Anda di halaman 1dari 18

Permasalahan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme

di Daerah serta Strategi Penanggulangannya


==========================================================
Oleh: Ismansyah dan Purwantoro Agung Sulistyo

ABSTRACT
Corruption, Collusion, and Nepotism in Indonesian is no more
representing a phenomenon, but this have been representing
factually which is famous everywhere. However, KKN (Corruption,
Collusion, and Nepotism) will be shares that are not dissociated
from bureaucrat government system. Nowdays, KKN (Corruption,
Collusion, and Nepotism) many cases in Indonesian, but there are
not strategy of problem. This article will try explaining Good
Governance and strategy of problem Corruption, Collusion, and
Nepotism.

Kata Kunci: Good Governance, strategy of problem, Corruption,


Collution, Nepotism

I. PENDAHULUAN
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme Sumartana,2 menyatakan bahwa
(KKN) di Indonesia bukan lagi Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
merupakan sebuah fenomena, (KKN) akhir-akhir ini dianggap
melainkan sudah merupakan fakta sebagai wujud paling buruk dan
yang terkenal di mana-mana.1 Kini, paling ganas dari gejala kemerosotan
setelah rezim otoriter Orde Baru moral dari kehidupan masyarakat dan
tumbang, tampak jelas bahwa praktik bernegara di negeri kita. KKN adalah
KKN selama ini terbukti telah produk dari relasi sosial-politik dan
menjadi tradisi dan budaya yang ekonomi yang pincang dan tidak
keberadaannya meluas, berurat akar manusiawi. Relasi yang dikembang-
dan menggurita dalam masyarakat kan adalah relasi yang diskriminatif,
serta sistem birokrasi Indonesia, alienatif, tidak terbuka, dan meleceh-
mulai dari pusat hingga lapisan kan kemanusiaan. Kekuasaan dianggap
kekuasaan yang paling bawah. sebagai sebuah privilege bagi
kelompok (kecil) tertentu, serta
bersifat tertutup dan menempatkan
semua bagian yang lain sebagai

1
Fathurrahman Djamil dkk, ³.RUXSVL .ROXVL,
dan Nepotisme (KKN): Dalam Perspektif
2
+XNXP GDQ 0RUDO ,VODP´; dalam Menying- Sumartana. µEtika dan Penanggulangan
kap Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme di Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme di Era
Indonesia. Yogyakarta: Aditya Media, ReforPDVL´, Yogyakarta: Aditya Media,
1999, hlm. (103-115), 103 1999, hlm. (97-102), 100.

Permasalahan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme di Daerah... 43


REMHN´ \DQJ WDN SXQ\D DNVHV XQWXN tungkan kepentingan keluarganya
berpartisipasi. Setiap bentuk kekua- dan atau kroninya di atas
saan (baik politik, sosial, maupun kepentingan masyarakat, bangsa,
ekonomi) yang tertutup akan dan negara.
menciptakan hukum-hukumnya sendiri Mubaryanto4, penggiat ekonomi
demi melayani kepentingan penguasa Pancasila, dalam artikelnya
yang eksklusif. Kekuasaan yang menjelaskan tentang korupsi bahwa,
tertutup semacam ini merupakan salah satu masalah besar berkaitan
lahan subur yang bisa menghasilkan dengan keadilan adalah korupsi, yang
panen KKN yang benar-benar kini kita lunakan menjadi ´..1´
melimpah. Perbuatan nama dari korupsi menjadi
Pada era pemerintahan transisi KKN ini barangkali beralasan karena
di bawah Presiden BJ Habibie, istilah praktek korupsi memang terkait
KKN diresmikan menjadi istilah koneksi dan nepotisme. Tetapi tidak
hukum dengan diundangkannya dapat disangkal bahwa dampak
Undang-Undang Nomor 28 Tahun ´SHQJJDQWLDQ´ LQL WLGDN EDLN NDUHQD
WDQJJDO 0HL WHQWDQJ ´ KKN ternyata dengan kata tersebut
Penyelenggara Negara yang Bersih praktek korupsi lebih mudah
dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan ditoleransi dibandingkan dengan
1HSRWLVPH´ 'LGDODP %DE , penggunaan kata korupsi secara
Ketentuan Umum, pasal 1 Undang- gamblang dan jelas, tanpa tambahan
undang tersebut, pengertian dari kolusi dan nepotisme.
masing-masing istilah dimaksud dapat Tuntutan terhadap paradigma
diketahui berikut ini: good governance dalam seluruh
1) Korupsi adalah tindak pidana kegiatan di era globalisasi dewasa ini
sebagaimana dimaksud dalam sudah tidak dapat dielakkan lagi.5
ketentuan peraturan perundang- Tuntutan tersebut menjadi penting
undangan yang mengatur tentang karena jika kondisi good governance
tindak pidana korupsi.3 dapat dicapai, maka terwujudnya
2) Kolusi adalah permufakatan atau negara yang bersih dan responsif
kerja sama secara melawan hukum (clean and responsive state),
antar Penyelenggara Negara atau semaraknya masyarakat sipil (vibrant
antara Penyelenggara Negara dan civil society) dan kehidupan bisnis
pihak lain yang merugikan orang yang bertanggungjawab (good
lain, masyarakat, dan atau Negara.
3) Nepotisme adalah setiap perbuatan 4
Almarhum Prof. Dr. Mubaryanto, meru-
Penyelenggara Negara secara pakan Guru Besar Universitas Gajah Mada,
melawan hukum yang mengun- yang mengabdikan dirinya pada pengkajian
ekonomi rakyat melalui konsepsi ekonomi
pancasila, yang tetap ia yakini hingga akhir
3
Untuk memahami Rumusan delik Korupsi, hayatnya.
5
lihat Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang Istilah good governance dapat diarti-kan
Nomor 31 Tahun 1999. Kedua pasal sebagai terlaksananya tata ekonomi, politik
tersebut disadur dar pasal 1 ayat (1) sub a dan sosial yang baik. Baca misalnya
dan sub b Undang-undang Nomor 3 Tahun 5RFKPDQ $FKZDQ ³*RRG *RYHUQDQFH
1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Manifesto Politik Abad ke- ´ dalam
Korupsi, LN 1971 Nomor 19. Kompas, Rabu, 28 Juni 2000, halaman 39

44 DEMOKRASI Vol. IX No. 1 Th. 2010


corporate governance) niscaya tidak Dalam pengertian yuridis,
lagi hanya menjadi sebuah impian. pengertian korupsi tidak hanya
Terhadap tuntutan terseleng- terbatas kepada perbuatan yang
garanya good governance ini memenuhi rumusan delik dapat
lembaga-lembaga donor internasional, merugikan keuangan negara atau
seperti Bank Dunia, IMF dan ADB perekonomian negara, tetapi meliputi
bahkan telah secara tegas meminta juga perbuatan-perbuatan yang
ditegakkannya paradigma good memenuhi rumusan delik, yang
governance di negara-negara yang merugikan masyarakat atau orang
memperoleh bantuan dari mereka, perseorangan. Oleh karena itu,
termasuk Indonesia.6 Dengan demi- rumusannya dapat dikelompokkan
kian, bagi Indonesia, terwujudnya sebagai berikut:
good governance telah menjadi suatu 1. Kelompok delik yang dapat
keharusan yang harus diupayakan. merugikan keuangan negara atau
Untuk dapat mewujudkan good perekonomian negara.
governance sebagaimana dituntut oleh 2. Kelompok delik penyuapan, baik
masyarakat maupun lembaga-lembaga aktif (yang menyuap) maupun
donor internasional tersebut, salah pasif (yang di suap).
satu unsur penting yang harus 3. Kelompok delik penggelapan.
terpenuhi adalah adanya transparansi 4. Kelompok delik pemerasan dalam
atau keterbukaan dan akuntabilitas jabatan (knevelarij, extortion).
dalam berbagai aktifitas, baik aktifitas 5. Kelompok delik yang berkaitan
sosial, politik maupun ekonomi. dengan pemborongan, leveransir
Dengan kata lain, semakin dan rekanan.
tinggi tingkat transparansi dan
akuntabilitas maka seharusnya Secara umum dan sederhana
semakin rendah pula kemungkinan korupsi dapat diartikan sebagai
terjadinya KKN. Namun, pada penyalahgunaan kekuasaan/keper-
kenyataannya, berbagai penelitian dan cayaan untuk keuntungan pribadi.
evaluasi yang dilakukan oleh Pengertian korupsi juga mencakup
beberapa lembaga berbeda justru perilaku pejabat-pejabat di sektor
menunjukkan kecenderungan yang publik, baik politisi maupun pegawai
semakin memprihatinkan. Dan negeri, yang memperkaya diri mereka
umumnya, penelitian tersebut secara tidak pantas dan melanggar
sampai pada satu kesimpulan yang hukum, atau orang-orang yang dekat
sama, yaitu bahwa ³Indonesia
merupakan salah satu negara paling melakukan survey terhadap 1.000 orang
korup di dunia´.7 ekspatriat pelaku bisnis yang bekerja di
beberapa Negara di Asia. Hasil dari survey
6
Misalnya Asian Development Bank (ADB). tersebut menunjukkan bahwa Indonesia
Lihat dalam Asian Development Bank merupakan negara yang paling korup
(ADB), Good Governance and diantara negara-negara Asia yang lain.
Anticorruption: The Road Forward for Sementara itu, menurut lembaga
,QGRQHVLD´ makalah dipresentasikan dalam Transparency International, dari 133
Pertemuan Puncak CGI ke Delapan di negara yang mereka teliti pada tahun 2003
Paris, 27-28 Juni 1999 Indonesia berada pada peringkat ke-6
7
Pada tahun 2003 yang baru lalu, PERC dalam daftar Negara Paling Korup di
(Political and Economy Risk Consultancy) Dunia.

Permasalahan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme di Daerah... 45


dengan pejabat birokrasi dengan Laporan yang diterbitkan oleh
menyalahgunakan kekuasaan yang Mahkamah Agung, misalnya, meng-
dipercayakan pada mereka. ungkapkan bahwa dari 1.198 kasus
Kehidupan korupsi dalam korupsi yang telah diperiksa sejak
konteks pelayanan publik ini bulan Januari 2002 hingga bulan
PHUXSDNDQ SHUEXDWDQ ³NRUXSVL April 2004, kerugian yang diderita
DGPLQLVWUDVL´ GHQJDQ IRNXV SDGD negara telah mencapai 22 triliun
kegiatan perorangan yang memegang rupiah. Dari jumlah tersebut hanya
kontrol dalam kedudukannya sebagai 586 kasus yang akhirnya dapat
pejabat publik, sebagai pembuat dibawa ke pengadilan dan uang hasil
kebijakan atau sebagai pegawai temuan tentang rendahnya good
birokrasi pemerintah, atas berbagai governance di Indonesia ini pun
kegiatan atau keputusan. didukung oleh studi Huther dan Shah
Dengan makin meluasnya yang menyatakan bahwa Indonesia
proyek swastanisasi perusahaan termasuk dalam kategori negara poor
negara dan pengalihan kegiatan yang governance. (Lihat Tabel). Studi
selama ini dipandang masuk dalam Huther dan Shah tersebut melihat
lingkup tugas pemerintah ke sektor kualitas good governance dengan cara
swasta, dan monopoli penuh atau menghitung besarnya government
setengah penuh penyediaan barang quality index di masing-masing
publik oleh sektor swasta (misalnya: negara yang menjadi sampel,
air, listrik, telkom), maka perbuatan diantaranya indeks efisiensi peradilan,
korupsi telah merambah juga pada indeks korupsi dan indeks good
sektor swasta di luar dan di dalam governance. 8
hubungan kerja sektor swasta dengan
sektor publik, sehingga perbuatan
korupsi kedua sektor ini membawa
dampak negatif terhadap kepentingan
publik.

8
Jeff Huther dan $ 6KDK ³Applying a Simple
Measure of Good Governance to the
Debate on Fiscal Decentralization´, dalam
World Bank Policy Research Working
Papers, Washington, Maret 1998

46 DEMOKRASI Vol. IX No. 1 Th. 2010


Tabel 1
Kondisi Good Governance di Asia Tenggara, 1999

Negara Indeks Indeks Indeks Kategori Kualitas


Efisiensi Korupsi Good Governance Governance
Peradilan
Malaysia 9,00 7,38 7,72 Baik
Singapura 10,00 8,22 8,93 Baik
Thailand 3,25 5,18 4,89 Cukup Baik
Philipina 4,75 7,92 3,47 Cukup Baik
Indonesia 2,50 2,15 2,88 Buruk

Melihat data dan berbagai hasil studi korup dan paling banyak melakukan
di atas maka secara obyektif harus penyalahgunaan kewenangan.9
diakui bahwa kualitas governance di Dengan kata lain, korupsi telah
Indonesia masih jauh dari kategori merajalela terutama di kalangan
good governance. Dari indikator birokrasi pada institusi publik atau
efisiensi peradilan dan efisiensi lembaga pemerintah, baik departemen
birokrasi, misalnya, terlihat bahwa maupun non departemen. HS. Dillon,
keduanya masih jauh dari harapan. misalnya, mengungkapkan bahwa
Seringkali terdengar pencari keadilan jaksa merupakan aparat penegak
harus berlama-lama menunggu proses hukum yang paling banyak menerima
penyelesaian putusan perkara mereka. suap (51,8%), disusul oleh hakim
Kelemahan yang paling (46,2L%), aparat-aparat lain dari
mencolok dalam proses tercapainya kantor kejaksaan (38,8%), panitera
good governance di Indonesia selama (23,1%), pengacara (7,7%), polisi
ini adalah tingginya tingkat korupsi (7,7%) dan aparat-aparat penegak
yang bahkan telah merajalela di hukum lainnya (2,6%).10
hampir seluruh lapisan masyarakat, Uraian di atas mengindikasikan
baik di sektor publik maupun swasta bahwa korupsi benar-benar telah
dan sering pula terjadi di kedua sektor menjadi permasalahan akut dan
tersebut secara simultan / bersamaan. sistemik yang sangat membahayakan
Korupsi juga telah berkembang dan merugikan negara maupun
dan mengakar di lembaga-lembaga masyarakat, terlebih di negara kecil
pemerintahan, lembaga perwakilan dan berkembang seperti Indonesia.
rakyat (DPR maupun DPRD), bahkan
di dalam lembaga peradilan sendiri. 9
Lihat, HS Dillon, Partnership for Govern-
Kepolisian, kejaksaan dan lembaga ment Reform: Facilitating Government
peradilan yang seharusnya menjadi Reform in the Indonesian Judiciary and
ujung tombak bagi upaya pem- Public Prosecution, makalah dibacakan
GDODP 6HPLQDU 1DVLRQDO ³0HQXMX Good
berantasan korupsi justru dipandang Governance dan Clean Government
oleh banyak kalangan sebagai Melalui Peningkatan Integritas Sektor
institusi-institusi publik yang paling Publik dan Swasta (Dalam Semangat
Konvensi PBB Menentang Korupsi,
Jakarta, 14-15 September 2004.
10
Ibid.

Permasalahan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme di Daerah... 47


Padahal, masyarakat pada umumnya Dalam teori sosial, korupsi
bukannya tidak menyadari bahwa mengandaikan adanya pejabat umum
korupsi telah menciderai rakyat dengan kekuasaan untuk memilih
miskin dengan terjadinya penyim- alternatif tindakan yang berkaitan
pangan dana yang semestinya dengan penggunaan kekayaan dan
diperuntukkan bagi pembangunan dan kekuasaan pemerintahan yang bisa
kesejahteraan mereka. Korupsi juga diambil dan dipergunakan untuk
telah mengikis kemampuan peme- kepentingan pibadi. Meskipun
rintah untuk menyediakan pelayanan demikian, korupsi bsa terjadi dimana
dan kebutuhan dasar bagi rakyatnya, saja, tidak hanya terjadi di kalangan
sehingga pemerintah tidak mampu birokrat pemerintah, melainkan dapat
lagi menyediakan kebutuhan pangan juga tejadi di peusahaan, yayasan,
bagi masyarakatnya secara adil. partai, rumah sakit, bahkan di lembaga
Lebih jauh lagi, korupsi bahkan keagamaan. Oleh karena itu korupsi
telah meruntuhkan demokrasi dan tidak semata-mata dipahami sebagai
penegakan hukum, mengakibatkan gejala politik melainkan juga sebagai
terjadinya pelanggaran terhadap Hak gejala sosial dan gejala budaya.
Asasi Manusia, mengacaukan pasar, Dalam persepsi kita di
mengikis kualitas kehidupan dan Indonesia, korupsi sering dipahami
memicu terjadinya kejahatan ter- sebagai gejala moral. Orang
organisir, terorisme dan ancaman- melakukan korupsi karena moralnya
ancaman lainnya terhadap keamanan rusak. Tindak pidana korupsi itu
masyarakat, serta menghambat sangat dipengaruhi oleh lingkungan
masuknya bantuan dan investasi dan sistem dimana suatu masyarakat
asing.11 hidup. Oleh sebab itu korupsi dapat
digolongkan sebagai gejala kejiwaan
II. KKN SEBAGAI FENOMENA kelompok (group psychology). Jadi
UNIVERSAL meski tingkat perkembangan dan
Sebagaimana telah diutarakan bahwa kondisi moralitas orang seorang juga
korupsi adalah istilah yang telah lama penting, tetapi lebih penting lagi
dikenal. Sementara istilah Kolusi dan adalah pengaturan social budaya yang
Nepotisme baru muncul pada dekade mengkondisikan kelompok.
terakhir ini. Namun demikian ketiga Seperti telah dikemukakan
istilah itu sangat erat berkaitan dan bahwa kolusi dan nepotisme termasuk
mengandung makna inti yang sama, dalam kategori korupsi. Kedua istilah
sebab esensi kolusi dan nepotisme ini telah dipahami batasan penger-
merujuk juga pada korupsi, baik tiannya menurut perundang-undangan
dalam arti ekonomi maupun politik yang berlaku. Tetapi berdasarkan
(political corruption).12 telaah kepustakaan, diakui bahwa
menemukan definisi kolusi dan
11
9LWR 7DQ]L ³&RUUXSWLRQ $URXQG 7KH :RUOG nepotisme memang tidak mudah,
&DXVHV &RQVHTXHQFHV 6FRSH DQG &XUHV´, karena hampir kebanyakan kamus
dimuat dalam IMF Working Paper,
WP/98/63, Mei 1998
12
0 'ZDP 5DKDUGMR ³ .RUXSVL .ROXVL GDQ Sosio-.XOWXUDO´ 0HQ\LQJNDS Korupsi...Op.
Nepotisme KKN: Kajian Konseptual dan Cit., hlm (19-32). 19

48 DEMOKRASI Vol. IX No. 1 Th. 2010


maupun ensiklo-pedia politik tidak sangat mengesankan. Ketiga, sedikit-
memasukannya sebagai entri. nya orang yang memperoleh kesem-
Namun sebagai pengertian patan dan mampu mengembangkan
pembanding dengan apa yang telah usaha besar. Keempat, nampaknya
ditetapkan dalam undang-undang. kerjasama antara pengusaha-pengu-
Leonard D. White13 mengartikan saha tertentu dengan penguasa, dan
QHSRWLVPH VHEDJDL ³VLstem penun- Kelima, berkembangnya politik seba-
jukan sanak saudara ke jabatan gai sumberdaya baru atau faktor
publik´ +DPSLU VHUXSD GHQJDQ LVWLODK produksi baru yang menentukan
nepotisme, istilah kolusi juga keberhasilan perusahaan.
tampaknya lebih merupakan istilah Di dalam Undang-Undang
makro ekonomi atau ekonomi politik Nomor 28 Tahun 1999 tentang
ketimbang merupakan istilah hukum. Penyelenggaraan Negara yang Bersih
Meminjam istilah yang dikemukakan dan Bebas dari KKN, digariskan
David W. Pearce dalam ³Dictionary kaidah-kaidah yang harus dipatuhi di
of Modern Economics´ 'DZDP dalam penyelenggara Negara, ter-
Rahardjo menerjemahkan pengertian utama terkait pengelolaan keuangan
kolusi sebagai berikut: Negara, antara lain :
.ROXVL DGDODK ³3HUMDQMLDQ 1. Asas kepentingan umum, yaitu
antar perusahaan untuk bekerja asas yang mendahulukan kesejah-
sama, guna menghindari per- teraan umum dengan cara yang
saingan yang saling merusak. aspiratif, akomodatif dan selektif;
Cara untuk mencapai kerja 2. Asas proporsionalitas, yaitu asas
sama itu sejak perjanjian yang yang mengutamakan keseim-
sifatnya informal higga yang bangan antara hak dan kewajiban
rahasia atau sembunyi-sem- Penyelenggara Negara;
bunyi, mulai dari peng- 3. Asas akunutabilitas, yaitu asas
gabungan informasi umpama- yang menentukan bahwa setiap
nya, hingga pengaturan resmi kegiatan dan hasil akhir dari
dalam suatu organisasi kartel, kegiatan Penyelenggara Negara
dimana sanksi dikenakan bagi harus dapat dipertanggung-
\DQJ PHODQJJDU´ 14 jawabkan kepada masyarakat atau
rakyat sebagai pemegang kedau-
Menurut Dawam Rahardjo15 latan tertinggi Negara sesuai
kolusi sebagai gejala dapat dikenali dengan ketentuan peraturan per-
karena beberapa faktor yaitu: undang-undangan yang berlaku.16
Pertama, peranan pemerintah yang Asas-asas umum tersebut harus
sangat kuat dalam pembangunan menjadi acuan dalam setiap penge-
ekonomi maupun dalam mendorong lolaan keuangan negara, untuk
perkembangan bisnis. Kedua, tum-
buhnya korporasi dan konglomerasi 16
yang perkembangannya dan besarnya Lihat dictum pasal 3 Undang-Undang No.
28 Tahun 1999 tentang Penyelenggraan
Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN
13
Ibid., hlm. 25 yang menyatakan asas-asas umum
14
Lihat, Dawam Rahardjo, Menyingkap Ko- penyelenggaraan Negara meliputi : 1) Asas
rupsi«Loc. Cit., hlm. 26 kepentingan umum; 2) Asas Propor-
15
Ibid., hlm. 27 sionalitas; dan 3) Asas Akuntabilitas

Permasalahan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme di Daerah... 49


menjamin terselenggranya prinsip- III. PERMASALAHAN KORUPSI DI
prinsip pemerintahan daerah sebagai- DAERAH
mana telah dirumuskan dalam Bab VI
Faktor Penyebab Korupsi
Undang-Undang Dasar 1945. Dengan
dianutnya asas-asas umum di dalam Faktor penyebab korupsi yang paling
produk-produk legislasi tersebut, signifikan di daerah adalah faktor
sekaligus dimaksudkan untuk mem- politik dan kekuasaan, dalam arti
perkokoh landasan pelaksanaan bahwa korupsi di daerah paling
desentralisasi dan otonomi daerah di banyak dilakukan oleh para pemegang
Negara Kesatuan Republik Indonesia. kekuasaan (eksekutif maupun
Sejalan dengan hal di atas, legislatif) yang menyalahgunakan
upaya lain yang dapat dilakukan kekuasaan dan kewenangan yang
untuk mengurangi korupsi di ling- dimilikinya untuk mendapatkan
kungan pejabat pemerintahan daerah keuntungan pribadi maupun untuk
adalah dengan meningkatkan kepentingan kelompok dan
17 golongannya. Sekitar 85% dari kasus-
integritas nasional. Memperke-
nalkan Sistem Integritas Nasional di kasus korupsi yang terjadi di daerah
semua lapisan masyarakat sangat ternyata dilakukan oleh para
penting bagi proses reformasi dan pemegang kekuasaan, terutama di
hendaknya dilakukan secara berke- lembaga pemerintahan (eksekutif) dan
sinambungan. Pendekatan ini penting lembaga legislatif. Modus yang
artinya agar tujuan pembangunan dilakukan pun sangat beragam, mulai
dapat dicapai. Menurut Jeremy Pope, dari perjalanan dinas fiktif, peng-
tujuan yang hendak dicapai adalah gelembungan dana APBD maupun
pendekatan, dengan memperhatikan cara-cara lainnya yang tujuannya
antara lain : untuk menguntungkan diri sendiri,
1. Pelayanan publik yang efisien dan kelompok maupun golongan, dengan
efektif serta menyumbang pada menggunakan dan menyalahgunakan
pembangunan berkelanjutan; uang negara.18
2. Pemerintahan yang berjalan ber- Faktor yang kedua adalah
dasarkan hukum, yang melindungi nepotisme. Masih kentalnya semangat
warga masyarakat dari kekuasaan nepotisme, baik di sektor publik
sewenag-wenang (termasuk dari maupun swasta, di daerah-daerah
pelanggaran hak asasi manusia); terutama dalam penempatan posisi
dan yang strategis tidak jarang kemudian
3. Strategi pembangunan yang menimbulkan penyalahgunaan kewe-
menghasilkan manfaat bagi nangan, terutama yang bersangkut
Negara secara keseluruhan, ter- paut dengan keuangan negara.
masuk rakyatnya yang paling Faktor yang ketiga adalah
miskin dan tidak berdaya, bukan ekonomi. Analisis rendahnya gaji
hanya bagi para elit. sebagai sebab korupsi adalah sebuah
apologi yang tepat. Bila hal ini
17
Pope, Jeremy, Strategi Memberantas disosialisasikan secara luas, banyak
Korupsi, Elemen Sistem Integritas
Nasional, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta,
18
2003, hlm. 61. H.S. Dilon, Ibid

50 DEMOKRASI Vol. IX No. 1 Th. 2010


orang akan mendapatkan bahan bakar adalah kurangnya dana yang
untuk kendaraan apologinya. Artinya, diinvestasikan pemerintah untuk
akan banyak orang berpikir bahwa program pemberantasan korupsi. Hal
korupsi adalah sebuah pintu darurat ini mengindikasikan rendahnya
selama pemerintah belum mampu komitmen pemerintah terhadap upaya
menjamin kesejahteraan mereka. pemberantasan korupsi dan bahwa
Padahal rendahnya gaji sebagai sebab selama ini pemberantasan korupsi
korupsi adalah sesuatu yang masih belum menjadi prioritas utama
bisa diperdebatkan. kebijakan pemerintah, yang men-
Faktor yang terakhir adalah cerminkan masih lemahnya political
faktor pengawasan. Lemahnya fungsi will pemerintah bagi upaya pem-
pengawasan yang dilakukan oleh berantasan korupsi.
lembaga-lembaga, seperti BPKP Berita buruk yang kedua adalah
maupun Bawasda terhadap rendahnya insentif dan gaji para
penggunaan keuangan negara oleh pejabat publik.20 Insentif dan gaji
pejabat-pejabat publik (eksekutif yang rendah ini berpotensi meng-
maupun legislatif) merupakan salah ancam profesionalisme, kapabilitas
satu faktor penting yang turut dan independensi hakim maupun
menumbuh-suburkan budaya korupsi aparat-aparat penegak hukum lainnya,
di daerah-daerah. Fungsi kontrol yang termasuk dalam konteks pembe-
semestinya dijalankan oleh lembaga rantasan tindak pidana korupsi. Diluar
legislatif pun pada kenyataannya masalah-masalah di atas, ada pula
seringkali tidak efektif, yang beberapa hal lain yang turut meng-
disebabkan karena lembaga legislatif hambat upaya pemberantasan korupsi
itu sendiri pun seringkali terlibat di daerah.
dalam penyimpangan dan Berita buruk yang ketiga adalah
penyalahgunaan keuangan negara kurangnya pengetahuan dan
yang dilakukan oleh eksekutif. pengalaman aparat-aparat penegak
hukum dalam memberantas korupsi,
Masalah-Masalah Dalam Upaya kolusi dan nepotisme. Hambatan yang
Pemberantasan Korupsi, Kolusi, pertama berkaitan dengan peraturan
dan Nepotisme perundang-undangan. Peraturan per-
UNODC (United Nations Office on undang-undangan yang menyangkut
Drugs and Crime ± Kantor PBB
Untuk Masalah Obat-obatan Ter-
dikemukakan dalam sebuah seminar yang
larang dan Tindak Kejahatan) diselenggarakan di Jakarta atas kerjasama
mengemukakan bahwa setidak- dengan Departemen Kehakiman dan HAM
tidaknya ada dua kendala atau ³EHULWD serta Mahkamah Agung Republik
EXUXN´ (bad news) bagi upaya Indonesia pada tanggal 24 Maret 2004.
20
Lihat misalnya pendapat Andi Hamzah dari
pemberantasan korupsi di dunia,
Universitas Trisakti, Jakarta, yang
termasuk di Indonesia dan daerah- menyatakan bahwa salah satu faktor yang
daerah.19 Berita buruk yang pertama paling berpengaruh dan mengakibatkan
banyaknya terdakwa korupsi yang diputus
bebas oleh pengadilan-pengadilan di
19
Pernyataan Petter Langseth (Program Indonesia adalah kurangnya penguasaan
Manager of Global Program Against aparat-aparat penegak hukum (dalam hal
Corruption, UNODC) sebagaimana ini hakim, jaksa dan advokat) tentang azas

Permasalahan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme di Daerah... 51


upaya pemberantasan korupsi mem- kasus Gandhi Memorial School.21
punyai beberapa kelemahan yang Baru-baru ini kasus dugaan KKN
terletak pada substansi peraturan kembali menimpa lembaga peradilan
perundang-undangan, baik dari aspek tertinggi negeri ini. Dua orang hakim
isi maupun aspek teknik pelak- agung yang masih aktif dan seorang
sanaannya, sehingga memungkinkan hakim agung purna tugas disangka
terjadinya ketimpangan dalam telah menerima suap bernilai puluhan
pemberantasan korupsi. juta rupiah berdasarkan laporan yang
Diantara kelemahan-kelemahan masuk dari saksi pelapor sebagai
tersebut adalah: (i) tidak jelasnya korbannya. Isue itu menambah
pembagian kewenangan antara jaksa, deretan panjang kasus-kasus suap-
polisi dan KPK dan tidak adanya menyuap, kolusi yang berlangsung di
prinsip pembuktian terbalik dalam lingkungan peradilan di Indonesia.
kasus korupsi; (ii) lemahnya dan tidak Yasonna H. Laoly dalam
jelasnya mekanisme perlindungan tulisannya seperti memberikan pene-
saksi, sehingga seseorang yang gasan tentang apa yang sudah
dianggap mengetahui bahwa ada berlangsung sekian lama, yaitu bahwa
penyelewengan di bidang keuangan ³EDJL VHEDJLDQ EHVDU SUDNWLVL KXNXP
tidak bersedia untuk dijadikan dugaan adanya kolusi, bahkan korupsi
saksi/memberikan kesaksian. (KKN), di lingkungan peradilan
Hambatan yang kedua berkaitan bukanlah suatu yang aneh atau
dengan kurangnya transparansi lem- mengejutkan. Sudah tidak menjadi
baga eksekutif dan legislatif terhadap rahasia di kalangan pengacara, bahwa
berbagai penyimpangan dalam penge- mereka tidak boleh bergantung hanya
lolaan keuangan negara. Hambatan kepada argumentasi-argumentasi
yang ketiga berkaitan dengan juridis untuk memenangkan perkara
integritas moral aparat penegak yang mereka tangani di pengadilan.
hukum serta ketersediaan sarana dan Pendekatan-pendekataQ ³QRQ-MXULGLV´
prasarana penunjang keberhasilan sangat diperlukan, bahkan tidak
mereka dalam melakukan upaya jarang lebih menentukan dari faktor-
pemberantasan korupsi. Hambatan faktor juridis.22
yang keempat berkaitan dengan Secara umum kolusi atau KKN
masalah kultur/budaya, dimana seba- yang berlangsung pada lembaga
gian masyarakat telah memandang peradilan tidak lain adalah
korupsi sebagai sesuatu yang lazim ³SHUVHQJNRNRODQ \DQJ GLODNXNDQ DQWDU
dilakukan secara turun-temurun, aparat penegak hukum dalam atau
disamping masih kuatnya budaya
enggan untuk menerapkan budaya 21
malu. <DVRQQD + /DRO\ ´ .ROXVL )HQRPHQD
DWDX 3HQ\DNLW .URQLV´ GL GDODP $OGHQWXa
Belum lenyap sama sekali dari Siringoringo & Tumpal Sihite (penyun-
ingatan sebagian rakyat Indonesia, ting), Menyingkap Kabut Peradilan Kita,
perjuangan H. Adi Andojo Soetjipto Menyoal Kolusi di Mahkamah Agung.
membongkar kasus kolusi yang Jakarta: Pustaka Forum Adil Sejahtera,
terjadi di Mahkamah Agung dalam 1996, hlm. 21
22
Yasonna H. Laoly. ³.ROXVL« GDODP Me-
Q\LQJNDS .DEXW« Op. Cit., hlm. 17

52 DEMOKRASI Vol. IX No. 1 Th. 2010


pegawai lembaga peradilan lainnya Jika pertahanan moral aparat
dengan pihak-pihak tertentu penyidik polisi cukup tangguh,
(penguasa, terdakwa dan atau setelah proses penyidikan pada
penasehat hukumnya, pihak-pihak tingkat kepolisian dianggap cukup,
yang berpekara dan atau kuasa berkas perkara tindak pidana KKN
hukumnya), dalam suatu proses akan segera dilimpahkan ke
peradilan. Kejaksaan. Pada lingkungan aparat
Perbuatan itu dilakukan atas kejaksaan lahan untuk terjadinya
dasar kepentingan tertentu (meme- suap-menyuap tidak kurang suburnya.
nangkan perkara, membebaskan atau Tidak sedikit oknum Jaksa yang
memperingan hukuman atas dasar SDQGDL ³EHUPDLQ´ GHQJDQ VXUDW
imbalan materi, hubungan kolega, dakwaan.
atau prestasi tertentu), yang Bahkan jika pelaku tindak
mengakibatkan proses peradilan tidak pidana KKN berhasil menyuap
berjalan sebagaimana mestinya (tidak oknum Jaksa, sebagai aparat penuntut
fair, dan tidak memenuhi rasa umum, oknum Jaksa yang
keadilan).23 bersangkutan akan mengusahakan hak
Dalam rangkaian proses opurtunitasnya dengan dalih untuk
peradilan pidana yang terintegrasi, kepentingan umum. Atau jika tidak
hakim merupakan subjek institusi ada alasan yang tepat, setidaknya
paling akhir dari keseluruhan proses oknum Jaksa akan mencari jalan lain,
yang mesti dijalani dalam penegakan umpamanya saja dengan sengaja
hukum kasus apapun tidak terkecuali mengaburkan dakwaan, menuntut
kasus-kasus KKN. Oleh karena itu ringan, dam lain-lain.
terjadinya KKN sangat boleh jadi
sudah berlangsung sejak pada tahap Melawan Korupsi Demi Pemba-
awal proses pemeriksaan di mulai. ngunan Ekonomi
Aparat penegak hukum yang paling Selain menghambat pertumbuhan
awal berkiprah dalam proses ekonomi, korupsi, kolusi, dan
peradilan pidana adalah Polisi. nepotisme juga menghambat pengem-
Pada tahap ini para tersangka bangan sistem pemerintahan demo-
pelaku tindak pidana KKN sangat kratis. Korupsi memupuk tradisi yang
mungkin sudah melakukan upaya menguntungkan diri sendiri atau
penyuapan terhadap oknum polisi, kelompok, yang mengesampingkan
agar aparat penyidik dapat kepentingan publik. Dengan demikian
mengusahakan tersangka bebas atau korupsi menutup rapat-rapat kesem-
lepas misalnya. Atau lebih jauh lagi patan rakyat lemah untuk menikmati
agar oknum penyidik berusaha pembangunan ekonomi, dan kualitas
dengan caranya sendiri untuk mem- hidup yang lebih baik.
³SHWL HV´-kan kasusnya, atau agar Pendekatan yang paling ampuh
jangan sampai tersangka ditahan.24 dalam melawan korupsi di Indonesia.
Pertama, mulai dari meningkatkan
23
Al. Wisnubroto, Hakim dan Peradilan di standar tata pemerintahan melalui tata
Indonesia dalam beberapa aspek kajian. konstruksi integritas nasional. Tata
Yogyakarta: Penerbitan Universitas Atma
pemerintahan modern mengede-
Jaya, 1997, hlm. 51
24
Ibid., hlm.53 pankan sistem tanggung gugat, dalam

Permasalahan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme di Daerah... 53


tatanan seperti ini harus muncul pers kehidupan yang lebih baik, tatanan
yang bebas25 dengan batas-batas hukum yang ideal, kesadaran public
undang-undang yang juga harus dan nilai-nilai moral yang kokoh
mendukung terciptanya tata peme- memayungi integritas nasional dari
rintahan dan masyarakat yang bebas rongrongan korupsi yang
dari korupsi. Pengadilan yang meru- menghambat pembangunan yang
pakan bagian dari tata pemerintahan, paripurna.
yudikatif, tidak lagi menjadi hamba Kedua, hal yang paling sulit dan
penguasa. Namun, memiliki ruang fundamental dari semua perlawanan
kebebasan menegakkan kedaulatan terhadap korupsi, kolusi, dan
hukum dan peraturan.26 Dengan nepotisme adalah bagaimana
demikian akan terbentuk lingkungan membangun kemauan politik (poltical
kebaikan yang memungkinkan selu- will). Kemauan politik yang dimaksud
ruh pihak untuk melakukan bukan hanya sekedar kemauan para
pengawasan, dan pihak lain diatasi. politisi dan orang-orang yang
Namun, konsep ini penulis akui berkecimpung dalam ranah politik.
sangat mudah dituliskan atau Namun, ada yang lebih penting
dikatakan daripada dilaksanakan. sekedar itu semua. Yakni, kemauan
Setidaknya dibutuhkan waktu yang politik yang termanifestasikan dalam
cukup lama untuk membangun pilar- bentuk keberanian yang didukung
pilar bangunan integritas nasional oleh kecerdasan sosial masyarakat
yang melakukan tugas-tugasnya sipil atau warga Negara dari berbagai
secara efektif, dan berhasil elemen dan strata sosial. Sehingga
menjadikan tindakan korupsi sebagai jabatan politik tidak lagi digunakan
perilaku yang beresiko sangat tinggi secara mudah untuk memperkaya diri,
dengan hasil yang sedikit. Konstruksi namun sebagai tanggung jawab untuk
integritas nasional, ibarat Masjidil mengelola dan bertanggung jawab
Aqsa yang suci yang ditopang oleh untuk merumuskan gerakan mencapai
pilar-pilar peradilan, parlemen, kantor kehidupan berbangsa dan bernegara
auditor negara dan swasta, yang baik.
ombudsman, media yang bebas dan Biasanya resiko politik merupa-
masyarakat sipil yang anti korupsi, kan hambatan utama dalam melawan
kolusi, dan nepotisme. Diatas gerusan korupsi terhadap pem-
bangunan nan suci itu ada bangunan ekonomi nasional. Oleh
pembangunan ekonomi demi mutu sebab itu, mengapa kesadaran masya-
rakat sipil penting?. Dalam tatanan
25
Dengan asumsi pers yang bebas juga harus pemerintahan yang demokratis, para
GLEDQJXQ GDUL´NHMXMXUDQ´\DQJ DQWL WHUKDGDS politisi dan pejabat Negara tergantung
praktek korupsi seperti suap dan tidak dengan suara masyarakat sipil.
menjadikan posisinya sebagai penekan
untuk memperoleh keuntungan pribadi. Di
Artinya kecerdasan sosial-politik dari
Indonesia kasus pers seperti ini jamak. masyarakat sipil-lah yang memaksa
26
Hampir seluruh dimensi tata pemerintah para politisi dan pejabat Negara untuk
Indonesia memiliki kecenderungan perilaku menahan diri dari praktek korupsi,
korup. Harus ada revolusi besar untuk kolusi, dan nepotisme. Masyarakat
melakukan peubahan signifikan yang men-
delete kecenderungan tersebut.
sipil yang cerdas secara sosial-politik

54 DEMOKRASI Vol. IX No. 1 Th. 2010


akan memilih pimpinan (politisi) dan daerah, peningkatan GDP dan
pejabat Negara yang memiliki pemerintah akan mampu membangun
integritas diri yang mampu menahan sistem jaminan sosial warganya
diri dari korupsi, kolusi, dan melalui peningkatan kualitas pen-
nepotisme serta merancang kebijakan didikan dan layanan kesehatan yang
kearah pembangunan ekonomi yang memberikan dampak langsung pada
lebih baik. Melalui masyarakat sipil peningkatan kecerdasan masyarakat
yang cerdas secara sosial-politik pula sipil.
pilar-pilar peradilan dan media massa
dapat diawasi sehingga membentuk IV.STRATEGI PENANGGULANGAN
integritas nasional yang alergi KORUPSI, KOLUSI DAN
korupsi, kolusi, dan nepotisme. NEPOTISME
Ketika Konstruksi Integritas Proses penegakan hukum oleh aparat
Nasional berdiri kokoh dengan penegak hukum (polisi, jaksa dan
payung kecerdesan sosial-politik hakim), khususnya berkenaan dengan
masyarakat sipil, maka pembangunan perkara korupsi di daerah-daerah
ekonomi dapat distimulus dengan dapat dikatakan telah mengalami
efektif. Masyarakat sipil akan kemajuan yang cukup signifikan
mendorong pemerintah untuk dibandingkan dengan tahun-tahun
memberikan pelayanan publik yang sebelumnya. Namun, pengungkapan
memadai. Masyarakat sipil pula yang kasus korupsi, kolusi dan nepotisme
memberi ruang dan menciptakan ini seringkali tidak diimbangi dengan
ruang pembangunan ekonomi yang penanganan yang serius, sehingga
potensial. dalam proses peradilannya pena-
Masyarakat melalui para nganan kasus-kasus tersebut sering-
investor akan memutuskan melakukan kali tidak memenuhi rasa keadilan
investasi yang sebesar-besarnya masyarakat. ³.HWLGDNVHULXVDQ´ LQL
karena hambatan ketidakpastian telah sesungguhnya tidak dapat dilepaskan
hilang oleh bangunan integritas dari dua hal, yaitu: (i) besarnya
nasional yang kokoh. Jumlah output intervensi politik dan kekuasaan, dan
barang dan jasa terus meningkat (ii) relatif lemahnya moral dan
karena kondusifnya iklim investasi di integritas aparat penegak hukum.
Indonesia, karena kerikil-kerikil Untuk mengatasi permasalahan
kelembagaan birokrasi yang njelimet tersebut, Petter Langseth mengung-
dan korup telah diminimalisir, kondisi kapkan bahwa setidak-tidaknya ada
politik stabil dan terkendali oleh dua strategi yang dapat diterapkan
tingginya tingkat kecerdasan sosial- untuk mengurangi intensitas korupsi
politik masyarakat sipil. Para investor di daerah, yaitu:27
mampu membuat prediksi ekonomi 1. Memutus serta merampingkan
dengan ekspektasi keuntungan tinggi. (streamlining) jaringan proses
Sehingga dengan begitu pem- birokrasi yang bernuansa
bangunan ekonomi akan memberikan
dampak langsung pada pengurangan
jumlah pengangguran dan masyarakat 27
3HWWHU /DQJVHWK ³%DJDLPDQD 0HPHUDQJL
miskin, peningkatan PAD (Penda- /DQJVXQJ 3UDNWHN .RUXSVL´ GLPXDW GDODP
patan Asli Daerah) masing-masing Jurnal Reformasi Ekonomi, Vol. 1 No. 1
Januari ± Maret 2000, hlm. 43-48

Permasalahan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme di Daerah... 55


primordial di kalangan penentu agencies)29, (5) media, (6) sektor
kebijakan, baik itu yang berada di swasta,30 (7) masyarakat sipil,31 dan
lembaga eksekutif, legislatif (8) lembaga-lembaga penegakan
maupun yudikatif, sehingga tata hukum.32
kerja dan penempatan pejabat Sementara itu, dalam perspektif
pada jabatan atau posisi-posisi yang agak berbeda, Indriyanto
tertentu benar-benar dapat Senoadji berpendapat bahwa untuk
dilaksanakan secara akuntabel dan meminimalisasi korupsi yang telah
profesional serta dilaksanakan menjadi satu permasalahan sistemik
dengan pertimbangan profesio- dan terstruktural yang sangat utuh
nalisme dan integritas moral yang terakar, kuat serta permanen sifatnya
tinggi; diperlukan usaha yang maksimal bagi
2. Menerapkan sanksi pidana yang penegakan hukum, yaitu melalui
maksimal secara tegas, adil dan pendekatan sistem itu sendiri
konsekuen tanpa ada diskriminasi (systemic approach).
bagi para pelaku korupsi, kolusi Pendekatan sistemik sebagai-
dan nepotisme dalam arti bahwa mana ditawarkan oleh Indriyanto
prinsip-prinsip negara hukum Senoadji memiliki dua lapis makna,
benar-benar harus diterapkan yaitu: (1) maksimalisasi peran sistem
secara tegas dan konsekuen, ´3HUDGLODQ 3LGDQD´ VHFDUD OXDV (2)
terutama prinsip equality before koordinasi dan kepaduan antara
the law; aparat-aparat penegak hukum (Polisi,
3. Para penentu kebijakan, baik di Jaksa dan Pengadilan, bahkan
bidang pemerintahan maupun di
bidang penegakan hukum harus 29
Termasuk dalam pilar lembaga-lembaga
memiliki kesamaan visi, pengawas antara lain lembaga-lembaga anti
profesionalisme, komitmen, tang- korupsi, kantor-kantor auditor dan
gungjawab dan integritas moral 30
ombudsman
yang tinggi dalam menyelesaikan Termasuk dalam pilar sektor swasta antara
lain meliputi KADIN, asosiasi-asosiasi
kasus-kasus korupsi industri, dan asosiasi-asosiasi profesional
Selain ketiga strategi yang 31
Organisasi sosial kemasyarakatan, lembaga
dikemukakan oleh Langseth di atas, keagamaan dan LSM termasuk dalam pilar
Dye dan Stapenhurst menambahkan 32
masyarakat sipil
bahwa perlu pula dilakukan upaya- Kenneth M. Dye dan Stapenhurst R.,
³3LOODUV RI ,QWHJULW\ 7KH ,PSRUWDQFH RI
upaya untuk memperkuat ³3LOODUV RI Supreme Audit Institutions in Curbing
,QWHJULW\´ yang melibatkan delapan &RUUXSWLRQ´ GLPXDW GDODP EDI Working
pillars of integrity sebagai berikut:28 Paper, The Economic Development
(1) lembaga eksekutif, (2) lembaga Institute of the World Bank, 1998. Pilar-
parlemen, (3) lembaga kehakiman, (4) pilar integritas sebagaimana dikemukakan
Dye dan Stapenhurst ini tentunya dapat
lembaga-lembaga pengawas (watchdog diperluas sesuai dengan kondisi masing-
masing negara. Di Indonesia misalnya,
28
Petter Langseth, R. Stapenhurst dan J. Pope, mahasiswa dapat dimasukkan sebagai salah
³7KH 5ROH RI 1DWLRQDO ,QWHJULW\ 6\VWHP LQ satu unsur pilar integritas karena mereka
)LJKWLQJ &RUUXSWLRQ´ EDI Working Paper, merupakan agent of change bahkan
The Economic Development Institute of the sekaligus dapat menjadi watchdog yang
World Bank, 1997 mungkin lebih efektif

56 DEMOKRASI Vol. IX No. 1 Th. 2010


termasuk advokat) dan (3) pemenahan pola serta kehendak perilaku
hukum yang meliputi struktur/legal masyarakat yang ada dalam sistem
structure, substansi/legal substance hukum tersebut.
dan budaya hukum/legal culture. 33 Dalam kerangka pembenahan
Pada lapis makna yang pertama substansi hukum ini, Undang-Undang
(maksimalisasi peran sistem peradilan No. 31 Tahun 1999 berikut perubahan
pidana secara luas), pemberantasan UU No. 20 Tahun 2001 tentang
korupsi tidak semata-mata dilakukan Pemberantasan Tindak Pidana Korup-
dengan memaksimalkan peran lem- si masih memerlukan beberapa revisi
baga pengadilan sebagai suatu sub sesuai dengan sifat dinamis dari
sistem. Ini terkait erat dengan lapis tindak pidana korupsi tersebut.
makna yang kedua (koordinasi dan Pembenahan budaya hukum
kepaduan antar aparat penegak hukum merupakan aspek signifikan yang
yang meliputi Polisi, Jaksa dan melihat bagaimana masyarakat
Pengadilan serta advokat). Kait- menganggap ketentuan-ketentuan
mengkait antara sub-sub sistem sebagai civic minded (berpihak pada
tersebut bersifat saling pengaruh- kepentingan masyarakat) sehingga
mempengaruhi layaknya roda masyarakat akan selalu taat dan sadar
lokomotif yang berirama dan akan pentingnya hukum sebagai suatu
sistematis. regulasi umum. Hal ini terkait erat
Konkritnya, dibutuhkan kesa- dengan persoalan etika dan moral
maan visi, koordinasi dan kerjasama masyarakat serta pejabat penegak
yang baik di antara sub-sub sistem hukum dalam menyikapi KKN.
tersebut untuk dapat menghasilkan Masalah rendahnya moral dan budaya
suatu upaya pemberantasan korupsi hukum inilah yang sangat penting
yang berhasil guna dan berdaya guna. dalam pembangunan hukum Indo-
Selanjutnya, perlu pula diperhatikan nesia, khususnya dalam kerangka
lapis ketiga dari makna pendekatan pemberantasan korupsi.34
sistemik, yaitu pembenahan hukum Terhadap hal ini, kiranya
yang meliputi struktur / legal pemerintah dapat mengkampanyekan
structure, substansi / legal substance pemberantasan korupsi dengan cara
dan budaya hukum / legal culture. memasukkan ajaran-ajaran tentang
Pembenahan struktur hukum moral dan etika ke dalam sistem
meliputi perbaikan segala kelem- pendidikan nasional serta mendorong
bagaan atau organ-organ yang menye- dan memobilisasi murid-murid di
lenggarakan peradilan, sehingga dapat sekolah-sekolah untuk menciptakan
meminimalisasi KKN. Pembenahan
substansi hukum yang dimaksudkan 34
Terkait dengan hal ini, Baharuddin Lopa
oleh Indriyanto Senoadji adalah berpendapat bahwa faktor iman dan
menyangkut pembaharuan terhadap pengaruh lingkungan sangat menentukan
berbagai perangkat peraturan dan integritas aparat-aparat penegak hukum.
Artinya, peranan aparat-aparat penegak
ketentuan normatif (legal reform), hukum dalam pemberantasan korupsi
sangat dipengaruhi oleh moral dan etika
33
Indriyanto Senoadji, Korupsi dan yang bersinergi dengan pemahaman
Pembalikan Beban Pembuktian, Penerbit pemahaman budaya hukum atas
Konsultan Hukum Prof. Seno Adji dan pembersihan dan pemberantasan korupsi
Rekan, Jakarta, 2006 tersebut

Permasalahan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme di Daerah... 57


suatu iklim sosial sedemikian rupa antisipasi sistem institusi kenegaraan
dimana di dalamnya korupsi menjadi secara komprehensif.
suatu hal buruk yang tidak dapat Berdasarkan penelusuran sumber-
diterima. Dalam hal ini sekolah sumber informasi didapat temuan
dijadikan sebagai ujung tombak yang yang mengindikasikan bahwa korupsi,
diharapkan dapat menjangkau sejum- kolusi, dan nepotisme (KKN) juga
lah besar anak. telah melibatkan aparat penegak
Melalui anak-anak ini lah hukum. Tidaklah insinuasi bila
kampanye anti korupsi diharapkan dikatakan bahwa KKN sebenarnya
menyentuh para orang tua mereka dan telah lama berlangsung di lembaga
akhirnya menyentuh masyarakat pengadilan pada setiap tingkatan dan
secara keseluruhan. Pemanfaatan pelakunya adalah para hakim maupun
media untuk memobilisasi masyarakat aparat penegak hukum lainnya yang
dalam upaya pemberantasan korupsi sebenarnya mereka bertugas untuk
juga dapat menjadi bagian dari usaha mengadili dan menjatuhkan pidana
ini. kepada para pelaku KKN itu sendiri.
Penegakan hukum di daerah,
V. PENUTUP khususnya dalam pemberantasan
korupsi, kolusi dan nepotisme masih
Terkait dengan berbagai strategi dan terjadi perbedaan persepsi dalam
pendekatan pemberantasan KKN memahami unsur-unsur tindak pidana
sebagaimana telah diuraikan korupsi terutama pasal 2 (1) dan Pasal
sebelumnya, upaya tersebut perlu pula 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No.
ditunjang dengan pendekatan non- 20 Tahun 2001. Oleh karena itu
penal, yaitu dengan meningkatkan seluruh aparat penegak hukum di
langkah-langkah kampanye anti daerah dan pejabat di daerah perlu
korupsi atau KKN. Kampanye untuk meningkatkan kerjasama dan
semacam ini sangat diperlukan koordinasi, sehingga adanya persepsi
dengan pendekatan antara masya- yang sama dalam memahami unsur-
rakat, pers (sebagai social power), dan unsur tindak pidana korupsi.
institusi-institusi kenegaraan. Dikata- Sesunguhnya moralitas personal
kan sebagai institusi-institusi kenega- dan integritas diri seorang penegak
raan karena pada prinsipnya korupsi hukum dalam menjalani karier dan
di Indonesia sekarang ini sudah tidak pengabdiannya sebagai aparatur
dapat lagi dikatakan sebagai persoalan negara penegak hukum sungguh
eksekutif saja, melainkan sudah sangat diperlukan. Bahkan integritas
terkontaminasi terhadap institusi- diri seorang aparat penegak hukum
institusi kenegaraan yang lain, baik menjadi sangat mutlak yang tidak
legislatif, yudikatif, lembaga non boleh tidak ada, apabila Indonesia
pemerintah, maupun lembaga- hendak menegakan hukum (law
lembaga kenegaraan lainnya. Dengan enforcement) guna meminimalkan
demikian, pendekatan sistemik yang terjadinya korupsi, kolusi, dan
ditunjang dengan pendekatan non- nepotisme yang telah sangat berurat-
penal ini harus diartikan sebagai sikap akar di negara ini. Oleh karenanya
perlu komitmen yang kuat seluruh

58 DEMOKRASI Vol. IX No. 1 Th. 2010


aparat penegak hukum dan pejabat di menjadi penghambat utama
daerah dalam melakukan upaya-upaya lambatnya pembangunan ekonomi
pemberantasan korupsi dan pengem- nan paripurna di Indonesia. Korupsi
balian kerugian negara yang terjadi. yang telah terlalu lama menjadi
Pemberantasan korupsi wabah yang tidak pernah kunjung
hendaknya diprioritaskan terhadap selesai, karena pembunuhan terhadap
proyek-proyek yang menyangkut wabah tersebut tidak pernah tepat
hajat hidup orang banyak, bernilai sasaran ibarat ´ \DQJ VDNLW NHSDOD NRN
besar dan yang bersumber dari APBD \DQJ GLREDWL WDQJDQ´. Pemberantasan
dan APBN, sehingga kita dapat korupsi, kolusi, dan nepotisme seakan
meningkatkan kesejahteraan rakyat hanya menjadi komoditas politik,
dan memperkokoh NKRI. bahan retorika ampuh menarik
Merangkai kata untuk simpati. Oleh sebab itu dibutuhkan
perubahan memang mudah. Namun, kecerdasan masyarakat sipil untuk
melaksanakan rangkaian kata dalam mengawasi dan membuat keputusan
bentuk gerakan terkadang teramat politik mencegah makin mewabahnya
sulit. Dibutuhkan kecerdasan dan penyakit kotor korupsi, kolusi, dan
keberanian untuk mendobrak dan nepotisme (KKN) di Indonesia.
merobohkan pilar-pilar korupsi yang

DAFTAR KEPUSTAKAAN

AcKZDQ 5RFKPDQ ³*RRG *RYHUQDQFH 0DQLIHVWR 3ROLWLN $EDG NH- ´ Kompas,


28 Juni 2000
Asian Development Bank (ADB), Good Governance and Anticorruption: The
5RDG )RUZDUG IRU ,QGRQHVLD´ makalah dipresentasikan dalam Pertemuan
Puncak CGI ke Delapan di Paris, 27-28 Juni 1999
Dillon, H.S. Partnership for Government Reform: Facilitating Government
Reform in the Indonesian Judiciary and Public Prosecution, makalah
GLEDFDNDQ GDODP 6HPLQDU 1DVLRQDO ³0HQXMX Good Governance dan Clean
Government Melalui Peningkatan Integritas Sektor Publik dan Swasta
(Dalam Semangat Konvensi PBB Menentang Korupsi, Jakarta, 14-15
September 2004
Djamil, Fathurrahman, ³.RUXSVL .ROXVL GDQ 1HRWLVPH ..1 GDODP 3HUVSHNWLI
+XNXP GDQ 0RUDO ,VODP´ dalam Edy Suandi Hamid (Penyunting),
Menyingkap Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme di Indonesia. Yogyakarta:
Aditya Media, 1999.
'\H .HQQHWK 0 GDQ 6WDSHQKXUVW 5 ³3LOODUV RI ,QWHJULW\ 7KH ,PSRUWDQFH RI
6XSUHPH $XGLW ,QVWLWXWLRQV LQ &XUELQJ &RUUXSWLRQ´ GLPXDW GDODP EDI
Working Paper, The Economic Development Institute of the World Bank,
1998

Permasalahan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme di Daerah... 59


Hamzah, Andi, Kendala Pemberantasan Korupsi di Indonesia, Kompas, 25 Mei
2004
+XWKHU -HII GDQ $ 6KDK ³$SSO\LQJ D 6LPSOH 0HDVXUH RI *RRG *RYHUQDQFH WR
WKH 'HEDWH RQ )LVFDO 'HFHQWUDOL]DWLRQ´ GDODP World Bank Policy Research
Working Papers, Washington, Maret 1998
,UZDQ $OH[DQGHU ³&OHDQ *RYHUQPHQW GDQ %XGD\D %LVQLV $VLD´ GDODP Jurnal
Reformasi Ekonomi, Vol. 1. No. 1, Januari-Maret 2000
Jeremy Pope, ³6WUDWHJL 0HPEHUDQWDV .RUXSVL (OHPHQ 6LVWHP ,QWHJULWDV
NasionaO´, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2003
/DQJVHWK 3HWWHU ³%DJDLPDQD 0HPHUDQJL /DQJVXQJ 3UDNWHN .RUXSVL´ GLPXDW
dalam Jurnal Reformasi Ekonomi, Vol. 1 No. 1 Januari ± Maret 2000
Langseth, Petter., 5 6WDSHQKXUVW GDQ - 3RSH ³7KH 5ROH RI 1DWLRQDO ,QWHJUity
6\VWHP LQ )LJKWLQJ &RUUXSWLRQ´ EDI Working Paper, The Economic
Development Institute of the World Bank, 1997
Laoly, Yasonna H., ³.ROXVL )HQRPHQD DWDX SHQ\DNLW .URQLV´; dalam Aldentua
Siringoringo & Tumpal Sihite (penyunting), Menyingkap Kabut Peradilan
Kita ± Menyoal Kolusi di Mahkamah Agung. Jakarta: Pustaka Forum Adil
Sejahtera, 1996
Lopa, Baharuddin, Permasalahan Pembinaan dan Penegakan Hukum di
Indonesia. Jakarta: Bulan Bintang, 1987
0XEDU\DQWR $UWLNHO ³.HEHUSLKDNDQ GDQ .HDGLODQ´ -XUQDO (NRQomi
Rakyat,UGM, 2004.
Rahardjo, M. Dawam, ³.RUXSVL NROXVL GDQ 1HSRWLVPH ..1 .DMLDQ
Konseptual dan Sosio-.XOWXUDO´ dalam Edy Suandi Hamid (Penyunting),
Menyingkap Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme di Indonesia. Yogyakarta,
Aditya Media, 1999
Senoadji, Indriyanto, Korupsi dan Pembalikan Beban Pembuktian, Penerbit
Konsultan Hukum Prof. Seno Adji dan Rekan, Jakarta, 2006
6XPDUWDQD ³(WLND GDQ 3HQDQJJXODQJDQ .RUXSVL .ROXVL GDQ 1HSRWLVPH´ dalam
Edy Suandi Hamid (Penyunting), Menyingkap Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme di Indonesia. Yogyakarta: Aditya Media, 1999
7DQ]L 9LWR ³&RUUXSWLRQ $URXQG 7KH :RUOG &DXVHV &RQVHTXHQFHV 6FRSH DQG
&XUHV´, dimuat dalam IMF Working Paper, WP/98/63, Mei 1998
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999, tanggal 19 Mei 1999 Tentang
Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme.
Wisnubroto, Al., Hakim dan Peradilan di Indonesia dalam beberapa aspek
kajian. Yogyakarta: Penerbitan Universitas Atma Jaya, 1997

60 DEMOKRASI Vol. IX No. 1 Th. 2010

Anda mungkin juga menyukai