Anda di halaman 1dari 16

4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pancasila
2.1.1. Dasar Pancasila
Pancasila sebagai dasar filsafat negara serta filsafat hidup bangsa
Indonesia, pada hakekatnya merupakan suatu nilai dasar yang bersifat
fundamental, sistematis, dan holistik. Sila per sila yang tersusun adalah
satu kesatuan yang bulat, utuh, dan hirarkis, sehingga dapat diartikan
sebagai suatu sistem filsafat.
Didasar pemikiran filosofis yang terkandung dalam setiap sila
bahwa Pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara mengandung arti dalam
setiap aspek kehidupan kebangsaan, kemasyarakatan, dan kenegaraan yang
berdasarkan kepada nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan,
Kerakyatan, dan Keadilan.
2.1.2. Pengertian Pancasila
Berdasarkan pengertian arti kata filsafat dalam Bahasa Indonesia,
berasal dari Bahasa Yunani yakni “Philosophia” terdiri dari kata Philein
yang artinya Cinta dan Sophos artinya Hikmah atau Kebijaksanaan. Secara
harafiah filsafat mengandung arti cinta kebijaksanaan, yang mana cinta
diartikan sebagai hasrat yang besar atau bersungguh-sungguh, dan
kebijaksanaan diartikan sebagai kebenaran sejati atau kebenaran yang
sesungguhnya.
Secara etimologi, kata Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta atau
India yang berasal dari bahasa kasta Brahmana, yaitu “panca” yang berarti
lima dan “sila” yang berarti dasar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
Pancasila adalah lima dasar yang digunakan sebagai landasan dari
keputusan bangsa, ideologi tetap bangsa, serta mencerminkan kepribadian
bangsa.
2.1.3. Filsafat Pancasila
Secara umum filsafat Pancasila didefinisikan sebagai hasil berfikir
atau sebuah pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang

4
5

dianggap, dipercaya, dan diyakini sebagai suatu norma dan nilai yang adil,
benar, baik, bijaksana, dan paling adaptif dengan kondisi bangsa ini.
Apabila dikategorikan dari sisi religiusitas, maka filsafat Pancasila
dapat digolongkan sebagai salah satu filsafat religius. Hal ini dikarenakan
didalam Pancasila, mengandung perihal aspek kebijaksanaan dan
kebenaran mutlak yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa. Dan apabila
diklasifikasikan dari sisi teroritas dan praktisis, filsafat Pancasila termasuk
kedalam aspek praktis lantaran apabila digali lebih dalam, selain dari
memiliki pemikiran sedalam-dalamnya dan bertujuan mencari sebuah
kebenaran dan kebijaksanaan, Pancaila juga dapat dijadikan sebagai
pedoman hidup sehari-hari guna menciptakan pondasi kehidupan yang
bahagia baik lahir maupun batin.
2.1.4. Filosofi Pancasila
Menelaah sisi filosofis Pancasila dari kacamata beberapa tokoh
nasional, menurut Presiden Pertama Indonesia, Soekarno, filsafat Pancasila
yang dikembangkannya sejak tahun 1955 hingga 1965, filsafat Pancasila
diartikan sebagai pondasi yang dibuat secara mandiri oleh bangsa
Indonesia lantaran poin per poin yang membentuk Pancasila, diambil dari
budaya dan tradisi-tradisi luhur bangsa Indonesia yang lahir dari hasil
akulturasi dan asimilasi budaya India (Hindu - Budha), Barat (Kristen), dan
Timur Tengah/Arab (Islam). Salah sat poin khas yang lahir dan berasal dari
tanah nusantara adalah konsep keadilan sosial yang terinspirasi dari konsep
ratu adil.
Berbeda dengan Presiden Soekarno, Mantan Presiden Kedua
Republik Indonesia yakni Seoharto, filsafat Pancasila dalam butir per butir
digiring menjadi Indonesia dan mengganti cara perspektifnya dalam
budaya Indonesia sehingga menghasilkan sebuah aliran yang disebut
dengan Pancasila Truly Indonesia.
Pancasila yang terdiri dari lima sila, pada hakekatnya merupakan
sistem filsafat yang memiliki fungsi nyata bagi keberlangsungan negara
ini, seperti filsafat Pancasila sebagai pandangan hidup Bangsa Indonesia.
Bagi sebuah bangsa yang ingin berdiri kokoh dan mengetahui dengan jelas
6

arah serta tujuan yang ingin dicapainya, sangat mungkin memerlukan nilai-
nilai luhur yang dijunjung sebagai pandangan/filsafat hidup. Misalnya saja
dalam adat pergaulan hidup yang terkandung konsep dasar mengenai
kehidupan yang dicita-citakan oleh suatu bangsa, terkandung pikiran-
pikiran yang terdalam dan gagasan suatu bangsa mengenai wujud
kehidupan yang dianggap baik.
Selanjutnya, filsafat Pancasila sebagai Dasar Negara Republik
Indonesia, dalam hal ini Pancasila diartikan sebagai sebuah dasar nilai serta
norma untuk mengatur sistem pemerintahan atau penyelenggaraan negara
Indonesia. Pancasila juga dapat diartikan sebagai sebuah sumber dari
segala sumber hukum, yang mana kaidah hukum negara ini secara
konstitiusional mengatur negara dan rakyat-rakyatnya, Pancasila
meruapkan pedoman untuk menjalankan hal tersebut.
Selain kedua aspek diatas, filosofis Pancasila juga diartikan
sebagai Jiwa dan Kepribadian Bangsa Indonesia. Hal ini dimaksudkan
sebagai aspek pencerminan dari garis pertumbuhan dan perkembangan
bangsa Indonesia yang akan membedakan eksistensi Indonesia dengan
negara lain. Meskipun demikian, kepribadian bangsa Indonesia tetap
berakar dari kepribadian individual dalam masyarakat yang Pancasilais,
serta gagasan-gagasan besar yang tumbuh dan sejalan dengan filsafat
Pancasila.
2.1.5. Rumusan pancasila
Selain Muh Yamin dan Soepomo, beberapa anggota BPUPKI
juga menyampaikan usul dasar negara, di antaranya adalah Ir Sukarno.
Usul ini disampaikan pada 1 Juni 1945 yang kemudian dikenal sebagai hari
lahir Pancasila.Namun masyarakat bangsa indonesia ada yang tidak setuju
mengenai pancasila yaitu Ketuhanan, dengan menjalankan syari'at Islam
bagi pemeluk-pemeluknya.Lalu diganti bunyinya menjadi Ketuhanan Yg
Maha Esa. Usul Sukarno sebenarnya tidak hanya satu melainkan tiga buah
usulan calon dasar negara yaitu lima prinsip, tiga prinsip, dan satu prinsip.
Sukarno pula-lah yang mengemukakan dan menggunakan istilah
“Pancasila” (secara harfiah berarti lima dasar) pada rumusannya ini atas
7

saran seorang ahli bahasa (Muhammad Yamin) yang duduk di sebelah


Sukarno. Oleh karena itu rumusan Sukarno di atas disebut dengan
Pancasila, Trisila, dan Ekasila.
1. Kebangsaan Indonesia (Nasionalisme)
2. Internasionalisme (Peri-Kemanusiaan)
3. Mufakat (Demokrasi)
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan yang Berkebudayaan
 Rumusan Trisila
1. Sosio-nasionalisme
2. Sosio-demokratis
3. ke-Tuhanan
 Rumusan Ekasila
1. Gotong-Royong
 Rumusan II: Dr. Soepomo
Pada tanggal 31 Mei 1945, Soepomo pun menyampaikan
rumusan dasar negaranya, namun rumusan ini tidak disertai penyebutan
nama dasar negara, yaitu:
1. Persatuan
2. Kekeluargaan
3. Keseimbangan lahir dan batin
4. Musyawarah
5. Keadilan rakyat
 Rumusan III: Moh. Yamin
Pada sesi pertama persidangan BPUPKI yang dilaksanakan
pada 29 Mei – 1 Juni 1945 beberapa anggota BPUPKI diminta untuk
menyampaikan usulan mengenai bahan-bahan konstitusi dan rancangan
“blue print” Negara Republik Indonesia yang akan didirikan. Pada
tanggal 29 Mei 1945 Mr. Mohammad Yamin menyampaikan usul dasar
negara dihadapan sidang pleno BPUPKI baik dalam pidato maupun secara
tertulis yang disampaikan kepada BPUPKI.
8

 Rumusan Pidato
Baik dalam kerangka uraian pidato maupun dalam presentasi
lisan Muh Yamin mengemukakan lima calon dasar negara yaitu:
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri ke-Tuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat
 Rumusan
Selain usulan lisan Muh Yamin tercatat menyampaikan usulan tertulis
mengenai rancangan dasar negara. Usulan tertulis yang disampaikan
kepada BPUPKI oleh Muh Yamin berbeda dengan rumusan kata-kata
dan sistematikanya dengan yang dipresentasikan secara lisan.
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kebangsaan Persatuan Indonesia
3. Rasa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

 Kontroversi Rumusan Moh. Yamin


Rumusan Yamin ini dianggap kontroversial karena menurut
kesaksian lima pendiri bangsa Dr M Hatta, Mr Ahmad Subardjo, Mr AA
Maramis, Prof Mr AG Pringgodigdo, dan Prof Mr Sunario.yang diberi
tugas Presiden Suharto di tahun 1975 untuk merumuskan pengertian
Pancasila menyatakan menolak kebenaran pidato Yamin pada 29 Mei
dan sekaligus menyatakan bahwa Sukarno adalah satu-satunya orang
yang mengemukakan usulan lima dasar tersebut.
Pada pertengahan 1950an, Muhammad Yamin meminjam satu-
satunya salinan risalah rapat BPUPK di tanah air (salinan lain yang
disimpan A.G. Pringgodigdo ada di negeri Belanda) yang disimpan
A.K. Pringgodigdo untuk kepentingan riset tentang perumusan UUD
1945. Dari dokumen ini Yamin menulis 3 jilid buku Naskah Persiapan
9

UUD 1945, Buku Yamin ini menjadi sangat strategis karena Yamin
tidak mengembalikan salinan notulensi yang ia pinjam dari A.K.
Pringgodigdo. Sampai pertengahan 1990an, buku Yamin menjadi satu-
satunya acuan. Dari sinilah muncul polemik Hari Lahir Pancasila.
Nugroho Notosusanto, sejarawan pendiri Pusat Sejarah ABRI,
menerbitkan buku Naskah Proklamasi yang Otentik dan Rumusan
Pancasila yang Otentik di tahun 1978. Dari tiga jilid buku Yamin itulah
Nugroho menyusun argumentasinya. Ia membantah Sukarno sebagai
penemu Pancasila. Argumentasi inilah yang dibantah para pendiri
bangsa, dengan Muhammadh Hatta sebagai pembantah terkerasnya.
Pada tahun 2004, sejarawan AB Kusuma menuliskan buku
setebal 671 halaman berjudul Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945
yang di antaranya berusaha meluruskan kembali kontroversi ini.
 Rumusan IV: Piagam Jakarta
Usulan-usulan blue print Negara Indonesia telah dikemukakan
anggota-anggota BPUPKI pada sesi pertama yang berakhir tanggal 1
Juni 1945. Selama reses antara 2 Juni – 9 Juli 1945, 9 orang anggota
BPUPKI ditunjuk sebagai panitia kecil yang bertugas untuk
menampung dan menyelaraskan usul-usul anggota BPUPKI yang telah
masuk. Pada 22 Juni 1945 panitia kecil tersebut mengadakan pertemuan
dengan 38 anggota BPUPKI dalam rapat informal. Rapat tersebut
memutuskan membentuk suatu panitia kecil berbeda (kemudian dikenal
dengan sebutan "Panitia Sembilan") yang bertugas untuk
menyelaraskan mengenai hubungan Negara dan Agama.
Dalam menentukan hubungan negara dan agama anggota
BPUPKI terbelah antara golongan Islam yang menghendaki bentuk
teokrasi Islam dengan golongan Kebangsaan yang menghendaki bentuk
negara sekuler di mana negara sama sekali tidak diperbolehkan bergerak
di bidang agama. Persetujuan di antara dua golongan yang dilakukan
oleh Panitia Sembilan tercantum dalam sebuah dokumen “Rancangan
Pembukaan Hukum Dasar”. Dokumen ini pula yang disebut Piagam
Jakarta (Jakarta Charter) oleh Mr. Muh Yamin. Adapun rumusan
10

rancangan dasar negara terdapat di akhir paragraf keempat dari


dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar” (paragraf 1-3 berisi
rancangan pernyataan kemerdekaan/proklamasi/declaration of
independence). Rumusan ini merupakan rumusan pertama sebagai hasil
kesepakatan para "Pendiri Bangsa".
 Rumusan kalimat
“… dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan, dengan kewajiban
menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
 Alternatif pembacaan
Alternatif pembacaan rumusan kalimat rancangan dasar negara
pada Piagam Jakarta dimaksudkan untuk memperjelas persetujuan
kedua golongan dalam BPUPKI sebagaimana terekam dalam dokumen
itu dengan menjadikan anak kalimat terakhir dalam paragraf keempat
tersebut menjadi sub-sub anak kalimat.
“… dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan,
dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-
pemeluknya, menurut dasar
Kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia, dan
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
Serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
 Rumusan dengan penomoran (utuh)
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya
2. Menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
11

4. Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam


permusyawaratan perwakilan
5. Serta dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia
 Rumusan populer
Versi populer rumusan rancangan Pancasila menurut Piagam Jakarta
yang beredar di masyarakat adalah:
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
 Rumusan V: BPUPKI
Pada sesi kedua persidangan BPUPKI yang berlangsung pada 10-17
Juli 1945, dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar” (baca
Piagam Jakarta) dibahas kembali secara resmi dalam rapat pleno
tanggal 10 dan 14 Juli 1945. Dokumen “Rancangan Pembukaan
Hukum Dasar” tersebut dipecah dan diperluas menjadi dua buah
dokumen berbeda yaitu Declaration of Independence (berasal dari
paragraf 1-3 yang diperluas menjadi 12 paragraf) dan Pembukaan
(berasal dari paragraf 4 tanpa perluasan sedikitpun). Rumusan yang
diterima oleh rapat pleno BPUPKI tanggal 14 Juli 1945 hanya sedikit
berbeda dengan rumusan Piagam Jakarta yaitu dengan menghilangkan
kata “serta” dalam sub anak kalimat terakhir. Rumusan rancangan dasar
negara hasil sidang BPUPKI, yang merupakan rumusan resmi pertama,
jarang dikenal oleh masyarakat luas.
 Rumusan VI: PPKI
Menyerahnya Kekaisaran Jepang yang mendadak dan diikuti
dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang diumumkan sendiri
oleh Bangsa Indonesia (lebih awal dari kesepakatan semula dengan
12

Tentara Angkatan Darat XVI Jepang) menimbulkan situasi darurat


yang harus segera diselesaikan. Sore hari tanggal 17 Agustus 1945,
wakil-wakil dari Indonesia daerah Kaigun (Papua, Maluku, Nusa
Tenggara, Sulawesi, dan Kalimantan), di antaranya A. A. Maramis,
Mr., menemui Sukarno menyatakan keberatan dengan rumusan
“dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya” untuk ikut disahkan menjadi bagian dasar negara. Untuk
menjaga integrasi bangsa yang baru diproklamasikan, Sukarno segera
menghubungi Hatta dan berdua menemui wakil-wakil golongan Islam.
Semula, wakil golongan Islam, di antaranya Teuku Moh Hasan,
Mr. Kasman Singodimedjo, dan Ki Bagus Hadikusumo, keberatan
dengan usul penghapusan itu. Setelah diadakan konsultasi mendalam
akhirnya mereka menyetujui penggantian rumusan “Ketuhanan,
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya” dengan rumusan “Ketuhanan Yang Maha Esa” demi
keutuhan Indonesia.

Pagi harinya tanggal 18 Agustus 1945 usul penghilangan


rumusan “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya” dikemukakan dalam rapat pleno PPKI. Selain itu dalam
rapat pleno terdapat usulan untuk menghilangkan frasa “menurut
dasar” dari Ki Bagus Hadikusumo. Rumusan dasar negara yang
terdapat dalam paragraf keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar
ini merupakan rumusan resmi kedua dan nantinya akan dipakai oleh
bangsa Indonesia hingga kini. UUD inilah yang nantinya dikenal
dengan UUD 1945.

 Rumusan VII: Konstitusi RIS

Pendudukan wilayah Indonesia oleh NICA menjadikan wilayah


Republik Indonesia semakin kecil dan terdesak. Akhirnya pada akhir
1949 Republik Indonesia yang berpusat di Yogyakarta (RI Yogyakarta)
terpaksa menerima bentuk negara federal yang disodorkan pemerintah
13

kolonial Belanda dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS) dan


hanya menjadi sebuah negara bagian saja.

Walaupun UUD yang disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945


tetap berlaku bagi RI Yogyakarta, namun RIS sendiri mempunyai
sebuah Konstitusi Federal (Konstitusi RIS) sebagai hasil permufakatan
seluruh negara bagian dari RIS. Dalam Konstitusi RIS rumusan dasar
negara terdapat dalam Mukaddimah (pembukaan) paragraf ketiga.
Konstitusi RIS disetujui pada 14 Desember 1949 oleh enam belas
negara bagian dan satuan kenegaraan yang tergabung dalam RIS.
 Rumusan VIII: UUD Sementara
Segera setelah RIS berdiri, negara itu mulai menempuh jalan
kehancuran. Hanya dalam hitungan bulan negara bagian RIS
membubarkan diri dan bergabung dengan negara bagian RI
Yogyakarta. Pada Mei 1950 hanya ada tiga negara bagian yang tetap
eksis yaitu RI Yogyakarta, NIT, dan NST. Setelah melalui beberapa
pertemuan yang intensif RI Yogyakarta dan RIS, sebagai kuasa dari
NIT dan NST, menyetujui pembentukan negara kesatuan dan
mengadakan perubahan Konstitusi RIS menjadi UUD Sementara.
Perubahan tersebut dilakukan dengan menerbitkan UU RIS No 7 Tahun
1950 tentang Perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia
Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara (LN RIS Tahun
1950 No 56, TLN RIS No 37) yang disahkan tanggal 15 Agustus 1950.
Rumusan dasar negara kesatuan ini terdapat dalam paragraf keempat
dari Mukaddimah (pembukaan) UUD Sementara Tahun 1950.
 Rumusan IX: UUD 1945
Kegagalan Konstituante untuk menyusun sebuah UUD yang akan
menggantikan UUD Sementara yang disahkan 15 Agustus 1950
menimbulkan bahaya bagi keutuhan negara. Untuk itulah pada 5 Juli
1959 Presiden Indonesia saat itu, Sukarno, mengambil langkah
mengeluarkan Dekrit Kepala Negara yang salah satu isinya
menetapkan berlakunya kembali UUD yang disahkan oleh PPKI pada
18 Agustus 1945 menjadi UUD Negara Indonesia menggantikan UUD
14

Sementara. Dengan pemberlakuan kembali UUD 1945 maka rumusan


Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD kembali menjadi
rumusan resmi yang digunakan.
Rumusan ini pula yang diterima oleh MPR, yang pernah menjadi
lembaga tertinggi negara sebagai penjelmaan kedaulatan rakyat antara
tahun 1960-2004, dalam berbagai produk ketetapannya, di antaranya:
1. Tap MPR No XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan
dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) dan
Penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar
Negara, dan
2. Tap MPR No III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan
Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan.
 Rumusan X: Versi Berbeda
Selain mengutip secara utuh rumusan dalam UUD 1945, MPR
pernah membuat rumusan yang agak sedikit berbeda. Rumusan ini
terdapat dalam lampiran Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966
tentang Memorandum DPR-GR mengenai Sumber Tertib Hukum
Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundangan Republik
Indonesia.
 Rumusan XI: Versi Populer
Rumusan terakhir yang akan dikemukakan adalah rumusan yang
beredar dan diterima secara luas oleh masyarakat. Rumusan Pancasila
versi populer inilah yang dikenal secara umum dan diajarkan secara
luas di dunia pendidikan sebagai rumusan dasar negara. Rumusan ini
pada dasarnya sama dengan rumusan dalam UUD 1945, hanya saja
menghilangkan kata “dan” serta frasa “serta dengan mewujudkan
suatu” pada sub anak kalimat terakhir.

Rumusan ini pula yang terdapat dalam lampiran Tap MPR No


II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa)
15

1. Ketuhanan Yang Maha Esa,


2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2.1.6. Nilai-Nilai Pancasila
2.1.6.1. Nilai Pancasila Ke 1
Pancasila ke -1 adalah “Ketuhanan Yang Maha Esa” dimana
terkandung suatu nilai religius sebagai berikut :
1. Kepercayaan terhadap adanya Tuhan Yang Maha Esa sebagai
suatu pencipta segala hal dimana sifat – sifat yang sempurna
serta suci-Nya seperti Maha Kuasa, Maha Pengasih, Maha Adil,
Maha Bijaksana, Maha Perkasa dan lainnya.
2. Ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yaitu menjalankan
semua perintah-NYA serta menjauhi larangan – larangannya.
Dalam memanfaatkan semua potensi yang diberikan oleh Tuhan
Yang Maha Pemurah kita sebagai manusia harus menyadari, jika
setiap benda dan makhluk yang ada di sekeliling manusia ialah
amanat Tuhan yang harus dijaga dengan sebaik – baiknya, harus
dirawat supaya tidak rusak dan harus memperhatikan
kepentingan orang lain serta makhluk Tuhan yang lainnya.
 Berikut penerapan sila ke-1 dalam kehidupan sehari –
harinya:
1. Percaya serta Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai
dengan agama serta kepercayaan masing – masing.
2. Hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk
agama dan para penganut kepercayaan walaupun berbeda-
beda.
3. Saling menghormati kebebasan dalam menjalankan ibadah
sesuai dengan agama serta kepercayaan masing – masing.
16

4. Jangan memaksakan suatu agama atau kepercayaan


terhadap orang lain.
5. Mempunyai sikap toleransi antar umat beragama lain.
6. Tidak bersikap rasis terhadap pemeluk agama yang berbeda
kepercayaan.
7. Menyayangi binatang, merawat tumbuh – tumbuhan, serta
selalu menjaga kebersihan dan lainnya.
2.1.6.2. Nilai Pancasila Ke 2
Sila ke 2 adalah “Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab” dimana
terkandung nilai – nilai perikemanusiaan yang harus diperhatikan
serta diterapkan dalam kehidupan sehari – hari karena kita adalah
makhluk sosial. Pada hal ini adalah sebagai berikut:
1. Pengakuan atas suatu harkat dan martabat manusia dengan
segala hak serta kewajiban asasi yang dimiliki tiap orang.
2. Perlakuan yang adil terhadap sesama manusia, mulai dari
diri sendiri, alam sekitar bahkan terhadap Tuhan utamanya.
3. Manusia merupakan makhluk beradab ataupun berbudaya
yang mempunyai daya cipta, rasa, karsa serta keyakinan
masing – masing yang telah dijelaskan sebelumnya.
 Penerapan pada sila ke 2 dalam kehidupan sehari – hari :
1. Mengadakan atau melaksanakan pengendalian tingkat
polusi udara supaya udara yang dihirup bisa tetap terjaga
dan nyaman
2. Menjaga kelestarian tumbuh – tumbuhan yang ada disekitar
lingkungan
3. Mengadakan gerakan penghijauan dilingkungan tertentu
khususnya tempat tinggal dan lainnya.
4. Mengakui persamaan derajat, hak, serta kewajiban antara
sesama manusia.
5. Saling mencintai dan menghormati sesama manusia.
6. Tidak bertindak semena – mena terhadap orang lain.
7. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
17

8. Berani dalam membela kebenaran serta keadilan.


Nilai-nilai pada sila ke-2 ini mendapat penjabaran didalam
Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 di atas, antara lain dalam Pasal
5 ayat (1) – (3); Pasal 6 ayat (1 dan 2) dan Pasal 7 ayat (1 dan 2).
Dan dalam Pasal 5 ayat (1) diberitakan, bahwa setiap orang
mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan
sehat; dalam ayat (2) dikatakan, bahwa setiap orang mempunyai hak
atas informasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran dalam
pengelolaan lingkungan hidup; Dalam ayat (3) dinyatakan, bahwa
setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam rangka
pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
2.1.6.3. Nilai Pancasila Ke 3
Didalam sila ke-3 “Persatuan Indonesia” dimana terkandung nilai
persatuan bangsa, artinya dalam hal – hal yang berkaitan dengan
persatuan bangsa wajib diperhatikan aspek – aspek sebagai berikut:

1. Persatuan Indonesia merupakan persatuan bangsa dimana


seseorang mendiami wilayah Indonesia serta wajib
berpartisipasi membela dan menjunjung tinggi ( patriotisme
);
2. Pengakuan terhadap kebhinneka tunggal ika an suku bangsa
( etnis ) dan kebudayaan bangsa lain ( berbeda-beda tetapi
satu jiwa ) yang memberikan suatu arah didalam pembinaan
atau pergerakan kesatuan bangsa;
3. Cinta dan bangga akan bangsa dan Negara Indonesia (jiwa
nasionalisme).
 Dibawah ini penerapan pada sila ke-3 dalam kehidupan
sehari hari, yaitu:
1. Melakukan inventarisasi tata nilai tradisional yang harus
selalu diperhatikan didalam pengambilan kebijaksanaan
18

atau pengendalian pembangunan lingkungan di daerah atau


sekitar
2. Mengembangkan tata nilai tradisional melalui pendidikan
ataupun latihan serta penerangan dan penyuluhan yang
mendorong manusia untuk melindungi sumber daya dan
lingkungannya.
3. Menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan
bangsa atau negara diatas kepentingan pribadi ataupun
golongan.
4. Rela berkorban demi kepentingan bangsa.
5. Cinta tanah air dan bangsa atau negara.
6. Bangga sebagai persatuan bangsa Indonesia dan bertanah
air di Indonesia.
7. Memajukan sosialisasi dan kesatuan bangsa yang ber-
bhineka tunggal ika.
8. Bangga menggunakan bahasa persatuan dalam kehidupan
sehari – hari yaitu bahasa Indonesia.
2.1.6.4. Nilai Pancasila Ke 4
Dalam sila ke-4 “Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat
Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan” dimana
terkandung nilai – nilai kerakyatan.
 Pada hal ini terdapat beberapa hal yang harus dicermati,
yaitu:
1. Kedaulatan negara berada di tangan rakyat
2. Pimpinan kerakyatan merupakan hikmat kebijaksanaan
yang dilandasi oleh akal sehat
3. Manusia di Indonesia sebagai warga negara serta warga
masyarakat memiliki kedudukan, hak serta kewajiban yang
sama;
4. Keputusan diambil berdasarkan musyawarah untuk
mencapai mufakat dilaksanakan bersifat kekeluargaan.
19

5. Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan serta


meningkatkan kesadaran akan tanggung jawab para
pengambil keputusan didalam pengelolaan lingkungan
hidup tersebut;
6. Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan serta
meningkatkan kesadaran akan hak serta tanggung jawab
masyarakatnya didalam pengelolaan lingkungan hidup
tersebut;
7. Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan serta
meningkatkan kemitraan usaha.
8. Tidak memaksakan kehendak orang lain
2.1.6.5. Nilai Pancasila Ke 5
Dan yang terakhir sila ke-5 yaitu “Keadilan Sosial Bagi Seluruh
Rakyat Indonesia” dimana terkandung nilai keadilan sosial bagi
seluruh rakyat. Pada hal ini perlu diperhatikan beberapa aspek
berikut ini, antara lain:
1. Perlakuan yang adil di berbagai bidang kehidupan terutama
pada bidang politik, ekonomi dan sosial budaya
2. Perwujudan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
3. Keseimbangan antara hak dan kewajiban seseorang, serta
menghormati hak milik orang lain
4. Cita – cita masyarakat yang adil dan makmur serta merata
material spiritual bagi seluruh rakyat Indonesia
5. Cinta akan kemajuan dan pelaksanaan pembangunan demi
kemajuan negara.

Anda mungkin juga menyukai