Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN OBSERVASI LAPANGAN

IDENTIFIKASI DAN PERUMUSAN MASALAH TATA RUANG


KOTA/KAWASAN PERKOTAAN

SEKOLAH ARSITEKTUR, PERENCANAAN, DAN PENGEMBANGAN


KEBIJAKAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
BAB I
PELAKSANAAN OBSERVASI
A. Tempat Pelaksanaan Observasi
Observasi dilaksanakan di beberapa lokasi, yaitu (1) Jl. Cipinang Elok RT04/RW10,
Kel. Cipinang Muara, Kec. Jatinegara, Jakarta Timur, Jakarta, (2) Jl. Cipinang Jaya, Kel.
Cipinang Muara, Kec. Jatinegara, Jakarta Timur, Jakarta, dan (3) Pasar dan sekitaran
Cipinang Muara, Kel. Cipinang Muara, Kec. Jatinegara, Jakarta Timur, Jakarta.
Observasi dilaksanakan pada Hari Jumat, 30 Oktober 2020, pukul 06.00-08.00 pagi.

B. Hal-Hal yang Berkaitan dengan Observasi


Observasi dilaksanakan dalam rangka pengerjaan tugas identifikasi masalah tata
ruang kota/kawasan lingkungan pada mata kuliah Dasar Perencanaan dan Perancangan
(DPP).
BAB II
HASIL OBSERVASI
Gambar 1. Jalanan Dijadikan Tempat Nge-Tem Taksi

Gambar di atas merupakan salah satu permasalahan struktur ruang, yaitu pelanggaran fungsi
jalan keluar komplek. Jalan umum seharusnya digunakan sebagai penghubung kawasan
dan/atau antarlokasi. Sementara pada Gambar 1 terlihat bahwa sisi kiri jalan dipakai sebagai
tempat menetap taksi untuk mendapatkan pelanggan dan juga sebagai tempat peristirahatan.
Hal ini menyalahi peraturan UU 22/2009 yang menjelaskan ketidakbolehan untuk semua alat
transportasi untuk mengetem atau parkir di tempat yang tidak ada tulisan boleh parkir, boleh
stop atau di halte. Permasalahan ini mengganggu kenyamanan dan rasa aman beberapa
masyarakat yang tinggal di komplek, terutama saat malam hari jika beberapa dari masyarakat
butuh menyebrang jalan ini untuk membeli kebutuhannya.
Gambar 2. Trotoar yang Kurang Layak

Gambar disamping juga merupakan salah satu permasalahan struktur


ruang. Trotoar merupakan salah satu fasilitas jalur pejalan kaki yang
dibuat untuk menghindari lalu lintas yang padat dan menjamin
keamanan pejalan kaki yang bersangkutan Namun, kondisi trotoar
yang rusak dan sulit untuk dilewati ini justru akan mengganggu
kenyamanan dan membahayakan masyarakat pengguna, terutama
membahayakan kaum difabel, seperti tunanetra ataupun cacat fisik.
Gambar 3. Tempat Jalan yang Terbatas
Gambar 3 merupakan salah satu contoh permasalahan struktur ruang, yaitu akses jalan yang
terbatas. Terlihat dari gambar 3, dua orang pejalan kaki yang sedang berjalan menggunakan
sisi kiri jalan, mobil yang ingin lewat, dan mobil yang sedang berhenti di sisi kiri jalan.
Menyangkut permasalahan pada gambar 1, alat transportasi yang mengetem di tempat yang
tidak seharusnya merugikan para pengguna jalan karena mempersempit akses jalan, terutama
jika ada banyak kendaraan yang sedang mengakses jalan ini. Dari gambar 2 juga dapat
terlihat bahwa trotoar terletak di sebelah kanan jalan, yang mana lokasi ini tidak strategis
dengan jalan keluar komplek yang berada di sebelah kiri, sehingga para pejalan kaki biasanya
lebih memilih untuk lewat di sebelah kiri jalan dimana tidak ada trotoar di sana. Seluruh hal
ini mengganggu akses jalan para pengguna.
Gambar 4. Tertutupnya Jalan Karena Pangkalan Ojek

Gambar ini merupakan salah satu permasalahan struktur ruang, yaitu penutupan akses jalan
karena adanya pangkalan ojek. Tempat pada gambar ini pada mulanya adalah akses
penghubung luar jalan depan komplek ke jalan depan komplek lainnya yang di desain tanpa
harus melewati jalan raya. Jalan ini pada awalnya memang sepi dilewati, namun sekarang
tidak dapat dilewati lagi karena disalahgunakan sebagai tempat pangkalan ojek dan ditutup
aksesnya. Masyarakat dalam komplek memang lebih memilih untuk melewati penghubung
dalam, namun hal ini dapat mengganggu kenyamanan masyarakat luar komplek, seperti para
pemilik toko di sebrang jembatan yang ingin melewati jalan ini tanpa harus masuk komplek
dan tanpa harus melewati jalan raya.
Gambar 5. Saluran Air yang Kotor

Gambar ini merupakan salah satu permasalahan struktur ruang yang sering dijumpai di kota-
kota besar, yaitu saluran air yang kotor. Selokan atau saluran air digunakan untuk
menyalurkan air pembuangan berbagai aktivitas dan kegiatan sehari-hari untuk dibawa ke
suatu tempat agar tidak menjadi masalah bagi lingkungan dan kesehatan. Selokan yang kotor
justru akan menghambat air untuk mengalir dan dapat menimbulkan mampet yang kemudian
beresiko besar terhadap banjir. Selokan yang kotor juga akan menjadi tempat jentik-jentik
nyamuk untuk berkembang biak, bahkan dapat memunculkan organisme-organisme yang
lebih berbahaya lagi, yang kemudian akan mengganggu kesehatan masyarakat sendiri. Dalam
skala panjang, saluran air yang kotor ini dapat menyebabkan pencemaran sungai dan laut.
Gambar 6. Trotoar yang Berubah Fungsi

Trotoar disamping merupakan trotoar di jalan raya yang mana


permasalahan ini dapat dikelompokkan sebagai salah satu
permasalahan struktur ruang. Berdasarkan pasal 34 ayat 4,
trotoar seharusnya hanya diperuntukkan bagi lalu lintas pejalan
kaki. Namun, fungsi ini disalahgunakan oleh beberapa
pengguna alat transportasi untuk memarkir kendaraannya. Hal
ini menyulitkan para pejalan kaki. Para pejalan kaki yang
kesulitan kadang memilih untuk melewati jalan raya dekat tepi
kanan trotoar sehingga mengganggu keamanan pejalan kaki itu
sendiri maupun menyulitkan pengguna jalan raya.
Gambar 7. Pengalih Fungsian Lahan Depan Rumah

Gambar di atas merupakan salah satu permasalahan struktur


ruang. Jalan yang dipenuhi gerobak ini merupakan jalan keluar
masuk pintu belakang rumah. Rumah terhubung dari pintu ini ke pintu lainnya yang lebih
sering dipakai. Seharusnya gerobak tidak mempunyai tempat di sana, melainkan di dalam
toko-toko pemilik toko. Pengalihfungsian ini menutup akses keluar masuk rumah.
Gambar 8. Pembuangan Limbah Toko ke Saluran Air

Permasalahan ini merupakan salah satu bentuk permasalahan pola ruang. Terlihat pada
gambar bahwa toko-toko yang terletak di depan saluran air dapat melakukan pembuangan
limbahnya ke saluran air melalui pipa-pipa yang menjalar. Letak saluran air yang berada di
belakang toko-toko ini juga menyebabkan masyarakat pejalan kaki maupun pengguna jalan
raya tidak memperhatikan air di selokan sehingga pemeliharaan lingkungan secara sosial
tidak dapat terawasi dengan baik. Dapat dilihat pula bahwa beberapa toko menambahkan
bagian di bagian belakang toko untuk menutupi keseluruhan penglihatan menuju akses
selokan. Hal ini dapat berakibat pada ketidakpedulian pemilik toko terhadap limbah
buangannya. Pada sisi yang lain, limbah-limbah yang kotor ini menyebabkan permasalahan
pada Gambar 5.
Gambar 9. Jarak Minimarket dengan Pasar yang Tidak Memenuhi Standar

Gambar ini merupakan salah satu pelanggaran pola ruang, yaitu lokasi minimarket atau pasar
modern (Indomaret, Alfamart, dan Alfamidi) yang terletak kurang dari 500 meter dari pasar
lingkungan. Menurut pasal 8 Kepgub 44/2004 jo. Pasal 10 huruf a Perda DKI 2/2002, mini
swalayan yang luas lantainya 100 m2 s.d. 200 m2 harus berjarak radius 0,5 km dari pasar
lingkungan. Hadirnya minimarket memang tidak bisa dipungkiri dan dibutuhkan bagi
masyarakat. Namun, pelanggaran atas peraturan yang ada dapat merugikan para pengusaha
kecil di pasar tradisional dan mematikan ekonomi masyarakt di lingkungan.
Gambar 10. Tidak Adanya Zebracross
Permasalahan ini merupakan salah satu contoh masalah struktur ruang yang dapat
meningkatkan resiko kecelakaan. Dari gambar, terlihat terdapat rambu yang menunjukkan
bolehnya menyebrang bagi pejalan kaki, namun tidak disediakannya fasilitas zebracross
sebagai tempat penyebrangannya. Hal ini tentunya menyulitkan para penyebrang jalan untuk
memilih waktu penyebrangan, menimbulkan ketidaknyamanan, dan kurangnya rasa aman
untuk menyebrang, terutama bagi orang-orang yang membutuhkan bimbingan untuk
melakukan penyebrangan. Disamping itu, hal ini juga menyulitkan para pengguna kendaraan,
karena tidak adanya zebracross menyebabkan pejalan kaki menyebrang di lokasi yang
berbeda-beda atau tidak sesuai dengan rambu yang ada. Ditambah, ketidakadaan zebracross
ini menyulitkan pengendara mendeteksi atau melihat orang yang hendak menyebrang,
terutama anak-anak kecil yang sulit terlihat oleh pengendara mobil atau truk.
Gambar 11. Berdagang di Luar Area Dagang

Gambar di atas merupakan salah satu bentuk permasalahan struktur ruang. Gambar ini
merupakan salah satu contoh dari beberapa permasalahan sejenis pedagang kaki lima yang
membuka dagang di luar area dagang, seperti di trotoar ataupun di depan toko. Area pada
gambar di atas pada awalnya merupakan bagian jalan antara SPBU dan jalan raya, namun
kini beralih fungsi menjadi lokasi dagang makanan. Keberadaan perdagangan ini tidak hanya
merusak fungsi tata kota yang telah direncanakan sebelumnya, tetapi juga membuat
ketidaktertiban dan ketidaknyamanan masyarakat yang memiliki toko di area yang benar.
Karena seharusnya para pedagang ini melewati prosedur terlebih dahulu sebelum dan saat
berjualan. Pemberhentian para pelanggan yang tidak semestinya juga akan berdampak pada
hak pengendara lainnya untuk lewat.
Gambar 12. Lahan yang Belum Dimanfaatkan

Wilayah pada gambar merupakan wilayah di belakang pasar yang masih memuat banyak
lahan yang kosong. Wilayah ini termasuk bagian dari pola ruang. Lokasinya yang terletak di
belakang pasar membuatnya jauh dari pembangunan dan penglihatan masyarakat. Jika
dibiarkan, hal ini akan berdampak pada ketimpangan tata kota perkotaan sehingga
perkembangan kota tidak merata.
Gambar 13. Mess Padat Huni

Gambar di samping, merupakan salah satu masalah pola


ruang, yaitu mess yang padat hunian. Menurut penghuni
mess, terdapat sekitar 20 unit dalam mess ini. Ruang yang
sempit untuk keluarga atau individu yang banyak akan
memunculkan banyak keterlibatan ataupun tabrakan
kepentingan. Hal ini juga akan menyedikitkan ruang
pribadi atau privacy antar perorangan. Pada masa pandemi
ini juga, ruang yang kecil memperbesar kemungkinan
kontak fisik dan penyebaran COVID-19 yang dapat
membahayakan masyarakat sendiri.

Anda mungkin juga menyukai