Anda di halaman 1dari 20

IMPLEMNTASI NILAI-NILAI PERADABAN ISLAM DI DESA TOBANG

SEBAGAI PENGUATAN KEBUDAYAAN LOKAL

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

OLEH

HAFISUDDIN
NIM. 3006203001
DOSEN PENGAMPU:
DR. H. INDERA HARAHAP, MA.

ILMU HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
KATA PENGANTAR

‫الرِحْي ِم‬ َّ ِ‫بِ ْس ِم هللا‬


َّ ‫الر ْْحَ ِن‬

‫احلمدهلل رب العاملني والصالة والسالم على سيدان حممد الفاتح اخلامت الناظر السابق‬
.‫اهلادي إىل صراط مستقيم ومن تبع دعواة و سار على سنّته و اتبع ملّته إىل يوم الدين‬
Segala puji bagi rabb kita Allah SWT shalawat dan salam kepada Nabiyuna
Saw Karena dengan bekal shalawatlah kita akan mendapatkan safa’at dari beliau.

Penulisan makalah ini salah satu upaya dalam mempelajari dalam hadis
(khususnya). adapun dalam penulisan makalah ini, materi yang akan dibahas adalah
“Implemntasi Nilai-Nilai Peradaban Islam Di Desa Tobang Sebagai Penguatan
Kebudayaan Lokal)”. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa di dalam penulisan
makalah ini banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
adanya kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan pada penyusunan
dan penulisan pada makalah ini.

Tidak lupa ucapan berterima kasi kepada bapak dosen pembimbing


matakuliah ini. Semoga dengan makalah ini kita bisa mempelajari lebih usul lagi
dalam mempelajari ilmu agama terkhusu ilmu hadis pada umumnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dapat
menambah wawasan kita dalam mempelajarinya.

Medan, 12 Februari 2021


Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i

DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

A. LATAR BELAKANG .............................................................................. 1


B. RUMUSAN MASALAH .......................................................................... 2
C. TUJUAN PERMASALAHAN ................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 3

A. PENGERTIAN PERADABAN DAN BUDAYA .................................... 3


B. DEFENISI KEARIFAN LOKAL ............................................................. 4
C. ASAL USUL DESA TOBANG ................................................................ 7
D. IMPLEMENTASI NILAI-NILAI PERADABAN DI DESA TOBANG . 10
E. METODE PENELITIAN .......................................................................... 12

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 13

KESIMPULAN ..................................................................................................... 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Budaya lokal adalah suatu proses penumbuhan kreatif diri seorang manusia
yang aktual dalam menghadapi tantangan sosial dalam penyesuaian keadaan daerah
asal. Jika dilihat dari beberapa fenomena yang hingga sekarang masih terlihat
dengan nyata di tengah masyarakat, ada gejala penguatan terhadap praktik
penyelenggaraan tradisi lokal, seirama dengan semakin intensifnya gerakan
pemurnian Islam, fundamentalisme, dan pengembangan Islam dewasa ini. Kontak
kebudayaan di dalam proses ekspansi nilai-nilai ajaran Islam dengan kebudayaan
masyarakat menyebabkan adanya proses tarik menarik antara keduanya yang tak
jarang menghasilkan dinamika budaya masyarakat setempat. Kemudian, yang
terjadi ialah sinkretisme dan atau akulturasi budaya, seperti; praktik meyakini iman
di dalam ajaran Islam akan tetapi masih mempercayai berbagai keyakinan lokal.

Untuk mengetahui hubungan titik temu antara peradaban Islam dengan


budaya dan kearifan lokal, maka yang terlebih dahulu harus dipahami adalah
pengertian budaya dan kearifan lokal itu sendirI, agar unsur-unsur yang membentuk
budya dan kearifan lokal itu dapat diketahui. Salah satu definisi menyebutkan
bahwa budaya dan kearifan lokal adalah gagasan-gagasan setempat (lokal) yang
bersifat bijaksana, penuh kearifan,bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh
anggota masyarakatnya. Dalam disiplin antropologi yang dikenal istilah lokal
genius, Gobyah mengatakan bahwa kearifan lokal (lokal genius) adalah kebenaran
yang telah mentradisi dalam suatu daerah. Karena itu pula kearifan lokal dapat
terpadukan antara nilai-nilai agama yang “datang dari langit” yang dikenal sebagai
agama. Pengertian kearifan lokal (lokal wisdom) dalam kamus terdiri dari dua kata:
kearifan (wisdom) dan lokal (tempat). John M.Echols dan Hassan Syadily dalam
Kamus Inggris Indonesia, menyebutkan bahwa lokal berarti setempat, sedangkan
wisdom atau kearifan sama dengan kebijaksanaan. Dalam kearifan lokal
terkandung pula kearifan budaya lokal. Kearifan budaya lokal sendiri adalah
pengetahuan lokal yang sudah sedemikian menyatu dengan system kepercayaan,

1
norma, dan budaya serta diekspressikan dalam tradisi dan mitos yang dianut dalam
jangka waktu yang lama.

Pelaku budaya adalah manusia.Kenapa manusia dapat menjadi pelaku dan


pencipta budaya dan kearifan? Untuk memahaminya, kita harus menelusuri hakikat
dari manusia itu sendiri.Dalam pandangan al-Qur`an atau al-Kitab manusia
terbangun dari jasad dan ruh. Manusia tanpa ruh hanyalah jasmaniah yang tak
bernyawa. Jasmaniah manusia tersusun atas empat anasir yaitu, angin, air, tanah,
dan api.1 Dari empat anasir itulah maka manusia memiliki keempatnya, yaitu sifat
angin yang membuat manusia bersifat pantang kalah, sifat air yang membuatnya
pantang kerendahan, sifatnya tanah yang membuatnya pantang kekurangan, dan
sifatnya api yang membuatnya pantang kalah. Sifat itu lah yang menjadikan
manusia memilik nafsu lawwamah dan nafsu ammarah, yang menjadikannya
sebagai perusak dan penghancur, bukan pencipta kebudayaan. Maka dari itu
pemakalah akan memaparkan penelitian singkat mengenai “Implemntasi Nilai-
Nilai Peradaban Islam di Desa Tobang Sebagai Penguatan Kebudayaan Lokal”.

B. Rumusan masalah
1. Pengertian peradaban dan budaya
2. Defenisi kearifan lokal
3. Asal usul Desa Tobang
4. Implementasi nilai-nilai peradaban di Desa Tobang

C. Tujuan rumusan masalah


1. Dapat mengetahui peradaban dan budaya
2. Dapat mendeskripsikan kearifan lokal
3. Mengetahui Asal usul Desa Tobang
4. Dapat mangungkapkan nilai-nilai peradaban di Desa Tobang

1
Hadis

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian peradaban dan budaya

Kata Kebudayaan kerap kali disejajarkan, dari segi asal katanya dengan
kata-kata: cultuur (bahasa Belanda), kultur (bahasa Jerman), culture (bahasa Inggris
dan Perancis) atau cultura (bahasa Latin), bahkan ada sederetan kata lain yang
tumpang tindih dengan kata kebudayaan yaitu: civilization (bahasa Inggris dan
Perancis), civilta (bahasa Italia) dan bildung (bahasa Jerman). Padahal arti kata
tersebut berbeda satu sama lain. Seperti culture (bahasa Perancis) searti dengan kata
bildung (bahasa Jerman) dan education (bahasa Inggris) yang mengandung arti budi
halus, keadaban, lalu disamakan dengan kata kebudayaan.2
Inggris) dengan kata peradaban/ civilization (bahasa Perancis), seperti
Malinowsky dalam Mudji Sutrisno mengartikan kata civilization sebagai aspek
khusus dari kebudayaan yang lebih maju. J. Maritin lebih menekankan aspek
rasional dan moral pada arti kata kebudayaan dan aspek sosial, politik dan
institusional pada kata peradaban. Dan ada juga yang diperlawankan kedua kata
tersebut oleh O.Spengler yaitu memandang kebudayaan sebagai perujudan dari
budi manusia, sedangkan peradaban sebagai perbudakan dan pembekuan budi.3
Effat al- Sharqawi dalam buku Filsafat Kebudayaan Islam sebagaimana
yang dikutib oleh Badri Yatim mengatakan masih banyak orang yang
mensinonimkan arti kedua kata kebudayaa dan peradaban, kata kebudayaan dengan
al-tsaqafah (Bahasa Arab), culture (bahasa Ingris), dan kata peradaban dengan al-
hadharah (bahasa Arab), sivilazation (bahasa Ingris). Pada hal kedua kata tersebut
dalam perkembangan ilmu antropologi dewasa ini kedua istilah tersebut terdapat
perbedaan artinya yaitu: kebudayaan adalah bentuk ungkapan tentang semangat
mendalam suatu masyarakat, dan lebih banyak direfleksikan dalam bentuk seni,
satra, religi (agama) dan moral. Sedangkan peradaban. merupakan manifestasi-

2
Mudji Sutrisno, 2008, Filsafat Kebudayaan- Ihtiar Sebuah Teks, Cetekan Pertama,
(Jakarta: Hujan Kabisat), hal,1.
3
Ibid,. hal, 3.

3
manifestasi kemajuan dan teknologis, dan direfleksikan dalam bentuk politik,
ekonomi dan teknologi. 4
M. Abdul Karim mengatakan bahwa kata kebudayaan merupakan kata
benda abstrak hasil penambahan ‘ ke ‘ dan akhiran ‘ an ‘ dari kata budaya yang
memiliki pengertian yang sama dengan kultur dalam artian sebagai usaha otak
manusia atau akal budi. Sedangan kata peradaban ialah adab berasal dari bahasa
Jawa Kawi, merupakan peranakan dari bahasa Sangsekerta yang ucapannya adob
yang berarti kesopanan, hormatmenghormati, budi bahasa, etiket, dan lain-lain. Di
dalam bahasa Arab ditemukan juga kata Al-adab yang berarti perilaku/ kesopanan,
dengan kata peradaban bearti kemajuan (kecerdasan, kebudayaan) lahir-bathin.5

B. Defenisi kearifan lokal


Manusia menciptakan budaya dan lingkungan sosial mereka sebagai
adaptasi terhadap lingkungan fisik dan biologisnya. Kebiasaan-kebiasaan, praktik,
dan tradisi diwariskan dari generasi ke generasi. Pada gilirannya kelompok atau ras
tersebut tidak menyadari dari mana asal warisan kebijaksanaan tersebut. Generasi
berikutnya terkondisikan menerima ‚kebenaran‛ tentang nilai, pantangan,
kehidupan, dan standar prilaku. Individu-individu cenderung menerima dan
percaya apa yang dikatakan budaya mereka. Di saat itulah muncul apa yang disebut
sebagai kearifan lokal yang kemudian menjadi pegangan hidup bagi suatu
komunitas tertentu.
Manusia menciptakan budaya dan lingkungan sosial mereka sebagai
adaptasi terhadap lingkungan fisik dan biologisnya. Kebiasaan-kebiasaan, praktik,
dan tradisi diwariskan dari generasi ke generasi. Pada gilirannya kelompok atau ras
tersebut tidak menyadari dari mana asal warisan kebijaksanaan tersebut. Generasi
berikutnya terkondisikan menerima‚ kebenaran tentang nilai, pantangan,
kehidupan, dan standar prilaku. Individu-individu cenderung menerima dan
percaya apa yang dikatakan budaya mereka. Di saat itulah muncul apa yang disebut

4
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT. Raja Grafinda Persada, 1999, hal.1.
5
M.Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta : Pustaka BOOK
Publisher, 2009, hal. 25-34.

4
sebagai kearifan lokal yang kemudian menjadi pegangan hidup bagi suatu
komunitas tertentu.
Kearifan lokal merupakan bagian dari konstruksi budaya. Dalam pandangan
John Haba dalam Irwan Abdullah, kearifan lokal ‚mengacu pada berbagai kekayaan
budaya yang tumbuh dan berkembang dalam sebuah masyarakat yang dikenal,
dipercayai, dan diakui sebagai elemen-elemen penting yang mampu mempertebal
kohesi sosial di antara warga masyarakat.6
Kearifan lokal yang dalam bahasa Inggris disebut local wisdom atau
adakala juga disebut dengan kata local genius, merupakan sebuah istilah yang
mulai populer digunakan oleh para pengkaji ilmu sosial pada dua dasawarsa
terakhir ini. Terminologi ini mengandung suatu semangat untuk melihat,
memikirkan, dan mempergunakan kembali nilai-nilai, norma dan adat yang berlaku
di suatu masyarakat yang telah terwariskan secara turun temurun. Istilah ini
mengandung dua kata, ‚kearifan‛ (wisdom) yang bermakna kemampuan
menggunakan akal pikiran dan hati dalam menyikapi sesuatu, dan ‚lokal‛ yang
menunjukkan kepada lokasi atau suatu tempat tertentu.7
Terminologi kearifan lokal juga mengandung makna sebagai sebuah‚
perlawanan terhadap arus globalisasi yang merambah relung-relung budaya
manusia ke seluruh dunia, yaitu masuknya budaya‚ Barat ke wilayah budaya
penduduk di benua Asia dan Afrika khususnya pasca era kolonialisme. Terminologi
kemodernan sering dikaitkan dengan ‚budaya Barat yang seolah-olah agar menjadi
modern seseorang haruslah berbudaya orang Barat. Ketika menjadi modern
dipahami adalah sama dengan menjadi barat, muncul banyak masalah dalam
kehidupan sosial di masyarakat non Barat. Karenanya, istilah kearifan lokal muncul
bersamaan dengan populernya beberapa istilah lain, seperti istilah back to nature
(kembali ke alam) atau back to basic (kembali ke budaya asal) sebagai pernyataan
re-eksistensi budaya masyarakat non Barat.

6
Irwan Abdullah, dkk., Agama dan Kearifan Lokal dalam Tantangan Global Cet. II;
Yogyakarta: Sekolah Pascasarjana UGM dan Pustaka Pelajar, 2008, hal. 7.
7
Fariani, “Nilai Pendidikan dalam Kearifan Lokal Permainan Tradisional Anak Suku Batak
dan Melayu”, dalam Buletin Haba, Nomor 72 (Banda Aceh: Balai Pelestarian Nilai Budaya, 2014).

5
Dengan demikian, kearifan lokal dapat dipahami sebagai sebuah cara
pandang yang mengandung nilai, norma, aturan adat yang telah membumi dan
terwariskan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah entitas budaya
(masyarakat). Jika kebudayaan dipahami sebagai keseluruhan hasil karya manusia
yang berwujud ide (gagasan), aktivitas, atau benda, maka kearifan lokal adalah
bagian dari kebudayaan yang kecenderungannya mengambil bentuk berupa ide
serta aktivitas.
Pengertian lain yang lebih terperinci tentang kearifan lokal adalah,
kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah. Kearifan lokal
merupakan perpaduan antara nilai-nilai suci firman Tuhan dan berbagai nilai yang
ada. Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat
maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan lokal merupakan produk budaya
masa lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan pegangan hidup. Meskipun
bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung di dalamnya dianggap sangat universal.8
Kearifan lokal dimaknai juga sebagai adat yang memiliki kearifan atau al-
‘adah al-ma’rifah, yang dilawankan dengan al-‘adah al-jahiliah. Kearifan adat
dipahami sebagai segala sesuatu yang didasari pengetahuan dan diakui akal serta
dianggap baik oleh ketentuan agama.9
Adat kebiasaan pada dasarnya teruji secara alamiah dan niscaya bernilai
baik, karena kebiasaan tersebut merupakan tindakan sosial yang berulang-ulang dan
mengalami penguatan (reinforcement).
Secara konseptual, kearifan lokal dan keunggulan lokal merupakan
kebijaksanaan manusia yang bersandar pada filosofi nilai-nilai, etika, cara-cara dan
perilaku yang melembaga secara tradisional. Kearifan lokal adalah nilai yang
dianggap baik dan benar sehingga dapat bertahan dalam waktu yang lama dan
bahkan melembaga.10

8
I Ketut Gobyah “Berpijak pada Kearifan Lokal” dalam http://www. balipos.co.id, diakses
pada tanggal 4 Februari 2021.
9
Sartini, “Menggali Kearifan Lokal”, h. 112; “Penjelasan Tentang” Urf” dalam Pikiran
Rakyat terbitan 6 Maret 2003.
10
S. Swarsi Geriya dalam “Menggali Kearifan Lokal untuk Ajeg Bali” dalam Iun,
http://www.balipos.co.id.

6
C. Asal usul Desa Tobang

Desa Tobang merupakan Desa terakhir dari Kecamatan Kotanopan sebelum


Muarasipongi. Adalah Tobang berasal dari kata “panobangan” yang artinya
penebangan, dimana dulunya ada pokok pokok kayu yang besar ditempat ini. Jadi
nama Tobang bukan berarti orang disini tobang tobang (dalam bahasa Mandailing
artinya tua), sebagai desa yang terletak di Mandailing Julu, terdapat sebuah sungai
yang sangat banyak memberikan manfaat bagi penduduk sekitar. Sungai ini dikenal
dengan nama sungai Batang Gadis, mata pencaharian mayoritasnya adalah bertani
dan berkebun.
1. Lubuk Nainjang
Lubuk Nainjang adalah lubuk sungai yang paling panjang yang merupakan kata
yang paling akrab dengan telinga apabila kita mendengarkan ikan batang gadis di
desa ini. Lubuk nainjang mempunyai ciri khas, sbb:
a. Dimulai dari pinggir, lubuk ini mempunyai pinggiran yang sangat
menakutkan, sebab di sinilah tempat berkumpulnya latong-latong
(jelatang) pilihan. Di tambah dengan hewan penghuni latong yang
selalu siap menerkam
b. Sedikit memasuki sungai, lubuk ini akan sangat romantis jika dilihat
secara kasat mata. Dulunya tempat inilah yang selalu setia
menampung senyuman poso-poso Tobang apabila cinta mereka
ditolak oleh bunga- bunga desa yang anggun
c. Ke dalam, lubuk ini adalah tempat berkumpulnya semua jenis ikan
yang ada di sungai batang gadis.
d. Menuju ke hilir akan di dapat kebun melinjo, tempat ini sering di
jadikan tempat untuk marmangan mangan, marmangan mangan
adalah kebiasaan yang sangat membanggakan bagi poso poso
tobang. Mereka kadang mau mencuri ayam demi kebiasaan tersebut.
e. Sedikit ke atas bukit kita akan menjumpai hewan yang selalu ada
setiap saat yaitu: bodat sirata bitua
2. Saba Lian
Saba lian merupakan tempat bertani, umumnya masyarakat di sini menanam
padi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Di sepanjang sawah ini terdapat sopo-

7
sopo , bondar-bondar, dimana bondar bondar ini selalu menjadi tempat belajarnya
anak anak untuk manaon lukah, disamping ikannya yang selalu ada, bahkan kadang
sangat banyak.
3. Saba Julu
Saba julu dalah sawah terpanjang di desa ini, dulunya sawah ini sangatlah
subur. Akan tetapi belakangan sawah ini tidak lagi seperti yang di harapkan banyak
orang. Irigasi yang rusak dan tak kunjung bagus adalah menjadi alasan yang paling
utama.
4. Saba Luku
Saba luku adalah hasil tanpa berjuang. Mungkin inilah kata kata yang cocok
untuk menggambarkan situasi di sini. Gempuran mesin bor dan traktor malam alias
babi hutan seakan tak pernah puas mengobrak abrik sawah ini, meskipun kerap kali
di semua pinggiran sawah ini dipasang ranjau, jerat, lobang, bahkan poso poso
tobang pun rela menghabiskan waktunya, demi untuk mengusir babi babi jahannam
yang selalu merusak tanaman padi tersebut,
5. Naposo Nauli Bulung
Naposo nauli bulung (muda mudi) adalah bagian dari masyarakat yang
sangat di perhitungkan keberadaannya di desa ini. Sebagai generasi penerus
masyarakat mereka sangat diharapkan sumbangsihnya terutama dalam kegiatan-
kegiatan social, seperti: pesta pernikahan, acara keagamaan dsb. Misalnya dalam
acara pernikahan peran muda mudi yang sangat penting salah satunya adalah:
mambolgang sibodak, pisang, kantang, kacang muring dot manyaok ombu ombu
(merebus bahan yang akan dimasak pas waktu pesta dan mersiapkan bumbu-
bumbunya) Naposo nauli bulung (muda mudi) disini sangatlah beraneka ragam
macam pekerjaannya. Salah satu pekerjaan yang banyak disukai para poso poso
(para pemuda) adalah menangkap ikan. Ada beberapa cara yang di gunakan untuk
menangkap ikan , antara lain sbb:
a. Manjala
Adalah cara yang yang paling umum digunakan , tetapi memerlukan tenaga
yang sangat besar
b. Manyisip

8
Dilakukan dengan duduk mengintai ditengah sungai, dan apabila ikan lewat
maka akan langsung di sambar dengan menggunakan durung sisip.
c. Manaon lukah terdiri dari:
1). Lukah incor
2). Lukah siduri
3). Lukah sulum
4). Lukah aporas
5). Lukah baung
6). Lukah bakok
7). Lukah bolut
8). Mangkail
Adalah memancing biasa dengan menggunakan kail dan umpan.
d. Mangaramok
Adalah menangkap langsung ikan dengan menggunakan tangan kosong
e. Mandurung ada tiga.
1). Mandurung rura
2). Mandurung burincak
3). Mandurung dimagodang aek
4). Mandodok dan mangkaco
Mandodok dan mangkaco adalah sama sama menangkap ikan siduri dengan
dodok dan kaca.
f. Mangala
Adalah suatu metode menangkap ikan dengan menguras air pada sebagian
tepi sungai.
6. Lubuk larangan
Adalah tradisi yang sangat fenomenal yang sudah si adakan masyarakat ini
sejak zaman dahulu.
7. Tradisi Main Guitar
Bernyanyi sambil main guitar adalah kebiasaan poso poso yang sudah turun
temurun sejak zaman dahulu kala. Tempat bernyanyi bisa dimana saja, kapan saja,

9
sendiri atau berkelompok, kebiasaan ini dilakukan di tangga-tangga dan waktu
mainnya dilasaksanakan setelah selesai sholat isya.11
D. Implementasi nilai-nilai peradaban di Desa Tobang

Tradisi yang terdapat di daerah Mandailing Natal khususnya desa Tobang


diberlakukan sama. Tradisi tersebut terbagi atas beberapa jenis: 1) Tradisi yang
berhubungan dengan adat istiadat yang menyangkut upacara pernikahan, penobatan
dan penyambutan pejabat, pemakaman, pengguntingan rambut serta pembeatan; 2)
Tradisi yang berhubungan dengan kesenian yang menyangkut zikir (dikili),
margordang sambilan, burdah (buruda), 3) Tradisi yang berhubungan dengan
gerak atau olahraga, seperti pencak silat, berburu 4) Tradisi yang berhubungan
dengan sastra. Tradisi sastra contohnya marhata-hata, bermain gitar di pinggir jalan
(itangga bagas alak) ini berdasarkan penelitian menemukan.
Sebelum masuknya pengaruh Islam pada masyarakat Desa Tobang, adat
istiadat dan budaya masyarakat daerah dipengaruhi oleh filsafat naturalistik,
dimana nilai-nilai dan norma-norma budaya bersumber dari fenomena alam
semesta. Pada masa Raja Namora Sende Tua menjadi raja peratama di Desa
Tobang, menurut cerita para sesepuh atau hatobangon di Desa Tersebut, beliau
meninggal dan dimakamkan masih membawa benda-benda yang dianggap harta
berharganya ke dalam pemakamannya. Agama islam datang ke Mandailing Natal
terkhusus ke Desa Tobang melalui penyebaran islam yang dibawa Tuanku Rao,
sampai saat sekarang ini bekas tapak kaki kuda beliau masih ada di desa tersebut.
Tradisi nenek-nenek moyang terdahulu, mereka menutut ilmu agama kerumah-
rumah guru atau biasa disebut dengan istilah membaguskan bacaan fatihah
(palidang-lidang fatihah).

11
Anak desa Tobang “Desa Tobang kecamatan Kotanopam” dalam
https://desatobangkecamatankotanopan.blogspot.com/ di akses pada tanggal 12 Februari 2021.

10
Implementasi nilai-nilai peradaban Islam di Desa Tobang

Implementasi nilai-nilai peradaban Islam di Desa Tobang


NO
Budaya local Nilai-nilai keislaman
Memadukan seni gordang dengan
kesan keslaman yaitu; dengan mengisi
1 Margordang sambilan
sya’ir atau onang-onang menjadi lagu-
lagu islmai
Menyeimbangkan antara nasehat yang
bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah
2 Marhata-hata
dengan nasehat-nasehat sesepuh
terdahulu
Menjadikan barzanji sebagai hiburan
utama dalam pernikahan
3 Pernikahan Markuras atau gotong royong dalam
mengerjakan acara pernikahan contoh:
memasak sama-sama sampai selesai
Menanamkan nilai tauhid dan
4 Pencak silat keyakinan yang putus, dan setiap gerak
silat itu di isi dengan zikir
Dalam mazhab safi’i, akad dalam jual
beli itu harus ada. Di desa tersebut
masyarakat masih neggunakannya. Dan
5 Dalam jual beli
si penjual mengatakan di jual ya(“I
gadis da”) lalu si pembeli menjawab
saya beli ya (“itabusi da”)
6 Minum kopi di lopo Menguatkan ukhuah Islamiyah
Mengajarkan saling menghormati,
7 Partuturan (nama-nama panggilan) mengetahui mana saudara, untuk tidak
menghilangkan garis keturunan

11
E. Metode penelitian
Jenis penelitian adalah deskriptif kualitatif dengan jenis studi kasus yang
lebih menekankan pada grounded research. Penelitian ini dilakukan di desa Tobang,
dan difokuskan pada adat-istiadat yang masih berlaku di Gorontalo. Adapun
pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan fenomenologi,
etnografi, sosio-edukatif, dan hukum Islam.
Sumber data penelitian ini diperoleh dari data primer dan data sekunder.
Adapun data primer penelitian ini diperoleh dari individu-individu yang
berkompeten dalam hal tradisi dan adat-istiadat masyarakat desa Tobang baik dari
lingkungan akademisi, budayawan, tokoh adat, tokoh agama, maupun tokoh
masyarakat lainnya yang masih terlibat aktif dalam berbagai pelaksanaan ritus
budaya di desa Tobang. Untuk melengkapi data primer dan sekunder tersebut,
penelitian ini juga menggunakan dokumen berupa buku dan hasil penelitian yang
relevan serta arsip-arsip yang terkait dengan sejarah desa Tobang dan
Islamisasinya. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan
tiga cara, yaitu: (1) observasi partisipasi (participant observation); (2) wawancara
mendalam (in depth interview); dan (3) penggunaan dokumen (document used).
Penelitian ini menggunakan 3 (tiga) instrumen utama yaitu: peneliti sendiri (human
instrument); pedoman observasi; dan pedoman wawancara.
Analisa data dalam penelitian ini bersifat deskriptif (deskriptif analitis),
bukan uji hipotesis. Selain itu, analisis data yang juga urgen untuk digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis komparatif. Analisis data penelitian ini dilaksanakan
bersamaan waktunya dengan tahap pengumpulan data di lapangan, bahkan analisis
data dilakukan sejak awal dan sepanjang proses penelitian berlangsung. Untuk
menarik kesimpulan, data yang dihimpun diolah melalui proses reduksi, sajian data,
dan verifikasi.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tradisi yang terdapat di daerah Mandailing Natal khususnya desa Tobang
diberlakukan sama. Tradisi tersebut terbagi atas beberapa jenis: 1) Tradisi yang
berhubungan dengan adat istiadat yang menyangkut upacara pernikahan, penobatan
dan penyambutan pejabat, pemakaman, pengguntingan rambut serta pembeatan; 2)
Tradisi yang berhubungan dengan kesenian yang menyangkut zikir, margordang
sambilan, burdah (buruda), 3) Tradisi yang berhubungan dengan gerak atau
olahraga, seperti pencak silat, berburu 4) Tradisi yang berhubungan dengan sastra.
Tradisi sastra contohnya marhata-hata, bermain gitar di pinggir jalan (itangga bagas
alak). Dengan mengakarnya ajaran keislaman di Desa Tobang, Kecamatan
Kotanopan, menuntun kebuadayaan menjadi lebih islami.

13
DOKUMENTASI

Belajar marhata-hata

Pengajian naposo nauli


Makan ketika pesta
bulung

14
Latihan pencak silat di desa
Tobang

15
Margordang sambilan

16
DAFTAR PUTAKA

Sutrisno, Mudji, 2008, Filsafat Kebudayaan- Ihtiar Sebuah Teks, Cetekan


Pertama, (Jakarta: Hujan Kabisat)
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT. Raja Grafinda
Persada, 1999
Karim, M.Abdul, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta : Pustaka
BOOK Publisher, 2009
Abdullah, Irwan dkk., Agama dan Kearifan Lokal dalam Tantangan Global
Cet. II; Yogyakarta: Sekolah Pascasarjana UGM dan Pustaka Pelajar, 2008
Fariani, “Nilai Pendidikan dalam Kearifan Lokal Permainan Tradisional
Anak Suku Batak dan Melayu”, dalam Buletin Haba, Nomor 72 (Banda Aceh: Balai
Pelestarian Nilai Budaya, 2014).
I Ketut Gobyah “Berpijak pada Kearifan Lokal” dalam http://www.
balipos.co.id, diakses pada tanggal 4 Februari 2021.
Sartini, “Menggali Kearifan Lokal”, h. 112; “Penjelasan Tentang” Urf”
dalam Pikiran Rakyat terbitan 6 Maret 2003. S. Swarsi Geriya dalam “Menggali
Kearifan Lokal untuk Ajeg Bali” dalam Iun, http://www.balipos.co.id.
Anak desa Tobang “Desa Tobang kecamatan Kotanopam” dalam
https://desatobangkecamatankotanopan.blogspot.com/ di akses pada tanggal 12
Februari 2021.

17

Anda mungkin juga menyukai