke makanan yang dikonsumsi dapat
menyebabkan diare dan cacingan yang kemudian berdampak kepada tingkatan gizi anak.
Kontaminasi bakteri-bakteri tersebut juga dapat terjadi melalui peralatan dapur maupun peralatan
rumah tangga lainnya yang tidak dicuci bersih maupun tidak mencuci tangan hingga bersih sebelum
makan.

halaman ke-1 dari 3

Baca Selanjutnya

Bagikan artikel ini:

Topik Terkait :

kesehatan anak

Berita Terkait

Penggunaan CT Scan Tingkatkan Risiko Tumor Otak pada Anak

Orang Tua Sebaiknya Memilih Produk Bayi Sesuai Jenis Kulit

Peran Krusial Nutrisi untuk Tumbuh Kembang Anak

Pemerintah Mulai Gelar Kampanye Bahaya dan Pencegahan Stunting

Menkes Tegaskan Indonesia Harus Bebas Generasi Stunting

Berita Lainnya

Pengesahan Raperda Pengelolaan Pasar di DKI Berikan Kepastian Usaha

Usai Ladeni Jeff Horn, Mundine Ingin Pensiun

Potensi Penggunaan Panel Surya Atap Masih Besar

Gempa Bumi 6,4 SR di Timur Laut Situbondo, Dirasakan di Bali dan NTB

Djokovic Ancam Nadal, Siap Rebut Peringkat 1 di Akhir Tahun

Pakai Solar PV, Harga Pasang Listrik Rooftop Bakal Turun

Eden Hazard Selangkah Lagi Gabung Real Madrid

Kades Pergi ke Kebun, Istri Cantiknya Ditiduri Polisi

Mandiri Group Gandeng Jasa Marga Terbitkan KIK-DINFRA

Levi's dan Justin Timberlake Beri Kejutan buat Penggemar

berita lainnya

Home

Nasional

Metronews
Daerah

Ekonomi Bisnis

International

Sports

Soccer

Autotekno

Lifestyle

Photo

Video

Copyright © 2018 SINDOnews.com, All Rights Reserved

newsread/ rendering in 0.0590 seconds (33#40)

NAVIGASI

BERANDA

PROFIL

RILIS SEHAT

DOKUMENTASI

BLOG SEHAT

INFOGRAFIS

DAERAH

KONTAK

Cegah Stunting dengan Perbaikan Pola Makan, Pola Asuh dan Sanitasi 0

OLEH ROKOM PADA 7 APRIL 2018 RILIS SEHAT

Jakarta, 7 April 2018

Sebagian besar masyarakat mungkin belum memahami istilah yang disebut stunting. Stunting adalah
masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup
lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak lebih
rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya.
Kondisi tubuh anak yang pendek seringkali dikatakan sebagai faktor keturunan (genetik) dari kedua
orang tuanya, sehingga masyarakat banyak yang hanya menerima tanpa berbuat apa-apa untuk
mencegahnya. Padahal seperti kita ketahui, genetika merupakan faktor determinan kesehatan yang
paling kecil pengaruhnya bila dibandingkan dengan faktor perilaku, lingkungan (sosial, ekonomi,
budaya, politik), dan pelayanan kesehatan. Dengan kata lain, stunting merupakan masalah yang
sebenarnya bisa dicegah.

Salah satu fokus pemerintah saat ini adalah pencegahan stunting. Upaya ini bertujuan agar anak-
anak Indonesia dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan maksimal, dengan disertai
kemampuan emosional, sosial, dan fisik yang siap untuk belajar, serta mampu berinovasi dan
berkompetisi di tingkat global.

“Terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dalam pencegahan stunting, yaitu perbaikan terhadap
pola makan, pola asuh, serta perbaikan sanitasi dan akses air bersih”, tutur Menteri Kesehatan RI,
Nila Farid Moelok, di Jakarta (7/4).

Diterangkan Menkes Nila Moeloek, kesehatan berada di hilir. Seringkali masalah-masalah non
kesehatan menjadi akar dari masalah stunting, baik itu masalah ekonomi, politik, sosial, budaya,
kemiskinan, kurangnya pemberdayaan perempuan, serta masalah degradasi lingkungan. Karena itu,
ditegaskan oleh Menkes, kesehatan membutuhkan peran semua sektor dan tatanan masyarakat.

1) Pola Makan

Masalah stunting dipengaruhi oleh rendahnya akses terhadap makanan dari segi jumlah dan kualitas
gizi, serta seringkali tidak beragam.

Istilah “Isi Piringku” dengan gizi seimbang perlu diperkenalkan dan dibiasakan dalam kehidupan
sehari-hari. Bagi anak-anak dalam masa pertumbuhan, memperbanyak sumber protein sangat
dianjurkan, di samping tetap membiasakan mengonsumsi buah dan sayur.

Dalam satu porsi makan, setengah piring diisi oleh sayur dan buah, setengahnya lagi diisi dengan
sumber protein (baik nabati maupun hewani) dengan proporsi lebih banyak daripada karbohidrat.

2) Pola Asuh

Stunting juga dipengaruhi aspek perilaku, terutama pada pola asuh yang kurang baik dalam praktek
pemberian makan bagi bayi dan Balita.
Dimulai dari edukasi tentang kesehatab reproduksi dan gizi bagi remaja sebagai cikal bakal keluarga,
hingga para calon ibu memahami pentingnya memenuhi kebutuhan gizi saat hamil dan stimulasi bagi
janin, serta memeriksakan kandungan empat kali selama kehamilan.

Bersalin di fasilitas kesehatan, lakukan inisiasi menyusu dini (IMD) dan berupayalah agar bayi
mendapat colostrum air susu ibu (ASI). Berikan hanya ASI saja sampai bayi berusia 6 bulan.

Setelah itu, ASI boleh dilanjutkan sampai usia 2 tahun, namun berikan juga makanan pendamping
ASI. Jangan lupa pantau tumbuh kembangnya dengan membawa buah hati ke Posyandu setiap
bulan.

Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah berikanlah hak anak mendapatkan kekebalan dari
penyakit berbahaya melalui imunisasi yang telah dijamin ketersediaan dan keamanannya oleh
pemerintah. Masyarakat bisa memanfaatkannya dengan tanpa biaya di Posyandu atau Puskesmas.

3) Sanitasi dan Akses Air Bersih Rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan, termasuk di
dalamnya adalah akses sanitasi dan air bersih, mendekatkan anak pada risiko ancaman penyakit
infeksi. Untuk itu, perlu membiasakan cuci tangan pakai sabun dan air mengalir, serta tidak buang air
besar sembarangan.

“Pola asuh dan status gizi sangat dipengaruhi oleh pemahaman orang tua (seorang ibu) maka, dalam
mengatur kesehatan dan gizi di keluarganya. Karena itu, edukasi dip

Anda mungkin juga menyukai