Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH USHUL FIQH

FATWA SAHABAT DAN ‘URF


Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Ushul Fiqh

Dosen Pengampu :

Bpk Dr. H. Ujang Dedih, M.Pd


Ibu Siti Halimah, M.Ag

Di susun
oleh :

Kelompok 8

RIFKI TAZKIAN (1212020215)

RIKA HAULINA (1212020216)

SILMA MAZIA EFFENDI (1212020236)

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang. Puji dan
Syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena anugerah dan rahmat-Nya makalah yang
berjudul “Fatwa Sahabat Dan ‘Urf” ini dapat terselesaikan. Dalam penyusunan makalah ini,
kami telah berusaha semaksimal mungkin, yang mana telah memakan waktu dan pengorbanan
yang tak ternilai dari semua pihak yang memberikan bantuannya, yang secara langsung
merupakan suatu dorongan yang positif bagi kami sebagai penyusun ketika menghadapi
hambatan-hambatan dalam menghimpun bahan materi untuk menyusun makalah ini.

Namun kami menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan.
Karena itu saran dan kritik yang bersifat konstruktif senantiasa kami harapkan demi untuk
melengkapi dan menyempurnakan makalah ini.

Bandung, 3 November 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1

A. Latar belakang................................................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 1

C. Tujuan ............................................................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................................... 3

A. Pengertian Fatwa Sahabat ............................................................................................... 3

B. Pengertian ‘Urf................................................................................................................ 4

C. Macam-macam ‘urf......................................................................................................... 4

D. Landasan hukum ‘Urf ..................................................................................................... 6

E. Syarat bagi ‘Urf dapat Dijadikan Landasan Hukum ....................................................... 7

BAB III PENUTUP .................................................................................................................. 9

A. Kesimpulan ..................................................................................................................... 9

B. Saran ............................................................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 10

BIOGRAFI PENULIS ........................................................................................................... 11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Ushul fiqh sebagai disiplin ilmu mandiri adalah ilmu yang menerangkan tentang kaidah-
kaidah dan pembahasan-pembahasan yang dapat mengantarkan pada penggalian hukum
syari’ah amaliyah dari dalil-dalilnya yang terperinci. Salah satu objek kajian ushul fiqh adalah
sumber dan dalil hukum syar’i.

Al-Quran as-Sunnah merupakan sumber hukum syar’i dan juga disebut pula dalil
(petunjuk) utama hukum islam. Selain al-Quran dab as-Sunnah adapun dalil-dalil pendukung
seperti ijma’, qiyas, istihsan, mashlahah mursalah, saddudz-dzari’ah, ‘urf, istishhab, fatwa
sahabat, dan syar’u man qablana.

Sumber dan dalil hukum islam dikelompokkan menjadi dua yaitu yang disepakati dan yang
masih diperselisihkan oleh jumhur ulama., adapun yang telah disepakati adalah al-Quran dan
Sunnah, serta ijma’ dan qiyas sedangkan 7 dalil hukum islam yang masih menjadi perselisihan
jumhur ulama yaitu : istihsan, mashlahah mursalah, saddudz-dzari’ah, ‘urf, istishhab, fatwa
sahabat, dan syar’u man qablana.

Adanya sumber hukum yang masih diperdebatkan karena perbedaan metode atau tata cara
merumuskan hukum atas suatu perbuatan atau permasalahan, terutama pada perbuatan atau
masalah yang tidak disebutkan dan/atau diatur secara rinci dalam al-Quran dan Hadits. Dalam
makalah ini pembahasan lebih terfokus kepada fatwa sahabat dan ‘urf.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud fatwa sahabat ?


2. Apa yang dimaksud ‘urf ?
3. Apa saja macam-macam ‘urf ?
4. Apa landasan hukum ‘urf ?
5. Syarat apa saja bagi ‘urf yang dapat dijadikan landasan hukum ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian fatwa sahabat


2. Untuk mengetahui pengertian ‘urf
3. Untuk mengetahui macam-macam ‘urf

1
4. Unuk mengetahui landasan hukum ‘urf
5. Untuk mengetahui syarat apa saja bagi ‘urf agar bisa menjadi landasan hukum

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Fatwa Sahabat

Fatwa berasal dari bahasa arab, artinya nasihat, petuah, jawaban atau pendapat. Adapun
yang dimaksud adalah sebuah keputusan atau nasihat resmi yang diambil oleh sebuah
lembaga atau perorangan yang diakui otoritasnya, disampaikan oleh seorang mufti atau
ulama, sebagai tanggapan atau jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan oleh fatwa
(mustafti) yang tidak mempunyai keterikatan. Dengan demikian peminta fatwa tidak harus
mengikuti isi atau hukum fatwa yang diberikan kepadanya.

Penggunaannya dalam kehidupan beragama di Indonesia, fatwa dikeluarkan oleh


Majelis Ulama Indonesia sebagai suatu keputusan tentang persoalan ijtihadiyah yang
terjadi di Indonesia guna dijadikan pegangan pelaksanaan ibadah umat islam di Indonesia.
Kata fatwa ini masih berkerabat dengan kata petuah dalam Bahasa Indonesia. 1

Sedangkan sahabat Nabi adalah mereka yang mengenal dan melihat langsung Nabi
Muhammad, membantu perjuangannya dan meninggal dalam keadaan muslim. “Ash-Shabi
(sahabat) ialah orang yang bertemu dengan rasulullah saw, beriman kepada beliau dan
meninggal dalam keadaan islam.”

Dengan demikian fatwa sahabat adalah jawaban, pendapat, atau putusan atas sebuah
hukum yang disampaikan atau diberikan oleh sahabat Nabi. Selain menerangkan tentang
maksud dari sebuah ayat al-Quran dan maksud dari sebuah hadis, para sahabat juga
memberikan sebuah fatwa terkait sebuah hal diaman pada zaman Muhammad masih hidup
tidak ada hal tersebut. Setiap fatwa yang mereka berikan, bukanlah berdasarkan pada akal
mereka saja, tetapi tetap berasaskan al-Quran dan hadis. Oleh karena itu, jumhur ulama
atau sekumpulan ulama ahli hukum islam telah sepakat bahwa pendapat para sahabat dapat
dijadikan dalil atas sebuah hukum perkara. Diantara banyaknya sahabat nabi, sahabat yang
paling banyak memberikan fatwa antara lain Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Umar,
Abdullah bin Abbas, dan lain sebagainya.2

1
Taufik Hidayat dkk., Almanak Alam Islami, 2000, Pustaka Jaya : Jakarta
2
http://id.wikipedia.org/wiki/Fatwa_Sahabat, diakses pada tanggal 29 September 2021 pukul 11.10

3
B. Pengertian ‘Urf

Kata ‘Urf secara etimologi (bahasa) berasal dari kata ‘arafa, ya‘rufu sering diartikan
ُ ‫ )ا َ ْل َم ْع ُر‬dengan arti sesuatu yang dikenal. Pengertian dikenal lebih dekat
dengan al-ma‘ruf (ُ‫وف‬
kepada pengertian diakui oleh orang lain. Sesuatu yang di pandang baik dan diterima oleh
akal sehat. Kata ‘urf sering disamakan dengan kata adat, kata adat berasal dari bahasa Arab
ُ‫ ; َعادَة‬akar katanya: ‘ada, ya‘udu (ُ ‫يَعُ ْو ُد‬-َ‫ ) َعا ُد‬mengandung arti perulangan. Oleh karena itu
sesuatu yang baru dilakukan satu kali belum dinamakan adat. Kata ‘urf pengertiannya tidak
melihat dari segi berulang kalinya suatu perbuatan dilakukan, tetapi dari segi bahwa
perbuatan tersebut sudah sama-sama dikenal dan diakui oleh orang banyak.

Sedangkan Kata ‘Urf secara terminologi, seperti yang dikemukakan oleh Abdul Karim
Zaidah berarti: Sesuatu yang tidak asing lagi bagi suatu masyarakat karena telah menjadi
kebiasaan dan menyatu dengan kehidupan mereka baik berupa perbuatan atau perkataan.3

C. Macam-macam ‘urf

Para Ulama Ushul fiqh membagi ‘Urf kepada tiga macam:

1. Dari segi objeknya

Dari segi objeknya ‘Urf dibagi kepada: al-‘urf al-lafzhi (kebiasaan yang
menyangkut ungkapan) dan al-‘urf al-amali (kebiasaan yang berbentuk perbuatan).

a. Al-‘Urf al-Lafzhi adalah kebiasaan masyarakat dalam mempergunakan


lafal/ungkapan tertentu dalam mengungkapkan sesuatu, sehingga makna ungkapan
itulah yang dipahami dan terlintas dalam pikiran masyarakat. Misalnya ungkapan
“daging” yang berarti daging sapi; padahal kata-kata “daging” mencakup seluruh
daging yang ada. Apabila seseorang mendatangi penjual daging, sedangkan penjual
daging itu memiliki bermacam-macam daging, lalu pembeli mengatakan “ saya beli
daging 1 kg” pedagang itu langsung mengambil daging sapi, karena kebiasaan
masyarakat setempat telah mengkhususkan penggunaan kata daging pada daging
sapi.

b. Al-‘urf al-‘amali adalah kebiasaan masyarakat yang berkaitan dengan perbuatan


biasa atau mu’amalah keperdataan. Yang dimaksud “perbuatan biasa” adalah
kebiasaan masyrakat dalam masalah kehidupan mereka yang tidak terkait dengan
kepentingan orang lain, seperti kebiasaan libur kerja pada hari-hari tertentu dalam

3
https://id.wikipedia.org/wiki/Urf, diakses pada tanggal 2 Oktober 2021 pukul 13.05

4
satu minggu, kebiasaan masyarakat memakan makanan khusus atau meminum
minuman tertentu dan kebiasaan masyarakat dalam memakai pakain tertentu dalam
acara-acara khusus.

Adapun yang berkaitan dengan mu’amalah perdata adalah kebiasaan masyrakat


dalam melakukan akad/transaksi dengan cara tertentu. Misalnya kebiasaan
masyrakat dalam berjual beli bahwa barang-barang yang dibeli itu diantarkan
kerumah pembeli oleh penjualnya, apabila barang yang dibeli itu berat dan besar,
seperti lemari es dan peralatan rumah tangga lainnya, tanpa dibebani biaya
tambahan.4

2. Dari segi cakupannya

Dari segi cakupannya, ‘urf terbagi dua yaitu al-‘urf al-‘am (kebiasaan yang bersifat
umum) dan al-‘urf al-khash (kebiasaan yang bersifat khusus).

a. Al-‘urf al-‘am adalah kebiasaan tertentu yang bersifat umum dan berlaku secara
luas di seluruh masyarakat dan diseluruh daerah. Misalnya dalam jual beli mobil,
seluruh alat yang diperlukan untuk memperbaiki mobil seperti kunci, tang,
dongkrak, dan ban serep termasuk dalam harga jual, tanpa akad sendiri dan biaya
tambahan. Contoh lain adalah kebiasaan yang berlaku bahwa berat barang bawaan
bagi setiap penumpang pesawat terbang adalah duapuluh kilogram.

b. Al-‘urf al-khash adalah kebiasaan yang berlaku di wilayah dan masyarakat


tertentu. Misalnya dikalangan para pedagang apabila terdapat cacat tertentu pada
barang yang dibeli dapat dikembalikan dan untuk cacat lainnya dalam barang itu,
konsumen tidak dapat mengembalikan barang tersebut. Atau juga kebiasaan
mengenai penentuan masa garansi terhadap barang tertentu.

3. Dari segi keabsahannya dari pandangan syara’

Dari segi keabsahannya dari pandangan syara’, ‘urf terbagi dua;

a. Al-‘urf al-Shahih (Yang sah) adalah kebiasaan yang berlaku ditengah-tengah


masyarakat yang tidak bertentangan dengan nash (ayat atau hadis) tidak
menghilangkan kemaslahatan mereka, dan tidak pula membawa mudarat
kepada mereka. Dengan kata lain, 'urf yang tidak mengubah ketentuan yang
haram menjadi halal atau sebaliknya. Misalnya, dalam masa pertunangan pihak

4
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh II, Jakarta: logos wacana Ilmu, 1999

5
laki-laki memberikan hadiah kepada pihak wanita dan hadiah ini tidak dianggap
sebagai maskawin.

b. Al-‘urf al-fasid (Yang rusak) adalah kebiasaan yang bertentangan dengan


dalil-dalil syara’ dan kaidah-kaidah dasar yang ada dalam syara’. Kebalikan dari
Al-'urf ash-shahih, maka adat dan kebiasaan yang salah adalah yang
menghalalkan yang haram, dan mengharamkan yang halal. Misalnya, kebiasaan
yang berlaku dikalangan pedagang dalam menghalalkan riba, seperti
peminjaman uang antara sesama pedagang. Uang yang dipinjam sebesar
sepuluh juta rupiah dalam tempo satu bulan, harus dibayar sebanyak sebelas juta
rupiah apabila jatuh tempo, dengan perhitungan bunganya 10%. Dilihat dari
segi keuntungan yang di raih peminjam, penambahan utang sebesar 10%
tidaklah memberatakan, karena keuntungan yang diraih dari sepuluh juta
rupaiah tersebut mungkin melebihi bunganya yang 10%. Akan tetapi praktik
seperti ini bukanlah kebiasaan yang bersifat tolong menolong dalam pandangan
syara’, karena pertukaran barang sejenis, menurut syara’ tidak boleh saling
melebihkan.5 dan praktik seperti ini adalah praktik peminjaman yang berlaku di
zaman jahiliyah, yang dikenal dengan sebutan Riba al-nasi’ah (riba yang
muncul dari hutang piutang). Oleh sebab itu, kebiasaan seperti ini, menurut
Ulama Ushul fiqh termasuk dalam kategori al-‘urf al-fasid.6

Para Ulama sepakat, bahwa al-urf al-fasid ini tidak dapat menjadi landasan
hukum, dan kebiasaan tersebut batal demi hukum.

D. Landasan hukum ‘Urf

‘Urf tergolong salah satu sumber hukum dari ushul fiqih yang diambil dari intisari Al-
Qur’an.

"Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf (Al-
‘Urfi), serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh." —QS. Al-A’raf: 199

Kata al-‘Urf dalam ayat tersebut, yang manusia disuruh mengerjakannya, oleh Ulama
Ushul fiqih dipahami sebagai sesuatu yang baik dan telah menjadi kebiasaan masyarakat.
Berdasarkan itu maka ayat tersebut dipahami sebagai perintah untuk mengerjakan sesuatu

5
HR. al-Bukhari, Muslim dan Ahamad Ibnu Hanbal
6
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh II, Jakarta: logos wacana Ilmu, 1999

6
yang telah dianggap baik sehingga telah menjadi tradisi dalam suatu masyarakat. Kata al-
ma‘ruf artinya sesuatu yang diakui baik oleh hati. Ayat di atas tidak diragukan lagi bahwa
seruan ini didasarkan pada pertimbangan kebiasaan yang baik pada umat, dan hal yang
menurut kesepakatan mereka berguna bagi kemaslahatan mereka. Kata al-ma‘ruf ialah kata
umum yang mencakup setiap hal yang diakui. Oleh karena itu kata al-ma‘ruf hanya
diceritakan untuk hal yang sudah merupakan perjanjian umum sesama manusia, baik dalam
soal mu‘amalah maupun aturan sejak dahulu kala istiadat.

Menurut hasil penelitian al-Tayyib Khudari al-Sayyid, guru akbar Ushul Fiqih di
Universitas Al-Azhar Mesir dalam karyanya fi al-ijtihad ma la nassa fih, bahwa mazhab
yang dikenal banyak menggunakan ‘Urf sebagai landasan hukum yaitu kalangan Hanafiyah
dan kalangan malikiyyah, dan selanjutnya oleh kalangan Hanabilah dan kalangan
Syafi’iyah. Menurutnya, pada prinspnya mazhab-mazhab akbar fiqih tersebut sepakat
menerima aturan sejak dahulu kala istiadat sebagai landasan pembentukan hukum,
meskipun dalam banyak dan rinciannya terdapat perbedaan alasan di sela mazhab-mazhab
tersebut, sehingga ‘Urf diisi kedalam kumpulan dalil-dalil yang diperselisihkan dikalangan
ulama.

Pada landasannya, syariat Islam dari masa awal banyak menampung dan mengakui
aturan sejak dahulu kala atau tradisi itu selam tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan
Sunnah Rasulullah. Kedatangan Islam bukan menghentikan sama sekali tradisi yang telah
menyatu dengan masyrakat. Tetapi secara selektif hadir yang diakui dan dilestarikan serta
hadir pula yang dihilangkan. Misal aturan sejak dahulu kala hukum budaya yang diakui,
kerja sama dagang dengan agenda berbagi untung (al-mudarabah). Praktik seperti ini telah
mengembang di bangsa Arab sebelum Islam. Berlandaskan kenyataan ini, para Ulama
menyimpulkan bahwa aturan sejak dahulu kala istiadat yang baik secara sah mampu
dihasilkan menjadi landasan hukum, bilamana memenuhi beberapa persyaratan.7

E. Syarat bagi ‘Urf dapat Dijadikan Landasan Hukum

Syarat ‘Urf dapat dijadikan sebagai landasan Hukum islam adalah :

 Tidak ada dalil yang khusus untuk suatu masalah baik dalam al-Qur’an atau Sunah.
 Pemakaian tidak mengakibatkan dikesampingkannya nas Syari’at termasuk juga
tidak mengakibatkan madharatt, kesulitan atau kesempitan.

7
Satria Effendi, M. Zein, MA, Ushul fiqih, Jakarta: kencana, 2005

7
 Telah berlaku secara umum dalam arti bukan hanya dilakukan beberapa orang saja. 8

Selanjutnya berkenaan dengan status atau kualitas ‘urf di mata syarak, ada 2 (dua)
macam yaitu ‘urf shahih (benar) dan ‘urf fasid (rusak).

 ‘Urf Shahih ‘urf shahih adalah perbuatan yang dilakukan oleh orang-orang yang
tidak bertentangan dengan dalil syarak, tidak menghalalkan yang haram atau
membatalkan yang wajib. Sebagai contoh adalah bentuk perdagangan dengan cara
indent atau pesan sebelumnya, model pembayaran mahar dengan cara kontan atau
terhutang, kebiasaan pemberian hadiah oleh mempelai pria kepada mempelai
wanita di luar mahar, dan lain sebagainya.
 ‘Urf Fasid adalah adat kebiasaan orang-orang yang bertentangan dengan ketentuan
syarak. Sebagai contoh ialah kebiasaan meminum minuman keras dalam acara-
acara hajatan, praktikpraktik ribawi-rentenir di kalangan pedagang lemah untuk
memperoleh modal, memperoleh kekayaan dengan cara berjudi togel, dan lain
sebagainya.9

8
Moh. Bahrudin, Ilmu Ushul Fiqh, (Penerbit: Anugrah Utama Raharja,2019) hal. 67.
9
Moh. Bahrudin, Ilmu Ushul Fiqh, (Penerbit: Anugrah Utama Raharja, 2019) hal. 68.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Fatwa berasal dari bahasa arab, artinya nasihat, petuah, jawaban atau pendapat. Adapun
yang dimaksud adalah sebuah keputusan atau nasihat resmi yang diambil oleh sebuah
lembaga atau perorangan yang diakui otoritasnya, disampaikan oleh seorang mufti atau
ulama, sebagai tanggapan atau jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan oleh fatwa
(mustafti) yang tidak mempunyai keterikatan.

‘Urf adalah Sesuatu yang tidak asing lagi bagi suatu masyarakat karena telah menjadi
kebiasaan dan menyatu dengan kehidupan mereka baik berupa perbuatan atau perkataan.

Para Ulama Ushul fiqh membagi ‘Urf kepada tiga macam: 1. Dari segi objeknya; 2.
Dari segi cakupannya; dan 3. Dari segi keabsahannya dari pandangan syara’.

‘Urf tergolong salah satu sumber hukum dari ushul fiqih yang diambil dari intisari Al-
Qur’an.

Syarat ‘Urf dapat dijadikan sebagai landasan Hukum islam adalah : Tidak ada dalil
yang khusus untuk suatu masalah baik dalam al-Qur’an atau Sunah; Pemakaian tidak
mengakibatkan dikesampingkannya nas Syari’at termasuk juga tidak mengakibatkan
madharat, kesulitan atau kesempitan; dan Telah berlaku secara umum dalam arti bukan
hanya dilakukan beberapa orang saja.

B. Saran

Demikian makalah ini kami buat. Semoga apa yang kami diskusikan dan kami susun
ini dapat menambah rasa syukur kita kepada Allah dan menambah pengetahuan kami
penyusun khususnya dan kita semua umumnya. Adapun dalam penyusunan makalah ini
masih sangat banyak kekurangan yang masih harus disempurnakan. Untuk itu kritik dan
saran sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan akhir kata kami ucapkan
terima kasih.

9
DAFTAR PUSTAKA

Bahrudin Moh. (2019). Ilmu Ushul Fiqh. Lampung : Anugrah Utama Raharja.Hidayat,
taufik dkk. (2000). Almanak Alam Islami. Jakarta : Pustaka Jaya.

Effendi Satria, Zein M., MA. (2005). Ushul fiqih. Jakarta: kencana.

HsfBot. (2021). Fatwa Sahabat. diakses pada tanggal 29 September 2021 pukul 11.10, dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Fatwa_Sahabat

HsfBot. (2021). Urf. diakses pada tanggal 31 Oktober 2021 pukul 17.04, dari
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Urf

Syarifuddin Amir. (1999). Ushul Fiqh II. Jakarta: logos wacana Ilmu.

10
BIOGRAFI PENULIS

Rifki Tazkian, lahir di Tasikmalaya tanggal 16 Maret 2002. Anak pertama dari dua
bersaudara. Rifki, nama yang biasa dipanggil teman-temannya ini tinggal di Tasikmalaya. Rifki
mengawali jenjang pendidikannya di TK Islam Terpadu Manhajuth Thullab Bandung dan
berhasil lulus pada tahun 2009, kemudian melanjutkan sekolah dasarnya di SDN Cidugaleun
dan lulus pada tahun 2015, menginjak masa sekolah menengah, Rifki melanjutkan
pendidikannya di SMPI Nurul Fitroh dan lulus pada tahun 2018. Untuk melanjutkan sekolah
menengah atas Rifki memilih melanjutkannya di MA YP Cilenga dan berhasil lulus tahun
2021. Saat ini Rifki melanjutkan pendidikannya di UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Rifki
sangat senang bermain game dan memiliki impian menjadi seorang milyoner.

Rika Haulina, lahir di Karawang tanggal 29 November 2002. Rika adalah anak ke dua
dari tiga bersaudara. Saat ini Rika tinggal di daerah Bandung tepatnya di Jl. Raya Laswi No.
189 RT/RW 05/12 kec. Ciparay kab. Bandung. Rika mengawali pendidikan formalnya di TK
Cigintung dan lulus pada tahun 2009, kemudian melanjutkan sekolah dasarnya di SDN
Ciheulang 1 lalu rika berhasil menamatkan pendidikan Sekolah Dasar nya pada tahun 2015.
Menginjak usia sekolah menengah, ia melanjutkan di MTSN Ciparay dan lulus tahun 2018.
Selepas menyelesaikan sekolah menengah pertama nya, Rika memilih untuk melanjutkan
pendidikan nya ke Pesantren Baitul Arqom al-Islami dan lulus pada tahun 2021. Saati ini Rika
menempuh pendidikannya di UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Rika tidak memilki hobi
khusus, namun ia memiliki cita-cita menjadi seorang Guru, Rika juga memiliki impian menjadi
orang kaya dan berharap masuk surga.

Silma Mazia Effendi, lahir di Sukabumi pada tanggal 11 Juni 2003. Silma merupakan
anak pertama dari 3 bersaudara. Saat ini Silma tinggal bersama orang tuanya di Kp.
Warudoyong RT/RW 05/06 desa Margaluyu Kec. Sukaraja Kab. Sukabumi. Silma mengawali
pendidikannya di TK Islam As-Syafi’iyah dan lulus pada tahun 2009. Kemudian ia
melanjutkan pendidikan dasarnya di SD Islam As-Syafi’iyah, namun pada tahun 2013 ia pindah
ke SDN 1 Selaawi karena mengikuti kepindahan tugas orang tuanya dan berhasil lulus pada
tahun 2015. Pada usia sekolah menengah, Silma memilih melanjutkannya ke SMPN 1 Sukaraja
dan lulus pada tahun 2018. Melanjutkan SMA nya di SMAN 1 Sukaraja dan berhasil lulus pada
tahun 2021. Saat ini Silma melanjutkan pendidikan di UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Silma sangat senang menggambar digital, membaca dan menulis. Ia memiliki impian menjadi
seorang tenaga pendidik agar bisa mengentaskan kebodohan dan juga bermimpi menjadi

11
seorang tenaga pengajar di bidang al-Quran serta mempunyai galeri seni karena senang akan
seni.

12

Anda mungkin juga menyukai