Anda di halaman 1dari 31

Diskusi Topik

GAGAL JANTUNG

Disusun oleh:
Dhea Maulidyastuti, S.Ked
Dhea Ayu Kartini Surya Putri, S.Ked
Lisdiana Putri, S.Ked
Indah Mayeri AS, S.Ked

Pembimbing:
dr. Lia Valentina Astari, SpJP-FIHA

KEPANITERAAN KLINIK
KJF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU
2020
2

GAGAL JANTUNG

A. Definisi

Gagal jantung adalah kumpulan gejala yang kompleks dimana seorang

pasien harus memiliki tampilan berupa gejala gagal jantung (nafas pendek yang

tipikal saat istrahat atau saat melakukan aktifitas disertai / tidak kelelahan),tanda

retensi cairan (kongesti paru atau edema pergelangan kaki), adanya bukti objektif

dari gangguan struktur atau fungsi jantung saat istrahat.1

Gagal jantung adalah suatu keadaan terjadinya kegagalan fungsi pompa

secara primer yang menyebabkan perfusi inadekuat ke jaringan perifer, otot

skeletal, kelelahan dan gangguan beraktivitas sehari-hari.2

Berdasarkan American Heart Association (AHA) pada guideline gagal

jantung tahun 2013, definisi gagal jantung adalah suatu sindroma klinis yang

kompleks yang merupakan hasil dari kerusakan struktural atau fungsional pada

saat pengisian ventrikel atau memompa darah.3

B. Epidemiologi

Gagal jantung merupakan penyakit tersering, dengan estimasi lebih dari 5

juta pasien di United States. Setiap tahunnya, kasus baru dari Congestive Heart

Failure (CHF) berkembang sekitar 550.000 kasus. Tingkat morbiditas dan

mortalitasnya cukup tinggi dan diperkirakan sekitar 1 juta kasus membutuhkan

perawatan intensif dirumah sakit. Setiap 50.000-60.000 pasien meninggal akibat

gagal jantung.4
3

Prevalensi gagal jantung di Eropa berdasarkan rentang usia, pada usia 25-

49 tahun sebanyak 1,36%, 2,93% pada usia 50-59 tahun, 7,63% pada usia 60-69

tahun, 12,67% pada usia 70-79 tahun, dan 16,14% pada usia >80 tahun.

Berdasarkan jenis kelamin, sebelumnya prevalensi perempuan lebih banyak

daripada laki-laki akan tetapi data terbaru menyatakan prevalensi saat ini lebih

tinggi pada laki-laki.5 Berdasarkan Pusat Data dan Informasi Kementerian

Kesehatan RI tahun 2014, prevalensi penyakit gagal jantung di Indonesia

diperkirakan sekitar 530.068 orang.6

C. Etiologi

Etiologi dari gagal jantung dapat dikategorikan berdasarkan kerusakan

pada miokardium, endokardium, perikardium, atau pembuluh darah besar.

Kerusakan pada miokardium merupakan penyebab tersering, Berikut merupakan

etiologi penyebab gagal jantung terbanyak :

Tabel 1. Etiologi Gagal Jantung2


4

D. Klasifikasi

Klasifikasi gagal jantung menurut New York Heart Association (NYHA)

dan American Heart Association (AHA) :

Tabel 2. Klasifikasi Gagal Jantung7

NYHA AHA
Kelas I : tidak ada keterbatasan Stage A : risiko tinggi gagal jantung
aktifitas. aktivitas fisik sehari-hari tanpa disertai penyakit struktural
tidak menyebabkan sesak nafas, jantung atau gejala gagal jantung
lelah atau palpitasi
Kelas II : keterbatasan aktifitas fisik Stage B : penyakit jantung
ringan. Lebih nyaman apabila struktural tanpa ada tanda dan gejala
beristirahat, apabila beraktivitas gagal jantung
fisik sehari-hari menimbulkan sesak
nafas, lelah atau palpitasi
Kelas III : keterbatasan aktifitas Stage C : penyakit jantung
fisik yang sangat jelas. Lebih struktural disertai beberapa tanda
nyaman apabila beristirahat, dan gejala gagal jantung
aktivitas fisik ringan sudah
menimbulkan sesak nafas, lelah atau
palpitasi
Kelas IV : tidak dapat beraktifitas Stage D : gagal jantung refrakter
fisik. Gejala muncul walaupun saat dan membutuhkan tindakan
istirahat. Keluhan meningkat saat intervensi lebih lanjut
melakukan aktifitas

Gagal jantung sering juga diklasifikasikan sebagai gagal jantung dengan

penurunan fungsi sistolik (fraksi ejeksi) atau dengan gangguan fungsi

diastolik(fungsi sistolik atau fraksi ejeksi normal), yang selanjutnya akan disebut

sebagai heart failure with preserved ejection fraction (HFpEF).1 Komorbid


5

terjadinya HFpEF adalah hipertensi, penyakit arteri koroner, diabetes, penyakit

gagal ginjal, penyakit katup jantung, kardiomiopati restriktif, atau penyakit

jantung spesifik seperti amyloidosis.4

Selain itu, gagal jantung dibagi lagi menjadi gagal jantung akut dan kronis,

gagal jantung kanan dan kiri.


6

 Gagal jantung akut, kronis

Gagal jantung akut merupakan onset cepat perburukan dari tanda dan

gejala gagal jantung. Gagal jantung akut sering berpotensi mengancam jiwa,

membutuhkan perawatan rumah sakit, dan penatalaksanaan sesegera mungkin

dengan tujuan untuk mencegah kelebihan cairan dan gangguan hemodinamik.

Gagal jantung akut terjadi akibat peningkatan tekanan pengisian kapiler dan atau

karena disfungsi miokardial akut yang menyebabkan penurunan perfusi perifer

dan edema pulmonal. Etiologi tersering adalah iskemik kardiak, dimana terjadi

oklusi total pada coroner sehingga menurunkan kontraktilitas otot jantung dari

arteri koroner yang terganggu.8

Pada gagal jantung kronis, biasanya mengalami mekanisme kompensasi

namun juga terjadi hipertrofi pada jantung.4 Mekanisme kompensasi ini dalam

bentuk toleransi terhadap penurunan cardiac output (CO) dengan tujuan untuk

menunda progresi kerusakan struktural jantung dengan bantuan aktivitas

neurohormonal.9

 Gagal jantung kiri dan kanan

Gagal jantung sering terjadi pada satu sisi dengan onset mendadak

(contoh: infark miokard akut). Gagal jantung dapat terjadi pada salah satu

ventrikel atau dapat menyerang kedua ventrikel (biventrikel) terutama apabila

kerusakan pertama terjadi pada ventrikel kiri. Sebagai tambahannya, apabila

terdapat pembesaran pada salah satu ruang jantung, dapat menyebabkan

peningkatan tekanan ruang jantung yang lain sehingga tingkat pengisiannya juga
7

meningkat. Gagal jantung kanan selalu diikuti dengan gagal jantung kiri, tetapi

gagal jantung kiri tidak selalu diikuti dengan gagal jantung kanan.4

E. Patofisiologi

a. Perubahan hemodinamik

Gagal jantung dapat meningkat akibat fungsi sistolik, diastolik dan atau

kombinasi keduanya yang memburuk. Pada keadaan disfungsi sistolik, terjadi

penurunan stroke volume (SV) dengan CO secara bersamaan. Sebagai mekanisme

kompensasi menjaga CO terdapat 3 mekanisme yang terjadi. Pertama peningkatan

preload untuk meningkatkan kontraksi sarkomer untuk meningkatkan SV. Kedua,

peningkatan pelepasan katekolamin dapat meningkatkan CO yang ditandai dengan

peningkatan heart rate (HR). Terakhir, otot jantung dapat mengalami hipertrofi

dan volume ventrikel meningkat. 3 mekanisme ini memiliki keterbatasan dalam

kinerjanya sehingga apabila penyakit dasar penyebab disfungsi sistolik tidak

teratasi, gagal jantung tetap terjadi. Pada keadaan disfungsi diastolik, dapat

ditemukan pada penyakit yang menyebabkan penurunan relaksasi, penurunan

rekoil elastis, atau peningkatan kekakuan ventrikel. Hipertensi sering memicu

penebalan dinding ventrikular yang akan menyebabkan disfungsi diastolik, begitu

juga dengan iskemik juga dapat menyebabkan disfungsi diastolik. 10

b. Perubahan Neuro-hormonal

Setelah terjadi kerusakan pada jantung, akan terjadi peningkatan sekresi

neuro hormonal endogen dan sitokin. Secara umum, terjadi peningkatan aktivitas

adrenergik dan sistem renin-angiotensin sebagai mekanisme kompensasi menjaga

keseimbangan perfusi pada organ vital. Peningkatan aktivitas saraf simpatis


8

dapat menyebabkan perubahan sel jantung. Gagal jantung berhubungan dengan

peningkatan pelepasan vasopressin dari kelenjar pituitari posterior. Vasopresin

merupakan vasokronstriktor kuat yang menyebabkan reabsorbsi air di tubulus

renalis. Selain itu, juga berhubungan dengan pelepasan sitokin dan sirkulasi

peptida. Siktokin merupakan protein yang disekresi dari makrofag, limfosit,

monosit dan sel endotel sebagai respon kerusakan. Interleukin dan tumor necrosis

factor (TNF) merupakan grup besar sitokin yang berperan besar dalam gagal

jantung.10

c. Perubahan sel

Perubahan sel termasuk perubahan Ca2+, reseptor adrenergic, apparatus

kontraktil dan struktur miosit. Pada gagal jantung, pembawaan Ca 2+ ke apparatus

kontraktil dan reuptake Ca2+ oleh retikulum sarkoplasmik melambat. Selain itu,

gagal jantung berhubungan dengan reseptor β1 adrenergik yang disebabkan dari

aktivitas saraf simpatik berlebihan. Semua perubahan yang terjadi menyebabkan

penurunan kontraktilitas miosit. Cardiac myocytes tidak bisa berproliferasi

sehingga terjadi turnover kontraktil protein sehingga terbentuk banyak sarkomer

sehingga menyebabkan hipertrofi miosit. Dengan kata lain, miosit mengalami

apoptosis sehingga pada akhirnya akan menyebabkan pelebaran pada jantung

sebagai respon stress hemodinamik dan menyebabkan gagal jantung.10


9

F. Diagnosis

Gejala dan tanda gagal jantung adalah sebagai berikut :1

Tabel 3. Manifestasi klinis gagal jantung1

Gejala Tanda
Tipikal Spesifik
 Sesak nafas  Peningkatan JVP
 Ortopneu  Refluks hepatojugular
 Paroxysmal nocturnal  Suara jantung S3 (gallop)
dyspnoe  Apeks jantung bergeser ke
 Toleransi aktifitas yang lateral
berkurang  Bising jantung
 Cepat Lelah
 Bengkak di pergelangan
kaki

Kurang tipikal Kurang tipikal


 Batuk di malam hari/dini  Edema perifer
hari  Krepitasi pulmonal
 Mengi  Suara pekak di basal paru
 Berat badan(BB pada perkusi
 bertambah >2kg/minggu  Takikardia
 BB turun (stadium  Nada irregular
lanjut)  Nafas cepat
 Perasaan kembung/begah  Hepatomegali
 Nafsu makan menurun  Asites
 Perasaan bingung  Kaheksia
 Depresi
 Berdebar
 Pingsan

Diagnosis gagal jantung ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan penunjang.

1) Anamnesis

Pertanyaan yang dapat diajukan saat melakukan anamnesis pada pasien

curiga gagal jantung akut yakni:11


10

 Terlentang, terutama malam hari

 Rasa lelah dapat terjadi saat aktivitas maupun istirahat

 Batuk-batuk tidak produktif, terutama posisi baring

 Progresivitas perburukan dalam hitungan hari.

Pertanyaan yang dapat diajukan saat melakukan anamnesis pada pasien

curiga gagal jantung kronik yakni:

 Cepat lelah bila beraktifitas ringan (mandi, jalan >300 m, naik tangga)

 Sesak nafas saat terlentang, malam hari atau saat beraktifitas, tidur lebih

nyaman bila menggunakan bantal yang tinggi ( 2-3 bantal)

 Bengkak pada tungkai bawah dekat mata kaki

 Riwayat menderita penyakit jantung atau dirawat dengan gejala diatas.

2) Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik pasien gagal jantung biasanya akan mengalami

peningkatan pada vena jugularis, edema perifer. Edema biasanya muncul dari

edema pada ankle kemudian berkembang menjadi edema anasarka, asites, dan

efusi pleura.

Gambar 2. Gejala dan tanda gagal jantung2


11

Pulsasi bisa normal namun juga bisa takikardi disertai atrial fibrilasi.

Tekanan darah bisa menurun, normal ataupun tinggi tergantung staging dan

etiologi gagal jantung. Pada pemeriksaan auskultasi dapat ditemukan beberapa

kelainan seperti pulsasi pada bagian apeks yang bergeser, terdapat suara jantung

tambahan seperti S3, S4, mur-mur, pansistolik mur-mur dan regurgitasi katup

mitral.2 Selain itu pada auskultasi paru juga dapat ditemukan pulmonary crackles

(ronki atau krepitasi) yang dihasilkan oleh transudasi cairan dari rongga

intravascular ke dalam alveoli. Pada pasien dengan edema paru akan ditemukan

ronki pada lapang paru.12

Kriteria diagnosis gagal jantung dapat ditegakkan berdasarkan kriteria

“Framingham” yang terdiri dari 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dengan 2

kriteria minor.9

Gambar 3. Kriteria framingham9

3) Pemeriksaan penunjang

a. Elektrokardiogram (EKG)
12

Pemeriksaan EKG harus dikerjakan pada semua pasien diduga gagal

jantung. Abnormalitas EKG sering dijumpai pada gagal jantung (Tabel 4).1
13

Tabel 4. Abnormalitas EKG yang umum ditemukan pada gagal jantung1

Abnormalitas Penyebab Implikasi klinis

Sinus takikardia Gagal jantung dekompensasi, Penilaian klinis Pemeriksaan


anemia, demam, hipertroidisme laboratorium

Sinus Obat penyekat β, anti aritmia, Evaluasi terapi obat


Bradikardia hipotiroidisme, sindroma sinus Pemeriksaan laboratorium
sakit

Atrial takikardia Hipertiroidisme, infeksi, gagal Perlambat konduksi AV,


/ futer / fbrilasi jantung dekompensasi, infark konversi medik, elektroversi,
miokard ablasi kateter, antikoagulasi

Aritmia skemia, infark, kardiomiopati, Pemeriksaan laboratorium, tes


ventrikel miokardits, hipokalemia, latihan beban, pemeriksaan
hipomagnesemia, overdosis perfusi, angiografi koroner,
digitalis ICD

Iskemia / Infark Penyakit jantung korone Ekokardiografi, troponin,


Angiografiikoroner,
revaskularisasi

Gelombang Q Infark, kardiomiopati hipertrofi, Ekokardiografi, angiografii


LBBB, preexitasi coroner

Hipertrofi Hipertensi, penyakit katup aorta, Ekokardiografi, Doppler


ventrikel kiri kardiomiopati hipertrof

Blok Infark miokard, Intoksikasi obat, Evaluasi penggunaan obat,


Atrioventrikular miokarditis, sarkoidosis, Penyakit pacu jantung, penyakit
Lyme sistemik

Mikrovoltas Obesitas, emfisema, efusi perikard, Ekokardiograf, rontgen toraks


amyloidosis
Durasi QRS > Disinkroni elektrik dan mekanik Mekanik Ekokardiograf,
0,12 detik CRT-P, CRT-D
dengan
morfologi
LBBB
LBBB = Lef Bundle Branch Block; ICD = Implantable Cardioverter Defbrillator CRT-P
= Cardiac Resynchronizaton Therapy-PACEImaker; CRT-D = Cardiac
Resynchronizaton Therapy-Defbrillator
14

b. Radiologi

Foto thorax merupakan komponen penting dalam diagnosis gagal

jantung. Abnormalitas pada penyakit gagal jantung dapat dilihat pada tabel

5.1

Tabel 5. Abnormalitas foto thorax pasien gagal jantung1

Abnormalitas Penyebab Implikasi klinis


Kardiomegali Dilatasi ventrikel kiri, Ekokardiograf, doppler
ventrikel kanan, atria, efusi
perikard
Hipertrofi ventrikel Hipertensi, stenosis aorta, Ekokardiografi, doppler
kardiomiopati hipertrofi
Tampak paru Bukan kongesti paru Nilai ulang diagnosis
normal
Kongesti vena paru Peningkatan tekanan Mendukung diagnosis
pengisianventrikel kiri gagal jantung kiri
Edema intersital Peningkatan tekanan Mendukung diagnosis
pengisian ventrikel kiri gagal jantung kiri
Efusi pleura Gagal jantung dengan Pikirkan etologi
peningkatan tekanan nonkardiak (jika efusi
pengisian jika efusi banyak)
bilateralInfeksi paru, pasca
bedah/ keganasan
Garis Kerley B Peningkatan tekanan limfatik Mitral stenosis/gagal
jantung kronik
Area paru Emboli paru atau emfsema Pemeriksaan CT,
hiperlusen Spirometri,
ekokardiografi
Infeksi paru Pneumonia sekunder akibat Tatalaksana kedua
kongesti paru penyakit: gagal jantung
dan infeksi paru
Infltrat paru Penyakit sistemik Pemeriksaan diagnostik
lanjutan
15

c. Laboratrium

Pemeriksaan laboratrium rutin pada pasien gagal jantung adalah darah

perifer lengkap (hemoglobin, leukosit, trombosit), elektrolit, kreatinin,


16

glomerular filtration rate (GFR), glukosa, tes fungsi hati dan urinalisis.

Abnormalitas pemeriksaan laboratrium pada pasien gagal jantung dapat dilihat

pada tabel 6. Tabel 6. Abnormalitas pemeriksaan laboratrium pasien gagal

jantung1

d. Peptida natriuretik

3 natriuretik peptida terbesar adalah atrial natriuretic peptide (ANP), b-type

natriuretic peptide (BNP), dan c-type natriuretic peptide (CNP). Pada pasien

gagal jantung kita menilai dari BNP dan NT-proBNP. BNP normal pada orang

dewasa adalah <25 pg/ml dan NT-proBNP <70 pg/ml. Pasien dengan gejala

dispnea akut menandakan kadar BNP >25 namun <100 pg/ml. dan NT-proBNP

>70 pg/ml namun <300 pg/ml.12


17

e. Troponin I atau E

Pemeriksaan troponin dilakukan pada penderita gagal jantung jika

gambaran klinisnya disertai dugaan sindroma koroner akut. Peningkatan

ringan kadar troponin kardiak sering pada gagal jantung berat atau selama

episode dekompensasi gagal jantung pada penderita tanpa iskemia miokard.1


18

f. Ekokardiografi

Konfirmasi diagnosis gagal jantung dan/atau disfungsi jantung dengan

pemeriksaan ekokardiografi adalah keharusan dan dilakukan secepatnya pada

pasien dengan dugaan gagal jantung. Pengukuran fungsi ventrikel untuk

membedakan antara pasien disfungsi sistolik dengan pasien dengan fungsi

sistolik normal adalah fraksi ejeksi ventrikel kiri (normal > 45 - 50%).1

Ekokardiografi mempunyai peran penting dalam mendiagnosis gagal

jantung dengan fraksi ejeksi normal. Diagnosis harus memenuhi tiga kriteria :1

1. Terdapat tanda dan/atau gejala gagal jantung

2. Fungsi sistolik ventrikel kiri normal atau hanya sedikit

terganggu (fraksi ejeksi > 45 - 50%)

3. Terdapat bukti disfungsi diastolik (relaksasi ventrikel kiri

abnormal / kekakuan diastolik).

Algoritma diagnostik gagal jantung :

Gambar 4. Algoritma diagnostik gagal jantung1


19

G. Tatalaksana

 Non-farmakologi

 Strategi pencegahahan

Apabila pasien sudah memasuki stage A stage B strategi pencegahan

sudah mulai dilakukan dalam pencegahan gagal jantung dengan tujuan

tetap menjaga fungsi ventrikel tetap bagus sebelum gejala gagal jantung

muncul. Kontrol hipertensi, diabetes dan iskemik miokard harus ditangani

adekuat sebelum terjadi kerusakan miokardium.4

 Pengurangan berat badan

Pengurangan berat badan pasien obesitas (IMT > 30 kg/m 2) dengan

gagal jantung dipertimbangkan untuk mencegah perburukan gagal jantung,

mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup.1

 Latihan fisik

Latihan fisik direkomendasikan kepada semua pasien gagal jantung

kronik stabil. Program latihan fisik memberikan efek yang sama baik

dikerjakan di rumah sakit atau di rumah.1

 Pengaturan diet

Diet sangat diperlukan pada pasien overweight karena dengan

penurunan berat badan dapat mengurangi kerja beban jantung dan

menurunkan gejala gagal jantung. Mengurangi sodium (1,5-2 g/hari) dapat

mengurangi retriksi cairan sekaligus menurunkan beban jantung.4


20

2. Farmakologi

1. Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor

Penggunaan ACE-inhibitor pada gagal jantung memiliki

manfaat meningkatkan CO dengan menurunkan tekanan pengisian

ventrikel, resistensi pembuluh darah pulmonal dan sistemik tanpa

peningkatan HR. Selain itu, ACE-inhibitor juga berpengaruh terhadap

penurunan insidensi aritmia ventrikel, dan perbaikan gejala gagal

jantung dalam 2 minggu sehingga meningkatkan kualitas hidup.14

ACE-inhibitor lebih baik dikombinasikan dengan β-blocker dan

mineralcorticoid receptor blockade (MRB) untuk mencapai maksimal

terapi dan diimbangi dengan pemberian diuretik untuk mencegah

overload cairan. Fungsi ginjal dan kalium serum harus dinilai dalam 2

minggu setelah memulai terapi dan setiap 3 bulan setelahnya, karena

memiliki risiko hipotensi sistemik, disfungsi ginjal dan hiperkalemia.14

a. Indikasi pemberian ACE-inhibitor1

- Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %, dengan atau tanpa gejala

b. Kontraindikasi pemberian ACE-inhibitor1

- Riwayat angioedema

- Stenosis renal bilateral

- Kadar kalium serum> 5,0 mmol/L

- Serum kreatinin > 2,5 mg/dL

- Stenosis aorta berat.


21

Gambar 5.Golongan ACE-inhibitor14

2. Angiotensin Receptor Blocker (ARB)

ARB bekerja dengan blok reseptor angiotensin II dan mencegah efek dari

produksi angiotensin II tidak hanya dari jalur ACE, namun juga chymase. ARB

akan blok angiotensin II tipe 1 reseptor (yang berhubungan dengan hipertrofi

miokardium dan remodelling) dan meningkatkan aktivasi angiotensin II tipe 2

reseptor, menyebabkan vasodilatasi. Candesartan adalah golongan ARB yang

menurunkan angka mortalitas 15% ketika dikombinasi dengan ACE-inhibitor.14

a. Indikasi pemberian ARB :1

- Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %

- Sebagai pilihan alternatif pada pasien dengan gejala ringan sampai berat

(kelas fungsional II - IV NYHA) yang intoleran ACE-inhibitor

- ARB dapat menyebabkan perburukan fungsi ginjal, hiperkalemia, dan

hipotensi simtomatik sama sepert ACE-inhibitor, tetapi ARB tidak

menyebabkan batuk

b. Kontraindikasi pemberian ARB :1

- Sama seperti ACEI, kecuali angioedema

- Pasien yang diterapi ACEI dan antagonis aldosteron bersamaan


22

- Monitor fungsi ginjal dan serum elektrolit serial ketika ARB digunakan

bersama ACE-inhibitor.3

Gambar 6.Golongan ARB16

3. Mineralcorticoid receptor blockade (MRB)

Mineralcorticoid receptor blockade (MRB) merupakan antagonis

aldosterone. ACE-inhibtor dan ARB merupakan golongan obat yang

menyebabkan peningkatan kadar aldosterone. Spironolakton merupakan

antagonis aldosterone pada ginjal, dengan menghambat perubahan aldosterone-

dependent sodium-potassium exchange di sel tubulus distal. Eplerenone

merupakan MRB selektif yang mencegah ikatan aldosterone dan mencegah efek

samping ginekomastia pada laki-laki yang menggunakan spironolakton (10%).

MRB boleh digunakan pada pasien dengan kadar GFR <30mL/min/1.73m 2 dan

serum potassium <5mEq/L. Kadar potassium harus dimonitor setiap minggu

setidaknya dalam 4 minggu pertama dalam 3 bulan, dan setelah 3 bulan. Efek

samping hiperkalemia juga dapat terjadi.16

a. Indikasi pemberian antagonis aldosteron

- Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %

- Gejala sedang sampai berat (kelas fungsional III- IV NYHA)

- Dosis optimal penyekat β dan ACEI atau ARB (tetapi tidak ACEI dan ARB)

b. Kontraindikasi pemberian antagonis aldosteron


23

- Konsentrasi serum kalium > 5,0 mmol/L

- Serum kreatinin > 2,5 mg/dL

- Bersamaan dengan diuretik hemat kalium atau suplemen kalium

- Kombinasi ACEI dan ARB.

Gambar 7.Golongan MRB14

4. β-blocker

β-blocker bekerja dengan mencegah efek utama dari aktivasi sistem saraf

simpatis pada pasien gagal jantung sistolik. Efek jangka panjangnya adalah

meningkatkan ejeksi fraksi, penurunan volume ventrikel kiri dan regurgitasi

mitral dan mengubah bentuk ventrikel kiri menjadi lebih elips dari sebelumnya

karena mengalami pembesaran. Bisoprolol, carvedilol dan metoprolol

merupakan golongan β-blocker yang menurunkan gejala gagal jantung.β-

blocker dapat diberikan pada pasien dengan asimtomatik left ventricular systolic

dysfunction dan gagal jantung stabil kecuali memiliki kontraindikasi. Efek

samping yang sering terjadi adalah bradikardia simtomatik, hipotensi, rasa lelah

dan kelemahan.14

a. Indikasi pemberian β-blocker:1

- Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %

- Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II - IV NYHA)


24

- ACE-inhibitor / ARB (dan antagonis aldosteron jika indikasi) sudah

diberikan

- Pasien stabil secara klinis (tidak ada perubahan dosis diuretik, tidak ada

kebutuhan inotropik i.v. dan tidak ada tanda retensi cairan berat)

b. Kontraindikasi pemberian β-blocker:1

- Asma

- Blok AV (atrioventrikular) derajat 2 dan 3, sindroma sinus sakit (tanpa

pacu jantung permanen), sinus bradikardia (nadi < 50 x/menit).

Gambar 8.Golongan -blocker 14

5. Hidralazine dan Isosorbide dinitrate (H-ISDN)

Nitrat memberikan efek yang besar terhadap venodilatasi dibandingkan

sistem arterial, selagi hydralazine bekerja langsung terhadap relaksasi otot

polos sehingga dilatasi arteriola secara predominan. H-ISDN digunakan

sebagai alternatif jika pasien intoleran terhadap ACE-inhibitor dan ARB.

Efek samping H-ISDN seperti hipotensi simtomatik, nyeri sendi atau nyeri

otot.14

a. Indikasi pemberian kombinasi H-ISDN :1

- Pengganti ACEI dan ARB dimana keduanya tidak dapat ditoleransi

- Sebagai terapi tambahan ACEI jika ARB atau antagonis aldosteron tidak

dapat ditoleransi
25

- Jika gejala pasien menetap walaupun sudah diterapi dengan ACE, β-

blocker dan ARB atau antagonis aldosteron


26

b. Kontraindikasi pemberian kombinasi H-ISDN :1

- Hipotensi simtomatik

- Sindroma lupus

- Gagal ginjal berat.

6. Digoksin

Digoksin menghambat sodium-postasium adenosine triphosphatase di

miokardium, sehingga meningkatkan kontraksi miokard di aferen vagal

mengsensitisasi baroreseptor jantung dan menurunkan aliran simpatis.

Sedangkan pada ginjal menyebabkan penurunanan reabsorbsi sodium di

tubulus ginjal.14 Pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrial, digoksin

dapat digunakan untuk memperlambat laju ventrikel yang cepat, walaupun

obat lain (seperti penyekat beta) lebih diutamakan pada pasien gagal jantung

simtomatik, fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 % dengan irama sinus.1

a. Indikasi pemberian digoksin:1

- Atrial fibrilasi dengan irama ventricular saat istirahat >80x/menit atau

saat aktivitas >110-120 x/menit.

- Irama sinus dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤40%, gejala ringan

sampai berat (NYHA II-IV) dan dengan dosis optimal ACE dan atau

ARB, b-blocker dan antagonis aldosterone jika ada indikasi.

b. Kontraindikasi pemberian kombinasi H-ISDN :1

- AV block derajat II dan III

- Sindroma pre-eksitasi

- Riwayat intoleransi digoksin


27

Cara pemberian digoksin pada gagal jantung :1

 Dosis awal: 0,25 mg, 1 x/hari pada pasien dengan fungsi ginjal normal.

Pada pasien usia lanjut dan gangguan fungsi ginjal dosis diturunkan

menjadi 0,125 atau 0,0625 mg, 1 x/hari

 Periksa kadar digoksin dalam plasma segera saat terapi kronik. Kadar

terapi digoksin harus antara 0,6 - 1,2 ng/mL

 Beberapa obat dapat menaikan kadar digoksin dalam darah (amiodaron,

diltiazem, verapamil, kuinidin).

7. Diuretik

Diuretik digunakan untuk mengurangi gejala kongestif dengan

mengutamakan ekskresi sodium dan air dan mengurangi jumlah volume

plasma. Loop diuretik dapat meningkatkan ekskresi sodium 20-25% dan

meningkatkan klirens air. Loop diuretic memiliki waktu paruh yang lebih

pendek dibandingkan thiazides.14 Tujuan dari pemberian diuretik adalah

untuk mencapai status euvolemia (kering dan hangat) dengan dosis yang

serendah mungkin, yaitu harus diatur sesuai kebutuhan pasien, untuk

menghindari dehidrasi atau reistensi.1

Gambar 9.Golongan diuretik1 16


28

Alur diagnosis
29

H. Prognosis

Gagal jantung merupakan penyakit yang umumnya mengalami perburukan

dan bersifat jangka panjang. Prognosisnya tergantung dari berat ringannya

penyakit, komorbid dan respon pengobatan. Beberapa faktor yang berhubungan

dengan perburukan dari gagal jantung seperti usia tua, laki-laki, status ekonomi

yang rendah, komorbid baik kardiovaskular (atrial fibrilasi, ventrikular aritmia,

riwayat stroke, penyakit arteri perifer) maupun non kardiovaskular (diabetes,

anemia defisiensi besi, chronic obstructive pulmonary disease, gagal ginjal,

gangguan kognitif dan depresi).15


30

DAFTAR PUSTAKA

1. PERKI. Pedoman tatalaksana gagal jantung. Edisi I;2015.

2. McDonagh T. Oxford Textbook of Heart Failure. New York: Oxford


University Press; 2011. p.4.

3. Yancy CW, et al. 2013 ACCF/AHA guideline for the management of heart
failure: a report of the American College of Cardiology
Foundation/American Heart Association Task Force on Practice
Guidelines. J Am Coll Cardiol. 2013;62(16):e147-e239.

4. Crawford M. Current Diagnosis and Treatment in Cardiology (3rd


Edition). New York, USA: McGraw-Hill Professional Publishing; 2009.
p.203-11.

5. Savarese G, Lund LH. Epidemiology Global Public Health Burden of


Heart Failure. 2017;7–11.

6. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI tahun 2014. Jakarta:


Kementerian Kesehatan RI.

7. Ponikowski P, Voors A, Anker S, Bueno H, Cleland J, Coats A et al. 2016


ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart
failure. European Heart Journal. 2016;37(27):2129-2200.

8. Kurmani S, Squire I. Acute Heart Failure: Definition, Classification and


Epidemiology. Current Heart Failure Reports. 2017;14(5):385-92.

9. Jaski B. The 4 stages of heart failure. Minneapolis: CardioText; 2015. p.


25-7.

10. Hammer G, McPhee S. Pathophysiology of disease. 8th ed. New York:


McGraw-Hill; 2019.

11. Perhimpunan dokter spesialis kardiovaskular indonesia. Panduan praktik


klinis (PPK) dan clinical pathway (CP) penyakit jantung dan pembuluh
darah. 2016.
31

12. Chatterjee NA, Fifer MA. Heart Failure. In: Lilly LS, Editor.
Pathophysiology of Heart Disease. 5th Edition. Philadelphia: Lippincott
Williams&Wilkins; 2011.

13. Mann D. Heart failure : A Companion to Braunwald’s Heart Disease. 2nd


ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2011. p.545.

14. Crawford M. Heart failure with reduced ejection fraction. Current


diagnosis & treatment cardiology. 10th ed. New York: McGraw-Hill
Education; 2017. p.572-4.

15. Spoletini I, Lainscak M. Epidemiology and Prognosis of Heart Failure.


International Cardiovascular Forum Journal. 2017;10.

Anda mungkin juga menyukai