Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal

Volume 11 Nomor 3, Juli 2021


e-ISSN 2549-8134; p-ISSN 2089-0834
http://journal.stikeskendal.ac.id/index.php/PSKM

BERAT BADAN LAHIR RENDAH DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA


BATITA
Taruli Rohana Sinaga1, Sri Dearmaita Purba2*, Marthalena Simamora3, Jek Amidos Pardede3,
Carolina Dachi1
1
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan, Universitas Sari Mutiara
Indonesia, Jl. Kapten Muslim No.79, Helvetia Tengah, Kec. Medan Helvetia, Kota Medan, Sumatera Utara
20124, Indonesia
2
Program Studi Diploma Keperawatan, Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan, Universitas Sari Mutiara
Indonesia, Jl. Kapten Muslim No.79, Helvetia Tengah, Kec. Medan Helvetia, Kota Medan, Sumatera Utara
20124, Indonesia
3
Program Studi Profesi Ners, Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan, Universitas Sari Mutiara Indonesia, Jl.
Kapten Muslim No.79, Helvetia Tengah, Kec. Medan Helvetia, Kota Medan, Sumatera Utara 20124, Indonesia
*Psridearmaita@yahoo.com

ABSTRAK
Stunting atau gagal tumbuh merupakan kondisi kronis yang menggambarkan terlambatnya
pertumbuhan, dan berbadan pendek dibanding anak seusinya.. Kementerian Kesehatan menyatakan
kasus stunting pada balita masih menjadi ancaman dan masalah kesehatan yang perlu di tanggulangi.
Hal ini perlu mendapat perhatian khusus untuk mencegah stunting pada anak. Tujuan penelitian ini
untuk mengidentifikasikan berat badan lahir rendah dengan kejadian stunting pada batita. Penelitian
ini menggunakan metode deskriptif korelasi dengan desain retrospektif. Populasi penelitian ini adalah
ibu yang mempunyai batita dengan riwayat kelahiran berat badan lahir rendah yang berjumlah 35
orang dengan tehnik total sampling dan jumlah sampel sebanyak 35 orang. Instrumen yang digunakan
pada penelitian ini adalah dengan metode wawancara/ observasi dengan alat pengukuran tinggi badan
anak atau Z-score. Analisis data menggunakan uji spearmen rank. Hasil penelitian diperoleh p-value
0,891 sehingga dapat disimpulkan tidak ada hubungan antara berat badan lahir rendah berat badan
lahir rendah dengan kejadian stunting pada batita.

Kata kunci: batita; berat badan lahir rendah; stunting

LOW BIRTH WEIGHT WITH STUNTING INCIDENCE IN TODDLERS

ABSTRACT
Stunting or failure to thrive is a chronic condition that describes delayed growth and short stature
compared to children of the same age. The Ministry of Health stated that stunting in toddlers is still a
threat and a health problem that needs to be addressed. This needs special attention to prevent
stunting in children. The purpose of this study was to identify low birth weight with the incidence of
stunting in toddlers. This study uses a descriptive correlation method with a retrospective design. The
population of this research is mothers who have toddlers with a history of low birth weight births,
totaling 35 people with a total sampling technique and a total sample of 35 people. The instrument
used in this study was the interview/observation method with a child's height measurement tool or Z-
score. Data analysis using spearmen rank test. The results of the study obtained a p-value of 0.891 so
that it can be concluded that there is no relationship between low birth weight and low birth weight
with stunting in toddlers.

Keywords: low birth weight; toddler; stunting

PENDAHULUAN
Stunting atau gagal tumbuh merupakan suatu keadaan dimana tinggi tubuh seseorang lebih
kerdil dibanding tinggi pada umumnya di seusianya. Pertumbuhan yang terlambat seperti

493
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 11 No 3, Hal 493 - 500, Juli 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

pubertas, gigi terlambat, dan wajah tampak muda dari usianya mempunyai dampak buruk
yang dapat timbulkan oleh stunting dengan termin pendek yaitu terhambatnya perkembangan
otak, kecerdasan, terhambat pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme dalam tubuh.
Sedangkan akibat buruk dalam termin panjang yang dapat ditimbulkan adalah menurunnya
imunitas tubuh yang berdampak pada resiko tinggi terserang penyakit, dan menurunnya
kemampuan kognitif yang berd ampak pada prestasi belajar (Kemenkes RI, 2018).

Prevalensi stunting seluruh dunia di perkirakan 171 juta dan 167 juta anak (98%) hidup di
Negara yang berkembang. United Nations Children’s Fund di tahun 2011 menyatakan bahwa
1 banding 4 balita mengalami stunting, dengan adanya kejadian tersebut, maka diperkirakan
pada tahun 2025 akan terjadi stunting sekitar 127 juta anak umur 5 tahun kebawah jikalau
mode sekarang terus menerus berlanjut (Fikawati et al., 2015). Di Dunia kejadian stunting
terbesar berasal dari Asia yaitu sekitar 55%, dan sepertiganya berasal dari Afrika yaitu 39%.
Di Asia Tenggara/ South-East Asia Regional (SEAR) Negara Indonesia menduduki peringkat
ketiga yaitu 36.4%, setelah India urutan kedua 38.4%, dan Timor Leste 50.2% sedangkan
presentasi kematian akibat BBLR tertinggi, Indonesia menduduki peringkat ke 70 yaitu
10,69% (Kemenkes RI, 2018).

Di Indonesia prevalensi stunting cenderung statis, dari survey PSG didapatkan bahwa pada
Tahun 2015 sebesar 29%, tahun 2016 mengalami penurunan 1,5% menjadi 27,5%, sedangkan
pada tahun 2017 prevalensi stunting mengalami pertambahan menjadi 29.6%, dan hasil data
stunting kembali lagi mengalami kenaikan menjadi 30.8%. (Kemenkes RI, 2017). Tingginya
kasus BBLR diduga menjadi pemicu kejadian stunting di Indonesia, artinya kasus stunting
pada balita masih menjadi ancaman dan masalah kesehatan yang perlu di waspadai. Provinsi
Sumatera utara merupakan Provinsi dengan jumlah stunting yang tinggi, dimana masih
banyak balita yang mengalami berat bayi lahir rendah secara Nasional prevalensinya yaitu
14.1%, dan prevalensi di Sumatera utara 42.5%, angka kejadian ini melebihi prevalensi
stunting nasional 37.2%. Batas Angka stunting di Sumatera non public health yang di
tetapkan oleh (World Health Organization) WHO 2005 adalah 20%, sedangkan pada saat ini
prevalensi balita stunting masih di atas 20%. Artinya Sumatera Utara masih perlu
memperhatikan kejadian stunting (Dinas Kesehatan Provsu, 2017).

Pemerintah Indonesia melakukan intervensi prioritas stunting di 100 Kabupaten/Kota, salah


satu sasaran prioritasnya adalah Provinsi Sumatera yang tersebar di 4 Kabupaten/Kota,
dengan prevalensi tertinggi stunting yaitu Kabupaten Langkat sebesar 54.961 jiwa, disusul
oleh Padang Lawas, Kabupaten Nias Utara dan Kota Gunung Sitoli. Kabupaten Langkat itu
sendiri menetapkan 10 Desa Prioritas untuk penanganan stunting, salah satunya adalah Desa
Perlis (TNP2K, 2017).

Survey pendahuluan yang telah di lakukan di Desa Perlis Tahun 2019, diperoleh data stunting
sejumlah 364 anak. Hasil pemeriksaan balita yang pendek sejumlah 60 orang dan balita yang
sangat pendek sejumlah 55 orang. Total anak yang stunting sebanyak 115 orang dan di ukur
31.6%. Berdasarkan hasil survey yang telah di lakukan oleh peneliti balita yang mengalami
BBLR sejumlah 280 orang balita Faktor resiko yang berhubungan dengan stunting pada anak
salah satunya adalah riwayat berat badan lahir rendah. Bayi yang lahir dengan berat badan
yang kurang akan lebih lambat bertumbuh dan berkembang karena sejak dikandungan telah
mengalami gangguan pertumbuhan intra uterin dan terus berlanjut ke usia berikutnya setelah
dilahirkan dibandingkan bayi yang lahir normal, dan akan sering tidak tercapai mengikuti
tahap pertumbuhan yang seyogyanya dicapai pada usianya setelah lahir (Rahmadi, 2016).

494
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 11 No 3, Hal 493 - 500, Juli 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Supriyanto et al., 2017) mengatakan bahwa
BBLR merupakan faktor resiko penyebab stunting, artinya bayi yang berat badan lahir rendah
berpeluang 6 kali lebih kuat untuk mengalami stunting disandingkan bayi yang berat badan
lahir normal. Penelitian yang dilakukan oleh (Rahmadi, 2016) juga mendukung bahwa berat
badan lahir rendah memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian stunting. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dengan Kejadian Stunting
Pada Balita Di Desa Perlis, Kabupaten Langkat.

METODE
Jenis penelitian ini menggunakan dekskriptif korelasi, dengan desain retrospektif yang
bertujuan untuk mengetahui berat badan lahir rendah (BBLR) dengan kejadian stunting.
Populasi penelitian adalah ibu yang memiliki batita dan mengalami BBLR, dan sampel pada
penelitian ini diambil dengan cara total sampling yaitu semua anggota populasi di sajikan
sebagai sampel penelitian sebanyak 35 orang. Lokasi penelitian dilakukan di Desa Perlis,
Puskesmas Tangkahan Durian, Kecamatan Brandan Barat Kabupaten Langkat 2019.
Instrumen penelitian yang digunakan adalah dengan metode wawancara/ observasi dengan
alat pengukuran tinggi badan anak (Z-score). Pengolahan data dilakukan mulai dari editing,
coding, entri, dan tabulating. Data dianalisa dengan menggunakan uji spearmen rank.

HASIL
Tabel 1
Karakteristik Responden (n=35)
Karakteristik responden f %
Usia
2 tahun 6 17,2
3 tahun 29 82,9
Jenis Kelamin
Laki-laki 20 57,1
Perempuan 15 42,9
Pendidikan
SD 27 75.0
SMP 6 16.7
SMA 2 5.7
SARJANA 0 0

Tabel 1 memperlihatkan bahwa mayoritas usia anak adalah 3 tahun sebanyak 82,9%, jenis
kelamin anak mayoritas adalah laki-laki sebanyak 57,1%, dan pendidikan terakhir orang tua
anak mayoritas adalah pendidikan SD sebanyak 75.0%.

Tabel 2
Berat Badan Lahir Rendah
Berat badan lahir f %
1500-2500 30 85,7
1000-1500 5 14,3
<1000 0 0

Tabel 2 memperlihatkan bahwa mayoritas berat badan lahir pasien adalah BBLR 1500-2500
sebanyak 85,7%.

495
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 11 No 3, Hal 493 - 500, Juli 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Tabel 3.
Kejadian Stunting pada Batita (n=35)
Kejadian stunting f %
Stunting <-2 SD 22 62,9
Tidak Stunting > - 2 SD 13 37,1

Tabel 3 memperlihatkan bahwa mayoritas kejadian stunting adalah Stunting <-2 SD sebanyak
88,6%.

Tabel 4.
Hubungan BBLR dengan Kejadian Stunting pada Batita (n=35)
Kejadian stunting
BBLR Tidak stunting Total P value
Stunting <- 2 SD
> - 2 SD
f % f % f %
BBLR 30 85,7 0,891
19 54,3 11 31,4
1500-2500
BBLSR 5 14,3
3 8,6 2 5,7
1000-1500

Tabel 4 memperlihatkan bahwa berat badan lahir responden dengan 1500-2500 sebanyak
85,7% yang diantaranya mengalami stunting sebanyak 54,3% dan yang tidak stunting >-2 SD
adalah 31,4%. Sedangkan berat badan lahir rendah responden dengan kategori BBLRS 1000-
1500 sebanyak 14,3%, yang diantaranya mengalami stunting <-2 SD sebanyak 8,6% dan tidak
mengalami stunting >-2SD sebanyak 2 orang 5,7%. Berdasarkan uji statistic spearman rank
diperoleh hasil p value = 0,891 (p>0,05) yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan
antara BBLR dengan kejadian stunting pada batita.

PEMBAHASAN
Berat Badan lahir Rendah
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh berat badan lahir rendah adalah 1500 – 2500 gram
sebanyak 30 batita (85,7%) dan berat badan lahir sangat rendah 1000-1500 gram sebanyak 5
batita (14.3%). Hasil observasi didapat bahwa berat badan lahir batita terbanyak adalah 2500
gram sebanyak 8 orang batita. Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian (Supriyanto et al.,
2017) dimana diperoleh mayoritas berat badan lahir adalah rendah sebanyak 85 orang (45%)
dan berat badan lahir normal sebanyak 105 orang (55%). Penelitian lainnya yang dilakukan
oleh (Winowatan et al., 2017) terdapat sebanyak 86,6% batita memiliki berat badan < 2500
gram.

Berat bayi lahir rendah dipengaruhi oleh beberapa faktor ibu seperti : riwayat ekonomi, umur
ibu, riwayat gizi dan paritas, riwayat kehamilan buruk seperti : pernah melakukan aborsi,
asuhan antenatal care yang buruk , asupan makanan yang tidak memadai, sanitasi tempat
tinggal yang buruk, dan kurangnya perawatan selama kehamilan sehingga dapat
mempengaruhi bayi oleh setiap ibu (Hartiningrum & Fitriyah, 2018).

BBLR tidak hanya menggambarkan kondisi kesehatan dan gizi, akan tetapi juga menunjukkan
tingkat kelangsungan hidup, dan progress psikososialnya. Impact dari bayi yang mempunyai
berat badan lahir rendah akan terjadi dari generasi kegenerasi. Anak dengan BBLR memiliki
ukuran antropometri yang kurang pada perkembangannya, selain itu berat badan lahir pada

496
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 11 No 3, Hal 493 - 500, Juli 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

umumnya sangat terkait dengan kematian janin, neonatal dan paska neonatal. morbiditas bayi
dan anak tumbuh kembang jangka panjang (Rahayu et al., 2015). Pada penelitian ini, penulis
berasumsi bahwa berat badan lahir rendah memiliki konsekuensi masa depan anak, yang
berakibat pada kegagalan pertumbuhan dan perkembangan batita. Oleh karena itu untuk
mencegah hal tersebut perlu meminimalkan berbagai faktor risiko seperti melakukan kejar
tumbuh anak agar pertumbuhan dan perkembangan anak baik atau normal.

Kejadian Stunting
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kejadian stunting adalah sebanyak 31 orang (88,6%),
sedangkan yang tidak mengalami stunting sebanyak 4 orang (11.4%). Hal ini diketahui dari
hasil pengukuran berat badan dan tinggi badan anak, dimana rata-rata tinggi badan anak saat
ini adalah 81 cm dan rata-rata berat bedan anak saat ini adalah 8,2 kg. Hasil penelitian ini
selaras dengan penelitian (I’in, 2018) memperlihatkan bahwa kejadian stunting disebabkan
oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu lama akibat makanan tidak sesuai dengan
kebutuhan gizi yang diberikan pada bayi.

Stunting merupakan kondisi kronis yang menggambarkan terhambatnya pertumbuhan karena


malnutrisi jangka panjang dan manifestasi akibat lebih lanjut dari tingginya berat badan lahir
rendah dan kurang gizi selama balita dan tidak ada pertumbuhan yang sempurna (catch-up
growth) pada masa berikutnya. stunting didasarkan indeks panjang badan menurut umur atau
tinggi badan menurut umur di bandingkan dengan standar baku WHO-MGRS (multicentre
growth reference study) dengan batas (z-score) kurang dari <-2 SD (Sari et al., 2017).

Dari hasil penelitian uji statistic yang dilakukan dengan menggunakan uji spearmen rank di
dapatkan p value = 0,891 (p>0,05), artinya tidak ada hubungan antara berat badan lahir
rendah dengan kejadian stunting pada balita di Desa Perlis. Stunting merupakan status gizi
yang didasarkan pada indeks tinggi badan menurut umur sehingga berat badan tidak secara
langsung berhubungan dengan indeks stunting, meskipun demikian menurut (Wiyogowati,
2012) mengatakan bahwa bayi BBLR akan berakibat tinggi pada angka penyakit, dan
kematian.

Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh (Rahmadi, 2016) yang
berjudul tentang hubungan berat badan dan panjang lahir dengan kejadian stunting anak 12-59
di Provinsi Lampung, menyebutkan bahwa tidak ada hubungan antara berat badan lahir
rendah dengan kejadian stunting dengan hasil nilai p velue = 0,966 (p>0,05). Sedangkan
penelitian yang dilakukan oleh (Sundari et al., 2018) berbanding terbalik yang menunjukkan
bahwa ada hubungan yang signifikan antara BBLR dengan kejadian stunting.

BBLR bukanlah satu-satunya faktor penyebab stunting, menurut (Setiawan et al., 2018),
selain BBLR faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya stunting adalah kecukupan
dalam pemberian asi eksklusif, pendapatan ekonomi keluarga, pengetahuan ibu tentang gizi.
Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh (Zahriany, 2017) banyak ditemukan pada
keluarga berpenghasilan rendah, serta dipengaruhi oleh riwayat infeksi dan pemberian air
susu ibu ekslusif.

(Notoatmodjo, 2012) mengatakan bahwa tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi


pengetahuan ibu balita. semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi juga
informasi dan pengetahuan yang diserap. Seorang ibu yang memiliki pengetahuan yang baik
maka akan mempunyai tindakan yang bagus, begitupun sebaliknya. Dalam penelitian (Ni’mah
& Muniroh, 2015) ibu yang memiliki tingkat pendidikan rendah merupakan penyebab dasar

497
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 11 No 3, Hal 493 - 500, Juli 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

dari masalah kurang gizi pada anak, dan dipengaruhi oleh faktor lain seperti wasting ibu. Pada
dasarnya, pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
ibu dalam memenuhi kecukupan gizi anak.

Pada tabel 2 menunjukkan bahwa pendidikan terakhir ibu balita adalah SD sebanyak 75%.
Hal tersebut menunjukkan bahwa pengetahuan ibu dan kemampuan ibu dalam menyerap
informasi mengenai kesehatan anak kurang, termasuk dalam pengetahuan gizi anak untuk
mencegah stunting. Pengetahuan ibu tentang gizi merupakan salah satu dasar dan faktor
penting dalam proses tumbuh kembang anak sebagai konsumen pasif pada masa balita.
Penelitian ini sejalan dengan (Setiawan et al., 2018) bahwa tingkat pengetahuan ibu
mempengaruhi kejadian stunting pada anak dengan p value = 0,012 (p<0,05). Tingkat
pengetahuan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan seseorang termasuk dalam mengetahui
status gizi anak.

Berdasarkan penelitian tersebut, peneliti mengansumsikan bahwa kejadian stunting tidak


sepenuhnya dipengaruhi oleh berat badan lahir rendah, hal ini dikarenakan banyaknya faktor
lain yang mendukung dan mempengaruhi kejadian stunting. Akan tetapi, berat badan lahir
rendah harus diatasi secara cepat dan perlu diprioritaskan dengan meningkatkan status gizi
balita agar tumbuh secara normal. Seyogyanya stunting harus mendapat perhatian khusus
karena akan menjadi penentu kualitas sumber daya manusia baik itu dari tingkat pertumbuhan
fisik, kecerdasan/ perkembangan mental, status kesehatan dan produktivitas di masa depan.

SIMPULAN
Tidak ada hubungan berat badan lahir rendah dengan kejadian stunting di Desa Perlis,
Tangkahan Durian, Kecamatan Brandan Barat, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

DAFTAR PUSTAKA
Dinas Kesehatan Provsu. (2017). Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. Dinas
Kesehatan Provsu.
Fikawati, S., Syafiq, A., & Karima, K. (2015). Gizi Ibu dan Bayi. Jakarta PT. Raja Grafindo
Persada.
Hartiningrum, I., & Fitriyah, N. (2018). Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Provinsi Jawa
Timur tahun 2012-2016). Jurnal Biomedika Dan Kependudukan, 7(2).
I’in, E. (2018). Hubungan Berat Badan Lahir Rendah (Bblr) Dengan Kejadian Stunting Pada
Anak Usia 1-5 Tahun Di Desa Ketandan Kecamatan Dagangan Kabupaten Madiun
[STIKES Bhakti Husada Mulia]. http://repository.stikes-bhm.ac.id/id/eprint/120
Kemenkes RI. (2017). Buku Saku Pemantauan Status Gizi. Hasil Pemantauan Status Gizi
(PSG) 2016. https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-
media/20170203/0319612/inilah-hasil-pemantauan-status-gizi-psg-2016/
Kemenkes RI. (2018). Buletin Stunting (I). Pusat Data dan Informasi Kesehatan.
Ni’mah, C., & Muniroh, L. (2015). Hubungan Tingkat Pendidikan, Tingkat Pengetahuan Dan
Pola Asuh Ibu Dengan Wasting Dan Stunting Pada Balita Keluarga Miskin. Jurnal
Media Gizi Indonesia, 10(1).
Notoatmodjo, S. (2012). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. PT. Rineka Cipta.

498
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 11 No 3, Hal 493 - 500, Juli 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Rahayu, A., Sari, F. Y., Putri, A. O., & Rahman, F. (2015). Riwayat Berat Badan Lahir
dengan Kejadian Stunting pada Anak Usia Bawah Dua Tahun. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Nasional, 10(2).
Rahmadi, A. (2016). Hubungan Berat Badan Dan Panjang Badan Lahir Dengan Kejadian
Stunting Anak 1-5 Tahun di Provinsi Lampung. Jurnal Keperawatan, XII(2).
Sari, E. M., Soimah, N., & Andisetyana, H. (2017). Hubungan Riwayat Bblr Dengan
Kejadian Stunting Pada Anak Usia 7-12 Bulan Di Desa Selomartani Wilayah Kerja
Puskesmas Kalasan. http://lib.unisayogya.ac.id/
Setiawan, E., Machmud, R., & Masrul. (2018). Faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian stunting pada Anak usia 24-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas
Kecamatan Padang Timur Kota Padang Tahun 2018. Jurnal Kesehatan Andalas, 7(2).
Sundari, Murdaningsih, R., & Puspowati, S. D. (2018). Hubungan Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR) dan Perilaku Pemberian Asi Eksklusif dengan Kejadian Stunting Baduta di
Puskesmas Sangkrah Kota Surakarta [Universitas Muhammadiyah Surakarta]. In
Electronic Theses dan Dissertations. http://eprints.ums.ac.id/65255/
Supriyanto, Y., Paramashanti, B. A., & Astiti, D. (2017). Berat Badan Lahir Rendah Dengan
Kejadian Stunting Pada Anak Usia 6-23 Bulan. Jurnal Gizi Dan Dietetik Indonesia,
5(1).
TNP2K. (2017). 100 Kabupaten/Kota Prioritas Untuk Intervensi Anak Kerdil (Stunting). Tim
Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. Unit Komunikasi.
Winowatan, G., Malonda, N. S. H., & Punuh, M. I. (2017). Hubungan Antara Berat Badan
Lahir Anak Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Batita Di Wilayah Kerja Puskesmas
Sonder Kabupaten Minahasa. E-Journal Unsrat Kesmas, 6(3).
Wiyogowati, C. (2012). Kejadian pada Anak Berumur dibawah 5 Tahun di Provinsi Papua
Barat.
Zahriany, A. I. (2017). Pengaruh Bblr Terhadap Kejadian Stunting Pada Anak Usia 12-60
Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Langkat Tahun 2017. Jurnal Riset Hesti
Medan, 2(2). https://doi.org/https://doi.org/10.34008/jurhesti.v2i2.79

499
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 11 No 3, Hal 493 - 500, Juli 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

500

Anda mungkin juga menyukai