Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Indonesia merupakan sebuah negara berkembang yang tingkat pendapatan


masyarakatnya tergolong cukup rendah dibanding dengan negara lain. Namun,
pendapatan masyarakat yang tergolong cukup rendah tersebut tidak menghentikan
minat masyarakat untuk terus memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan masyarakat yang
semakin tinggi dengan tingkat pendapatan yang tergolong cukup rendah tersebut
berusaha untuk dipenuhi oleh masyarakat dengan cara mencicil atau membayarnya
dengan angsuran dengan maksud pada akhir angsuran untuk dimiliki meskipun tidak
dengan membayar secara tunai. Hal ini berguna untuk mengurangi beban masyarakat
yang tidak mempunyai kelebihan biaya dalam memenuhi kebutuhan.

Dalam Pasal 1329 KUH Perdata, perjanjian dibedakan menjadi 2 (dua) macam,
yaitu perjanjian bernama (nominaat) dan perjanjian tidak bernama (innominaat).
Kontrak atau perjanjian berkembang pada saat ini sebagai konsekuensi yang logis dari
berkembangnya kerjasama bisnis antar pelaku bisnis. Dalam suatu perjanjian itu
terdapat satu pihak mengikatkan dirinya kepada pihak lain. Sewa beli adalah perjanjian
yang tidak diatur secara khusus dalam KUH Perdata, tetapi oleh karena buku III KUH
Perdata menganut sistem terbuka, maka para pihak boleh membuat perjanjian yang
tidak diatur secara khusus dalam KUH Perdata.

Perjanjian tidak bernama, adalah perjanjian-perjanjian yang belum ada


pengaturannya secara khusus di dalam Undang-Undang, karena tidak diatur dalam
KUHPerdata. Lahirnya perjanjian ini didalam prakteknya adalah berdasarkan asas
kebebasan berkontrak atau mengadakan perjanjian.

Dengan demikian perjanjian sewa beli sebagai suatu perjanjian Innominaat juga
tunduk kepada ketentuan umum tentang perjanjian. Keberadaan perjanjian baik
nominaat maupun innominaat tidak terlepas dari adanya sistem yang berlaku dalam
hukum perjanjian itu sendiri.

1
Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan perjanjian sewa beli dan dimana letak
pengaturannya?
2. Siapakah subjek dalam perjanjian sewa beli?
3. Apakah objek dalam perjanjian sewa beli?

BAB II

PEMBAHASAN

A. Perjanjian Sewa Beli

Sewa-beli merupakan perjanjian yang tidak diatur secara khusus dalam


Burgerlijk Wetboek sehingga sewa-beli digolongkan sebagai perjanjian tidak bernama
atau perjanjian innominat. Akan tetapi, walaupun sewa-beli tidak diatur secara khusus
dalam BW, para pihak boleh untuk membuat perjanjian sewa-beli karena Buku III BW
menganut sistem terbuka. Selain itu, BW juga menganut asas kebebasan berkontrak
sebagaimana terkandung dalam Pasal 1338 BW yang berbunyi: “semua perjanjian yang
dibuat secara sah, berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”
Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa perjanjian sewa beli merupakan perjanjian yang
tidak bernama (contract innominat).

Selain itu secara umum Pasal 1338 memberikan dasar yang sangat penting
dalam mana para pihak membuat kontrak diluar yang tertulis dalam KUHPerdata. Pasal
1338 KUHPerdata menegaskan semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya." artinya semua perjanjian
mengikat bagi mereka yang membuatnya, mempunyai hak yang oleh perjanjian itu
diberikan kepadanya dan berkewajiban melakukan hal-hal yang ditentukan dalam
perjanjian. Setiap orang dapat mengadakan perjanjian, jika memenuhi syarat yang
ditetapkan dalam Pasal 1320 KUHPerdata.

2
Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi agar perjanjian menjadi sah dan
mengikat para pihak. Pasal 1320 KUH Perdata menyebutkan adanya 4 (empat ) syarat
sahnya suatu perjanjian, yaitu:

1. Adanya kata sepakat bagi mereka yang mengikatkan dirinya


2. Kecakapan para pihak untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab (causa) yang halal.

Perjanjian innominaat muncul karena adanya asas kebebasan berkontrak,


dimana asas kebebasan berkontrak membolehkan seseorang itu membuat perjanjian
diluar yang dicantumkan dalam KUHPerdata asalkan perjanjian tersebut tidak
melanggar syarat sahnya suatu perjanjian, asas-asas hukum perjanjian, serta tidak
boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, kesusilaan dan
kepatutan. Ini hal-hal yang penting yang tidak boleh diabikan oleh setiap orang yang
yang hendak membuat perjanjian Innominaat. Jadi pada dasarnya perjanjian
innominaat sama dengan perjanjian nominaat. Kebebasan untuk membuat kontrak itu
dibatasi oleh undang-undang, ketertiban umum, kesusilaan dan kepatutan. Dengan
demikian asas-asas hukum kontrak innominaat pun mengikuti asas-asas yang
tercantum dalam Buku III KUH Perdata. jadi yang dimaksudkan di sini bahwa dasar
kontrak innominaat yaitu asas kebebasan berkontrak dalam Pasal 1338 KUH Perdata.

Pengaturan mengenai Perjanjian sewa beli ini terdapat dalam Pasal 1 Surat
Keputusan Menteri Perdagangan Dan Koperasi Nomor 34/KP/II/1980 yang
menyebutkan bahwa sewa beli (Hire Purchase) merupakan sewa beli barang dimana
penjual melaksanakan penjualan barang dengan cara memperhitungkan setiap
pembayaran yang dilakukan oleh pembeli sebagai pelunasan atas harga barang yang
telah disepakati bersama dan diikat dalam suatu perjanjian, serta hak milik atas barang
tersebut baru beralih dari penjual kepada pembeli setelah jumlahnya harganya dibayar
lunas oleh pembeli kepada penjual.

Menurut Subekti, sewa beli sebenarnya semacam jual beli, setidak-tidaknya


sewa beli lebih mendekati jual beli daripada sewa menyewa, meskipun ia merupakan
campuran dari keduanya dan diberikan jual sewa menyewa. sedangkan menurut Sri

3
Soedewi Masychoen Sofwan, HIRE PUCHASE (HUUR KOOP), ialah lembaga jaminan
yang banyak terjadi dalam praktek di indonesia namun sampai kini belum terdapat
pengaturannya dalam undang- undang. Perjanjian sewa beli adalah perjanjian dimana
hak tersebut akan berakhir pada pembeli sewa jika harga barang tersebut sudah
dibayar lunas.

B. Subyek Perjanjian Jual Beli

Dalam perjanjian sewa-beli terdapat 2 (dua) pihak, yaitu penjual sewa dan
pembeli sewa. Ciri yang membedakan perjanjian sewa-beli dengan perjanjian yang lain
adalah selama harga dari barang tersebut belum dibayar lunas oleh pembeli sewa,
maka di antara penjual sewa dan pembeli sewa dianggap terjadi suatu perjanjian sewa-
menyewa. Akan tetapi, ketika pembeli sewa membayar lunas harga dari barang
tersebut, maka di antara penjual sewa dan pembeli sewa dianggap terjadi suatu
perjanjian jual-beli. Dengan demikian, selama pembeli sewa belum membayar lunas
harga dari barang maka berlaku prinsip-prinsip perjanjian sewa-menyewa, sedangkan
setelah pembeli sewa membayar lunas harga dari barang maka berlaku prinsip-prinsip
perjanjian jual-beli.

Oleh karena itu berlaku prinsip-prinsip perjanjian sewa-menyewa, selama


pembeli sewa belum membayar lunas harga dari barang maka hak milik atas barang
masih berada pada penjual sewa meskipun barang sudah diserahkan kepada pembeli
sewa. Penjual sewa juga berhak untuk menarik kembali barang yang bersangkutan dari
penguasaan pembeli sewa jika pembeli sewa melakukan wanprestasi dalam melakukan
cicilan pembayaran harga dan pembayaran yang sudah dilakukan dianggap sebagai
uang sewa atas barang yang bersangkutan. Selain itu, pembeli sewa tidak berhak untuk
memindahtangankan barang yang bersangkutan. Lebih jauh, karena hak milik atas
barang masih berada pada penjual sewa, maka selama pembeli sewa belum membayar
lunas harga dari barang, resiko dari barang yang bersangkutan berada di tangan
penjual sewa.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa yang


membedakan sewa-beli dengan jual-beli angsuran adalah dalam perjanjian jual-beli
angsuran hak milik sudah beralih kepada pembeli pada saat penyerahan barang

4
meskipun harga belum lunas, sedangkan dalam perjanjian sewa-beli hak milik baru
berlaih dari penjual sewa kepada pembeli sewa setelah angsuran terakhir dibayar lunas
oleh pembeli sewa.

Terdapat beberapa ahli yang menyebutnya dengan penjual dan pembeli atau
penyewa. Menurut Subekti, pihak pembeli menjadi penyewa terlebih dahulu dari barang
yang ingin dibelinya. Adapun kewajiban dari para pihak, yaitu sebagai berikut :

a. Hak penjual :
1. Meminta dan menerima harga pembayaran atas angsuran objek yang
disewabelikan.
2. Menuntut ganti rugi dan membatalkan perjanjian, bilamana pihak penyewa
beli tidak membayar uang angsuran.
3. Menarik kembali objek dari pihak penyewa beli, bilamana ia
memindahtangankan kepada pihak ketiga atau menunggak membayar
angsuran.
b. Kewajiban penjual :
1. Menyerahkan objek perjanjian kepada penyewa beli.
2. Merawat barang yang akan disewabelikan itu sebaik-baiknya agar dapat
dipakai sebagaimana mestinya.
3. Menyerahkan hak milik sepenuhnya kepada pihak penyewa beli apabila
pembayaran harga objek yang disewabelikan telah lunas.

Sedangkan hak dan kewajiban pihak penyewa beli atau pembeli sewa atau lazim
disebut pihak kedua.

a. Hak pembeli :
1. Mendapatkan barang yang disewabelinya dari pihak penjual beli walaupun
hak milik objek tersebut belum berpindah kepada pihak pembeli sewa
sampai harga objek tersebut di bayar lunas.
2. Menuntut pada pihak yang mempersewabelikan atas cacat yang
tersembunyi dari barang yang disewabelinya.
3. Memperoleh hak milik sepenuhnya atas objek yang disewabelinya apabila
pembayaran harga objek tersebut telah lunas sesuai yang diperjanjikan.

5
b. Kewajiban Pembeli
1. Membayar uang panjar dan selanjutnya membayar uang angsuran lunas,
sesuai yang ditentukan dalam perjanjian.
2. Memelihara objek yang disewabelinya dan bertindak selaku bapak rumah
tangga yang baik dan tidak boleh memindahtangankan dalam bentuk
apapun sebelum angsuran dilunasi.
C. Objek Perjanjian Sewa Beli

Barang-barang yang boleh disewa belikan (hire purchase) adalah semua barang
niaga tahan lama yang baru dan tidak mengalami perubahan teknis, baik berasal dari
hasil produksi sendiri ataupun hasil produksi/perakitan (assembling) lainnya di dalam
negeri, kecuali apabila produksi dalam negeri belum memungkinkan untuk itu.
Contohnya : motor, mobil, dll.

Pada dasarnya penerapan perjanjian sewa beli di Indonesia dilakukan seperti


perjanian-perjanjian lain pada umumnya. Perjanjian sewa beli bukan seperti perjanjian
jual beli ataupun sewa menyewa, namun perjanjian sewa beli merupakan gabungan
dari keduanya yang diaplikasikan dengan cara para pihak melakukan hak dan
kewajiaban dalam perjanjian seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

Biasanya penerapan perjajian sewa beli di Indonesia contohnya misalnya A ingin


membeli sewa sebuah rumah kepada B, yaitu dengan cara membayar uang muka
terlebih dahulu, kemudian membayar angsuran/cicilan samapai lunas. Dengan
membayar uang muka hak milik atas rumah tersebut belum beralih, namun rumah
tersebut sudah dikuasai atau ditempati dan pembeli sewa wajib merawat memelihara
rumah tersebut. Dan ketika angsuran/cicilan lunas, maka barulah hak milik berali
kepada Pembeli sewa dengan penjual sewa menyerahkan bukti kepemilikan atas
rumah tersebut. Untuk itu sewa beli adalah suatu perjanjian campuran dimana
terkandung unsur jual beli dan perjanjian sewa menyewa. Dalam perjanjian sewa beli
selama harga belum dibayar lunas maka hak milik atas barang tetap berada pada si
penjual sewa meski barang sudah berada ditangan pembeli sewa. Hak milik baru
beralih dari penjual sewa kepada pembeli sewa, setelah pembeli sewa setelah
membayar angsuran terakhir untuk melunasi harga barang

6
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Perjanjian sewa beli merupakan perjanjian campuran antara perjanjian jual beli
dan sewa menyewa. Akan tetapi perjanjian sewa beli lebih cenderung mengarah pada
bentuk perjanjian jual beli karena peralihan hak milik adalah hal yang menjadi pokok
utamanya. Jadi tujuan sewa beli adalah untuk menjual barang, bukan untuk
menyewakan atau menjadi penyewa barang.

Sewa beli atau beli sewa belum ada undang-undang yang mengaturnya, tetapi
perjanjian ini masih diberlakukan di masyarakat, asalkan masih berpegang pada asas
kebebasan berkontrak dengan tidak mengabaikan undang-undang, kesusilaan dan
ketertiban umum.

Anda mungkin juga menyukai