Tugas DPP
Tugas DPP
Gambar di atas merupakan salah satu permasalahan struktur ruang, yaitu pelanggaran fungsi
jalan keluar komplek. Jalan umum seharusnya digunakan sebagai penghubung kawasan
dan/atau antarlokasi. Sementara pada Gambar 1 terlihat bahwa sisi kiri jalan dipakai sebagai
tempat menetap taksi untuk mendapatkan pelanggan dan juga sebagai tempat peristirahatan.
Hal ini menyalahi peraturan UU 22/2009 yang menjelaskan ketidakbolehan untuk semua alat
transportasi untuk mengetem atau parkir di tempat yang tidak ada tulisan boleh parkir, boleh
stop atau di halte. Permasalahan ini mengganggu kenyamanan dan rasa aman beberapa
masyarakat yang tinggal di komplek, terutama saat malam hari jika beberapa dari masyarakat
butuh menyebrang jalan ini untuk membeli kebutuhannya.
Gambar 2. Trotoar yang Kurang Layak
Gambar ini merupakan salah satu permasalahan struktur ruang, yaitu penutupan akses jalan
karena adanya pangkalan ojek. Tempat pada gambar ini pada mulanya adalah akses
penghubung luar jalan depan komplek ke jalan depan komplek lainnya yang di desain tanpa
harus melewati jalan raya. Jalan ini pada awalnya memang sepi dilewati, namun sekarang
tidak dapat dilewati lagi karena disalahgunakan sebagai tempat pangkalan ojek dan ditutup
aksesnya. Masyarakat dalam komplek memang lebih memilih untuk melewati penghubung
dalam, namun hal ini dapat mengganggu kenyamanan masyarakat luar komplek, seperti para
pemilik toko di sebrang jembatan yang ingin melewati jalan ini tanpa harus masuk komplek
dan tanpa harus melewati jalan raya.
Gambar 5. Saluran Air yang Kotor
Gambar ini merupakan salah satu permasalahan struktur ruang yang sering dijumpai di kota-
kota besar, yaitu saluran air yang kotor. Selokan atau saluran air digunakan untuk
menyalurkan air pembuangan berbagai aktivitas dan kegiatan sehari-hari untuk dibawa ke
suatu tempat agar tidak menjadi masalah bagi lingkungan dan kesehatan. Selokan yang kotor
justru akan menghambat air untuk mengalir dan dapat menimbulkan mampet yang kemudian
beresiko besar terhadap banjir. Selokan yang kotor juga akan menjadi tempat jentik-jentik
nyamuk untuk berkembang biak, bahkan dapat memunculkan organisme-organisme yang
lebih berbahaya lagi, yang kemudian akan mengganggu kesehatan masyarakat sendiri. Dalam
skala panjang, saluran air yang kotor ini dapat menyebabkan pencemaran sungai dan laut.
Gambar 6. Trotoar yang Berubah Fungsi
Permasalahan ini merupakan salah satu bentuk permasalahan pola ruang. Terlihat pada
gambar bahwa toko-toko yang terletak di depan saluran air dapat melakukan pembuangan
limbahnya ke saluran air melalui pipa-pipa yang menjalar. Letak saluran air yang berada di
belakang toko-toko ini juga menyebabkan masyarakat pejalan kaki maupun pengguna jalan
raya tidak memperhatikan air di selokan sehingga pemeliharaan lingkungan secara sosial
tidak dapat terawasi dengan baik. Dapat dilihat pula bahwa beberapa toko menambahkan
bagian di bagian belakang toko untuk menutupi keseluruhan penglihatan menuju akses
selokan. Hal ini dapat berakibat pada ketidakpedulian pemilik toko terhadap limbah
buangannya. Pada sisi yang lain, limbah-limbah yang kotor ini menyebabkan permasalahan
pada Gambar 5.
Gambar 9. Jarak Minimarket dengan Pasar yang Tidak Memenuhi Standar
Gambar ini merupakan salah satu pelanggaran pola ruang, yaitu lokasi minimarket atau pasar
modern (Indomaret, Alfamart, dan Alfamidi) yang terletak kurang dari 500 meter dari pasar
lingkungan. Menurut pasal 8 Kepgub 44/2004 jo. Pasal 10 huruf a Perda DKI 2/2002, mini
swalayan yang luas lantainya 100 m2 s.d. 200 m2 harus berjarak radius 0,5 km dari pasar
lingkungan. Hadirnya minimarket memang tidak bisa dipungkiri dan dibutuhkan bagi
masyarakat. Namun, pelanggaran atas peraturan yang ada dapat merugikan para pengusaha
kecil di pasar tradisional dan mematikan ekonomi masyarakt di lingkungan.
Gambar 10. Tidak Adanya Zebracross
Permasalahan ini merupakan salah satu contoh masalah struktur ruang yang dapat
meningkatkan resiko kecelakaan. Dari gambar, terlihat terdapat rambu yang menunjukkan
bolehnya menyebrang bagi pejalan kaki, namun tidak disediakannya fasilitas zebracross
sebagai tempat penyebrangannya. Hal ini tentunya menyulitkan para penyebrang jalan untuk
memilih waktu penyebrangan, menimbulkan ketidaknyamanan, dan kurangnya rasa aman
untuk menyebrang, terutama bagi orang-orang yang membutuhkan bimbingan untuk
melakukan penyebrangan. Disamping itu, hal ini juga menyulitkan para pengguna kendaraan,
karena tidak adanya zebracross menyebabkan pejalan kaki menyebrang di lokasi yang
berbeda-beda atau tidak sesuai dengan rambu yang ada. Ditambah, ketidakadaan zebracross
ini menyulitkan pengendara mendeteksi atau melihat orang yang hendak menyebrang,
terutama anak-anak kecil yang sulit terlihat oleh pengendara mobil atau truk.
Gambar 11. Berdagang di Luar Area Dagang
Gambar di atas merupakan salah satu bentuk permasalahan struktur ruang. Gambar ini
merupakan salah satu contoh dari beberapa permasalahan sejenis pedagang kaki lima yang
membuka dagang di luar area dagang, seperti di trotoar ataupun di depan toko. Area pada
gambar di atas pada awalnya merupakan bagian jalan antara SPBU dan jalan raya, namun
kini beralih fungsi menjadi lokasi dagang makanan. Keberadaan perdagangan ini tidak hanya
merusak fungsi tata kota yang telah direncanakan sebelumnya, tetapi juga membuat
ketidaktertiban dan ketidaknyamanan masyarakat yang memiliki toko di area yang benar.
Karena seharusnya para pedagang ini melewati prosedur terlebih dahulu sebelum dan saat
berjualan. Pemberhentian para pelanggan yang tidak semestinya juga akan berdampak pada
hak pengendara lainnya untuk lewat.
Gambar 12. Lahan yang Belum Dimanfaatkan
Wilayah pada gambar merupakan wilayah di belakang pasar yang masih memuat banyak
lahan yang kosong. Wilayah ini termasuk bagian dari pola ruang. Lokasinya yang terletak di
belakang pasar membuatnya jauh dari pembangunan dan penglihatan masyarakat. Jika
dibiarkan, hal ini akan berdampak pada ketimpangan tata kota perkotaan sehingga
perkembangan kota tidak merata.
Gambar 13. Mess Padat Huni