Anda di halaman 1dari 23

TUGAS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN


SISTEM KARDIOVASKULAR

OLEH

KELOMPOK I :

1. NASRAH FADLIYAH 2019C08b0169


2. NIDYA MANTOVANI 2019C08b0171
3. SARMINTO 2019C08b0178
4. HARIYADI 2019C08b0161
5. FINA .W 2019C08b0158
6. FRANSISKA RENOVANIE 2019C08b0159
7. DODHY KURNIAWANSYAH 2019C08b0155
8. MARIANI 2019C08b0167

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ALIH JENJANG S1 KEPERAWATAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH

Kardiovaskuler merupakan sebuah organ yang terdiri dari otot dan

bekerja menyerupai otot polos, yaitu bekerja di luar kemauan kita

(dipengaruhi oleh susunan saraf otonom) (Syaifuddin, 2006). Pembuluh

darah koroner merupakan penyakit aliran darah (darah membawa oksigen

dan makanan yang dibutuhkan miokard agar dapat berfungsi dengan baik).

Penyakit jantung koroner adalah salah satu akibat utama arteriosklerosis

Pada keadaan ini pembuluh darah nadi menyempit karena terjadi

endapanendapan lemak (atheroma dan plaques) di dindingnya. Juga dapat

merupakan proses degeneratif, di samping banyak faktor lain. Penyakit

jantung koroner diantaranya angina stabil, angina tidak stabil, infark

miokard akut. Infark Miokard Akut (IMA) merupakan bentuk yang paling

berbahaya (Soeharto, 2004).

Menurut (Stillwell, 2011) kematian jaringan miokard disebabkan

oleh penurunan suplai darah ke miokardium, infark miokardium dapat

terjadi tanpa diketahui (infarct miocardium silent) atau menyebabkan

kematian. Infark miokardium dapat disebabkan oleh ateroskerosis, spasme

arteri coroner atau sering karena thrombosis koroner.

American Heart Association (AHA) melaporkan bahwa angka kejadian

infark miokard akut di dunia pada tahun 2007 sebanyak 5000 penduduk

Amerika menderita infark miokard akut. Diperkirakan lebih dari 12 juta

kasus baru penyakit jantung koroner setiap tahunnya di seluruh dunia.

Walaupun angka yang pasti belum ada untuk seluruh Indonesia, tetapi

dengan bertambah majunya fasilitas kesehatan dan pengobatan dapat


diperkirakan jumlah penderita infark miokard akan bertambah setiap

tahunnya (Ardiansyah, 2012).

Laporan studi moralitas 2009 yang dilakukan oleh badan Kesehatan

Nasional menunjukkan bahwa penyebab kematian utama di Indonesia

adalah penyakit sistem sirkulasi (jantung atau pembuluh darah) sekitar

6.000.000 (26,39%) dari total keseluruhan 22.800.000 (100%). Jumlah

kasus terbanyak yaitu penyakit jantung iskemik (59,72%), infark miokard

akut (13,49%) diikuti oleh gagal jantung (13,42%) dan penyakit jantung

lainnya (13,37%) (Depkes, 2009).

Infark miokard akut, merupakan penyebab kematian utama di

dunia. Terhitung sebanyak 7.200.000 (12,2%) kematian terjadi akibat

penyakit infark miokard akut di seluruh dunia (WHO, 2008). Di Indonesia

pada tahun 2002, infark miokard akut merupakan penyebab kematian

pertama dengan angka mortalitas 220.000 (14%) (Depkes, 2009).

Peran perawat dalam penanganan klien, yaitu sebagai pemberi

perawatan, perawat membantu klien mendapatkan kembali kesehatannya

melelui proses penyembuhan yang lebih dari sekedar sembuh dari penyakit

tertentu. Namun, berfokus pada kebutuhan kesehatan klien secara holistik,

meliputi upaya mengembalikan kesehatan emosi, spiritual dan sosial.

Disinilah peran perawat sebagai rehabilitator untuk mengembalikan

keadaan klien atau seoptimal mungkin untuk mendekati keadaan seperti

sebelum klien sakit dengan berbagai asuhan keperawatan seperti latihan

ROM dan latihan lain yang dapat membantu klien. Perawat juga memiliki

peran sebagai pendidik, sebagai pendidik di suatu instansi pendidikan atau

memberikan pendidikan kesehatan kepada klien dan masyarakat. Perawat

juga berperan sebagai advokat atau pelindung klien, yaitu membantu untuk
mempertahankan lingkungan yang aman bagi klien dan mengambil

tindakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan melindungi klien dari

efek yang tidak diinginkan yang berasal dari pengobatan atau tindakan

diagnostik tertentu (Potter & Perry, 2005).

Berdasarkan observasi, saat pertama klien masuk ICU perawat

melakukan identifikasi masalah, observasi, memantau tanda-tanda vital

dan memberikan posisi semi fowler pada kasus akut miokard infark. Hal

ini sesuai dengan pendapat Udjiati (2010).

RSUD Dr. Soehadi Prijonegoro Sragen merupakan rumah sakit tipe

B non pendidikan yang mana terdapat 18 dokter spesialis serta tersedia

fasilitas laboratorium, dan ada 21 macam pelayanan yang siap melayani

selama 24 jam. Dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat manapun,

khususnya masyarakat kota Sragen. Berdasarkan data rekam medis RSUD

dr. Soehadi Prijonegoro Sragen jumlah kasus infark miokard akut yang

menjalani rawat inap dari bulan Januari hingga bulan Juli 2012 yaitu

sebanyak 20 pasien. Dimana 20 pasien tersebut 15 pernah dirawat di

ICCU.

Angka mortalitas di ruang ICCU RSUD Dr. Soehadi Prijonegoro

Sragen untuk kasus infark miokard akut yang mengalami kematian

sebanyak 5 kasus dari 20 kasus, dari 5 kasus tersebut meninggal di IGD.

Berdasarkan hasil wawancara dengan tenaga medis khususnya petugas

rekam medik dan perawat ICCU pada tanggal 5 Juli 2012, hal ini

disebabkan bebagai macam faktor salah satunya yaitu terlambatnya

penanganan akibat komplikasi yang terlanjur parah, kurangnya

pengetahuan pasien dan keluarga akan penyakit jantung. Hal ini

membuktikan bahwa penanganan penyakit infark miokard akut di RSUD


dr. Soehadi Prijonegoro Sragen belum optimal dilakukan sehingga angka

mortalitas masih tinggi.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian pada sub bab latar belakang maka peneliti

merumuskan masalah sebagai berikut “Bagaimana Asuhan Keperawatan

pada pasien dengan kegawatdaruratan Infark Miokard Akut ?”

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran umum tentang asuhan keperawatan

dengan kegawatdaruratan Infark Miokard Akut dan mampu

menerapkan suatu konsep tentang asuhan keperawatan secara

komprehensif melalui proses keperawatan pada klien dengan Infark

Miokard Akut

2. Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan pengkajian yang tepat pada pasien dengan

Infark Miokard Akut.

b. Mampu melakukan analisa data dan menegakkan diagnosa

keperawatan pada pasien infark Miokard Akut.

c. Mampu menyusun intervensi keperawatan pada pasien dengan

Infark Miokard Akut.


d. Mampu melakukan implementasi keperawatan pada pasien dengan

Infark Miokard Akut.

e. Mampu mengevaluasi hasil asuhan keperawatan pada pasien

dengan Infark Miokard Akut.

f. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan yang telah

diberikan pada pasien dengan kegawatdaruratan Infark Miokard

Akut.

g. Mampu mengidentifikasi kesenjangan antara teori dan praktek.

D. MANFAT PENELITIAN

1. Bagi Penulis

Mendapatkan pengalaman dalam mengaplikasikan asuhan

keperawatan pada penderita Infarc Miocard Acute (IMA).

2. Bagi Instansi Pendidikan

Dapat digunakan sebagai informasi bagi institusi pendidikan

dalam pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan di masa yang

akan datang melalui pengaplikasian teori dalam praktek lapangan serta

mengambil ilmu baru yang didapat dari lahan praktek.

3. Bagi Perawat Pelaksana

Dapat digunakan sebagai gambaran dalam melakukan asuhan

keperawatan khususnya bagi pasien dengan Infark Miokard Akut.

4. Bagi Rumah Sakit


Sebagai bahan masukan dalam pengembangan standar asuhan

keperawatan dengan kegawat daruratan Infark Miokard Akut.

5. Bagi Pasien AMI

Mendapatkan penanganan sesuai dengan standar asuhan

keperawatan.

ASKEP GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULER

A. Pengkajian
1.  Riwayat Kesehatan/Keperawatan
Keluhan Utama :
Nyeri dada
Sesak nafas
Edema
2. Riwayat Kesehatan
Digunakan untuk mengumpulkan data tentang kebiasaan yang
mencerminkan refleksi perubahan dan sirkulasi oksigen.
  Nyeri  lokasi, durasi, awal pencetus, kwalitas, kuantitas, factor yang
memperberat/memperingan, tipe nyeri.
 Integritas neurovaskuler  mengalami panas, mati rasa, dan perasaan
geli.
 Status pernafasan  sukar bernafas, nafas pendek, orthopnoe,
paroxysmal nocturnal dyspnoe dan efek latihan pada pernafasan.
 Gangguan sirkulasi  peningkatan berat badan, perdarahan, pasien
sudah lelah.
 Riwayat kesehatan sebelumnya  penyekit yang pernah diderita, obat-
obat yang digunakan dan potensial penyakit keturunan.
  Kebiasaan pasien  diet, latihan, merokok dan minuman.
3.       Riwayat Perkembangan
Struktur system kardiovaskuler berubah sesuai usia.
• Efek perkembangan fisik denyut jantung.
• Produksi zat dalam darah.
• Tekanan darah
4.       Riwayat Sosial
• Cara hidup pasien.
• Latar belakang pendidikan
• Sumber-sumber ekonomi.
• Agama.
• Kebudayaan dan etnik.
5.       Riwayat Psikologis
Informasi tentang status psikologis penting untuk mengembangkan
rencana asuhan keperawatan.
• Mengidentifikasi stress/sumber stress.
• Mengidentifikasi cara koping, mekanisme dan sumber-sumber coping.

B.     11 Pola Kesehatan Fungsional (Gordon)


1.      Pola persepsi kesehatan dan penanganan kesehatan : klien merasakan
kondisi kesehatan dan bagaimana cara menangani
2.      Pola nutrisi/metabolik : gambaran pola makan dan kebutuhan
cairan b/d kebutuhan metabolik  dan suplai nutrisi
3.      Pola eliminasi : gambaran pola fungsi pembuangan (BAB, BAK, melalui
kulit)
4.      Pola aktifitas/olah raga : gambaran pola aktifitas, olahraga, santai,
rekreasi
5.      Pola tidur-istirahat : gambaran pola  tidur, istirahat, dan relaksasi
6.      Pola kognitif dan perceptual :
gambaran pola konsep diri klien dan persepsi  terhadap dirinya
7.      Pola peran/hubungan : gambaran pola peran dalam berpartisipasi /
berhubungan dengan orang lain
8.      Pola seksualitas/reproduksi   : gambaran pola kenyamanan/tidak nyaman
dengan pola seksualitas dan gambaran pola reproduksi
9.      Pola koping/toleransi stress :  gambaran pola koping klien secara umum 
dan efektifitas  dalam toleransi terhadap stress
10.  Pola nilai/keyakinan : gambaran pola  nilai-nilai, keyakinan-keyakinan
(termasuk aspek spiritual), 
dan tujuan yang dapat mengarahkan menentukan  pilihan/keputusan.

C.     Pengkajian Fisik


JANTUNG
           Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan fisik umum dan khusus
pada jantung. Sebelum melakukan pemeriksaan fisik khusus pada jantung,
maka penting terlebih dahulu melihat pasien secara keseluruhan/keadaan
umum termasuk mengukur tekanan darah, denyut nadi, suhu badan dan
frekuensi pernafasan. Keadaan umum secara keseluruhan yang perlu
dilihat adalah :
• Bentuk tubuh gemuk/kurus
• Anemis
• Sianosis
• Sesak nafas
• Keringat dingin
• Muka sembab
• Oedem kelopak mata
• Asites
• Bengkak tungkai/pergelangan kaki
• Clubbing ujung jari-jari tangan
Pada pasien khususnya penyakit jantung amat penting melakukan
pemeriksaan nadi adalah :
• Kecepatan/menit
• Kuat/lemah (besar/kecil)
• Teratur atau tidak
• Isi setiap denyut sama kuat atau tidak.

INSPEKSI
1.      Lihat dan perhatikan impuls dari iktus kordis
Mudah terlihat pada pasien yang kurus dan tidak terlihat pada pasien yang
gemuk atau emfisema pulmonum. Yang perlu diperhatikan adalah Titik
Impuls Maksimum (Point of Maximum Impulse). Normalnya berada pada
ruang intercostals V pada garis midklavikular kiri. Apabila impuls
maksimum ini bergeser ke kiri berarti ada pembesaran jantung kiri atau
jantung terdorong atau tertarik kekiri.
2.      Toraks/dada
Pasien berbaring dengan dasar yang rata. Pada bentuk dada “Veussure
Cardiac” dinding totaks di bagian jantung menonjolm menandakan
penyekit jantung congenital. Benjolan ini dapat dipastikan dengan
perabaan.
Vena Jugularis Eksterna (dileher kiri dan kanan)
Teknik :           
     Posisi pasien setengah duduk dengan kemiringan ± 45º
     Leher diluruskan dan kepala menoleh sedikit kekiri pemeriksa di kanan
pasien
     Perhatikan vena jugularis eksterna yang terletak di leher ; apakah terisi
penuh/sebagian, di mana batas atasnya bergerak naik turun
     Dalam keadaan normal vena jugularis eksterna tersebut kosong/kolaps
     Vena jugularis yang terisi dapat disebabkan oleh :
-         Payah jantung kanan (dengan atau tanpa jantung kiri)
-         Tekanan intra toraks yang meninggi
-         Tamponade jantung
-         Tumor mediastinum yang menekan vena cava superior.

PALPASI
          Palpasi dapat mengetahui dan mengenal ukuran jantung dan denyut
jantung. Point of Maximum Impuls dipalpasi untuk mengetahui getaran
yang terjadi ketika darah mengalir melalui katup yang menyempit atau
mengalami gangguan.
          Dengan posisi pasien tetap terlentang kita raba iktus kordis yang kita
amati pada inspeksi. Perabaan dilakukan dengan 2 jari (telunjuk dan jari
tengah) atau dengan telapak tangan.
Yang perlu dinilai adalah :
• Lebar impuls iktus kordis
• Kekuatan angkatnya
Normal lebar iktus kordis tidak melebihi 2 jari. Selain itu perlu pula
dirasakan (dengan telapak tangan) :
• Bising jantung yang keras (thrill)
• Apakah bising sistolik atau diastolic
• Bunyi murmur
• Friction rub (gesekan pericardium dengan pleura)
Iktus kordis yang kuat dan melebar tanda dari pembesaran/hipertropi otot
jantung akibat latihan/atlit, hipertensi, hipertiroid atau kelainan katup
jantung.
PERKUSI
          Dengan posisi pasien tetap berbaring/terlentang kita lakukan
pemeriksaan perkusi. Tujuannya adalah untuk menentukan batas jantung
(batas atas kanan kiri). Teknik perkusi menuntut penguasaan teknik dan
pengalaman, diperlukan keterampilan khusus. Pemeriksa harus mengetahui
tentang apa yang disebut sonor, redup dan timpani.

AUSKULTASI
1.      Pemeriksaan auskultasi untuk menentukan denyut jantung, irama
jantung, bunyi jantung, murmur dan gesekan (rub).
2.      Bunyi jantung perlu dinilai kualitas dan frekuensinya. Bunyi jantung
merupakan refleksi dari membuka dan menutupnya katup dan terdengar di
titik spesifik dari dinding dada.
3.      Bunyi jantung I (S1) dihasilkan oleh penutupan katup atrioventrikuler
(mitral dan trikuspidalis).
4.      Bunyi jantung II (S2) disebabkan oleh penutupan katup semilunar (aorta
dan pulmonal).
5.      Bunyi jantung III (S3) merupakan pantulan vibrasi ventrikuler dihasilkan
oleh pengisian ventrikel ketika diastole dan mengikuti S2.
6.      Bunyi jantung IV (S4) disebabkan oleh tahanan untuk mengisi ventrikel
pada diastole yang lambat karena meningkatnya tekanan diastole ventrikel
atau lemahnya penggelembungan ventrikel.
7.      Bunyi bising jantung disebabkan oleh pembukaan dan penutupan katup
jantung yang tidak sempurna. Yang perlu diperhatikan pada setiap bising
jantung adalah :
•   Apakah bising sistolik atau diastolic atau kedua-duanya.
•   Kenyaringan (keras-lemah) bising.
•   Lokasi bising (yang maksimal).
•   Penyebaran bising.
Adapun derajat kenyaringan bising jantung dipengaruhi oleh :
•     Kecepatan aliran darah yang melalui katup.
•     Derajat kelainan/gangguan katup.
•     Tebal tipisnya dinding toraks.
•     Ada tidaknya emfisema paru.
Tingkat kenyaringan bising jantung meliputi :
•     Tingkat I      : sangat lemah, terdengar pada ruangan amat sunyi.
•     Tingkat II     : lemah, dapat didengar dengan ketelitian.
•     Tingkat III    : nyaring, segera dapat terdengar/mudah didengar.
•     Tingkat IV    : amat nyaring tanpa thrill.
•     Tingkat V     : amat nyaring dengan thrill (getaran teraba)
•     Tingkat VI    : dapat didengar tanpa stetoskop.
            Murmur adalah bunyi hasil vibrasi dalam jantung dan pembuluh
darah besar disebabkan oleh bertambahnya turbulensi aliran. Pada murmur
dapat ditentukan :
o     Lokasi         : daerah tertentu/menyebar
o     Waktu          : setiap saat, ketika sistolik/diastolic.
o     Intensitas      :
Tingkat 1 : sangat redup.
Tingkat 2 : redup
Tingkat 3 : agak keras
Tingkat 4 : keras
Tingkat 5 : sangat keras
Tingkat 6 : kemungkinan paling keras.
o     Puncak : kecepatan aliran darah melalui katup dapat berupa rendah,
medium dan tinggi.
o     Kualitas : mengalir, bersiul, keras/kasar, musical, gaduh atau serak.
            Gesekan (rub) adalah bunyi yang dihasilkan oleh parietal dan
visceral oleh perikarditis. Bunyi kasar, intensitas, durasi dan lokasi
tergantung posisi klien.
PEMBULUH DARAH
Inspeksi
Pada pemeriksaan ini untuk mengobservasi warna, ukuran dan sirkulasi
perifer.

Palpasi
Untuk mengetahui suhu, edema dan denyutan. Pemeriksa dapat menekan
tempat tersebut dengan ketentuan :
+ 1 = cekung sedikit yang cepat hilang.
+ 2 = cekung menghilang dalam waktu 10-15 detik.
+ 3 = cekung dalam yang menghilang dalam waktu 1-2 menit.
+ 4 = bebas cekungan hilang dalam waktu 5 menit atau lebih.

Auskultasi
Pada pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mendengar bunyi arteri.

D.    Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


1.      Nyeri akut b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner.
2.      Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen miokard
dengan kebutuhan tubuh.
3.      Kecemasan (uraikan tingkatannya) b/d ancaman/perubahan kesehatan-
status sosio-ekonomi; ancaman kematian.
4.      (Risiko tinggi) Penurunan curah jantung b/d perubahan frekuensi, irama
dan konduksi listrik jantung; penurunan preload/peningkatan tahanan
vaskuler sistemik; infark/diskinetik miokard, kerusakan struktuaral seperti
aneurisma ventrikel dan kerusakan septum.
5.      (Risiko tinggi) Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan/sumbatan
aliran darah koroner.
6.      (Risiko tinggi) Kelebihan volume cairan b/d penurunan perfusi ginjal;
peningkatan natrium/retensi air; peningkatan tekanan hidrostatik atau
penurunan protein plasma.
7.      Kurang pengetahuan (tentang kondisi dan kebutuhan terapi) b/d kurang
terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi tentang fungsi
jantung/implikasi penyakit jantung dan perubahan status kesehatan yang
akan datang.

E.     Intervensi Keperawatan


1.      Nyeri akut b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner.
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1.        Pantau nyeri (karakteristik, 1.        Nyeri adalah pengalaman
lokasi, intensitas, durasi), catat subyektif yang tampil dalam variasi
setiap respon verbal/non verbal, respon verbal non verbal yang juga
perubahan hemo-dinamik bersifat individual sehingga perlu
digambarkan secara rinci untuk
2.        Berikan lingkungan yang tenang menetukan intervensi yang tepat.
dan tunjukkan perhatian yang tulus 2.        Menurunkan rangsang eksternal
kepada klien. yang dapat memperburuk keadaan
3.        Bantu melakukan teknik nyeri yang terjadi.
relaksasi (napas dalam/perlahan, 3.        Membantu menurunkan persepsi-
distraksi, visualisasi, bimbingan respon nyeri dengan memanipulasi
imajinasi) adaptasi fisiologis tubuh terhadap
4.        Kolaborasi pemberian obat nyeri.
sesuai indikasi:
            Antiangina seperti nitogliserin
(Nitro-Bid, Nitrostat, Nitro-Dur)          Nitrat mengontrol nyeri melalui
efek vasodilatasi koroner yang
meningkatkan sirkulasi koroner dan
            Beta-Bloker seperti atenolol perfusi miokard.
(Tenormin), pindolol (Visken),          Agen yang dapat mengontrol
propanolol (Inderal) nyeri melalui efek hambatan rangsang
simpatis.(Kontra-indikasi: kontraksi
            Analgetik seperti morfin, miokard yang buruk)
meperidin (Demerol)          Morfin atau narkotik lain dapat
dipakai untuk menurunkan nyeri
hebat pada fase akut atau nyeri
berulang yang tak dapat dihilangkan
            Penyekat saluran kalsium dengan nitrogliserin.
seperti verapamil (Calan), diltiazem          Bekerja melalui efek vasodilatasi
(Prokardia). yang dapat meningkatkan sirkulasi
koroner dan kolateral, menurunkan
preload dan kebu-tuhan oksigen
miokard. Beberapa di antaranya
bekerja sebagai antiaritmia.

2.      Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen miokard


dengan kebutuhan tubuh.
Intervensi Keperawatan Rasional
1.        Pantau HR, irama, dan 1.      Menentukan respon klien
perubahan TD sebelum, terhadap aktivitas.
selama dan sesudah aktivitas
sesuai indikasi. 2.      Menurunkan kerja
2.        Tingkatkan istirahat, batasi miokard/konsumsi oksigen,
aktivitas menurunkan risiko komplikasi.
3.      Manuver Valsava seperti
menahan napas, menunduk,
3.        Anjurkan klien untuk batuk keras dan mengedan
menghindari peningkatan dapat mengakibatkan
tekanan abdominal. bradikardia, penurunan curah
jantung yang kemudian disusul
dengan takikardia dan
peningkatan tekanan darah.
4.      Keterlibatan dalam
pembicaraan panjang dapat
melelahkan klien tetapi
4.        Batasi pengunjung sesuai kunjungan orang penting dalam
dengan keadaan klinis klien. suasana tenang bersifat
terapeutik.
5.      Mencegah aktivitas
berlebihan; sesuai dengan
5.        Bantu aktivitas sesuai kemampuan kerja jantung.
dengan keadaan klien dan 6.      Menggalang kerjasama tim
jelaskan pola peningkatan kesehatan dalam proses
aktivitas bertahap. penyembuhan klien.
6.        Kolaborasi pelaksanaan
program rehabilitasi pasca
serangan IMA.

3.      Kecemasan (uraikan tingkatannya) b/d ancaman/perubahan kesehatan-


status sosio-ekonomi; ancaman kematian.
Intervensi Keperawatan Rasional
1.      Pantau respon verbal dan non 1.     Klien mungkin tidak
verbal yang menunjukkan menunjukkan keluhan secara
kecemasan klien langsung tetapi kecemasan dapat
dinilai dari perilaku verbal dan non
verbal yang dapat menunjukkan
adanya kegelisahan, kemarahan,
penolakan dan sebagainya.
2.     Respon klien terhadap situasi
2.      Dorong klien untuk IMA bervariasi, dapat berupa
mengekspresikan perasaan cemas/takut terhadap ancaman
marah, cemas/takut terhadap kematian, cemas terhadap ancaman
situasi krisis yang dialaminya. kehilangan pekerjaan, perubahan
peran sosial dan sebagainya.
3.     Informasi yang tepat tentang
3.      Orientasikan klien dan orang situasi yang dihadapi klien dapat
terdekat terhadap prosedur rutin menurunkan kecemasan/rasa asing
dan aktivitas yang diharapkan. terhadap lingkungan sekitar dan
membantu klien mengantisipasi
dan menerima situasi yang terjadi.
4.     Meningkatkan relaksasi dan
4.      Kolaborasi pemberian agen menurunkan kecemasan.
terapeutik anti cemas/sedativa
sesuai indikasi
(Diazepam/Valium,
Flurazepam/Dal-mane,
Lorazepam/Ativan).
4.      (Risiko tinggi) Penurunan curah jantung b/d perubahan frekuensi, irama
dan konduksi listrik jantung; penurunan preload/peningkatan tahanan
vaskuler sistemik; infark/diskinetik miokard, kerusakan struktuaral seperti
aneurisma ventrikel dan kerusakan septum.
Intervensi Keperawatan Rasional
1.       Pantau TD, HR dan DN, periksa 1.       Hipotensi dapat terjadi sebagai
dalam keadaan baring, duduk dan akibat dari disfungsi ventrikel,
berdiri (bila memungkinkan) hipoperfusi miokard dan rangsang
vagal. Sebaliknya, hipertensi juga
banyak terjadi yang mungkin
berhubungan dengan nyeri, cemas,
peningkatan katekolamin dan atau
masalah vaskuler sebelumnya.
Hipotensi ortostatik berhubungan
dengan komplikasi GJK.
Penurunanan curah jantung
ditunjukkan oleh denyut nadi yang
2.       Auskultasi adanya S3, S4 dan lemah dan HR yang meningkat.
adanya murmur. 2.       S3 dihubungkan dengan GJK,
regurgitasi mitral, peningkatan kerja
ventrikel kiri yang disertai infark
yang berat. S4 mungkin berhubungan
dengan iskemia miokardia, kekakuan
ventrikel dan hipertensi. Murmur
menunjukkan gangguan aliran darah
normal dalam jantung seperti pada
kelainan katup, kerusakan septum
3.       Auskultasi bunyi napas. atau vibrasi otot papilar.
3.       Krekels menunjukkan kongesti
paru yang mungkin terjadi karena
4.       Berikan makanan dalam porsi penurunan fungsi miokard.
kecil dan mudah dikunyah. 4.       Makan dalam volume yang besar
dapat meningkatkan kerja miokard
dan memicu rangsang vagal yang
5.       Kolaborasi pemberian oksigen mengakibatkan terjadinya
sesuai kebutuhan klien bradikardia.
5.       Meningkatkan suplai oksigen
6.       Pertahankan patensi IV- untuk kebutuhan miokard dan
lines/heparin-lok sesuai indikasi. menurunkan iskemia.
6.       Jalur IV yang paten penting untuk
7.       Bantu pemasangan/pertahankan pemberian obat darurat bila terjadi
paten-si pacu jantung bila disritmia atau nyeri dada berulang.
digunakan. 7.       Pacu jantung mungkin merupakan
tindakan dukungan sementara selama
fase akut atau mungkin diperlukan
secara permanen pada infark
luas/kerusakan sistem konduksi.

5.      (Risiko tinggi) Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan/sumbatan


aliran darah koroner.
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1.       Pantau perubahan 1.       Perfusi serebral sangat dipengaruhi
kesadaran/keadaan mental yang oleh curah jantung di samping kadar
tiba-tiba seperti bingung, letargi, elektrolit dan variasi asam basa,
gelisah, syok. hipoksia atau emboli sistemik.
2.       Penurunan curah jantung
2.       Pantau tanda-tanda sianosis, kulit menyebabkan vasokonstriksi sistemik
dingin/lembab dan catat kekuatan yang dibuktikan oleh penurunan
nadi perifer. perfusi perifer (kulit) dan penurunan
denyut nadi.
3.       Pantau fungsi pernapasan 3.       Kegagalan pompa jantung dapat
(frekuensi, kedalaman, kerja otot menimbulkan distres pernapasan. Di
aksesori, bunyi napas) samping itu dispnea tiba-tiba atau
berlanjut menunjukkan komplokasi
tromboemboli paru.
4.       Pantau fungsi gastrointestinal 4.       Penurunan sirkulasi ke mesentrium
(anorksia, penurunan bising usus, dapat menimbulkan disfungsi
mual-muntah, distensi abdomen gastrointestinal
dan konstipasi)
5.       Pantau asupan caiaran dan 5.       Asupan cairan yang tidak adekuat
haluaran urine, catat berat jenis. dapat menurunkan volume sirkulasi
yang berdampak negatif terhadap
perfusi dan fungsi ginjal dan organ
lainnya. BJ urine merupakan
indikator status hidrsi dan fungsi
6.       Kolaborasi pemeriksaan ginjal.
laboratorium (gas darah, BUN, 6.       Penting sebagai indikator
kretinin, elektrolit) perfusi/fungsi organ.
7.       Kolaborasi pemberian agen
terapeutik yang diperlukan:
-        Hepari / Natrium Warfarin          Heparin dosis rendah mungkin
(Couma-din) diberikan mungkin diberikan secara
profilaksis pada klien yang berisiko
tinggi seperti fibrilasi atrial,
kegemukan, anerisma ventrikel atau
riwayat tromboplebitis. Coumadin
merupakan antikoagulan jangka
-        Simetidin (Tagamet), Ranitidin panjang.
(Zantac), Antasida.          Menurunkan/menetralkan asam
lambung, mencegah
ketidaknyamanan akibat iritasi gaster
                       -    Trombolitik (t-PA, khususnya karena adanya penurunan
Streptokinase) sirkulasi mukosa.
         Pada infark luas atau IM baru,
trombolitik merupakan pilihan utama
(dalam 6 jam pertama serangan IMA)
untuk memecahkan bekuan dan
memperbaiki perfusi miokard.
6.      (Risiko tinggi) Kelebihan volume cairan b/d penurunan perfusi ginjal;
peningkatan natrium/retensi air; peningkatan tekanan hidrostatik atau
penurunan protein plasma.
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1.       Auskultasi bunyi napas terhadap 1.       Indikasi terjadinya edema paru
adanya krekels. sekunder akibat dekompensasi
2.       Pantau adanya DVJ dan edema jantung.
anasarka 2.       Dicurigai adanya GJK atau
3.       Hitung keseimbangan cairan dan kelebihan volume cairan
timbang berat badan setiap hari bila (overhidrasi)
tidak kontraindikasi. 3.       Penurunan curah jantung
mengakibatkan gangguan perfusi
ginjal, retensi natrium/air dan
penurunan haluaran urine.
Keseimbangan cairan positif yang
4.       Pertahankan asupan cairan total ditunjang gejala lain (peningkatan BB
2000 ml/24 jam dalam batas yang tiba-tiba) menunjukkan
toleransi kardiovaskuler. kelebihan volume cairan/gagal
5.       Kolaborasi pemberian diet jantung.
rendah natrium. 4.       Memenuhi kebutuhan cairan tubuh
6.       Kolaborasi pemberian diuretik orang dewasa tetapi tetap disesuaikan
sesuia indikasi (Furosemid/Lasix, dengan adanya dekompensasi
Hidralazin/ Apresoline, jantung.
Spironlakton/ Hidronolak- 5.       Natrium mengakibatkan retensi
ton/Aldactone) cairan sehingga harus dibatasi.
7.       Pantau kadar kalium sesuai 6.       Diuretik mungkin diperlukan untuk
indikasi. mengoreksi kelebihan volume cairan.

7.       Hipokalemia dapat terjadi pada


terapi diuretik yang juga
meningkatkan pengeluaran kalium.
7.      Kurang pengetahuan (tentang kondisi dan kebutuhan terapi) b/d kurang
terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi tentang fungsi
jantung/implikasi penyakit jantung dan perubahan status kesehatan yang
akan datang.
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1.       Kaji tingkat pengetahuan 1.       Proses pembelajaran sangat
klien/orang terdekat dan dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan
kemampuan/kesiapan belajar klien. mental klien.
2.       Berikan informasi dalam
berbagai variasi proses 2.       Meningkatkan penyerapan materi
pembelajaran. (Tanya jawab, leaflet pembelajaran.
instruksi ringkas, aktivitas
kelompok)
3.       Berikan penekanan penjelasan 3.       Memberikan informasi terlalu luas
tentang faktor risiko, pembatasan tidak lebih bermanfaat daripada
diet/aktivitas, obat dan gejala yang penjelasan ringkas dengan penekanan
memerlukan perhatian pada hal-hal penting yang signifikan
cepat/darurat. bagi kesehatan klien.
4.       Aktivitas ini sangat meningkatkan
4.       Peringatkan untuk menghindari beban kerja miokard dan
aktivitas isometrik, manuver meningkatkan kebutuhan oksigen
Valsava dan aktivitas yang serta dapat merugikan kontraktilitas
memerlukan tangan diposisikan di yang dapat memicu serangan ulang.
atas kepala. 5.       Meningkatkan aktivitas secara
bertahap meningkatkan kekuatan dan
5.       Jelaskan program peningkatan mencegah aktivitas yang berlebihan.
aktivitas bertahap (Contoh: duduk, Di samping itu juga dapat
berdiri, jalan, kerja ringan, kerja meningkatkan sirkulasi kolateral dan
sedang) memungkinkan kembalinya pola
hidup normal.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito.2000. Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.6.


Jakarta: EGC
Doenges at al.2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3. Jakarta: EGC
Price & Wilson.1995. Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4.
Jakarta: EGC
Soeparman & Waspadji.1990. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: BP FKUI

Anda mungkin juga menyukai