Anda di halaman 1dari 13

Jur. Ilm. Kel. & Kons., Mei 2017, p : 107-119 Vol. 10, No.

2
ISSN : 1907 – 6037 e-ISSN : 2502 – 3594 DOI: Http://dx.doi.org/10.24156/jikk.2017.10.2.107

PENGARUH FAKTOR EKOLOGI TERHADAP RESILIENSI REMAJA

Euis Sunarti1*), Intan Islamia2, Nur Rochimah3, Milatul Ulfa 1

1
Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor,
Bogor 16680, Indonesia
2
Departemen Bimbingan dan Konseling Islam, UIN Raden Intan Lampung, Lampung 35131, Indonesia
3
Departemen Pendidikan Guru Raudhatul Athfal, STAI Bani Saleh Bekasi, Bekasi Timur 17113, Indonesia

*)
E-mail: euissunarti@apps.ipb.ac.id; euisnm@gmail.com

Abstrak

Remaja masa kini semakin dituntut untuk memiliki resiliensi agar dapat mencegah terganggunya tugas
perkembangan, kualitas hidup, serta masa depan mereka. Penelitian ini bertujuan untuk mengelaborasi resiliensi
remaja dan faktor ekologis yang memengaruhinya. Menggunakan desain kuantitatif, penelitian ini dilakukan
dalam rentang waktu September 2015 hingga Januari 2016. Total contoh penelitian sebanyak 120 remaja
diperoleh melalui teknik multi-stage random sampling. Data primer dikumpulkan melalui metode survei dengan
menggunakan kuesioner yang dikembangkan oleh peneliti. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor
ekologi remaja seperti kesejahteraan subjektif, faktor protektif internal (termasuk penerimaan diri, penerimaan
lingkungan, kepercayaan diri, prestasi, disiplin, dan kemampuan diri), faktor protektif eksternal (termasuk protektif
pengasuhan, protektif keluarga, protektif sekolah, protektif teman, dan protektif masyarakat), keterlibatan remaja
dalam perilaku kenakalan remaja, pendapatan keluarga, lama pendidikan ayah, wilayah administratif dan tipe
sekolah berhubungan dengan resiliensi remaja. Lebih jauh, faktor protektif sekolah, faktor protektif pengasuhan,
dan faktor protektif internal remaja berpengaruh positif yang signifikan terhadap resiliensi remaja. Analisis regresi
linear berganda yang dilakukan terhadap faktor protektif keluarga dan resiliensi remaja menunjukkan bahwa
orientasi moral-religi, kohesi, dan orientasi prestasi berpengaruh positif yang signifikan terhadap resiliensi remaja.

Kata kunci: faktor ekologi, faktor protektif, remaja, resiliensi

The Influence of Ecological Factors on Youth Resiliency

Abstract

Youth nowadays are increasingly required to have a resiliency in order to prevent disturbance in their
developmental task, quality of life, and their future. This research aimed to elaborate youth resiliency and
influence of ecological factors on their resiliency. Using quantitative design, this research was conducted during
September 2015 – January 2016. Total 120 teenagers were generated through multi-stage random sampling
technique. Primary data was collected through survey using researcher-developed questionnaire. Results showed
that youth ecological factors such as subjective well-being, internal protective factor (including self-acceptance,
environment acceptance, self-confidence, achievement, discipline, self-ability), external protective factors
(including parenting, family , school , peer group, and society environment), involvement of children in juvenile
delinquency, family income, father’s length of education, administrative areas, and types of schools were
associated with youth resiliency. Furthermore, external protective factors (from school, and parenting), and youth
internal protective factors have a positive significant effect on youth resiliency. Specific regression analysis the
influence family protective factor on youth resiliency showed that moral-religious orientation, cohesion, and
achievement orientation have a positive significant effect on youth resiliency.

Keywords: ecological factors, protective factors, resiliency, youth

PENDAHULUAN identitas. Remaja masa kini semakin


menghadapi dinamika kehidupan akibat
Masa remaja merupakan masa peralihan atau perubahan sosial ekonomi, perkembangan
transisi yang penuh dengan gejolak pencarian informasi, dan teknologi juga globalisasi. Oleh
identitas diri (Monks, 1987). Gunarsa dan karenanya, remaja dituntut memiliki resiliensi
Gunarsa (2003) menjelaskan bahwa dalam agar tidak mengalami kondisi yang akan
memenuhi pencarian identitas dirinya, remaja mengganggu tugas perkembangan, kualitas
berkenalan dengan berbagai hal baru yang hidupnya, dan masa depannya kelak. Dalam
dapat menyebabkan kegoncangan dan upaya pembangunan kualitas remaja, saat ini
mengarahkan kepada terjadinya krisis telah diketahui bahwa terdapat berbagai
108 SUNARTI, ISLAMIA, ROCHIMAH, & ULFA Jur. Ilm. Kel. & Kons.

macam masalah yang dihadapi remaja (keterpaparan dan keterlibatan remaja dalam
Indonesia. Data Komnas Perlindungan Anak perilaku kenakalan), pendapatan karakteristik
menunjukkan jumlah perokok di bawah usia 18 remaja dan keluarga, wilayah administratif,
tahun antara tahun 2004 hingga Maret 2012 dan tipe sekolah berhubungan dengan
sebanyak 28 juta orang, pada tahun 2012 resiliensi remaja. Faktor risiko berkaitan
terdapat 2238 tersangka pengguna dan dengan ancaman atau bahaya, kerentanan,
pengedar narkoba yang berusia kurang dari 19 keterpaparan terhadap bahaya, dan kapasitas
tahun, dan pada tahun 2010-2012 terjadi 301 mencegah atau mengelola ancaman.
kali tawuran pelajar di Jabodetabek. Sebaliknya, faktor protektif merupakan faktor
yang bersifat menunda, meminimalisir atau
Mengingat remaja merupakan generasi muda bahkan menetralisir hasil akhir yang negatif,
yang memiliki peran strategis, salah satu serta membantu melindungi remaja dari efek-
bentuk perlindungan khusus kepada remaja efek negatif faktor risiko. Benard (1995)
yang penting dilakukan seluruh pihak adalah membagi faktor protektif menjadi dua, yaitu:
melalui pencegahan, yaitu dengan (1) faktor internal, terdiri atas kompetensi
membangun resiliensi sehingga remaja sosial (keterampilan sosial dan empati),
memiliki kemampuan dalam mencegah, keterampilan menyelesaikan masalah,
mengantisipasi, beradaptasi, dan menghadapi otonomi, memiliki tujuan; dan (2) faktor
masalah yang dihadapi. Resiliensi diartikan eksternal, terdiri atas kesempatan untuk dapat
sebagai kemampuan mengembalikan diri dari berprestasi dalam aktivitas kelompok,
kesulitan dan perubahan yang terjadi kepada hubungan yang hangat, dan harapan yang
fungsi sebelumnya dan bergerak maju menuju tinggi dari lingkungan. Faktor protektif
perbaikan (Kalil, 2003). Resiliensi bukan eksternal juga menggambarkan sumberdaya
sekedar atribut yang menetap, tetapi yang dimiliki yang berasal dari keluarga dan
merupakan sebuah proses yang dipengaruhi organisasi sosial disekitarnya (Masten &
oleh pengambilan keputusan sehari-hari Coatsworth, 1998). Menurut Sunarti (2013a),
(Masten, 2001 dalam LaFromboise et al., kunci dari resiliensi seseorang dan keluarga
2006). Wagnild dan Young (1993) adalah kemampuan mengelola dan
mendefinisikan resiliensi sebagai karakteristik memberdayakan aset yang dimiliki atau yang
atau kemampuan untuk dapat mengatasi bisa diakses sehingga dapat menjadi faktor
perubahan atau ketidakberuntungan, dengan pelindung ketika menghadapi krisis.
kata lain kemampuan untuk bangkit serta
melanjutkan kehidupan setelah jatuh dan Faktor protektif diantaranya interaksi kompleks
terpuruk. Sementara Ungar (2008), Ungar dan antara faktor keluarga, proses dalam keluarga,
Liebenberg (2011) mendefinisikan resiliensi proses sistem dalam diri individu, dan
sebagai kemampuan individu untuk karakteristik individu (Resnick, 2000). Eriksson
memetakan sumberdaya dan bernegosiasi et al. (2010) mengemukakan bahwa faktor
agar sumberdaya tersebut dapat tersedia protektif dikelompokkan menjadi tiga yakni
melalui cara-cara yang dapat diterima secara yang berasal dari: a) individu (internal)
budaya, yang menggambarkan ketersediaan diantaranya kemampuan memecahkan
dan aksesibilitas mereka dalam ekologis sosial masalah, kemampuan koping, orientasi sosial,
dan fisik individu. inteligensi akademik, dan lain-lain; b) keluarga,
diantaranya secure attachment, pengasuhan
Teori sistem bio-sosial-ekologis mengenai autoritatif, hubungan orang tua-anak yang
perkembangan manusia diperkenalkan oleh baik, dukungan orang tua, dan lain-lain; c)
Bronfenbrenner (1979) yang menjelaskan lingkungan di luar keluarga, seperti sekolah,
bahwa lingkungan memiliki efek yang besar teman sebaya, kepercayaan terhadap agama,
terhadap perkembangan seseorang. Dalam tetangga, intervensi sosial, dan sebagainya.
kaitannya dengan resiliensi, proses menuju The McCreatory Center Society (2006)
resiliensi juga merupakan proses dinamis melaporkan bahwa sebagian besar dari faktor
dengan konstruksi multidimensi yang protektif erat kaitannya dengan bentuk
menggabungkan interaksi antara individu dan hubungan yang positif, misalnya meningkatkan
lingkungan mereka dalam beberapa konteks kepedulian remaja terhadap keluarganya,
atau faktor ekologi yang mencakup faktor meningkatkan keterampilan hidup, membuat
keluarga, teman sebaya, sekolah dan perubahan pada lingkungan sekitarnya,
komunitas, serta lingkungan masyarakat (APA, maupun penurunan keterlibatan dalam
2008; Winfield, 1994). Dalam penelitian ini, perilaku berisiko. Namun faktor protektif
faktor-faktor ekologi remaja dirinci mencakup remaja juga menghadapi berbagai macam
faktor protektif internal dan eksternal, faktor risiko dalam perjalanan menuju dewasa
kesejahteraan subjektif, faktor risiko (Brooks, 2006).
Vol. 10, 2017 FAKTOR EKOLOGI DAN RESILIENSI REMAJA 109

Faktor risiko merupakan prediktor awal dari Contoh penelitian adalah remaja kelas XI
sebuah hasil yang tidak menguntungkan dan SLTA yang dipilih dengan menggunakan teknik
sesuatu yang membuat orang menjadi rentan multistage random sampling, yaitu penetapan
(Kaplan, 1999), termasuk diantaranya adalah Kabupaten Bogor dan Kotamadya Depok
faktor biologis dan faktor lingkungan. Sebagai untuk mewakili perkembangan wilayah, SMA
contoh, remaja dari Ibu yang adiksi terhadap dan SMK pada masing-masing wilayah untuk
obat-obatan terlarang memiliki kecenderungan mewakili keragaman lingkungan sekolah, dan
untuk lahir disertai dengan masalah fisik dan keterwakilan jenis kelamin contoh. Sebanyak
emosional. Penelitian Hicks et al. (2013) 120 contoh diperoleh hasil random dari hasil
menemukan bahwa kaitan antara gen- screening siswa yang memiliki faktor risiko
lingkungan dan perbedaan individu yang cukup tinggi (berdasarkan tingkat
berkontribusi pada fase perkembangan awal keterpaparan siswa terhadap perilaku
yang berisiko tinggi bagi penyalahgunaan menyimpang atau kenakalan).
zat/obat pada remaja. Resiliensi juga
berhubungan dengan kesejahteraan psikologis Data primer dikumpulkan menggunakan
(Sagone & De Caroli, 2014). Riset yang instrumen berupa kuesioner. Kuesioner yang
dilakukan terhadap orang usia dewasa digunakan berbentuk self-report yang diisi
menunjukkan bahwa terdapat hubungan sendiri oleh contoh. Variabel yang diukur
signifikan antara tingkat resiliensi yang baik dalam kuesioner ini mencakup karakteristik
dengan kecenderungan kehidupan masa remaja, karakteristik keluarga, keterpaparan,
depan yang lebih baik, diantaranya yakni keterlibatan dalam perilaku menyimpang,
kesuksesan di masa tua, tingkat depresi yang masalah yang dihadapi remaja, ancaman,
lebih rendah, dan berumur panjang (MacLeod kesejahteraan subjektif, persepsi pengasuhan,
et al., 2016). Termasuk dalam faktor ekologi, resiliensi remaja, faktor protektif internal, faktor
yakni kesejahteraan subjektif, Berg et al. protektif lingkungan masyarakat, faktor
(2013) menyatakan bahwa banyaknya protektif lingkungan sekolah dan faktor
perubahan yang terjadi dalam kehidupan protektif lingkungan pertemanan. Jumlah
remaja sangat berpengaruh terhadap proses pertanyaan pada variabel keterpaparan adalah
penyesuaian diri yang akhirnya berdampak 9 yang dijawab dengan pilihan ya (1) dan tidak
pada kesejahteraan subjektif remaja. Dengan (0). Variabel keterlibatan dalam perilaku
kata lain, kemampuan remaja dalam menyimpang diukur dengan menggunakan 6
mengelola perubahan dalam hidupnya pertanyaan dengan jawaban ya (1) atau tidak
(resiliensi) berdampak pada kesejahteraan (0).
subjektif remaja.
Masalah yang dihadapi remaja diukur dengan
Berdasarkan latar belakang dan berbagai Sembilan pertanyaan yang dijawab ya (1) dan
kajian, maka peneliti memandang penting tidak (0), contoh pertanyaan seperti sering
untuk melakukan penelitian mengenai faktor terjadi pertengkaran di rumah, pernah ditinggal
resiliensi remaja. Penelitian ini bertujuan untuk oleh orang yang dikasihi, pernah tinggal kelas,
menganalisis hubungan karakteristik keluarga, dan sebagainya. Variabel ancaman yakni
keterlibatan dalam perilaku menyimpang, berupa ajakan atau paksaan dari lingkungan
kesejahteraan subjektif, protektif internal, untuk terlibat dalam perilaku kenakalan (misal:
protektif pengasuhan orang tua, protektif diajak merokok, dipaksa membolos,
keluarga, protektif sekolah, protektif teman, mencontek, miras, hubungan seks pranikah,
dan protektif masyarakat dengan resiliensi dan sebagainya) diukur dengan menggunakan
remaja. Penelitian ini juga bertujuan 12 pertanyaan (Jawaban ya=1 dan tidak=0).
mengelaborasi faktor-faktor ekologis yang Kesejahteraan subjektif remaja diukur dengan
berpengaruh terhadap resiliensi remaja serta menggunakan 4 pertanyaan dan jawaban
merumuskan rekomendasi upaya skala Likert 1-5.
pembangunan resiliensi remaja.
Pengukuran variabel protektif keluarga
METODE dilakukan dengan menggunakan kuesioner
yang dimodifikasi dari Environment Scale
Penelitian ini merupakan penelitian cross (Moos & Moos, 2009). Jumlah pertanyaan
sectional dengan menggunakan desain variabel protektif keluarga adalah 40 dengan
kuantitatif. Penelitian dilakukan di SMA dan jawaban menggunakan skala Likert 1-5.
SMK di dua wilayah yaitu Kabupaten Bogor Varibel protektif pengasuhan orang tua diukur
dan Kotamadya Depok. Penelitian ini dilakukan menggunakan 30 pertanyaan dan jawaban
dalam rentang waktu September 2015 hingga menggunakan skala Likert 1-5. Instrumen
Januari 2016. resiliensi (18 pertanyaan), faktor protektif
110 SUNARTI, ISLAMIA, ROCHIMAH, & ULFA Jur. Ilm. Kel. & Kons.

internal (6 pertanyaan), faktor protektif Data yang telah dikumpulkan dianalisis secara
lingkungan masyarakat (10 pertanyaan), faktor deskriptif dan inferensial. Analisis deskriptif
protektif lingkungan sekolah (10 pertanyaan) dilakukan untuk memberikan gambaran
dan faktor protektif lingkungan pertemanan (10 sebaran contoh berdasarkan variabel, wilayah
pertanyaan) dimodifikasi dari The Resilience administratif, jenis kelamin, dan jenis sekolah.
and Youth Development Module (RYDM) Analisis inferensial yang dilakukan dalam
dengan pilihan jawaban menggunakan skala penelitian ini adalah uji korelasi Spearman
Likert 1-5. Skor yang diperoleh kemudian untuk melihat hubungan antar variabel.
dikonversi dalam bentuk persen (0,00-100,00), Selanjutnya dilakukan analisis regresi linear
semakin tinggi skor menunjukkan semakin berganda digunakan untuk menganalisis
tinggi variabel tersebut dialami atau dimiliki faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
oleh contoh. resiliensi remaja.

Tabel 1 Karakteristik orang tua dan keluarga


Wil. Administratif (%) Jenis Kelamin (%) Jenis Sekolah (%)
Kategori Total (%)
Kabupaten Kota Perempuan Laki-Laki SMK SMA
Usia Ayah
Rata-rata 43,19 40,10 46,28 44,42 41,97 41,21 45,79
Min-Maks 33-75 33-65 37-75 33-75 35-64 33-75 35-65
Usia Ibu
Rata-rata 41,02 39,15 42,88 41,60 40,43 40,09 42,23
Min-Maks 24-57 24-57 30-56 24-55 30-57 30-57 24-56
Pendidikan Ayah (Tahun)
Rata-rata 9,89 7,40 12,38 10,03 9,75 8,66 11,50
Min-Maks 2-20 2-16 6-20 5-16 2-20 3-16 2-20
Pendidikan Ibu (Tahun)
Rata-rata 9,75 8,00 11,50 9,87 9,63 8,63 11,21
Min-Maks 3-16 3-16 5-16 3-16 3-16 4-16 3-16
Besar Keluarga (Orang)
Rata-rata 4,81 4,95 4,67 4,90 4,72 4,91 4,67
Min-Maks 2-11 2-11 2-9 2-11 3-8 2-11 2-8
Keutuhan Keluarga
Tidak Utuh 15,8 20,0 11,7 16,7 15,0 16,2 15,4
Utuh 84,2 80,0 88,3 83,3 85,0 83,8 84,6
Pendapatan Per Kapita (Ribu Rupiah)
Rata-rata 1.061,6 582,26 1.541,01 1177,83 945,4 601,27 1.663,65
Min-Maks 83,3- 83,3-3.250 83,3- 83,3- 112,5- 83,3- 125-
18.333,3 18.333,3 18.333,3 8.000 4.166,67 18.333,3
1
Kategori Kemiskinan
Miskin 30,0 46,7 13,3 25,0 35,0 32,4 26,9
Tidak Miskin 70,0 53,3 86,7 75,0 65,0 67,6 73,1
Status bekerja ibu
Tidak bekerja 74,2 81,7 66,7 70,0 78,3 83,8 61,5
Bekerja 25,8 18,3 33,3 30,0 21,7 16,2 38,5
Jenis Pekerjaan Ayah
Buruh 18,3 23,3 13,3 16,7 20,0 22,1 13,5
Wiraswasta 40,0 48,3 31,7 38,3 41,7 38,2 42,3
PNS, TNI/ABRI 4,1 0,0 8,4 1,7 6,7 3,0 5,8
Pegawai Swasta 17,5 0,0 35,0 18,3 16,7 17,6 17,3
Profesi (Pengacara,
1,7 1,7 1,7 3,3 0,0 0,0 3,8
dosen, guru)
Lainnya (ojek,
9,2 13,3 5,0 11,7 6,7 10,3 7,7
satpam, sopir)
Not available* 9,2 13,3 5,0 10,0 8,3 8,8 9,6
Keterangan: 1Berdasarkan indikator kemiskinan Provinsi Jawa Barat tahun 2015
Vol. 10, 2017 FAKTOR EKOLOGI DAN RESILIENSI REMAJA 111

HASIL Resiliensi Remaja dan Faktor-faktor Ekologi

Karakteristik Remaja dan Karakteristik Resiliensi remaja dalam penelitian ini diukur
Keluarga dari aspek kerjasama dan komunikasi, efikasi
diri, empati, kemampuan memecahkan
Contoh dalam penelitian ini adalah remaja masalah, self-awareness, serta tujuan dan
berusia 15 sampai 18 tahun dengan aspirasi. Variabel keterpaparan
persentase terbesar (65%) berusia 16 tahun. menggambarkan tingkat keterpaparan remaja
Persentase terbesar ayah (67,5%) dan ibu terhadap perilaku menyimpang atau kenakalan
(52,8%) terkategori dewasa madya. Rata-rata di sekitar remaja yakni pernah melihat orang
ayah dan ibu menempuh pendidikan selama lain merokok, membolos, tawuran,
sembilan tahun (jenjang SMP). Persentase mengonsumsi minuman keras, narkoba,
terbesar (40%) ayah bekerja sebagai termasuk pengalaman pernah mengalami
wiraswasta, 18,3 persen ayah bekerja sebagai pelecehan seksual, penganiayaan/kekerasan,
buruh, 17,5 persen ayah sebagai pegawai dan sering terjadi tindak kejahatan atau
swasta, dan sisanya sebagai PNS, TNI/ABRI, kriminalitas di lingkungan sekitar tempat
pengacara, dosen, dan lainnya. Sementara itu, tinggal. Variabel keterlibatan menggambarkan
hampir tiga perempat (74,2%) ibu sebagai ibu keterlibatan remaja terhadap perilaku
rumah tangga. Rata-rata jumlah anggota menyimpang atau kenakalan yakni merokok,
keluarga contoh sebanyak lima orang, yaitu membolos, tawuran, mengonsumsi minuman
sebagian besar (84,2%) merupakan keluarga keras, menggunakan narkoba, dan melakukan
lengkap dan sisanya (15,8%) merupakan seks bebas. Variabel masalah yang dihadapi
keluarga tidak lengkap. Dari segi kepemilikan oleh remaja menggambarkan permasalahan
aset, sebagian besar (87,5%) keluarga dalam kehidupan remaja, mencakup sering
memiliki rumah yang berstatus milik sendiri, terjadi pertengkaran di rumah, keluarga sering
dan sisanya menyewa rumah atau mengalami kesulitan keuangan, pernah dijauhi
menumpang. Sebanyak 67,5 persen keluarga teman-teman, pernah ditinggal orang yang
memiliki kendaraan berupa motor sebanyak dikasihi, pernah mendapat bencana atau
satu hingga dua unit. Seluruh keluarga contoh musibah yang berat, pernah menderita
memiliki televisi, sebagian besar (81,7%) penyakit berat, pernah tinggal kelas, pernah
keluarga memiliki sekitar satu hingga dua unit dihukum oleh guru di sekolah, memiliki
televisi, sisanya memiliki tiga hingga lima buah kekurangan fisik yang dapat menjadi
televisi. Lebih dua pertiga (70,8%) keluarga hambatan dalam melakukan aktivitas. Variabel
tidak memiliki mobil. Hanya sebagian kecil ancaman berupa ajakan atau paksaan dari
(0,8%) keluarga yang tidak memiliki telepon lingkungan untuk terlibat perilaku kenakalan.
genggam. Sebanyak 40 persen keluarga
memiliki satu hingga dua komputer dan Tabel 3 Koefisien korelasi antar variabel utama
sisanya tidak memiliki komputer. Perincian dengan resiliensi
karakteristik remaja dan karakteristik keluarga Variabel dan Sub-
Koefisien Korelasi
disajikan pada Tabel 1. Variabel
Keterlibatan -0,225*
Tabel 2 Skor rataan, minimum dan maksimum Pendapatan keluarga -0,207*
contoh berdasarkan variabel-variabel Lama pendidikan ayah -0,289*
utama Kesejahteraan subjektif 0,274**
Variabel Rata-rata Min-Maks Protektif internal 0,362*
- Penerimaan diri 0,304**
Resiliensi 76,8 48,6-94,4
- Penerimaan
Keterpaparan 45,3 0,0-88,9 0,237**
lingkungan sekitar
Keterlibatan 22,6 0,0-66,7 - Kepercayaan diri 0,245**
Masalah 42,5 11,1-88,9 - Prestasi 0,281**
Ancaman 32,2 0,0-83,3 - Disiplin 0,378**
Kesejahteraan 25-100,0 - Kemampuan diri 0,228*
68,2
subjektif Protektif pengasuhan
0,315*
Protektif internal 67,8 8,3-97,2 orang tua
Protektif 35,8-93,3 - Parental acceptance 0,425**
pengasuhan orang 67,2 - Directive dimension 0,276**
tua Protektif keluarga 0,258**
Protektif keluarga 67,5 49,4-85,6 Protektif sekolah 0,640**
Protektif teman 0,349**
Protektif sekolah 74,7 42,5-100,0
Protektif masyarakat 0,415**
Protektif teman 81,2 2,5-100,0 Keterangan: ** Signifikan pada p<0,01; * signifikan pada
Protektif masyarakat 69,9 0,0-100,0 p<0,05
112 SUNARTI, ISLAMIA, ROCHIMAH, & ULFA Jur. Ilm. Kel. & Kons.

Tabel 4 Sebaran koefisien regresi meningkatkan resiliensi remaja. Sementara itu,


(terstandarisasi) pengaruh faktor-faktor hasil uji hubungan antar variabel utama dan
ekologi terhadap resiliensi remaja karakteristik remaja dan keluarga
Resiliensi menunjukkan bahwa keterlibatan remaja
Variabel Bebas dalam kenakalan remaja, pendapatan
β Sig.
Keterpaparan 0,036 0,655 keluarga, dan lama pendidikan ayah,
berhubungan negatif dengan resiliensi remaja.
Keterlibatan -0,085 0,279
Masalah -0,006 0,940
Pengaruh Faktor-Faktor Ekologi Terhadap
Kesejahteraan
0,055 0,464 Resiliensi Remaja
subjektif
Ancaman -0,078 0,320
Hasil uji regresi (Tabel 4) menunjukkan bahwa
Protektif internal 0,177 0,025*
model yang diteliti menjelaskan sebanyak 47,3
Protektif persen factor-faktor yang memengaruhi
pengasuhan 0,199 0,035*
orang tua
resiliensi remaja sedangkan sebanyak 52,7
persen diteliti oleh variabel lain yang tidka
Protektif
keluarga
-0,092 0,356 diteliti. Faktor protektif yang berpengaruh
secara signifikan terhadap resiliensi remaja
Protektif sekolah 0,429 0,000**
adalah faktor protektif internal remaja
Protektif teman -0,016 0,851
(β=0,177, p=0,025), faktor protektif
Protektif pengasuhan orang tua (β=0,199, p=0,035),
0,145 0,149
masyarakat
dan faktor protektif yang berasal dari sekolah
Wilayah
-0,014 0,856 (β=0,429, p=0,000). Hasil juga menunjukkan
administratif
bahwa faktor protektif pengasuhan orang tua
Jenis kelamin -0,151 0,072
memiliki pengaruh positif terhadap resiliensi
Jenis sekolah -0,155 0,033* remaja. Berdasarkan hasil tersebut, dilakukan
F 8,614 pula analisis regresi antar komponen dari
Sig. 0,000 protektif pengasuhan orang tua yang terdiri
R Square 0,535 dari parental acceptance, agresivitas,
Adjusted R 0,473 keacuhan, undifferentiated rejection, directive
Square dimension, and emotional dimension. Hasil uji
Keterangan: ** Signifikan pada p<0,01; * signifikan pada tersebut menunjukkan bahwa pola
p<0,05
pengasuhan parental acceptance merupakan
komponen yang paling berpengaruh positif
Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai skor
signifikan terhadap resiliensi remaja (β=0,398,
maksimum variabel keterpaparan, masalah,
p=0,000**).
dan ancaman mencapai lebih dari 80 dengan
skor rataan di atas 30. Skor rataan
Tabel 5 Sebaran koefisien regresi
menggambarkan rata-rata skor yang diperoleh
(terstandarisasi) pengaruh antara
oleh contoh. Tabel ini menggambarkan bahwa
komponen protektif keluarga terhadap
skor rata-rata keterpaparan, masalah, dan
resiliensi remaja
ancaman cukup tinggi, yang berarti rata-rata
Resiliensi
contoh banyak mengalami keterpaparan, Variabel Bebas
masalah, dan ancaman perilaku menyimpang β Sig
atau kenakalan. Akan tetapi, rata-rata contoh Kohesi 0,215 0,045*
juga memiliki skor rata-rata resiliensi yang Ekspresi 0,059 0,543
cukup tinggi, semakin tinggi skor resiliensi Konflik -0,160 0,110
menggambarkan semakin tingginya resiliensi Kebebasan -0,013 0,896
contoh. Orientasi prestasi 0,175 0,048*
Orientasi intelektual
-0,119 0,217
Korelasi Resiliensi Remaja dan Faktor- budaya
Faktor Ekologi Orientasi rekreasi aktif -0,078 0,388
Orientasi moral religi 0,224 0,032*
Hasil uji korelasi (Tabel 3), menunjukkan Organisasi 0,176 0,108
bahwa kesejahteraan subjektif, protektif Kontrol -0,079 0,439
internal (pengasuhan yang dilakukan orang F 3,943
tua, lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, Sig 0,000
faktor teman, dan lingkungan masyarakat) R Square 0,266
berhubungan positif dengan resiliensi remaja. Adjusted R Square 0,198
Hal tersebut bermakna bahwa peningkatan Keterangan: ** Signifikan pada p<0,01; * signifikan pada
variabel-variabel tersebut diharapkan dapat p<0,05
Vol. 10, 2017 FAKTOR EKOLOGI DAN RESILIENSI REMAJA 113

Terdapat perbedaan hasil uji hubungan (Tabel Selanjutnya, hasil juga menunjukkan
3), yang menunjukkan bahwa faktor protektif hubungan positif antara faktor protektif sekolah
keluarga berhubungan positif dengan dan resiliensi remaja. Hasil ini didukung oleh
resiliensi, namun hasil uji regresi (Tabel 4) penelitian Esteban dan Marti (2014)
menunjukkan bahwa faktor protektif keluarga membuktikan bahwa siswa dengan tingkat
tersebut tidak berpengaruh terhadap resiliensi. resiliensi yang tinggi dan kemampuan
Oleh karena itu, untuk mendalami hasil uji akademik yang baik, akan mampu memiliki
regresi dari faktor protektif keluarga yang tidak perkembangan kehidupan yang lebih positif
berpengaruh terhadap resiliensi, maka meski berada dalam situasi lingkungan yang
dilakukan uji khusus antara komponen protektif rentan. Sebaliknya, remaja yang memiliki risiko
keluarga terhadap resiliensi. Hasil analisis tinggi cenderung memiliki resiliensi psikologis
(Tabel 5) menunjukkan bahwa kohesi yang lebih rendah (Anghel, 2015). Penelitian
(β=0,215), orientasi untuk berprestasi ini juga menemukan bahwa kesejahteraan
(β=0,175), dan orientasi terhadap moral religi subjektif berhubungan positif dengan resiliensi
(β0,224) merupakan komponen protektif remaja. Didukung oleh Berg et al. (2013)
keluarga yang paling berpengaruh terhadap menyatakan bahwa banyaknya perubahan
resiliensi remaja. yang terjadi dalam kehidupan remaja sangat
berpengaruh terhadap proses penyesuaian diri
PEMBAHASAN yang berdampak pada kesejahteraan subjektif
remaja. Hasil ini dapat dimaknai bahwa
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemampuan remaja dalam mengelola
keterlibatan remaja dalam kenakalan, perubahan dalam hidupnya (resiliensi)
pendapatan keluarga, dan lama pendidikan berdampak pada kesejahteraan subjektif
ayah berhubungan negatif dengan resiliensi remaja.
remaja. Hal ini memperlihatkan pola bahwa
semakin tinggi keterlibatan remaja dalam Faktor protektif dalam teorinya memiliki
kenakalan, pendapatan keluarga, dan lama keterkaitan positif dengan perkembangan
pendidikan ayah, terdapat kecenderungan resiliensi remaja. Dalam penelitian ini, faktor
resiliensi remaja semakin rendah. Mengacu protektif yang berpengaruh terhadap resiliensi
hasil berbagai penelitian (Sunarti 2013b; remaja adalah faktor protektif internal remaja,
Sunarti 2015) pendidikan lebih tinggi faktor protektif pengasuhan orang tua, dan
membawa seseorang bekerja secara formal faktor protektif yang berasal dari sekolah.
dengan jam kerja yang lebih lama dan Temuan dari penelitian ini bahwa faktor
pendapatan yang lebih besar. Jam kerja yang protektif internal berhubungan positif dengan
lebih lama diduga berkaitan dengan sedikitnya resiliensi remaja sesuai dengan penelitian
interaksi ayah untuk membangun resiliensi Albuquerque et al., (2015) menunjukkan
remaja. Hasil penelitian ini menemukan bahwa adanya hubungan antara resiliensi, self-
faktor protektif keluarga berhubungan positif esteem, konsep diri, dan kompetensi sosial.
dengan resiliensi remaja. Didukung oleh Didukung oleh temuan Aunillah dan Adiyanti
temuan Youngblade, et al. (2007) bahwa (2015), bahwa resiliensi berhubungan positif
karakteristik keluarga yang positif dengan self-esteem. Karakter sifat yang
berhubungan dengan kompetensi sosial dan dimiliki oleh remaja juga merupakan faktor
self-esteem remaja, serta menurunkan protektif dalam membantu menjaga kesehatan
masalah perilaku internal dan eksternal serta mental anak (Witt, et al., 2014). Selain itu,
menurunkan masalah akademis. pemahaman akan lingkungan, pengembangan
pribadi, serta penerimaan diri juga terbukti
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa berhubungan positif dengan resiliensi (Sagone
faktor protektif masyarakat berhubungan positif & De Caroli, 2014). Hal ini berkaitan dengan
dengan resiliensi remaja, artinya dengan temuan Wang, Liu, dan Xin (2014) bahwa
lingkungan masyarakat yang positif seorang individu berupaya mendapatkan
mendorong remaja memiliki resiliensi yang dukungan sosial dari keluarga, masyarakat,
baik terhadap paparan atau ancaman perilaku dan layanan sosial untuk memfasilitasi
menyimpang. Didukung oleh penelitian Fagan, perkembangan resiliensinya. Temuan
Wright, dan Pichevsky (2014) menemukan penelitian juga sesuai dengan temuan Hartuti
bahwa remaja yang tinggal di lingkungan dan Mangunsong (2009), bahwa faktor
pertetanggaan dengan kolektivitas yang lebih protektif internal berpengaruh positif terhadap
tinggi memiliki dampak penggunaan obat- resiliensi akademis, bahwa faktor yang paling
obatan yang lebih rendah dibandingkan berpengaruh adalah efikasi diri. Lebih lanjut,
dengan remaja yang tinggal di lingkungan Cortina et al. (2016) menjelaskan bahwa salah
pertetanggaan dengan kolektivitas rendah. satu faktor kunci yang menentukan resiliensi
114 SUNARTI, ISLAMIA, ROCHIMAH, & ULFA Jur. Ilm. Kel. & Kons.

adalah interpretasi kognitif (bagaimana remaja Faktor protektif lainnya, yakni sekolah
menginterpretasikan dunia di sekitar mereka). merupakan salah satu faktor cukup besar
Penelitiannya menunjukkan bahwa anak-anak pengaruhnya terhadap resiliensi remaja. Lee
yang memiliki interpretasi kognitif yang positif dan Stewart (2013) mengemukakan bahwa
terhadap lingkungan sekolah juga memiliki sekolah dan guru memiliki peranan penting
fungsi psikologis yang lebih baik pada skala dalam membangun resiliensi. Resiliensi dapat
depresi, kecemasan, dan dampak dari terbentuk melalui adanya lingkungan sekolah
peristiwa traumatis. Sebaliknya, yang penuh dengan kepedulian dan
ketidakmampuan penyesuaian anak yang lebih kehangatan, adanya harapan yang tinggi
besar berkaitan dengan kemampuan kognitif dalam pencapaian prestasi dan perilaku yang
anak yang lebih rendah (Luthar, Cushing, diberikan sekolah kepada remaja, serta
Merikangas, dan Rounsaville, 1998). Didukung adanya kesempatan bagi remaja untuk terlibat
oleh penelitian Vanderbilt-Adriance dan Shaw aktif berkontribusi dalam setiap kegiatan
(2008) menemukan bahwa tingkat inteligensi bermakna di sekolah. Penelitian Alm dan
anak berkaitan positif dengan rendahnya Laftman (2016) turut menunjukkan para siswa
perilaku antisosial dan tingginya kemampuan yang tergabung dalam kelas dengan iklim
sosial anak. berorientasi masa depan yang positif, ikut
terpengaruh oleh iklim positif tersebut
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sehingga lebih sedikit terlibat dalam perilaku
faktor protektif pengasuhan orang tua negatif. Keterlibatan guru juga berpengaruh
berhubungan positif dengan resiliensi. Winston dalam melindungi siswa dari inisiasi perilaku
dan Chicot (2016) menemukan tanpa menyimpang dan kenakalan di sekolah
kelekatan yang baik antara orang tua dan anak (Earnshaw, et al., 2014). Beberapa program
sejak bayi, anak akan kesulitan untuk tumbuh peningkatan resiliensi dan kesehatan mental
dan berkembang sebagai anak yang bahagia, yang dilakukan dengan melibatkan sekolah
mandiri, dan memiliki resiliensi yang baik. mampu meningkatkan resiliensi dan faktor
Hubungan yang supportive dalam keluarga protektif, mengurangi penggunaan alkohol,
dan lingkungan keluarga yang stabil berkaitan rokok, dan obat terlarang, serta mengurangi
dengan resiliensi (Afifi & MacMillan, 2011). risiko gangguan mental pada remaja (Hodder,
Keluarga dengan tingkat orientasi percakapan et al., 2011; Dray, et al., 2014). Bersekolah
yang tinggi, yaitu orang tua percaya bahwa juga terbukti dapat meningkatkan perilaku
komunikasi adalah sarana untuk mendidik dan adaptif/prososial anak-anak (Betancourt, et al.,
bersosialisasi dengan remaja, anggota 2010).
keluarga sering bercakap-cakap secara bebas,
orang tua memegang nilai untuk saling Hasil analisis dalam penelitian ini juga
bertukar ide antar anggota keluarga, maka menunjukkan bahwa faktor teman
remaja yang dihasilkan adalah mereka yang berhubungan positif dengan resiliensi remaja
mampu menunjukkan interaksi yang baik namun menunjukkan arah pengaruh yang
dengan lingkungan sekitarnya. Temuan ini negatif dengan tidak menunjukkan adanya
juga sesuai dengan beberapa penelitian pengaruh yang signifikan. Temuan ini sesuai
sebelumnya, bahwa komunikasi positif antara dengan pendapat Bogenschneider (1998)
orang tua dan anak di kalangan remaja bahwa peer group atau teman sebaya dapat
membantu mengurangi kemungkinan menjadi faktor pelindung juga dapat menjadi
keterpaparan terhadap kekerasan yang akan faktor risiko bagi remaja. Teman dapat menjadi
mengakibatkan gejala depresi (Elsman, et.al, faktor risiko apabila remaja berhubungan
2015). Temuan Jowkar et al. (2011) turut dengan teman-teman yang terlibat dalam
menunjukkan adanya hubungan pola masalah perilaku. Bergaul dengan teman
komunikasi keluarga dan resiliensi akademis. sebaya yang menyimpang meningkatkan
Keterlibatan keluarga dapat meminimalisir kemungkinan remaja juga ikut terlibat dalam
dampak negatif dari perilaku menyimpang perilaku berisiko. Teman sebaya dapat
anak (Schlauc et al., 2013). Dampak negatif menjadi faktor protektif ketika teman tersebut
pengalaman yang diperoleh pada masa kanak- adalah teman dekat yang dapat membantu jika
kanak juga secara substansif dapat dikurangi dibutuhkan dan menjadi tempat untuk
dengan dukungan dari orang dewasa yang menceritakan masalah. Remaja yang memiliki
dipercayai oleh remaja, termasuk orang tua teman dekat memiliki kemungkinan untuk
(Bellis et al., 2017). Sementara anak-anak dapat berhasil beradaptasi menghadapi situasi
yang mengalami kekerasan dan diasuh oleh tertekan.
orang tua yang emosinya kurang stabil
cenderung kesulitan untuk membangun Berkaitan dengan pengasuhan orang tua,
resiliensi (Jaffee & Gallop, 2007). semakin tingginya penerimaan, kehangatan,
Vol. 10, 2017 FAKTOR EKOLOGI DAN RESILIENSI REMAJA 115

dan afeksi yang diberikan orang tua maka benar atau salah. Orientasi pada agama
akan semakin tinggi pula resiliensi remaja. merupakan salah satu faktor yang dapat
Sesuai dengan penelitian Ogelman (2015), meningkatkan resiliensi individu menghadapi
bahwa kehangatan dan afeksi yang diberikan faktor risiko. Individu yang menyakini adanya
ibu dan ayah terhadap remaja secara Tuhan dan percaya bahwa segala sesuatu
signifikan dapat menjadi penentu resiliensi yang terjadi dalam hidup ini merupakan
remaja. Pengasuhan yang positif salah kehendak Tuhan maka akan semakin mudah
satunya dibangun oleh optimisme Ibu terhadap untuk bangkit dari keterpurukan setelah
pengasuhan yang dilakukan (Ellingsen, Baker, menghadapi berbagai tekanan. Kepercayaan
Blacher, dan Crnick, 2014). Temuan ini terhadap agama dapat memfasilitasi
menunjukkan bahwa pola pengasuhan yang perkembangan resiliensi seorang individu
mengambarkan dukungan orang tua, penuh (Wang, Liu, & Xin, 2014). Sesuai dengan
penerimaan orang tua terhadap remaja, afeksi temuan Kasen, Wickramaratne, Gameroff, dan
dan kasih sayang yang diberikan orang tua Weissman (2012), bahwa religiusitas
dapat menguatkan anak untuk menghadapi berkontribusi terhadap perkembangan
berbagai ancaman, bahaya, maupun tekanan resiliensi pada individu yang berisiko. Orientasi
faktor risiko lainnya dan menjadikan mereka keagamaan biasanya ditunjukkan dengan
semakin resilien. Berdasarkan hasil analisis partisipasi individu dalam kegiatan kagamaan
regresi antar komponen dari protektif dan individu yang lebih agamis memiliki self-
pengasuhan orang tua, parental acceptance esteem dan perilaku yang lebih positif dalam
merupakan komponen yang memiliki pengaruh hidup. Selain itu, individu yang berorientasi
positif signifikan terhadap resiliensi remaja. pada agama juga lebih jarang mengalami
Hubungan positif antara remaja dengan orang depresi atau jarang merasa hidup tidak
dewasa di sekitarnya berpengaruh terhadap bermakna dan juga memiliki perasaan
kesuksesan anak di sekolah dan memiliki terhadap suatu tujuan yang kuat. Remaja yang
kemungkinan yang lebih kecil untuk terpapar memiliki tingkat religiusitas yang baik juga
dan terlibat dalam kekerasan (Culyba, et al., terbukti memiliki motivasi berprestasi yang
2016). tinggi dan cenderung lebih mudah
merencanakan masa depan (Susanti, 2016).
Faktor protektif keluarga berkorelasi dengan Sesuai pula dengan review Eriksson et al.
resiliensi, namun tidak berpengaruh nyata (2010), bahwa kepercayaan terhadap agama
dalam uji regresi. Untuk mendalami hal merupakan salah satu faktor protektif bagi
tersebut, dilakukan ujipengaruh khusus remaja.
komponen protektif keluarga terhadap
resiliensi. Hasilnya menunjukkan bahwa Berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh dari
kohesi, orientasi untuk berprestasi, dan penelitian ini, terdapat beberapa aksi prioritas
orientasi terhadap moral dan religi merupakan yang dapat dilakukan oleh pihak-pihak terkait
komponen protektif keluarga yang paling untuk meminimalisir atau mencegah dampak
berpengaruh terhadap resiliensi remaja. Hal ancaman terhadap remaja. Pertama,
tersebut bermakna bahwa resiliensi remaja menyusun pemetaan ancaman atau bahaya di
dapat ditingkatkan melalui peningkatan kohesi, lingkungan utama remaja yakni keluarga,
orientasi berprestasi, dan orientasi terhadap sekolah, dan masyarakat. Kedua,
moral dan religi di dalam keluarga. Hal menambahkan porsi agama dalam proses
tersebut sesuai dengan tiga kunci proses pendidikan remaja serta penekanan lebih
kelentingan menurut Walsh (2006) yang mengenai doktrin-doktrin agama mengenai
menyatakan bahwa komunikasi yang perilaku baik-buruk, pahala-dosa, serta
merupakan bagian dari kohesi atau hubungan, pemahaman mendalam bahwa setiap
kepercayaan terhadap Tuhan, dan organisasi perbuatan pasti memiliki konsekuens. Ketiga,
di dalam keluarga merupakan komponen memberikan porsi cukup bagi acara-acara
utama yang dapat membangun resiliensi televisi yang menggambarkan kemajuan
individu. remaja; dan membuat forum infrastruktur
sosial untuk menyatukan semua organisasi
Orientasi terhadap moral religi dalam penelitian milik pemerintah maupun binaan pemerintah
ini diukur melalui persepsi individu terkait yang akan diperkuat lintas kerjasamanya.
seberapa sering anggota keluarga
mengunjungi tempat ibadah, seberapa percaya Kepada keluarga, diharapkan meningkatkan
keluarga terhadap sesuatu yang harus diyakini pengetahuan dan praktek pengasuhan
dalam hidup, seberapa penting kitab suci di penerimaan dan arahan, meningkatkan
rumah, dan apabila anggota keluarga memiliki ketahanan keluarga untuk memenuhi peran,
pemikiran yang kuat tentang sesuatu yang fungsi, dan tugas keluarga didalamnya
116 SUNARTI, ISLAMIA, ROCHIMAH, & ULFA Jur. Ilm. Kel. & Kons.

termasuk tugas perkembangan anak remaja, dipengaruhi oleh faktor pembinaan dan
meningkatkan pengetahuan dan perlindungan yang dilakukan sekolah, oleh
kesiapsiagaan terhadap hal hal yang menjadi pengasuhan orang tua di rumah, dan faktor
ancaman kepada remaja dari berbagai internal remaja. Sekolah menyediakan
lingkungan, meningkatkan kerjasama dengan lingkungan yang meningkatkan resilensi
berbagai pihak (sekolah, masyarakat) untuk remaja, sementara pengasuhan yang
melindungi remaja, meningkatkan partisipasi berpengaruh kuat adalah pengasuhan dimensi
dan keterlibatan dalam berbagai kegiatan yang kehangatan. Analisis pengaruh khusus
meningkatkan kelentingan remaja yang protektif lingkungan keluarga menunjukkan
diadakan berbagai pihak sekolah, dan bahwa orientasi moral-religi, kohesi, dan
membangun lingkungan pertetanggan dan orientasi prestasi berpengaruh positif terhadap
masyarakat juga sekolah yang membangun. resiliensi.
Kepada sekolah, disarankan untuk
meningkatkan efektivitas pendidikan di Peneliti merekomendasikan kepada para pihak
sekolah, memberi perhatian dan menangani (keluarga, sekolah, masyarakat, pemerintah,
anak remaja yang rentan dengan memadai, peneliti) di wilayah remaja berada untuk
mencegah peluang keterpaparan remaja oleh bekerjasama saling melengkapi dan saling
situasi yang mengganggu, bekerjasama menguatkan melakukan berbagai upaya
dengan semua pihak, khususnya orang tua perlindungan remaja dengan intensitas yang
dalam pengawasan dan perlindungan remaja. memadai dan dilakukan secara berkelanjutan,
Kepada masyarakat, disarankan untuk dengan mengutamakan upaya pencegahan,
meningkatkan kepedulian terhadap remaja di karena perlindungan terbaik remaja adalah
lingkungan, membangun kebersamaan melalui pencegahan.
melindungi remaja dari berbagai ancaman di
lingkungan; mengembangkan, memelihara DAFTAR PUSTAKA
keakraban dan saling menjaga, melaksanakan
program pembangunan resiliensi anak, Afifi, T. O., & Macmillan, H. L. (2015).
mencegah masuknya hal-hal yang dapat Resilience following child maltreatment:
meningkatkan keterpaparan remaja terhadap a review of protective factors. The
situasi mengganggu / merusak / Canadian Journal of Psychiatry, 56(5)
membahayakan;dan menyediakan sistem 266-272.
pendukung bagi keluarga yang membutuhkan
terkait pengasuhan, pengawasan, Albuquerque, C., Almeida, J., Cunha, M.,
perlindungan remaja. Kepada pemerintah, Madureira, A., & Andrade, A. (2015).
disarankan untuk menyusun rencana aksi Protective resilience factors in
prioritas, bersinergi dengan berbagai pihak institutionalized Portuguese adolescents.
untuk melakukan upaya terobosan Procedia Social and Behavioral Sciences
perlindungan remaja, melakukan perubahan 171, 276-283.
paradigma dalam penetapan kebijakan dan Alm, S., & Laftman, S. B. (2016). Future
program dari penanganan yang bersifat kuratif orientation climate in the school class:
(penyelesaian kasus) dan menggeser sember relations to adolescent delinquency,
daya kepada penanganan faktor-faktor heavy alcohol use, and internalizing
perlindungan remaja yang bersifat hulu atau problems. Children and Youth Services
pencegahan. Kepada Peneliti, untuk Review, 70, 324-331.
melanjutkan penelitian kelentingan remaja
dengan lingkup yang lebih luas dan dengan Anghel, R. E. (2015). Psychological and
menggunakan analisis yang lebih educational resilience in high vs. low-risk
komprehensif. Romanian adolescents. Procedia Social
and Behavioral Sciences, 203, 153-157.
SIMPULAN DAN SARAN Aunillah, F., & Adiyanti, M. G. (2015). Program
pengembangan keterampilan resiliensi
Penelitian ini menghasilkan beberapa temuan untuk meningkatkan self-esteem pada
penting diantaranya adalah bahwa resiliensi remaja. Gadjah Mada Journal of
remaja berkorelasi dengan seluruh aspek Professional Psychology 1(1), 48-63.
protektif internal yaitu penerimaan diri,
penerimaan lingkungan, kemampuan diri, Bellis, M. A., Hardcastle, K., Ford, K., Hughes,
kepercayaan, disiplin, dan prestasi. Resiliensi K., Ashton, K., Quigg, Z., & Butler, N.
remaja berhubungan dengan pengasuhan (2017). Does continuous trusted adult
dimensi kehangatan dan arahan, dan protektif support in childhood impart life-course
lingkungan keluarga. Resiliensi remaja resilience against adverse childhood
experiences–a retrospective study on
Vol. 10, 2017 FAKTOR EKOLOGI DAN RESILIENSI REMAJA 117

adult health–harming behaviours and Pscyhology of Education, 17(2), 197-


mental well-being. BioMed Central 209.
Psychiatry 17(1), 110-121.
Ellingsen, R., Baker, B. L., Blacher, J., & Crnic,
Benard, B. (1995). Fostering resilience in K. (2014). Resilient parenting of children
children. Terhubung dari ERIC Digest. at developmental risk accros middle
IL: ERIC Clearinghouse on Elementary childhood. Research in Developmental
and Early Childhood Education. Disabilities, 35(6), 1364-1374.
[ED386327]
Elsman, A. B., Stoddard, S. A., Heinze, J.,
Berg, H. V., George, A.A., Edwin, D.P., Anja, Caldwell, C. H., & Zimmerman, M. A.
B., Basson, N., Marisa, D.V., & Solomon, (2015). Depressive symptoms, social
M. (2013). The pivotal role of social supports, and violence exposure among
support in the well-being of adolescents. urban youth: a longitudinal studies of
Well-Being Research, 4, 315-339. resilience. Developmental Psychology,
51(9), 1307-1316.
Betancourt, T. S., Brennan, R.T., Rubin-Smith,
J., Fitzmaurice, G.M., & Gilman, S.E. Eriksson, I., Cater, A., Andershed, A., &
(2010). Sierra Leone’s former child Andershed, H. (2010). What we know
soldiers: a longitudinal study of risk, and need to know about factors that
protective factors, and mental health. protect youth from problems: a review of
Journal of American Academy of Child previous reviews. Procedia Social and
and Adolescence Psychiatry 49(6), 606- Behavioral Sciences, 5, 477-482.
615.
Esteban, M. P. S., & Marti, A. S. (2014).
Bronfenbrenner, U. (1979). The ecology of Beyond compulsory schooling: resilience
human development. Massachusetts, and academic success of immigrant
US: Harvard University Press. youth. Procedia Social and Behavioral
Sciences, 132, 19-24.
Brooks, J. E. (2006). Strengthening resilience
in children and youths: maximizing Fagan, A. A., Wright, E. M., & Pinchevsky, G.
Opportunities through the schools. M. (2014). The protective effects of
Children Schools, 28(2), 69-76. neighborhood collective efficacy on
adolescent substance use and violence
Cortina, M.A, Stein A., Kahn, K., Hlungwani,
following exposure to violence. Journal
T.M., Holmes, E.A., & Fazel, M. (2016).
of Youth Adolescence, 43(9), 1498-
Cognitive styles and psychological
1512.
functioning in rural South Africal school
students: understanding influences for Gunarsa, S. D., & Gunarsa, Y. (1995).
risk and resilience in the face of chronic Psikologi praktis: anak remaja dan
adversity. Journal of Adolescents, 49, keluarga. Jakarta, ID: BPK Gunung
38-46. Mulia.
Culyba, A. J., Ginsburg, K. R., Branas, C.C., Hartuti, & Mangunsong, F. M. (2009).
Richmond, T.S., & Wiebe, D.J. (2016). Pengaruh faktor-faktor protektif internal
Protective effects of adolescent-adult dan eksternal pada resiliensi akademis
connection on male youth in urban siswa penerima bantuan khusus murid
environment. Journal of Adolescent miskin (BKMM) di SMA Negeri Depok.
Health, 58(2), 237-240. Jurnal Psikologi Indonesia, 6,107-119.
Dray, J., Bowman, J., Freund, M., Campbell, Hicks, B. M., Johnson, W., Durbin, E.,
E., Wolfenden, L., Hodder, R. K., & Blonigen, D. M., Iacono, W. G., &
Wiggers, J. (2014). Improving McGue, M. (2013). Gene-environment
adolescent mental health and resilience correlation in the development of
through a resilience-based intervention adolescent substance abuse: selection
in schools: study protocol for a effects of child personality and mediation
randomized controlled trial. Trials, 15, via contextual risk factors.
289-297. Developmental Psychology, 25(1), 119-
132.
Earnshaw, V. A., Roshental, L., Carroll-Scott,
A., Peters, S. M., McCaslin, C., & Hodder, R. K., Daly, J., Freund, M., Bowman,
Ickovics, J. R. (2014). Teacher J. Hazell, T., & Wiggers, J. (2011). A
involvement as a protective factor from school-based resilience intervention to
the association between race-based decrease tobacco, alcohol, and
bullying and smoking initiation. Social marijuana use in high school students.
118 SUNARTI, ISLAMIA, ROCHIMAH, & ULFA Jur. Ilm. Kel. & Kons.

BioMed Central Public Health, 11, 722- Kasen, S., Wickramaratne, P., Gameroff, M.J.,
731. doi: https://doi.org/10.1186/1471- & Weissman, M. M. (2012). Religiosity
2458-11-722. and resilience in persons at high risk for
major depression. Psychological
Jaffee, S. R., & Gallop, R. (2007). Social,
Medicine, 42(3), 509-519.
emotional, and academic competence
among children who have had contact Ogelman, H. G. (2015). Predictor effect of
with child protective services: prevalence parental acceptance-rejection levels on
and stability estimates. Journal of resilience of preschool children.
American Academy of Child and Procedia-Social and Behavioral
Adolescent Psychiatry, 46(6), 757-765. Sciences, 174, 622-628.
Jowkar, B., Kohoulat, N., & Zakeri, H. (2011). Wang, P., Liu, D. Z., & Xin, Z. (2014). The
Family communication patterns and social ecology of resilience: a
academic resilience. Procedia Social and comparison of Chinese and Western
Behavioral Sciences, 20, 87-90. researchers. Procedia Social and
Behavioral Sciences, 116, 3259-3265.
Kalil, A. (2013). Family Resilience and Good
Child Outcomes. A Review of a Resnick, Michael. (2000). Protective factors,
Literature. Wellington: Centre for Social resiliency, and healthy youth
Research and Evaluation. Diambil dari development. Adolescent Medicine:
http://www.citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc. State of the Art Reviews, 11, 157-164.
Kaplan, H. B. (1999). Toward an understanding Sagone, E., & De Caroli, M. E. (2014).
of resilience: a critical review of Relationships between psychological
definitions and models in resilience and well-being and resilience in middle and
development: positive life adaptations. late adolescents. Procedia Social and
New York, US: Kluwer Academic/Plenum Behavioral Sciences, 141, 881-887.
Publisher.
Schlauch, R.C., Levitt, A., Connel, C.M., &
LaFromboise, T.D., Hoyt, D.R., Oliver, L., & Kaufman, J.S. (2013). The moderating
Whitbeck, L. B. (2006). Family, effect of family involvement on
community, and school influences on substance use risk factors in adolescents
resilience among American Indian with severe emotional and behavioral
adolescent in the upper Midwest. Journal challenges. Addictive Behavior, 38(7),
of Community Psychology, 32(2), 193- 2333-2342.
209.
Sunarti, E. (2013a). Family kit. modul
Lee, P. C., & Stewart, D. E. (2013). Does a ketahanan keluarga. Bogor, ID: IPB
socio-ecological school model promote Press.
resilience in primary school. Journal of
________. (2013b). Tipologi Keluarga di
School Health, 8(11), 795-804.
Wilayah Perdesaan dan Perkotaan.
Luthar, S. S., Cushing, G., Merikangas, K. R., Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen,
Rounsaville, B. J. (1998). Multiple 6(2), 73-81. doi:
jeopardy: risk and protective factors http://dx.doi.org/10.24156/jikk.2013.6.2.7
among addicted mothers’ offspring. 3.
Developmental Psychopathology, 10(1),
________. (2015). Ketahanan keluarga
117-136.
Indonesia dari kebijakan dan penelitian
MacLeod, S., Musich, S., Hawkins, K., menuju tindakan. Buku Orasi Ilmiah
Alsgaard, K., & Wicker, E. (2016). The Guru Besar IPB. Bogor, ID: IPB Press.
impact of resilience among older adults.
Susanti, R. (2016). Gambaran orientasi masa
Geriatric Nursing, 37, 266-272.
depan remaja dalam bidang pekerjaan
Masten, A. S. (2001). Ordinary magic: ditinjau dari religiusitas dan motivasi
resilience process in development. berpestasi pada remaja Desa Sei
Journal of American Psychologists, 56, Banyak Ikan Kelayang. Jurnal Psikologi,
227-338. 12(1), 109-116.
Moos, B. S., & Moos, R. H. (2009). Family Ungar, M. (2008). Resilience across cultures.
environment scale. California, US: mind British Journal of Social Work, 38, 218-
garden. Diambil 235.
dari://www.mindgarden.com/products/fes
Ungar, M., & Liebenberg, L. (2011). Assessing
cs.htm.
resilience across cultures using mixed
Vol. 10, 2017 FAKTOR EKOLOGI DAN RESILIENSI REMAJA 119

methods: Construction of the child and monograph series. Illinois, US: North
youth resilience measure. Journal of Central Regional Educational
Mixed Method Research, 5(2), 126-149. Laboratory.
doi:10.1177/1558689811400607.
Winston, R., & Chicot, R. (2016). The
Vanderbilt-Adriance, E., & Shaw, D.S. (2008). importance of early bonding on the long-
Protective factors and the development term mental health and resilience of
of resilience in the context of children. London Journal of Primary
neighborhood disadvantage. Journal of Care, 8(1), 12-14.
Abnormal Child Psychology, 36(6), 887-
Witt, A., Schmid, M., Fegert, J. M., Plener,
901.
P.L., & Goldbeck, L. (2014).
Wagnild, G. M., & Young, H. M. (1993). Temperament and character-traits as
Development and psychometric protective factors among adolescents in
evaluation of the Resilience Scale. juvenile residential facilities. Praxis der
Journal of Nursing Measurement 1(2), Kinderpsychologie und Kinderpsychiatry,
167–168. 63(2), 114-129.
Walsh, F. (2006). Strengthening Family Youngblade, L. M., Theokas, C., Schulenberg,
Resilience (Second Edition). New York, J., Curry, L., Huang, I., & Novak, M.
US: The Guilford Press. Diambil dari (2007). Risk and promotive factors in
http://winnebago.uwex.edu/. families, schools, and communities: a
contextual model of positive youth
Winfield, & Linda F. (1994). Developing
development in adolescence. Pediatrics,
resilience in urban youth. Urban
119, 47-53.

Anda mungkin juga menyukai