BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pancasila
2.1.1. Dasar Pancasila
Pancasila sebagai dasar filsafat negara serta filsafat hidup bangsa
Indonesia, pada hakekatnya merupakan suatu nilai dasar yang bersifat
fundamental, sistematis, dan holistik. Sila per sila yang tersusun adalah
satu kesatuan yang bulat, utuh, dan hirarkis, sehingga dapat diartikan
sebagai suatu sistem filsafat.
Didasar pemikiran filosofis yang terkandung dalam setiap sila
bahwa Pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara mengandung arti dalam
setiap aspek kehidupan kebangsaan, kemasyarakatan, dan kenegaraan yang
berdasarkan kepada nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan,
Kerakyatan, dan Keadilan.
2.1.2. Pengertian Pancasila
Berdasarkan pengertian arti kata filsafat dalam Bahasa Indonesia,
berasal dari Bahasa Yunani yakni “Philosophia” terdiri dari kata Philein
yang artinya Cinta dan Sophos artinya Hikmah atau Kebijaksanaan. Secara
harafiah filsafat mengandung arti cinta kebijaksanaan, yang mana cinta
diartikan sebagai hasrat yang besar atau bersungguh-sungguh, dan
kebijaksanaan diartikan sebagai kebenaran sejati atau kebenaran yang
sesungguhnya.
Secara etimologi, kata Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta atau
India yang berasal dari bahasa kasta Brahmana, yaitu “panca” yang berarti
lima dan “sila” yang berarti dasar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
Pancasila adalah lima dasar yang digunakan sebagai landasan dari
keputusan bangsa, ideologi tetap bangsa, serta mencerminkan kepribadian
bangsa.
2.1.3. Filsafat Pancasila
Secara umum filsafat Pancasila didefinisikan sebagai hasil berfikir
atau sebuah pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang
4
5
dianggap, dipercaya, dan diyakini sebagai suatu norma dan nilai yang adil,
benar, baik, bijaksana, dan paling adaptif dengan kondisi bangsa ini.
Apabila dikategorikan dari sisi religiusitas, maka filsafat Pancasila
dapat digolongkan sebagai salah satu filsafat religius. Hal ini dikarenakan
didalam Pancasila, mengandung perihal aspek kebijaksanaan dan
kebenaran mutlak yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa. Dan apabila
diklasifikasikan dari sisi teroritas dan praktisis, filsafat Pancasila termasuk
kedalam aspek praktis lantaran apabila digali lebih dalam, selain dari
memiliki pemikiran sedalam-dalamnya dan bertujuan mencari sebuah
kebenaran dan kebijaksanaan, Pancaila juga dapat dijadikan sebagai
pedoman hidup sehari-hari guna menciptakan pondasi kehidupan yang
bahagia baik lahir maupun batin.
2.1.4. Filosofi Pancasila
Menelaah sisi filosofis Pancasila dari kacamata beberapa tokoh
nasional, menurut Presiden Pertama Indonesia, Soekarno, filsafat Pancasila
yang dikembangkannya sejak tahun 1955 hingga 1965, filsafat Pancasila
diartikan sebagai pondasi yang dibuat secara mandiri oleh bangsa
Indonesia lantaran poin per poin yang membentuk Pancasila, diambil dari
budaya dan tradisi-tradisi luhur bangsa Indonesia yang lahir dari hasil
akulturasi dan asimilasi budaya India (Hindu - Budha), Barat (Kristen), dan
Timur Tengah/Arab (Islam). Salah sat poin khas yang lahir dan berasal dari
tanah nusantara adalah konsep keadilan sosial yang terinspirasi dari konsep
ratu adil.
Berbeda dengan Presiden Soekarno, Mantan Presiden Kedua
Republik Indonesia yakni Seoharto, filsafat Pancasila dalam butir per butir
digiring menjadi Indonesia dan mengganti cara perspektifnya dalam
budaya Indonesia sehingga menghasilkan sebuah aliran yang disebut
dengan Pancasila Truly Indonesia.
Pancasila yang terdiri dari lima sila, pada hakekatnya merupakan
sistem filsafat yang memiliki fungsi nyata bagi keberlangsungan negara
ini, seperti filsafat Pancasila sebagai pandangan hidup Bangsa Indonesia.
Bagi sebuah bangsa yang ingin berdiri kokoh dan mengetahui dengan jelas
6
arah serta tujuan yang ingin dicapainya, sangat mungkin memerlukan nilai-
nilai luhur yang dijunjung sebagai pandangan/filsafat hidup. Misalnya saja
dalam adat pergaulan hidup yang terkandung konsep dasar mengenai
kehidupan yang dicita-citakan oleh suatu bangsa, terkandung pikiran-
pikiran yang terdalam dan gagasan suatu bangsa mengenai wujud
kehidupan yang dianggap baik.
Selanjutnya, filsafat Pancasila sebagai Dasar Negara Republik
Indonesia, dalam hal ini Pancasila diartikan sebagai sebuah dasar nilai serta
norma untuk mengatur sistem pemerintahan atau penyelenggaraan negara
Indonesia. Pancasila juga dapat diartikan sebagai sebuah sumber dari
segala sumber hukum, yang mana kaidah hukum negara ini secara
konstitiusional mengatur negara dan rakyat-rakyatnya, Pancasila
meruapkan pedoman untuk menjalankan hal tersebut.
Selain kedua aspek diatas, filosofis Pancasila juga diartikan
sebagai Jiwa dan Kepribadian Bangsa Indonesia. Hal ini dimaksudkan
sebagai aspek pencerminan dari garis pertumbuhan dan perkembangan
bangsa Indonesia yang akan membedakan eksistensi Indonesia dengan
negara lain. Meskipun demikian, kepribadian bangsa Indonesia tetap
berakar dari kepribadian individual dalam masyarakat yang Pancasilais,
serta gagasan-gagasan besar yang tumbuh dan sejalan dengan filsafat
Pancasila.
2.1.5. Rumusan pancasila
Selain Muh Yamin dan Soepomo, beberapa anggota BPUPKI
juga menyampaikan usul dasar negara, di antaranya adalah Ir Sukarno.
Usul ini disampaikan pada 1 Juni 1945 yang kemudian dikenal sebagai hari
lahir Pancasila.Namun masyarakat bangsa indonesia ada yang tidak setuju
mengenai pancasila yaitu Ketuhanan, dengan menjalankan syari'at Islam
bagi pemeluk-pemeluknya.Lalu diganti bunyinya menjadi Ketuhanan Yg
Maha Esa. Usul Sukarno sebenarnya tidak hanya satu melainkan tiga buah
usulan calon dasar negara yaitu lima prinsip, tiga prinsip, dan satu prinsip.
Sukarno pula-lah yang mengemukakan dan menggunakan istilah
“Pancasila” (secara harfiah berarti lima dasar) pada rumusannya ini atas
7
Rumusan Pidato
Baik dalam kerangka uraian pidato maupun dalam presentasi
lisan Muh Yamin mengemukakan lima calon dasar negara yaitu:
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri ke-Tuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat
Rumusan
Selain usulan lisan Muh Yamin tercatat menyampaikan usulan tertulis
mengenai rancangan dasar negara. Usulan tertulis yang disampaikan
kepada BPUPKI oleh Muh Yamin berbeda dengan rumusan kata-kata
dan sistematikanya dengan yang dipresentasikan secara lisan.
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kebangsaan Persatuan Indonesia
3. Rasa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
UUD 1945, Buku Yamin ini menjadi sangat strategis karena Yamin
tidak mengembalikan salinan notulensi yang ia pinjam dari A.K.
Pringgodigdo. Sampai pertengahan 1990an, buku Yamin menjadi satu-
satunya acuan. Dari sinilah muncul polemik Hari Lahir Pancasila.
Nugroho Notosusanto, sejarawan pendiri Pusat Sejarah ABRI,
menerbitkan buku Naskah Proklamasi yang Otentik dan Rumusan
Pancasila yang Otentik di tahun 1978. Dari tiga jilid buku Yamin itulah
Nugroho menyusun argumentasinya. Ia membantah Sukarno sebagai
penemu Pancasila. Argumentasi inilah yang dibantah para pendiri
bangsa, dengan Muhammadh Hatta sebagai pembantah terkerasnya.
Pada tahun 2004, sejarawan AB Kusuma menuliskan buku
setebal 671 halaman berjudul Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945
yang di antaranya berusaha meluruskan kembali kontroversi ini.
Rumusan IV: Piagam Jakarta
Usulan-usulan blue print Negara Indonesia telah dikemukakan
anggota-anggota BPUPKI pada sesi pertama yang berakhir tanggal 1
Juni 1945. Selama reses antara 2 Juni – 9 Juli 1945, 9 orang anggota
BPUPKI ditunjuk sebagai panitia kecil yang bertugas untuk
menampung dan menyelaraskan usul-usul anggota BPUPKI yang telah
masuk. Pada 22 Juni 1945 panitia kecil tersebut mengadakan pertemuan
dengan 38 anggota BPUPKI dalam rapat informal. Rapat tersebut
memutuskan membentuk suatu panitia kecil berbeda (kemudian dikenal
dengan sebutan "Panitia Sembilan") yang bertugas untuk
menyelaraskan mengenai hubungan Negara dan Agama.
Dalam menentukan hubungan negara dan agama anggota
BPUPKI terbelah antara golongan Islam yang menghendaki bentuk
teokrasi Islam dengan golongan Kebangsaan yang menghendaki bentuk
negara sekuler di mana negara sama sekali tidak diperbolehkan bergerak
di bidang agama. Persetujuan di antara dua golongan yang dilakukan
oleh Panitia Sembilan tercantum dalam sebuah dokumen “Rancangan
Pembukaan Hukum Dasar”. Dokumen ini pula yang disebut Piagam
Jakarta (Jakarta Charter) oleh Mr. Muh Yamin. Adapun rumusan
10