Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN
CRONIC KIDNEY DISEASES (CKD)

A. PENGERTIAN
Gagal ginjal kronik merupakan faal ginjal yang menahun yang
umumnya irriversibel dan cukup lanjut (Suzzane & Brenda, 2000).
Sedangkan menurut Suharjono (2001) gagal ginjal kronik adalah suatu
sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat
menahun berlangsung progresif, cukup lanjut.
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang
progresif dan lambat, biasanya berlangsung dalam beberapa tahun (Lorraine
M Wilson, 1995: 812).
Gagal ginjal kronis merupakan kegagalan fungsi ginjal (unit nefron)
yang berlangsung pelahan-lahan karena penyebab berlangsung lama dan
menetap yang mengakibatkan penumpukan sisa metabolit (toksik uremik)
sehingga ginjal tidak dapat memenuhi kebutuhan biasa lagi dan menimbulkan
gejala sakit (Hudak & Gallo, 1996).
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal
kronis adalah kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) atau penurunan faal ginjal
yang menahun dimana ginjal tidak mampu lagi mempertahankan lingkungan
internalnya yang berlangsung dari perkembangan gagal ginjal yang progresif
dan lambat yang berlangsung dalam jangka waktu lama dan menetap
sehingga mengakibatkan penumpukan sisa metabolik (toksik uremik)
berakibat ginjal tidak dapat memenuhi kebutuhan dan pemulihan fungsi lagi
yang menimbulkan respon sakit.

1
Klasifikasi CKD
Sesuai dengan test kreatinin klirens, maka GGK dapat di klasifikasikan
menjadi 4, yaitu:
1. 100-76 ml/mnt, disebut insufisiensi ginjal berkurang.
2. 75-26 ml/mnt, disebut insufisiensi ginjal kronik.
3. 25-5 ml/mnt, disebut gagal ginjal kronik.
4. < 5 ml/mnt, disebut gagal ginjal terminal.

B. ETIOLOGI
1. Penyakit Hipertensi
2. Gout menyebabkan nefropati gout.
3. Diabetes Mellitus yang menyebabkan nefropati DM.
4. Gangguan metabolisme
5. SLE yang menyebabkan nefropati SLE.
6. Riwayat batu yang menyebabkan penyakit ginjal glomerular.
7. Riwayat edema yang mengarah ke penyakit ginjal glomerular.
8. Riwayat penyakit ginjal dalam keluarga (yang diduga mengarah ke
penyakit ginjal genetik) / herediter
9. Infeksi, penyakit hipersensitif
10. Penyakit peradangan, lesi obstruksi pada traktus urinarius
11. Nefropatik toksik dan neoropati obstruksi
Faktor-faktor predisposisi timbulnya infeksi traktus urinarius: obstruksi aliran
urine, Seks/usia, Kehamilan, Refleks vesikoureteral, Instrumentasi (kateter
yang dibiarkan di dalam), Penyakit ginjal, Gangguan metabolisme.

C. PATOFISIOLOGI
Penurunan GFR dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk
pemeriksaan klirens kreatinin. Akibat penurunan GFR maka kliren kreatinin
akan menurun, kreatinin akan meningkat, dan nitrogen urea darah (BUN)
meningkat. Gangguan klirens renal : banyak masalah muncul pada gagal ginjal
sebagai akibat dari penurunan jumlah glumerulus yang berfungsi
menyebabkan penurunan klirens (substansi darah yang seharusnya dibersihkan

2
oleh ginjal ).Retensi cairan dan natrium: ginjal kehilangan kemampuan untuk
mengkonsentrasi atau mengencerkan urin secara normal, terjadi penahanan
cairan, natrium meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung
kongestif dan hipertensi.
Anemia: anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoitin yang tidak
adekuat, memendeknya usia sel darah merah.
Penurunan Hb disebabkan oleh
 Masa hidup sel darah merah pendek karena perubahan plasma.
 Peningkatan kehilangan sel darah merah karena ulserasi gastrointestinal,
dialisis, dan pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium.
 Defisiensi folat
 Defisiensi iron/zat besi
 Peningkatan hormon paratiroid merangsang jaringan fibrosa atau osteitis
fibrosis, mengambil produksi sum-sum menurun.
Ketidakseimbangan cairan: Mula-mula ginjal kehilangan fungsinya
sehingga tidak mampu memekatkan urine (hipothenuria) dan kehilangan
cairan yang berlebihan (poliuria). Hipothenuria tidak disebabkan atau
berhubungan dengan penurunan jumlah nefron, tetapi oleh peningkatan beban
zat tiap nefron. Hal ini terjadi karena keutuhan nefron yang membawa zat
tersebut dan kelebihan air untuk nefron-nefron tersebut tidak dapat berfungsi
lama. Terjadi osmotik diuretik, menyebabkan seseorang menjadi dehidrasi.
Jika jumlah nefron yang tidak berfungsi meningkat maka ginjal tidak mampu
menyaring urine (isothenuria). Pada tahap ini glomerulus menjadi kaku dan
plasma tidak dapat difilter dengan mudah melalui tubulus. Maka akan terjadi
kelebihan cairan dengan retensi air dan natrium.
Ketidaseimbangan Natrium: Ketidaseimbangan natrium merupakan
masalah yang serium dimana ginjal dapat mengeluarkan sedikitnya 20-30
mEq natrium setiap hari atau dapat meningkat sampai 200 mEq perhari.
Variasi kehilangan natrium berhubungan dengan “intact nephron theory”.
Dengan kata lain, bila terjadi kerusakan nefron maka tidak terjadi pertukaran
natrium. Nefron menerima kelebihan natrium sehingga menyebabkan GFR
menurun dan dehidrasi. Kehilangan natrium lebih meningkat pada gangguan

3
gastrointstinal, terutama muntah dan diare. Keadaan ini memperburuk
hiponatremia dan dehidrasi. Pada CRF yang berat keseimbangan natrium
dapat dipertahankan meskipun terjadi kehilangan yang fleksibel nilai natrium.
Orang sehat dapat pula meningkat di atas 500 mEq/hari. Bila GFR menurun di
bawah 25-30 ml/menit, maka ekskresi natrium kurang lebih 25 mEq/hari,
maksimal ekskresinya 150-200 mEq/hari. Pada keadaan ini natrium dalam diet
dibatasi 1-1,5 gram/hari.
Ketidakseimbangan Kalium: Jika keseimbangan cairan dan asidosis
metabolik terkontrol maka hiperkalemia jarang terjadi sebelum stadium IV.
Keseimbangan kalium berhubungan dengan sekresi aldosteron. Selama output
urine dipertahankan kadar kalium biasanya terpelihara. Hiperkaliemia terjadi
karena pemasukan kalium yang berlebihan, dampak pengobatan,
hiperkatabolik (infeksi), atau hiponatremia. Hiperkalemia juga merupakan
karakteristik dari tahap uremia.
Hipokalemia terjadi pada keadaan muntah atau diare berat, pada penyakit
tubuler ginjal, nefron ginjal, meresorbsi kalium sehingga ekskresi kalium
meningkat. Jika hipokalemia persisten, kemungkinan GFR menurun dan
produksi NH3 meningkat. HCO3 menurun dan natrium bertahan.
Ketidaseimbangan asam basa: Asidosis metabolik terjadi karena ginjal
tidak mampu mengekskresikan ion Hirdogen untuk menjaga pH darah normal.
Disfungsi renal tubuler mengakibatkan ketidamampuan pengeluaran ioh H.
Dan pada umumnya penurunan ekskresi H + sebanding dengan penurunan
GFR. Asam yang secara terus-menerus dibentuk oleh metabolisme dalam
tubuh tidak difiltrasi secara efektif melewati GBM, NH3 menurun dan sel
tubuler tidak berfungsi. Kegagalan pembentukan bikarbonat memperberat
ketidakseimbangan. Sebagian kelebihan hidrogen dibuffer oleh mineral
tulang. Akibatnya asidosis metabolik memungkinkan terjadinya
osteodistrophy.
Ketidakseimbangan Magnesium: magnesium pada tahap awal CRF adalah
normal, tetapi menurun secara progresif dalam ekskresi urine menyebabkan
akumulasi. Kombinasi penurunan ekskresi dan intake yang berlebihan
mengakibatkan henti napas dan jantung.

4
Ketidakseimbangan Calsium dan Fospor: secara normal calsium dan
pospor dipertahankan oleh parathyroid hormon yang menyebabkan ginjal
mereabsorbsi kalsium, mobilisasi calsium dari tulang dan depresi resorbsi
tubuler dari pospor. Bila fungsi ginjal menurun 20-25 % dari normal,
hiperpospatemia dan hipocalsemia terjadi sehingga timbul
hiperparathyroidisme sekunder. Metabolisme vitamin D terganggu. Dan bila
hiperparathyroidisme berlangsung dalam waktu lama dapat mengakibatkan
osteorenal dystrophy.

PATHWAY : terlampir

D. MANIFESTASI KLINIS
1. Gastrointestinal
- Anoreksia
- Mual muntah
- Fouter uremia
- Cegukan
- gastritis
2. Kulit
- Pucat (anemia)
- Kuning (urokrom)
- Gatal
- ekimosis
3. Hematoliogi
- Anemia
- Trombositopeni
- Gangguan fungsi lekosit
4. Saraf dan otot
- Restless leg sindrom
- Encepalopathy
- Kelemahan otot
5. Kardiovaskuler

5
- Hipertensi
- Nyeri dada
- Gangguan irama jantung
- Edema

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka
perlu pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun
kolaborasi antara lain :
1.Pemeriksaan lab.darah
- hematologi
Hb, Ht, Eritrosit, Lekosit, Trombosit
- RFT ( renal fungsi test )
ureum dan kreatinin
- LFT (liver fungsi test )
- Elektrolit
Klorida, kalium, kalsium
- koagulasi studi
PTT, PTTK
- BGA
2. Urine
- urine rutin
- urin khusus : benda keton, analisa kristal batu
3. pemeriksaan kardiovaskuler
- ECG
- ECO
4. Radidiagnostik
- USG abdominal
- CT scan abdominal
- BNO/IVP, FPA
- Renogram
- RPG ( retio pielografi )

6
F. KOMPLIKASI
1. Hiponatremia / Hipernatremia
2. Hipokalemia / hiperkalemia
3. Asidosis & anemia

G. PENATALAKSANAAN MEDIK
Pada umunya keadaan sudah sedemikian rupa sehingga etiologi tidak
dapat diobati lagi. Usaha harus ditujukan untuk mengurangi gejala,
mencegah kerusakan/pemburukan faal ginjal yang terdiri:
1. Pengaturan minum
Pengaturan minum dasarnya adalah memberikan cairan sedemikian
rupa sehingga dicapai diurisis maksimal. Bila cairan tidak dapat
diberikan per oral maka diberikan perparenteral. Pemberian yang
berlebihan dapat menimbulkan penumpukan di dalam rongga badan dan
dapat membahayakan seperti hipervolemia yang sangat sulit diatasi.
1. Pengendalian hipertensi
Tekanan darah sedapat mungkin harus dikendalikan. Pendapat
bahwa penurunan tekanan darah selalu memperburuk faal ginjal, tidak
benar. Dengan obat tertentu tekanan darah dapat diturunkan tanpa
mengurangi faal ginjal, misalnya dengan beta bloker, alpa metildopa,
vasodilator. Mengurangi intake garam dalam rangka ini harus hati-hati
karena tidak semua renal failure disertai retensi Natrium.
1. Pengendalian K dalam darah
Mengendalikan K darah sangat penting, karena peninggian K dapat
menimbulkan kematian mendadak. Yang pertama harus diingat ialah
jangan menimbulkan hiperkalemia karena tindakan kita sendiri seperti
obat-obatan, diet buah,dan lain-lain. Selain dengan pemeriksaan darah,
hiperkalemia juga dapat didiagnosa dengan EEG, dan EKG. Bila terjadi
hiperkalemia maka pengobatannya dengan mengurangi intake K,
pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infus glukosa.

7
1. Penanggulangan Anemia
Anemia merupakan masalah yang sulit ditanggulangi pada CRF.
Usaha pertama harus ditujukan mengatasi faktor defisiensi, kemudian
mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi.
Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb.
Transfusi darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat,
misalnya ada insufisiensi koroner.
1. Penanggulangan asidosis
Pada umumnya asidosis baru bergejala pada taraf lebih lanjut.
Sebelum memberi pengobatan yang khusus faktor lain harus diatasi
dulu, khususnya dehidrasi. Pemberian asam melalui makanan dan obat-
obatan harus dihindari. Natrium bikarbonat dapat diberikan per oral atau
parenteral. Pada permulaan 100 mEq natrium bikarbonat diberi intravena
perlahan-lahan. kalau perlu diulang. Hemodialisis dan dialisis peritoneal
dapat juga mengatasi asidosis.
1. Pengobatan dan pencegahan infeksi
Ginjal yang sakit lebih mudah mengalami infeksi dari pada
biasanya. Pasien CRF dapat ditumpangi pyelonefritis di atas penyakit
dasarnya. Adanya pyelonepritis ini tentu memperburuk lagi faal ginjal.
Obat-obat anti mikroba diberi bila ada bakteriuria dengan perhatian
khusus karena banyak diantara obat-obat yang toksik terhadap ginjal
atau keluar melalui ginjal. Tindakan yang mempengaruhi saluran
kencing seperti kateterisasi sedapat mungkin harus dihindarkan. Infeksi
ditempat lain secara tidak langsung dapat pula menimbulkan
permasalahan yang sama dan pengurangan faal ginjal.
1. Pengurangan protein dalam makanan
Protein dalam makanan harus diatur. Pada dasarnya jumlah protein
dalam makanan dikurangi, tetapi tindakan ini jauh lebih menolong juga
bila protein tersebut dipilih.
Diet dengan rendah protein yang mengandung asam amino
esensial, sangat menolong bahkan dapat dipergunakan pada pasien CRF
terminal untuk mengurangi jumlah dialisis.

8
1. Pengobatan neuropati
Neuropati timbul pada keadaan yang lebih lanjut. Biasanya
neuropati ini sukar diatasi dan merupakan salah satu indikasi untuk
dialisis. Pada pasien yang sudah dialisispun neuropati masih dapat
timbul.
1. Dialisis
Dasar dialisis adalah adanya darah yang mengalir dibatasi selaput
semi permiabel dengan suatu cairan (cairan dialisis) yang dibuat
sedemikiam rupa sehingga komposisi elektrolitnya sama dengan darah
normal. Dengan demikian diharapkan bahwa zat-zat yang tidak
diinginkan dari dalam darah akan berpindah ke cairan dialisis dan kalau
perlu air juga dapat ditarik kecairan dialisis. Tindakan dialisis ada dua
macam yaitu hemodialisis dan peritoneal dialisis yang merupakan
tindakan pengganti fungsi faal ginjal sementara yaitu faal
pengeluaran/sekresi, sedangkan fungsi endokrinnya tidak ditanggulangi.
1. Transplantasi
Dengan pencangkokkan ginjal yang sehat ke pembuluh darah
pasien CRF maka seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru.
Ginjal yang sesuai harus memenuhi beberapa persaratan, dan persyaratan
yang utama adalah bahwa ginjal tersebut diambil dari orang/mayat yang
ditinjau dari segi imunologik sama dengan pasien. Pemilihan dari segi
imunologik ini terutama dengan pemeriksaan HLA .

H. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Biodata
Gagal Ginjal Kronik terjadi terutama pada usia lanjut (50-70 th), usia
muda, dapat terjadi pada semua jenis kelamin tetapi 70 % pada pria.
2. Keluhan utama
Kencing sedikit, tidak dapat kencing, gelisah, tidak selera makan
(anoreksi), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, nafas berbau
(ureum), gatal pada kulit.

9
3. Riwayat penyakit
a. Sekarang : Diare, muntah, perdarahan, luka bakar, rekasi
anafilaksis, renjatan kardiogenik.
b. Dahulu : Riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran
kemih, payah jantung, hipertensi, penggunaan obat-obat
nefrotoksik, Benign Prostatic Hyperplasia,
prostatektomi.
c. Keluarga : Adanya penyakit keturunan Diabetes Mellitus (DM).
d. Tanda vital : Peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan lemah,
hipertensi, nafas cepat dan dalam (Kussmaul), dyspnea.
4. Body Systems :
a. Pernafasan (B 1 : Breathing)
Gejala : nafas pendek, dispnoe nokturnal, paroksismal, batuk
dengan/tanpa sputum, kental dan banyak,
Tanda ; takhipnoe, dispnoe, peningkatan frekuensi, Batuk
produktif dengan / tanpa sputum.
b. Cardiovascular (B 2 : Bleeding)
Gejala : Riwayat hipertensi lama atau berat. Palpitasi nyeri dada
atau angina dan sesak nafas, gangguan irama jantung, edema.
Tanda : Hipertensi, nadi kuat, oedema jaringan umum, piting
pada kaki, telapak tangan, Disritmia jantung, nadi lemah
halus, hipotensi ortostatik, friction rub perikardial, pucat,
kulit coklat kehijauan, kuning.kecendrungan perdarahan.
Anemia normokrom, gangguan fungsi trombosit,
trombositopenia, gangguan lekosit.
c. Persyarafan (B 3 : Brain)
Kesadaran : Disorioentasi, gelisah, apatis, letargi, somnolent
sampai koma.
Miopati, ensefalopati metabolik, burning feet syndrome, restless
leg syndrome.
Endokrin

10
Gangguan toleransi glukosa, gangguan metabolisme lemak,
gangguan seksual, libido, fertilitas dan ereksi menurun pada laki-
laki, gangguan metabolisme vitamin D.
d. Perkemihan-Eliminasi Uri (B.4 : Bladder)
Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua
dan pekat, tidak dapat kencing.
Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap
lanjut) abdomen kembung, diare atau konstipasi.
Tanda: Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan)
oliguria atau anuria.
e. Pencernaan-Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel)
Anoreksia, nausea, vomiting, fektor uremicum, hiccup, gastritis
erosiva dan Diare, Anoreksia, nausea, vomiting, fektor uremicum,
hiccup, gastritis erosiva.
f. Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone)
Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki,
(memburuk saat malam hari), kulit gatal,
ada/berulangnya infeksi.
Tanda : Pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), ptekie, area
ekimoosis pada kulit, fraktur tulang, defosit fosfat
kalsium,pada kulit, jaringan lunak, sendi keterbatasan
gerak sendi.
Berwarna pucat, gatal-gatal dengan eksoriasi, echymosis,
urea frost, bekas garukan karena gatal.
5. Pola aktivitas sehari-hari
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada pasien gagal ginjal kronik terjadi perubahan persepsi dan
tata laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang
dampak gagal ginjal kronik sehingga menimbulkan persepsi yang
negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak
mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, oleh

11
karena itu perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah
dimengerti pasien.
b. Pola nutrisi dan metabolisme : Anoreksi, mual, muntah dan rasa
pahit pada rongga mulut, intake minum yang kurang. dan mudah
lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya
gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi
status kesehatan klien.
Gejala : Peningkatan berat badan cepat (oedema) penurunan berat
badan (malnutrisi) anoreksia, nyeri ulu hati, mual
muntah, bau mulut (amonia)
Tanda : Gangguan status mental, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan
tingkat kesadaran, kejang, rambut tipis, kuku rapuh.
c. Pola Eliminasi
Eliminasi uri :
Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua
dan pekat, tidak dapat kencing.
Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap
lanjut) abdomen kembung, diare atau konstipasi.
Tanda: Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan)
oliguria atau anuria.
Eliminasi alvi : Diare.
d. Pola tidur dan Istirahat : Gelisah, cemas, gangguan tidur.
e. Pola Aktivitas dan latihan : Klien mudah mengalami kelelahan
dan lemas menyebabkan klien tidak mampu melaksanakan
aktivitas sehari-hari secara maksimal.
Gejala : kelelahan ektremitas, kelemahan, malaise,.
Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang
gerak.
f. Pola hubungan dan peran.
Gejala : kesulitan menentukan kondisi. (tidak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran).

12
g. Pola sensori dan kognitif.
Klien dengan gagal ginjal kronik cenderung mengalami neuropati
/ mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma.
Klien mampu melihat dan mendengar dengan baik/tidak, klien
mengalami disorientasi/ tidak.
h. Pola persepsi dan konsep diri.
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya
perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan
menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran
pada keluarga (self esteem).
i. Pola seksual dan reproduksi.
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ
reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi seksual,
gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada
proses ejakulasi serta orgasme.
Gejala : Penurunan libido, amenorea, infertilitas.
j. Pola mekanisme/penanggulangan stress dan koping.
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik,
faktor stress, perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada
kekuatan, karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis
yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan
lain – lain, dapat menyebabkan klien tidak mampu menggunakan
mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.
Gejala : faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak
ada kekuatan,
Tanda : menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang,
perubahan kepribadian.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh
serta gagal ginjal kronik dapat menghambat klien dalam
melaksanakan ibadah maupun mempengaruhi pola ibadah klien.

13
6. Pemeriksan fisik :
a. Kepala: edema muka terutama daerah orbita, mulut bau khas
ureum.
b. Dada: pernafasan cepat dan dalam, nyeri dada.
c. Perut: adanya edema anasarka (ascites).
d. Ekstrimitas: edema pada tungkai, spatisitas otot.
e. Kulit: sianosis, akaral dingin, turgor kulit menurun.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan menilai derajat dari
komplikasi yang terjadi.
b. Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (batu a/
obstruksi)
Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal oleh sebab itu
penderita diharapkan tidak puasa.
c. IVP (Intra Vena Pielografi) untuk menilai sistem pelviokalises dan
ureter
Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada
keadaan tertentu, misalnya : usia lanjut, DM, dan Nefropati Asam
Urat.
d. USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal,
kepadatan parenkim ginjal, antomi sistem pelviokalises, ureter
proksimal, kandung kemih serta prostat.
e. Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari
gangguan (vaskuler, parenkim, ekskresi ), serta sisa fungsi ginjal.
f. Pemeriksaan radiologi jantung untuk mencari kardiomegali, efusi
perikardial.
g. Pemeriksaan Radiologi tulang untuk mencari osteodistrofi (terutama
untuk falanks jari), kalsifikasi metastasik.
h. Pemeriksaan radilogi paru untuk mencari uremik lung; yang terkhir
ini dianggap sebagai bendungan.
i. Pemeriksaan Pielografi Retrograd bila dicurigai obstruksi yang

14
reversibel.
j. EKG untuk melihat kemungkinan :hipertropi ventrikel kiri, tanda-
tanda perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).
k. Biopsi ginjal :
l. Pemeriksaan Laboratorium yang umumnya dianggap menunjang,
kemungkinan adanya suatu Gagal Ginjal Kronik :
- Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya anemia,
dan hipoalbuminemia.
- Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang
rendah.
- Ureum dan kreatinin : Meninggi, biasanya perbandingan antara
ureum dan kreatinin lebih kurang 20 : 1. Ingat perbandingan bisa
meninggi oleh karena perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar
luas, pengobatan steroid, dan obstruksi saluran kemih.
Perbandingan ini berkurang : Ureum lebih kecil dari Kreatinin,
pada diet rendah protein, dan Tes Klirens Kreatinin yang menurun.
- Hiponatremi : umumnya karena kelebihan cairan.
- Hiperkalemia : biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama
dengan menurunnya diuresis.
- Hipokalsemia dan Hiperfosfatemia : terjadi karena berkurangnya
sintesis 1,24 (OH)2 vit D3 pada GGK.
- Fosfatase lindi meninggi akibat gangguan metabolisme tulang,
terutama Isoenzim fosfatase lindi tulang.
- Hipoalbuminemis dan Hipokolesterolemia; umumnya disebabkan
gangguan metabolisme dan diet rendah protein.
- Peninggian Gula Darah , akibat gangguan metabolisme karbohidrat
pada gagal ginjal, (resistensi terhadap pengaruh insulin pada
jaringan ferifer)
- Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan,
peninggian hiormon inslin, hormon somatotropik dan menurunnya
lipoprotein lipase.
- Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukan pH

15
yang menurun, BE yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2
yang menurun, semuanya disebabkan retensi asam-asam organik
pada gagal ginjal.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan renal sehubungan dengan kerusakan nepron
sehingga tidak mampu mengeluarkan sisa metabolisme
2. Kelebihan volume cairan sehubungan dengan ketidakmampuan ginjal
mengeskkresi air dan natrium
3. Gangguan Nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan
yang mengakibatkan malnutrisi protein – calori.
1. Resiko Infeksi sehubungan dengan penekanan sistim imun akibat
uremia.
2. Intoleransi aktifitas sehubungan dengan kelemahan fisik.

C. Rencana Keperawatan
1) DP.1 : Gangguan perfusi jaringan renal sehubungan dengan
kerusakan nepron sehingga tidak mampu mengeluarkan sisa
metabolisme
HYD: Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perfusi ginjal akan
diperbaiki atau dipertahankan dalam batas yang dapat ditandai
dengan
- PH dan bicarbonate dalam batas normal
- Tidak ada anemia
- Tidak ada oliguria, anuria
b. Diagnosa Keperawatan : Kelebihan volume cairan sehubungan
dengan ketidakmampuan ginjal mengeskresi air dan natrium.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan volume cairan seimbang
dengan Kriteria Hasil :
- Tekanan darah dalam batas normal
- Turgor kulit baik
- Turgor kulit baik

16
c. Diagnosa Keperawatan :
Gangguan Nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan
dengan pembatasan intake (Diit) dan effect uremia yang
mengakibatkan malnutrisi protein – calori.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan nutrisi klien
dapat terpenuhi dengan Kriteria hasil :
- Tidak ada anorexsia, tidak ada nausea, lemah, lelah, makanan terasa
pahit.
- Tidak ada Muntah, Diare, hematemesis, Napas bau ureum,
stomatitis, gingivitis.
- BB dapat dipertahankan.
d. Diagnosa Keperawatan : Potensial Infeksi sehubungan dengan
penekanan sistim imun akibat uremia
Setelah dilakukan tindakan keperawatan infeksi tidak terjadi
dengan kreteria hasil :
- Tidak terdapat tanda-tanda infeksi
e. Diagnosa Keperawatan : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan
adanya kelemahan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien dapat
meningkatkan toleransi dengan Kriteria Hasil :
- Klien tidak mudah lelah
- Klien dapat melakukan aktifitas sehari-hari

D. Intervensi dan Rasional Keperawatan


1. Gangguan perfusi jaringan renal sehubungan dengan kerusakan
nepron sehingga tidak mampu mengeluarkan sisa metabolism.
Intervensi dan Rasional :
a. Kaji Perubahan EKG, Respirasi (Kecepatan dan kedalamannya)
serta tanda – tanda chvostek”s dan Trousseau”s.
Rasional : Tingginya gelombang T, Panjangnya interval PR dan
Lebarnya kompleks QRS dihubungkan dengan serum Kalium ;

17
Pernapasan kusmaul dihubungkan dengan acidosis, kejang yang
mungkin terjadi dihubungkan dengan rendahnya calsium.
b. Monitor data-data laboratorium : Serum pH, Hidrogen, Potasium,
bicarbonat, calsium magnesium, Hb, HT, BUN dan serum
kreatinin.
Rasional : Nilai laboratorium merupakan indikasi kegagalan ginjal
untuk mengeluarkan sisa metabolit dan kemunduran fungsi
sekretori ginjal.
c. Jangan berikan obat – obat Nephrothoxic.
Rasional : Obat – obat nephrotoxic akan memperburuk keadaan
ginjal
d. Berikan pengobatan sesuai pesanan / permintaan dokter dan kaji
respon terhadap pengobatan.
Rasional : Dosis obat mungkin berkurang dan intervalnya menjadi
lebih lama. Monitor respon terhadap pengobatan untuk
menentukan efektivitas obat yang diberikan dan kemungkinan
timbulnya efek samping obat.

2. Kelebihan volume cairan sehubungan dengan ketidakmampuan


ginjal mengeskresi air dan natrium
Intervensi dan Rasional :
a) Timbang berat badan pasien setiap hari, Ukur intake dan output
tiap 24 jam, Ukur tekanan darah (posisi duduk dan berdiri), kaji
nadi dan pernapasan (Termasuk bunyi napas) tiap 6-8 jam, Kaji
status mental, Monitor oedema, distensi vena jugularis, refleks
hepato jugular, Ukur CVP dan PAWP.
Rasional : Untuk mengidentifikasi status gangguan cairan dan
elektrolit.
b) Monitor data laboratorium : Serum Natrium, Kalium, Clorida
dan bicarbonat.
Rasional : Untuk mengidentifikasikan acumulasinya elektrolit.
c) Monitor ECG

18
Rasional : Peningkatan atau penurunan Kalium dihubungkan
dengan disthrithmia. Hipokalemia bisa terjadi akibat pemberian
diuretic.
d) Berikan cairan sesuai indikasi
Rasional : Untuk mencegah kemungkinan terjadinya dehidrasi
sel.
e) Berikan Diuretic sesuai pesanan dan monitor terhadap
responnya.
Rasional : Untuk menentukkan efek dari pengobatan dan
observasi tehadap efek samping yang mungkin timbul seperti :
Hipokalemia dll.
3. Gangguan Nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan
dengan pembatasan intake (Diit) dan effect uremia yang
mengakibatkan malnutrisi protein – calori.
Intervensi dan Rasional :
a. Kaji terhadap adanya Mual, muntah dan anorexia.
Rasional : Keadaan – keadaan seperti ini akan meningkat
kehilangan kebutuhan nutrisi.
b. Monitor intake makanan dan perubahan berat badan ; Monitor data
laboratorium : Serum protein, Lemak, Kalium dan natrium.
Rasional : Untuk menentukkan diet yang tepat bagi pasien.
c. Berikan makanan sesuai diet yang dianjurkan dan modifikasi
sesuai kesukaan Klien.
Rasional : Meningkatkan kebutuhan Nutrisi klien sesuai diet .
d. Bantu atau anjurkan pasien untuk melakukan oral hygiene
sebelum makan.
Rasional : Menghilangkan rasa tidak enak dalam mulut sebelum
makan.
e. Berikan antiemetik dan monitor responya.
Rasional : Untuk mengevaluasi kemungkinan efek sampingnya.
f. Kolaborasi denga ahli diet untuk pemberian diit yang tepat bagi
pasien.

19
Rasional : Kerjasama dengan profesi lain akan meningkatan hasil
kerja yang baik. Pasien dengan GGK butuh diit yang tepat untuk
perbaikan keadaan dan fungsi ginjalnya.

4. Potensial Infeksi sehubungan dengan penekanan sistim imun akibat


uremia.
Intervensi dan Rasional :
a. Kaji terhadap adanya tanda- tanda infeksi.
Rasional : Untuk mendeteksi lebih awal adanya infeksi.
b. Monitor temperatur tiap 4 – 6 jam : Monitor data laboratorium :
WBC : Darah, Urine, culture sputum. Monitor serum Kalium.
Rasional : Uremia mungkin terselubung dan biasanya diikuti
dengan peningkatan temperatur dicurigai adanya infeksi. Status
hipermetabolisme seperti adanya infeksi dapat menyebabkan
peningkatan serum kalsium.
c. Pertahankan tekhnik antiseptik selama perawatan dan patulah
selalu universal precaution.
Rasional : Mencegah terjadinya infeksi.
d. Pertahankan kebersihan diri, status nutrisi yang adekuat dan
istirahat yang cukup.
Rasional : Kebiasaan hidup yang sehat membantu mencegah
infeksi.

5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan adanya kelemahan


Intervensi dan Rasional :
a. Periksa TTV sebelum dan sesudah aktifitas
Rasional :
b. Anjurkan klien melakukan aktifitas sesuai kemampuan
Rasional : Mencegah terjadinya resiko jatuh
c. Berikan periode istirahat dalam melakukan aktuifitas
Rasional : Periode istirahat akan membantu klien untuk melakukan
aktifitas berikutnya dan agar klien tidak terlalu kelelahan

20
d. Evaluasi peningkatan toleransi aktifitas
Rasional : untuk mengevaluasi efek samping dari aktifitas yang
dilakukan
e. Berikan bantuan aktifitas dalam perawatan diri
Rasional : agar pasien merasa aman dan nyaman.

21
DAFTAR PUSTAKA

Black & Matassarin. 1997. Medical Surgical Nursing. Fifth Edition. Philadelphia:
WB. Saunders Company

Darmojo, C. Boedi. 2004. Buku Ajar Geriatri, Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Edisi
III Jakarta: FKUI

Hudak & Gallo. 1997. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Volume I. Edisi
VI. Jakarta: EGC

Marllyn E. Doengoes (2000), “ Rencana Asuhan Keperawatan dan


Pendokumentasian“. Jakarta: EGC

Smeltzer & Brenda. 2000. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Sylvia Anderson Price (1998) “ Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit”. Alih Bahasa Adji Dharma, Edisi II. Jakarta: EGC

22

Anda mungkin juga menyukai