PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan masalah
C. Tujuan
1
Tujuan dari ditulisnya makalah ini adalah ingin memberikan penjelasan
tentang perkembangan tafsir pada era pertengahan yang mana tentunya memiliki
ciri khas tersendiri dari era tafsir lainnya, sehingga diharapkan akan menambah
pengetahuan pembaca khususnya tentang perkembangan tafsir mulai dari era
klasik, era pertengahan, hingga era kontemporer.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Perkembangan karya tafsir kali ini memasuki era pertengahan, yaitu pada
sekitar abad ke-3 sampai abad ke-16 Hijriah, Periode pertengahan ini dimulai
dengan munculnya produk penafsiran yang sistematis dan sampai ke tangan
generasi sekarang dalam bentuk buku. Dalam peta sejarah pemikiran Islam,
periode pertengahan dikenal sebagai zaman keemasan ilmu pengetahuan.
Perhatian resmi dari pemerintahan dalam hal ini menjadi stimulus yang sangat
signifikan bagi perkembangan ilmu pengetahuan sendiri.1
Priode ini, salah satunya, ditandai dengan berkembang pesatnya forum diskusi
antar ahli berbagai cabang ilmu, antara lain tentang filsafat, kalam, dan hadits. Hal
ini mengundang adanya justifikasi kebenaran dari masing-masing pihak,
khususnya tentang Al-Qur’an. Inilah yang menurut Abdul Mustaqim menjadi
suatu “embrio” akan saratnya kepentingan subjektif yang mewarnai produk tafsir
pada masa ini. Terlebih lagi ketika pemerintah mendukung madzhab atau aliran
tertentu, karena kuatnya pengaruh pemerintah dalam perkembangan ilmu
pengetahuan.
1
Tim Forum Karya Ilmiah RADEN, Al Quran Kita: Studi Ilmu, Sejarah, dan Tafsir Kalamullah,
….h.211-213.
3
ilmu pengetahuan dunia yang terkenal, maupun dibukakannya forum-forum
ilmiah terbuka yang dihadiri oleh seluruh ilmuwan.2
Pada akhir abad ke-3 H dan permulaan abad ke-4 H, geliat tafsir mengalami
perubahan genre. Dari pembukuan yang masih menjadi satu dengan hadits-hadits
selain tafsir, menuju pembukuan tersendiri yang hanya memuat riwayat-riwayat
tafsir dan sesuai dengan urutan ayat-ayat Al Qur’an. IbnJariralThabari (w. 310 H)
diakui sebagai orang pertama yang melakukan terobosan besar ini melalui
karyanya Jami’ al Bayan fiTa’wil Ay Al Qur’an.
2
Dr. Abdul Mustaqim, MadzahibutTafsir, (Yogyakarta: Nun Pustaka, 2003), hlm. 68
3
I. Goldziher, Mazhab Tafsir, terj. M. Alaika Salamullah (Yogyakarta: Elsaq Press eLSAQ Pres,
2006), hlm. 130.
4
B. Karakteristik Tafsir Era Pertengahan
Maksud dari gagasan eksternal al-Qur’an adalah bahwa pada zaman ini
kebanyakan kitab tafsir yang dihasilkan didasarkan pada kepentingan. Oleh sebab
itu, hasil penafsirannya sesuai dengan kepentingan subjektif sang mufassir.
Contoh nyata karakteristik ini dapat dilihat pada salah satu tafsir yang dikarang
oleh ahli fikih yang bermazhab Hanafi, al-Jashshash. Dia mengembangkan diskusi
fikih mengenai perbedaan pendapat harta temuan dalam QS. Yusuf :26 yang
berbunyi :
َت َوهُ َو ِمنَ ْال َكا ِذبِين ُ قَا َل ِه َي َرا َو َد ْتنِي ع َْن نَ ْف ِسي َو َش ِه َد َشا ِه ٌد ِم ْن أَ ْهلِهَا إِ ْن َكانَ قَ ِمي
َ َصهُ قُ َّد ِم ْن قُبُ ٍل ف
ْ َص َدق
Ayat diatas menceritakan pengalam pribadi Nabi Yusuf, dan tidak ada
sangkut pautnya dengan harta rampasan. Akan tetapi, oleh Jashshash dijadikan
sebagai legitimasi harta rampasan. Contoh lainnya adalah penafsiran dari Ibnu
Arabi, seorang teosof yang terkenal dengan teori wahdah al-wujud. Dia
membicarakan sosok Rasul sebagai penjelmaan Tuhan karena kesatuan wujudnya
ketika menafsirkan QS. Al-Nisa’ : 80 yang berbunyi :
4
I. Goldziher, Mazhab Tafsir, terj. M. Alaika Salamullah (Yogyakarta: Elsaq Press eLSAQ Pres,
2006), hlm. 130.
5
Abdul Mustaqim, DinamikaSejarahTafsir Al-Qur’an (Yogyakarta: Adab Press, 2012), hlm. 100
6
Al-Qur’an digital (Q.S. Yusuf: 26)
5
َم ْن يُ ِط ِع ال َّرسُو َل فَقَ ْد أَطَا َع هَّللا َ َو َم ْن تَ َولَّى فَ َما أَرْ َس ْلنَاكَ َعلَ ْي ِه ْم َحفِيظًا
b. Bersifat ideologis8
“Tunjukkanlah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah
Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan
bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (QS. al-Fatihah : 6-7).9
c. Bersifat repetitif10
7
Al-Qur’an digital (Q.S. Al-Nisa’: 80)
8
Abdul Mustaqim, DinamikaSejarahTafsir Al-Qur’an (Yogyakarta: Adab Press, 2012), hlm. 101
9
Al-Qur’an digital (Q.S. Al-Fatihah: 6-7)
10
Abdul Mustaqim, DinamikaSejarahTafsir Al-Qur’an (Yogyakarta: Adab Press, 2012), hlm. 106
6
d. Bersifat parsial11
ْس ِمنَ هَّللا ِ فِي َش ْي ٍء إِال أَ ْن تَتَّقُوا ِم ْنهُ ْم َ ِال يَتَّ ِخ ِذ ْال ُم ْؤ ِمنُونَ ْال َكافِ ِرينَ أَوْ لِيَا َء ِم ْن دُو ِن ْال ُم ْؤ ِمنِينَ َو َم ْن يَ ْف َعلْ َذل
َ ك فَلَي
ِ تُقَاةً َويُ َح ِّذ ُر ُك ُم هَّللا ُ نَ ْف َسهُ َوإِلَى هَّللا ِ ْال َم
صي ُر
Dengan latar belakang seperti yang diuraikan di muka, mudah ditebak kala
tafsir yang muncul ke permukaan pada periode ini akan didominasi oleh
kepentingan-kepentingan tertentu pula. Tafsir Al qur’an sebagai usaha untuk
memahami dan menerangkan maksud dan kandungan ayat-ayat suci mengalami
perkembangan yang cukup bervariasi. Corak penafsiran al-Qur’an adalah hal yang
tak dapat dihindari. Berbicara tentang karakteristik dan corak sebuah tafsir, di
antara para ulama membuat pemetaan dan kategorisasi yang berbeda-beda. Ada
11
Abdul Mustaqim, DinamikaSejarahTafsir Al-Qur’an (Yogyakarta: Adab Press, 2012), hlm. 109
12
Al-Qur’an digital (Q.S. Ali Imran: 28)
7
yang menyusun bentuk pemetaannya dengan tiga arah, yakni; pertama, metode
(misalnya; metode ayat antar ayat, ayat dengan hadits, ayat dengan kisah
israiliyyat), kedua, teknik penyajian (misalnya; teknik runtut dan topical), dan
ketiga, pendekatan (misalnya; fiqhi, falsafi, shufi dan lain-lain)13
13
M.AlfatihSuryadilagadkk, Metodologi Ilmu Tafsir (Yogyakarta:TERAS, 2010), hlm. 12
14
M. QuraishShihab. Membumikan al-Qur’an. (Bandung: Mizan. 1992). hlm. 72.
8
a. Corak Tafsir Fikhi
Dalam bentuk yang ekstrim, tafsir dalam model ini bahkan hampir
menyerupai kumpulan disksifikh menyangkut berbagai persoalan, lengkap dengan
sikap pro dan kontra daripada pelakunya.
b. Corak linguistik
9
6. Banyak menjelaskan aspek majaz dan aspek lain yang bersangkutan
dengan teori-teori linguistik.
Tafsir corak teologis adalah salah satu bentuk penafsiran Al-Qur’an yang
tidak hanya ditulis oleh simpatisan kelompok teologis tertentu, tetapi lebih jauh
lagi merupakan tafsir yang dimanfaatkan untuk membela sudut pandang teologis
tertentu. Paling tidak tafsir model ini akan lebih banyak membicarakan tema-tema
teologis dibanding mengedepankan pesan-pesan pokok Al-Qur'an. Sebagaimana
layaknya diskusi yang dikembangkan dalam literatur ilmu kalam. Tafsir ini sarat
dengan muatan sekterian dan pembelaan-pembelaan terhadap paham-paham
teologis tertentu yang menjadi referensi utama bagi mufassirnya. Ayat-ayat Al-
Qur'an tertentu yang nampak memiliki konotasi bebeda satu sama lain, seringkali
dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok teologis tertentu sebagai basis
penafsirannya dan sebagai pembenar atas paham-paham tertentu.15
15
Abdul Mustaqim, Aliran-AliranTafsir, (Yogyakarta: KreasiWacana, 2005), hlm. 71
16
Abdul Mustaqim, Aliran-AliranTafsir, (Yogyakarta: KreasiWacana, 2005), hlm. 72
10
muncullah reaksi dan respon tertentu dari kamum muslimin. Sebagian mereka
menolak teori-teori filsafat tertentu lantaran mereka melihat teori-teori ini
bertentangan dengan keyakinan teologis mereka. Sementara sebagian yang lain
merasa kagum atas teori-teori ini dan mereka merasa mampu untuk
mengkompromikan antara hikmah dan akidah antara filsafat dan agama.
Munculnya tafsir ilmi ini juga sempat mengundan pro dan kontra di
kalangan para ulama. Sebagian yang tidak setju berpendapat bahwa Al-Qur'an itu
bukan buku ilmu pengetahuan, melainkan kitab petunjuk untuk umat manusia.
Jika seseorang berupaya melegitimasi teori-teori ilmu pengetahuan dengan ayat-
ayat Al-Qur'an, maka dikhawatirkan jika teori itu runtuh oleh teori yang baru,
maka akan menimbulkan kesan bahwa ayat itu pun ikut runtuh, dan bahkan seolah
kebenaran ayat dapat dipatahkan oleh teori baru ilmu pengetahuan. Untuk itu
tidak perlu melakukan tafsir ‘ilmi, jika hanya dimaksudkan untuk melegetimasi
teori-teori ilmu pengetahuan yang sifatnya relatif dan nisbi.
Dari pro dan kontra tersebut, sebenarnya dapat dicari jalan tengah yang
lebih moderat, yaitu bahwa Al-Qur'an memang bukan kitab ilmu pengetahuan,
namun tidak dapat disangka bahwa di dalamnya terdapat isyarat-isyarat atau
pesan-pesan moral akan pentingnya untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.18
17
Abdul Mustaqim, Aliran-AliranTafsir, (Yogyakarta: KreasiWacana, 2005), hlm. 73
18
Abdul Mustaqim, Aliran-AliranTafsir, (Yogyakarta: KreasiWacana, 2005), hlm. 74
11
D. Tokoh-tokoh tafsir era pertengahan
Kitab-kitab tafsir yang ada pada masa pertengahan antara lain, tafsir jami’
al-bayan anta’wilayal-qur’an karya IbnJariral-Thabari (923 M), al-kasysyaf
‘anhaqa’iqal-qur’an karya Abu Qasim Mahmud Ibn Umar al-Zamakhsyari (1144
M) dengan corak ideologi mu’tazilah, mafatihal-ghayb karya Fakhrudin al-Rrazi
(1209 M) denga corak teologi sunni-asy’ariah, tafsir jalalain karya Jalaluddin al-
Mahali (1459 M) dan Jalaluddin al-Suyuthi (1505 M) dengan corak filologi.
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
13
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Digital Tim Forum Karya Ilmiah RADEN, Al Quran Kita: Studi
Ilmu, Sejarah, dan Tafsir Kalamullah
14