Subjek Penelitian 20 ekor persilangan Ongole umur 4-6 tahun dengan bobot badan rata-
rata 250 – 300 kg dan BCS 3 – 4 (menggunakan timbangan 5 titik).
Pendahuluan Penggunaan hormon prostaglandin F2α (PGF2α) dan kombinasi
PGF2α dan GnRH untuk sinkronisasi estrus pada sapi sudah umum.
Namun yang akan dibahas pada penelitian ini ialah seberapa efisien
jika hanya digunakan pada persilangan Ongole yang berada pada fase
luteal secara langsung, kemudian dikaitkan dengan hormonal dan
kualitas estrus melalui skoring , gejala klinis, durasi dan timbulnya
estrus masih belum dipahami secara ilmiah. Ada beberapa faktor
yang mempengaruhi tingkat keberhasilan sinkronisasi estrus yaitu
strain sapi, sistem pembiakan, pakan, dan suhu lingkungan.
Sinkronisasi estrus secara efisien menguntungkan
penggunaan Inseminasi Buatan (IB). Praktek ini tidak hanya
memfasilitasi waktu untuk melaksanakan IB tetap, tetapi juga
mengurangi tenaga kerja, periode melahirkan dan deteksi estrus.
Protokol-protokol tersebut telah terbukti mampu menginduksi 75-
95% hewan pada siklus untuk menunjukkan estrus dalam 5 hari.
Waktu untuk respons tergantung pada tahap gelombang folikel.
Estrus dapat dideteksi dengan mengamati tanda-tanda klinis estrus,
meskipun sapi tidak selalu menunjukkan tanda-tanda klinis yang
tidak disadari. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon
sinkronisasi estrus menggunakan preparat PGF2α dibandingkan
dengan kombinasi PGF2α dan GnRH pada persilangan Ongole
mengenai kembalinya estrus, kualitas estrus berdasarkan skoring,
periode estrus, kadar estradiol dan progesteron pada fase estrus.
Materi dan Metode 1. Eksperimen Hewan dan Sinkronisasi Estrus
Penelitian Dalam penelitian ini digunakan 20 ekor persilangan Ongole umur
4-6 tahun dengan bobot badan rata-rata 250 – 300 kg dan BCS 3 – 4
(menggunakan timbangan 5 titik). Seluruh ternak dipelihara dalam
sistem kandang di Desa Wedomartani, Yogyakarta. Sapi-sapi
tersebut diberi pakan hijauan sekitar 10 persen bobot badan dan
konsentrat 1-1,5 Kg. Untuk efisiensi waktu dan anggaran, semua
ternak dipalpasi secara rektal untuk mengetahui fase luteal selama
hari ke 7 sampai 18. Kemudian, semua ternak diinjeksi dengan
PGF2α (cloprostenol® dengan dosis 500 µg intrauterine. Setelah
PGF2α, sepuluh hewan kemudian disuntikkan 2,5 mL GnRH
(Fertagyl®) secara intramuskular setelah 48 jam dan dilanjutkan
pengamatan dan deteksi respons estrus.
2. Gejala Klinis Estrus dan Skoring Estrus
Pengamatan tanda-tanda visual dan klinis estrus akan ditentukan
oleh Hafizuddin et al. dengan kriteria skor 1: sedikit lendir, tidak
bengkak, vulva memerah dan basah, ditunggangi wanita lain
(perilaku homoseksual); skor 2: gelisah, bengkak, kemerahan dan
lendir vulva sedang, perilaku homoseksual; skor 3: gelisah, aktivitas
perilaku homoseksual, pembengkakan, kemerahan dan keluarnya
lendir vulva sangat jelas. Skor tanda perilaku yang ditampilkan oleh
masing-masing individu kemudian dikategorikan menjadi skor 1, 2
atau 3.
3. Pengambilan Darah
Pengambilan darah dilakukan kira-kira 5 mL pada vena jugularis
saat hewan menunjukkan tanda estrus secara visual. Seluruh darah
kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 20
menit, kemudian dibekukan pada suhu -20°C sampai kadar hormon
estradiol dan progesteron diuji. Hormon diuji dengan kit ELISA
komersial dengan metode pengikatan kompetitif..Hasil dan
Pembahan
Kelebihan Jurnal 1. Jurnal tersusun rapi dan menggunakan kaida kebahasaan yang
baik.
2. Jurnal sudah memaparkan masalah dan tujuan dilakukannya
penelitian dengan baik
3. Penelitian pada jurnal ini sudah menggunakan teknologi yang
maju sehingga persentase kemungkinan keliru tipis
4. Jurnal sudah memiliki Daftar Pustaka