Anda di halaman 1dari 119

Marisi P. Purba, S.E., M.H.

, Ak, CA,
ASEAN CPA
HARI PERTAMA

Implikasi Pemberlakuan
PP 35/2021, PP 36/2021 dan PP37/2021 terhadap
Penerapan PSAK 24 dan Dampak Perpajakannya

Fasilitator:
Marisi P. Purba, S.E., M.H., Ak, CA, ASEAN CPA
(Praktisi, Penulis & Akademisi)
 UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

 Kontrak Kerja dan Outsourcing

 Pengaturan Cuti dan Pengupahan

 Pemutusan Hubungan Kerja

 Imbalan Pasca Kerja

 Pemberlakuan Efektif UU Cipta Kerja

 Sanksi Pidana Ketenagakerjaan terkait


UU CIPTA KERJA KLASTER KETENAGAKERJAAN

“Omnibus”: For all; containing two or more independent matters.


(Black’s Law Dictionary, Sixth Edition, 1990)

“Omnibus Bill”: A legislative bill including in one act various separate and
distinct matters, and frequently one joining a number of
different subjects in one measure…...
(Black’s Law Dictionary, Sixth Edition, 1990)
UU CIPTA KERJA KLASTER KETENAGAKERJAAN

PETA UU CIPTA KERJA


Peningkatan Ekosistem Kemudahan Perlindungan dan
Investasi dan Kegiatan Ketenagakerjaan Pemberdayaan Koperasi, Usaha
Berusaha Mikro, Kecil dan Menengah

Kemudahan Berusaha Dukungan Riset dan Inovasi Pengadaan Tanah

Investasi Pemerintah Pusat Pelaksanaan Administrasi


Kawasan Ekonomi dan Kemudahan Proyek Pemerintah untuk Mendukung
Strategis Nasional Cipta Kerja
UU CIPTA KERJA KLASTER KETENAGAKERJAAN

Ruang Lingkup UU Cipta Kerja:


1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan (UU
Ketenagakerjaan)
Menghapus 2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional
Mengubah 3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2011 tentang Badan
Penyelenggaraan Jaminan Sosial
4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun
Menetapkan
2017 tentang Perlindungan Pekerja
Migran Indonesia
UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan
UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang


Cipta Kerja (UU Cipta Kerja).

Diundangkan pada 2 November 2020.


UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan
UU CIPTA KERJA KLASTER KETENAGAKERJAAN
1. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2021 tentang
Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PP 34/2021),
2. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja,
Hubungan Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan
Hubungan Kerja (PP 35/2021),
3. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang
Pengupahan (PP 36/2021),
4. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (PP
37/2021)
KONTRAK KERJA DAN OUTSOURCING
KONTRAK KERJA DAN OUTSOURCING

Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan


(UU Ketenagakerjaan):

Pengusaha adalah:
a. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan
milik sendiri;
b. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan
perusahaan bukan miliknya;
c. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili
perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah
Indonesia.
KONTRAK KERJA DAN OUTSOURCING
Pasal 1 angka 6 UU Ketenagakerjaan:

Perusahaan adalah:
a. setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang
perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta
maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar
upah atau imbalan dalam bentuk lain;
b. usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan
mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam
bentuk lain.
KONTRAK KERJA DAN OUTSOURCING
Pasal 1 angka 5-6 UU Ketenagakerjaan (UU Cipta Kerja):

Perseorangan

Firma, CV, Persekutuan Perdata

PT, Yayasan, Koperasi


SUBJEK UU
KETENAGAKERJAAN BUMN, BUMD

Organisasi Massa

BUT yang merupakan perwakilan badan


hukum asing
KONTRAK KERJA DAN OUTSOURCING
Pasal 52 ayat 1 UU Ketenagakerjaan:
Perjanjian kerja dibuat atas dasar:
a. Kesepakatan kedua belah pihak,
b. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum,
c. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan, dan
d. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 52 ayat 2-3 UU Ketenagakerjaan:


Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan b dapat dibatalkan.

Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf c dan d batal demi hukum.
Kontrak Kerja dan Outsourcing
Pasal 56 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan
(PKWT):

1) Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu.
2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan
atas:
a. jangka waktu; atau
b. selesainya suatu pekerjaan tertentu.
3) Jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) ditentukan berdasarkan perjanjian kerja.
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai perjanjian kerja waktu tertentu berdasarkan jangka
waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Kontrak Kerja dan Outsourcing
Pasal 57 UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu):

1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat secara tertulis serta harus menggunakan bahasa
Indonesia dan huruf latin.
2) Dalam hal perjanjian kerja dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa asing, apabila
kemudian terdapat perbedaan penafsiran antara keduanya, maka yang berlaku perjanjian
kerja yang dibuat dalam bahasa Indonesia.

Pasal 58 UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan (Masa Percobaan):


1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan.
2) Dalam hal diisyaratkan masa percobaan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masa
percobaan kerja yang diisyaratkan tersebut batal demi hukum dan masa kerja tetap dihitung.
Kontrak Kerja dan Outsourcing
Pasal 59 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Klaster
Ketenagakerjaan (Syarat PKWT):

Pekerjaan Sekali Selesai Hanya untuk pekerjaan yang bersifat tidak


atau Sementara Sifatnya P tetap
E
Pekerjaan yang diperkirakan
P Penyelesaiannya dalam Waktu
M
Jenis, sifat, kegiatan pekerjaan, jangka waktu,
yang Tidak Terlalu Lama B
K A
dan batas waktu perpanjangan PKWT akan
diatur PP
W Musiman
T
T Bisnis masih dalam Penjajakan A Jangka waktu keseluruhan PKWT tidak boleh
(Produk baru, kegiatan baru, produk S melebihi 5 tahun (Pasal 8 ayat 1-2 PP
percobaan) 25/2021).
A
Pekerjaan/kegiatan yang
bersifat tidak tetap N
Kontrak Kerja dan Outsourcing
Ketentuan mengenai Outsourcing:

Syarat-syarat perusahaan alih daya (pasal 66 ayat 1-6 Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2020 tentang Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan dan pasal 18-20 PP 35/2021):
1. Berbadan hukum dan memenuhi perizinan usaha,
2. PKWT dan PKWTT dibuat dalam perjanjian tertulis,
3. Perlindungan pekerja/buruh, upah dan kesejahteraan, syarat dan perselisihan menjadi
tanggung jawab perusahaan alih daya,
4. Hubungan kerja dilakukan dengan PKWT atau PKWTT,
5. PKWT harus mensyaratkan pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh
apabila terjadi pergantian perusahaan alih daya dan sepanjang objek pekerjaannya
tetap ada.
Kontrak Kerja dan Outsourcing
Pasal 66 ayat 3-4 UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan:
PENGATURAN CUTI DAN PENGUPAHAN
Perbandingan Waktu Istirahat dan Cuti:

No. Jenis Waktu Istirahat dan Cuti Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
Ketenagakerjaan tentang Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

1. Isitrahat antara jam kerja Minimal ½ Jam setelah bekerja 4 jam terus Minimal ½ Jam setelah bekerja 4 jam terus
menerus dan dilakukan pada jam istirahat (pasal menerus dan dilakukan pada jam istirahat
79 ayat 2 butir a). (pasal 79 ayat 2 butir a).

2. Istirahat mingguan a. 1 hari dalam 6 hari kerja dalam 1 minggu Paling sedikit 1 hari untuk 6 hari kerja dalam 1
b. 2 hari dalam 5 hari kerja dalam 1 minggu minggu
(pasal 79 ayat 2 butir b).

3. Cuti tahunan Sekurang-kurangnya 12 hari kerja setelah bekerja Sekurang-kurangnya 12 hari kerja setelah
selama 12 bulan secara terus menerus (pasal 79 bekerja selama 12 bulan secara terus menerus
ayat 2 butir c). (pasal 79 ayat 2 butir c).
PENGATURAN CUTI DAN PENGUPAHAN
Perbandingan Waktu Istirahat dan Cuti:

No. Jenis Waktu Istirahat dan Cuti Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
tentang Ketenagakerjaan tentang Cipta Kerja Klaster
Ketenagakerjaan

4. Istirahat panjang Sekurang-kurangnya 2 bulan dan Pada perusahaan tertentu, diatur


dilaksanakan pada tahun ke-7 dan ke-8 berdasarkan perjanjian kerja/peraturan
masing-masing 1 bulan bagi pekerja/buruh perusahaan/PKB (pasal 79 ayat 2 butir d).
yang telah bekerja selama 6 bulan terus
menerus (pasal 79 ayat 2 butir d).

5. Cuti haid Pekerja/buruh perempuan dalam masa haid Pekerja/buruh perempuan dalam masa
merasakan sakit tidak wajib bekerja (pasal haid merasakan sakit tidak wajib bekerja
81) (pasal 81)

6. Cuti melahirkan 1,5 bulan sebelum dan setelah (pasal 82 ayat 1,5 bulan sebelum dan setelah (pasal 82
1) ayat 1)

7. Cuti keguguran 1,5 bulan (pasal 82 ayat 2) 1,5 bulan (pasal 82 ayat 2)
PENGATURAN CUTI DAN PENGUPAHAN
Prinsip-Prinsip Umum Pengupahan:

1. Upah yang dinyatakan secara implisit dalam setiap hubungan kerja,


2. Asas non diskriminasi,
3. Prinsip “no work, no pay” (pasal 93 ayat 1 Undang-Undang Nomor 13 tentang
Ketenagakerjaan),
4. Perjanjian mengenai upah dapat dilakukan sepanjang lebih menguntungkan bagi
pekerja,
5. Larangan pembelanjaan upah tanpa persetujuan,
6. Pemotongan upah (penerapan denda, ganti rugi, uang muka upah, sewa rumah,
cicilan hutang, dan kelebihan pembayaran upah) tidak boleh melebihi 50% (Pasal 64
ayat 3 Peraturan Pememerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan).
PENGATURAN CUTI DAN PENGUPAHAN
Pasal 8 ayat 1-2 PP 36/2021:

Upah pokok (upah tanpa tunjangan)


UPAH Tunjangan tetap

Tunjangan tidak tetap

Bonus
Uang Pengganti Fasilitas Kerja
NON UPAH
Uang Servis
Tunjangan Hari Raya
Insentif pada usaha tertentu
PENGATURAN CUTI DAN PENGUPAHAN

Pasal 7 ayat 2-3 PP 36/2021:

Pasal 7 ayat 2 PP 36/2021:

Dalam hal komponen upah terdiri atas upah pokok dan tunjangan tetap sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, besarnya upah pokok paling sedikit 75% (tujuh pulih
lima persen) dari jumlah upah pokok dan tunjangan tetap.

Pasal 7 ayat 3 PP 36/2021:

Dalam hal komponen Upah terdiri atas Upah Pokok, tunjangan tetap dan tunjangan
tidak tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, besarnya upah pokok paling
sedikit 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah upah pokok dan tunjangan tetap.
PENGATURAN CUTI DAN PENGUPAHAN

Pasal 92 UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan:


1) Pengusaha wajib menyusun struktur dan skala upah di perusahaan dengan memperhatikan
kemampuan perusahaan dan produktivitas.
2) Struktur dan skala upah digunakan sebagai pedoman pengusaha dalam menetapkan upah.
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai struktur dan skala upah diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 92A UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan:


Pengusaha melakukan peninjauan upah secara berkala dengan memperhatikan kemampuan
perusahaan dan produktivitas.
PENGATURAN CUTI DAN PENGUPAHAN
Pasal 88B UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan:
1) Upah ditetapkan berdasarkan:
a. satuan waktu; dan/atau
b. satuan hasil.
2) Ketentuan lebih lanjut mengenai upah berdasarkan satuan waktu dan/atau satuan hasil
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 88C UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan:


1) Gubernur wajib menetapkan upah minimum provinsi………….
……………………
5) Upah minimum kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus lebih tinggi dari
upah minimum provinsi.
PENGATURAN CUTI DAN PENGUPAHAN

PENENTUAN UPAH:

𝑼𝒑𝒂𝒉 𝑺𝒆𝒃𝒖𝒍𝒂𝒏
SATUAN WAKTU PER JAM Upah Per Jam =
𝟏𝟐𝟔

UPAH 𝑼𝒑𝒂𝒉 𝑺𝒆𝒃𝒖𝒍𝒂𝒏


PER HARIAN 5 hari kerja dalam seminggu =
𝟐𝟏
(PASAL 16 PP 36/2021)
𝑼𝒑𝒂𝒉 𝑺𝒆𝒃𝒖𝒍𝒂𝒏
SATUAN HASIL PER BULANAN 6 hari kerja dalam seminggu =
𝟐𝟓
PENGATURAN CUTI DAN PENGUPAHAN
Penentuan Upah per Jam dan Harian:

UMP DKI = Rp 4.276.349 per bulan

Sehingga,

UMP DKI per jam adalah = Rp 4.276.349/126 = Rp 33.939 per jam


UMP DKI per hari (6 hari kerja dalam seminggu) = Rp 4.276.349/25 = Rp 171.054 per hari
UMP DKI per hari (5 hari kerja dalam seminggu) = Rp 4.276.349/21 = Rp 203.636 per hari
PENGATURAN CUTI DAN PENGUPAHAN
Pengupahan selama Pekerja/Buruh Menjalani Proses Hukum:

Pasal 53 ayat 1-2 PP 35/2021:

1. Dalam hal pekerja/buruh ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana,
maka pengusaha wajib memberikan bantuan kepada keluarga pekerja/buruh yang menjadi
tanggungannya dengan ketentuan sebagai berikut:
a. untuk 1 (satu) orang tanggungan: 25% (dua puluh lima perseratus) dari upah;
b. untuk 2 (dua) orang tanggungan: 35% (tiga puluh lima perseratus) dari upah;
c. untuk 3 (tiga) orang tanggungan: 45% (empat puluh lima perseratus) dari upah;
d. untuk 4 (empat) orang tanggungan atau lebih: 50% (lima puluh perseratus) dari upah.
2. Bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk paling lama 6 (enam) bulan
terhitung sejak hari pertama Pekerja/Buruh ditahan oleh pihak yang berwajib.
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
Imbalan Pasca Kerja untuk Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT):

Pasal 62 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan):

Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam
perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 61 ayat (1), pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak
lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.

Pasal 17 PP 36/2021:

Dalam hal salah satu pihak mengakhiri Hubungan Kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan
dalam PKWT, Pengusaha wajib memberikan uang kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1)
yang besarannya dihitung berdasarkan jangka waktu PKWT yang telah dilaksanakan oleh Pekerja/Buruh.
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
Imbalan Pasca Kerja untuk Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT):
Pasal 15 ayat 1-3 PP 35/2021:

1. Pengusaha wajib memberikan uang kompensasi kepada Pekerja/Buruh yang hubungan kerjanya
berdasarkan PKWT,
2. Pemberian uang kompensasi dilaksanakan pada saat berakhirnya PKWT.
3. Uang kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Pekerja/Buruh yang
telah mempunyai masa kerja paling sedikit 1 (satu) bulan secara terus menerus.
4. Apabila PKWT diperpanjang, uang kompensasi diberikan saat selesainya jangka waktu PKWT,
uang kompensasi berikutnya diberikan setelah perpanjangan jangka waktu berakhir atau selesai.
5. Pemberian uang kompensasi tidak berlaku bagi tenaga kerja asing yang dipekerjakan oleh
pemberi kerja dalam hubungan kerja berdasarkan PKWT.
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
Imbalan Pasca Kerja untuk Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT):

Pasal 16 ayat 1 PP 35/2021:

PKWT Besaran Kompensasi


Masa kerja = 12 bulan 1 x Upah per bulan
Masa kerja 1 bulan < x < 12 bulan (Masa kerja/12) x Upah per bulan
Masa kerja > 12 bulan (Masa kerja/12) x Upah per bulan
Pasal 16 ayat 6 PP 35/2021:

Besaran uang kompensasi untuk Pekerja/Buruh pada usaha mikro dan usaha kecil
diberikan berdasarkan kesepakatan antara Pengusaha dan Pekerja/Buruh.
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
Pemutusan Hubungan Kerja (Pasal 154A UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan dan pasal 36
PP 35/2021):

No. Alasan PHK


1. Penggabungan, peleburan, pengambilalihan dan pemisahan,
2. Efisiensi diikuti dengan penutupan perusahaan atau tidak diikuti dengan penutupan perusahaan yang
disebabkan perusahaan mengalami kerugian,
3. Tutup karena mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 tahun
4. Tutup karena force majeure
5. Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
6. Pailit
7. Permohonan PHK oleh pekerja/buruh karena: (a) penganiayaan, penghinaan secara kasar atau ancaman
terhadap pekerja atau buruh, (b) perintah melakukan perbuatan yang melanggar hukum, (c) upah dibayar tidak
tepat waktu selama 3 bulan berturut-turut atau lebih, (d) tidak melakukan kewajiban yang dijanjikan kepada
pekerja/buruh, (e) memerintahkan pekerja/buruh melaksanakan pekerjaan di luar yang diperjanjikan, (f)
memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, dan kesusilaan.
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
Pemutusan Hubungan Kerja (Pasal 154A UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan dan pasal 36
PP 35/2021):

No. Alasan PHK


8. Putusan PHI yang menyatakan pengusaha tidak bersalah pada poin 7, dan pengusaha memutuskan untuk
melakukan PHK
9. Pekerja/buruh mengundurkan diri
10. Pekerja buruh mangkir selama 5 hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis
11. Pekerja/buruh melakukan pelanggaran PKB/Peraturan Perusahaan dan telah diberikan SP1, SP2 dan SP3
12. Pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaan selama 6 bulan akibat ditahan pihak yang berwajib
13. Pekerja/buruh mengalami sakit berkepanjangan selama 12 bulan
14. Pekerja/buruh memasuki usia pensiun
15. Pekerja/buruh meninggal dunia
IMBALAN PASCA KERJA
Pasal 156 ayat 1 UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan dan pasal 40 ayat 1 PP
35/2021 (Besaran Imbalan Pasca Kerja):

Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja pengusaha wajib membayar uang pesangon
dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya
diterima.

P PMK UPH
IMBALAN PASCA KERJA
UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan dan pasal 40 ayat 2 Pasal 156 ayat 2 UU Ketenagakerjaan:
PP 35/2021 (Besaran Pesangon):
Perhitungan uang pesangon sebagaimana dimaksud dalam ayat
Uang pesangon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan (1) diberikan paling sedikit sebagai berikut:
dengan ketentuan sebagai berikut: a. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah;
a. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah; b. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 2
b. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan upah;
(dua) tahun, 2 (dua) bulan upah; c. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 3
c. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
(tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah; d. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4
d. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan upah;
(empat) tahun, 4 (empat) bulan upah; e. masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5
e. masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan upah;
(lima) tahun, 5 (lima) bulan upah;
IMBALAN PASCA KERJA
UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan dan pasal 40 Pasal 156 ayat 2 UU Ketenagakerjaan (Besaran
ayat 2 PP 35/2021 (Besaran Pesangon): Pesangon):

f. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang f. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang
dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan upah; dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan upah;
g. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang g. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang
dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah; dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;
h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang
dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan upah; dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan upah;
i. masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 i. masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9
(sembilan) bulan upah. (sembilan) bulan upah.
IMBALAN PASCA KERJA
UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan dan pasal 40 Pasal 156 ayat 3 UU Ketenagakerjaan (Besaran
ayat 3 PP 35/2021 (Besaran Penghargaan Masa Kerja): Penghargaan Masa Kerja):

Uang penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud pada ayat Perhitungan uang penghargaan masa kerja sebagaimana
(1) diberikan dengan ketentuan sebagai berikut: dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan sebagai berikut:
a. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 a. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6
(enam) tahun, 2 (dua) bulan upah; (enam) tahun, 2 (dua) bulan upah;
b. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 b. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9
(sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah; (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
c. masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari c. masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari
12 (dua belas) tahun, 4 (empat) bulan upah; 12 (dua belas) tahun, 4 (empat) bulan upah;
d. masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari d. masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang
15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan upah; dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan upah;
IMBALAN PASCA KERJA
UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan dan pasal 40 Pasal 156 ayat 3 UU Ketenagakerjaan (Besaran
ayat 3 PP 35/2021 (Besaran Penghargaan Masa Kerja): Penghargaan Masa Kerja):

e. masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi e. masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi
kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam) kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam)
bulan upah; bulan upah;
f. masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi f. masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi
kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh) kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh)
bulan upah; bulan upah;
g. masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih g. masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih
tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat) tahun, 8 tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat) tahun, 8
(delapan) bulan upah; (delapan) bulan upah;
h. masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, h. masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih,
10 (sepuluh ) bulan upah. 10 (sepuluh ) bulan upah.
IMBALAN PASCA KERJA
Besaran Pesangon dan PMK berdasarkan UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan
dan PP 35/2021:

MASA KERJA BESAR PESANGON MASA KERJA PMK


(DALAM TAHUN) X (DALAM TAHUN) X
UPAH UPAH
MK < 1 1 MK < 3 -
1  MK < 2 2 3  MK < 6 2
2  MK < 3 3 6  MK < 9 3
3  MK < 4 4 9  MK < 12 4
4  MK < 5 5 12  MK < 15 5
5  MK < 6 6 15  MK < 18 6
6  MK < 7 7 18  MK < 21 7
7  MK < 8 8 21  MK < 24 8
8  MK 9 24  MK 10
IMBALAN PASCA KERJA
UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan dan pasal 40 ayat Pasal 156 ayat 4 UU Ketenagakerjaan (Besaran Uang
4 PP 35/2021 (Uang Penggantian Hak): Penggantian Hak):

Uang penggantian hak yang seharusnya diterima Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi: dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
a. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur; a. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
b. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan b. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan
keluarganya ke tempat di mana pekerja/buruh diterima keluarganya ketempat dimana pekerja/buruh diterima
bekerja; bekerja;
c. hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, c. penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan
peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. ditetapkan 15% (lima belas perseratus) dari uang pesangon
dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang
memenuhi syarat;
d. hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
IMBALAN PASCA KERJA
Komponen Imbalan Pasca Kerja:

Kasus UU Cipta Kerja + PP 35/2021 UU Ketenagakerjaan


1. Pengusaha melakukan PHK karena penggabungan, peleburan
atau pemisahan (pasal 41 PP 35/2021):
a. Pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja 1P + 1PMK + UPH 1P + 1PMK + UPH
b. Pengusaha tidak bersedia menerima pekerja atau buruh 1P + 1PMK + UPH 2P + 1PMK + UPH
2. Pengusaha melakukan PHK karena pengambilalihan perusahaan 1P + 1PMK + UPH 2P + 1PMK + UPH
(pasal 42 ayat 1 PP 35/2021)
3. Pengusaha melakukan PHK dalam hal terjadi pengambilalihan 0,5P + 1PMK + UPH 1P + 1PMK + UPH
perusahaan yang mengakibatkan terjadinya perubahan syarat
kerja dan Pekerja/Buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan
kerja (pasal 42 ayat 2 PP 35/2021)
4. Pengusaha melakukan PHK karena efisiensi yang disebabkan 0,5P + 1PMK +UPH 2P + 1PMK + UPH
perusahaan mengalami kerugian (pasal 43 ayat 1 PP 35/2021)
*diatur sesuai PKB/Peraturan Perusahaan.
IMBALAN PASCA KERJA
Komponen Imbalan Pasca Kerja:

Kasus UU Cipta Kerja + PP 35/2021 UU Ketenagakerjaan

5. Pengusaha melakukan PHK karena efisiensi untuk mencegah kerugian (pasal 43 1P + 1PMK + UPH 2P + 1PMK + UPH
ayat 2 PP 35/2021)

6. Pengusaha melakukan PHK karena perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan 0,5P + 1PMK + UPH 1P + 1PMK + UPH
mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 tahun atau mengalami
kerugian tidak secara terus menerus selama 2 tahun (pasal 44 ayat 1 PP 35/2021)

7. Pengusaha melakukan PHK karena perusahaan tutup yang disebabkan bukan 1P + 1PMK + UPH Tidak diatur
karena perusahaan mengalami kerugian (pasal 44 ayat 2 PP 35/2021)

8. Pengusaha melakukan PHK karena perusahaan tutup yang disebabkan keadaan 0,5P + 1PMK +UPH 1P + 1PMK + UPH
memaksa (force majeure) (pasal 45 ayat 1 PP 35/2021)

9. Pengusaha melakukan PHK karena keadaan memaksa dan tidak mengakibatkan 0,75P + PMK + UPH Tidak diatur
perusahaan tutup (pasal 45 ayat 2 PP 35/2021)

*diatur sesuai PKB/Peraturan Perusahaan.


IMBALAN PASCA KERJA
Komponen Imbalan Pasca Kerja:
Kasus UU Cipta Kerja + PP 35/2021 UU Ketenagakerjaan

10. Pengusaha melakukan PHK karena perusahaan dalam keadaan PKPU yang 0,5P + 1PMK + UPH Tidak diatur
disebabkan perusahaan mengalami kerugian (pasal 46 ayat 1 PP 35/2021)

11. Pengusaha melakukan PHK karena perusahaan dalam keadaan PKPU bukan karena 1P + 1PMK + UPH Tidak diatur
perusahaan mengalami kerugian (pasal 46 ayat 2 PP 35/2021)

12. PHK karena perusahaan pailit (pasal 47 PP 35/2021) 0,5P + 1PMK + UPH 1P + 1PMK + UPH

13. Pekerja/buruh mengajukan PHK karena: (a) penganiayaan, penghinaan secara kasar 1P + 1PMK + UPH Tidak diatur
atau ancaman terhadap pekerja atau buruh, (b) perintah melakukan perbuatan
yang melanggar hukum, (c) upah dibayar tidak tepat waktu selama 3 bulan
berturut-turut atau lebih, (d) tidak melakukan kewajiban yang dijanjikan kepada
pekerja/buruh, (e) memerintahkan pekerja/buruh melaksanakan pekerjaan di luar
yang diperjanjikan, (f) memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa,
keselamatan, dan kesusilaan (pasal 48 PP 35/2021).
IMBALAN PASCA KERJA
Komponen Imbalan Pasca Kerja:

Kasus UU Cipta Kerja + PP 35/2021 UU Ketenagakerjaan

14. Pengusaha melakukan PHK karena adanya putusan lembaga PPHI yang UPH + Uang Pisah* Tidak diatur
menyatakan pengusaha tidak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 36 huruf g (poin 13 di atas) (pasal 49 ayat 1 PP 35/2021)

15. Pekerja/buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri yang memenuhi syarat UPH + Uang Pisah* UPH
sebagaimana diatur dalam pasal 36 huruf i (pasal 50 PP 35/2021)

16. Pengusaha melakukan PHK karena Pekerja/Buruh mangkir selama 5 hari kerja UPH + Uang Pisah* 1P + 1PMK + UPH
berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang
sah dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 kali secara patut dan tertulis (pasal 51 PP
35/2021)

17. Pengusaha melakukan PHK karena Pekerja/Buruh melakukan pelanggaran 0,5P + 1PMK + UPH 1P + 1PMK + UPH
Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan atau PKB dan sebelumnya telah diberikan
SP1, SP2 dan SP3 secara berturut-turut (pasal 52 ayat 1 PP 35/2021).

*diatur sesuai PKB/Peraturan Perusahaan.


IMBALAN PASCA KERJA
Komponen Imbalan Pasca Kerja:

Kasus UU Cipta Kerja + PP 35/2021 UU Ketenagakerjaan

18. Pengusaha melakukan PHK karena Pekerja/Buruh melakukan pelanggaran bersifat UPH + Uang Pisah* Tidak diatur
mendesak yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan atau PKB
(pasal 52 ayat 2 PP 35/2021) (dapat dilakukan tanpa pemberitahuan).

19. Pengusaha melakukan PHK karena Pekerja/Buruh tidak dapat melakukan pekerjaan UPH + Uang Pisah* Tidak diatur
selama 6 bulan akibat ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan
tindak pidana yang mengakibatkan kerugian perusahaan (pasal 54 ayat 1 PP
35/2021).

20. Dalam hal Pekerja/Buruh ditahan pihak berwajib karena melakukan tindak pidana UPH + Uang Pisah* Tidak diatur
yang mengakibatkan kerugian perusahaan dan pengadilan memutuskan perkara
sebelum berakhirnya masa 6 bulan dan pekerja dinyatakan bersalah (pasal 54 ayat
4 PP 35/2021).

*diatur sesuai PKB/Peraturan Perusahaan.


IMBALAN PASCA KERJA
Komponen Imbalan Pasca Kerja:

Kasus UU Cipta Kerja + PP 35/2021 UU Ketenagakerjaan

21. Pengusaha melakukan PHK karena Pekerja/Buruh tidak dapat melakukan UPH + Uang Pisah* Tidak diatur
pekerjaan selama 6 bulan akibat ditahan pihak yang berwajib karena diduga
melakukan tindak pidana yang tidak mengakibatkan kerugian perusahaan
(pasal 54 ayat 2 PP 35/2021)

22. Dalam hal pekerja/buruh ditahan pihak berwajib karena diduga melakukan UPH + Uang Pisah* Tidak diatur
tidak pidana yang tidak mengakibatkan kerugian perusahaan dan
pengadilan memutuskan perkara sebelum berakhirnya masa 6 bulan dan
pekerja dinyatakan bersalah (pasal 54 ayat 5 PP 35/2021).

23. Pengusaha melakukan PHK karena Pekerja/Buruh mengalami sakit 2P + 1PMK + UPH 2P + 2PMK + UPH
berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat
melakukan pekerjaannya setelah melampaui 12 bulan (pasal 55 ayat 1 PP
35/2021)

*diatur sesuai PKB/Peraturan Perusahaan.


IMBALAN PASCA KERJA
Komponen Imbalan Pasca Kerja:

Kasus UU Cipta Kerja + PP UU Ketenagakerjaan


35/2021

24. Pekerja/Buruh mengajukan PHK karena Pekerja/Buruh sakit 2P + 1PMK + UPH Tidak diatur
berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak
dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12
bulan (pasal 55 ayat 2 PP 35/2021).

25. Pengusaha melakukan PHK karena Pekerja/Buruh memasuki 1,75P + 1PMK + UPH 2P + 1PMK + UPH
usia pensiun (pasal 56 PP 35/2021).

26. Pengusaha melakukan PHK karena Pekerja/Buruh meninggal 2P + 1PMK + UPH 2P + 1PMK + UPH
dunia (pasal 57 PP 35/2021).
IMBALAN PASCA KERJA
Perbandingan Besaran UU Ketenagakerjaan Vs PP 35/2021:

Pada tahun pelaporan 31 Desember 2020 Tuan A bekerja pada PT X dengan upah sebesar Rp 18.232.594 per
bulan sebagai manajer pemasaran. Tuan A mulai bekerja pada umur 22 tahun dan memasuki usia pensiun pada
umur 55.

Besaran P+PMK+UPH berdasarkan UU Ketenagakerjaan:


(a)2 x pesangon = 2 x Rp 18.232.594 x 9 = Rp 328.186.688
(b)Penghargaan masa kerja = 10 x Rp 18.232.594 = Rp 182.325.940
(c) Uang pengantian hak = 15 % x ((a) + (b)) = Rp 76.576.894
(d) IPK pada masa yang akan datang = (a) + (b) + (c) = Rp 587.089.522

Besaran P+PMK+UPH berdasarkan PP 35/2021:


(a) 1,75 x pesangon = 1,75 x Rp 18.232.594 x 9 = Rp 287.163.356
(b) Penghargaan masa kerja = 10 x Rp 18.232.594 = Rp 182.325.940
(c) Uang pengantian hak = Rp 0
(d) IPK pada masa yang akan datang = (a) + (b) + (c) = Rp 469.489.296
IMBALAN PASCA KERJA
Pasal 58 ayat 1-3 PP 35/2021:

1. Pengusaha yang mengikutsertakan Pekerja/Buruh dalam program pensiun sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang dana pensiun, iuran yang dibayar oleh Pengusaha dapat
diperhitungkan sebagai bagian dari pemenuhan kewajiban Pengusaha atas uang pesangon dan uang
penghargaan masa kerja serta uang pisah akibat Pemutusan Hubungan Kerja sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 41 sampai dengan Pasal 52 dan Pasal 54 sampai dengan Pasal 57.
2. Jika perhitungan manfaat dari program pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih kecil daripada
uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja serta uang pisah maka selisihnya dibayar oleh
Pengusaha.
3. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan
Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.
IMBALAN PASCA KERJA
Perbandingan Komponen Imbalan Pasca Kerja:
Catatan: UU SJSN= UU No.40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

UU Ketenagakerjaan UU 40/2004 UU 11/2020 + PP 37/2021

Pesangon (Pasal 156 ayat 2) Pesangon (Pasal 156 ayat 2)

PMK (Pasal 156 ayat 3) PMK (Pasal 156 ayat 3)

UPH (Pasal 156 ayat4) UPH (Pasal 156 ayat 4)

Jaminan Hari Tua (Pasal 167 ayat 6) Jaminan Hari Tua (Perubahan Pasal 18 UU SJSN) Jaminan Hari Tua (Perubahan Pasal 18 UU SJSN)

Jamsostek (Pasal 99 ayat 1-2) -

Jaminan Kesehatan (Perubahan Pasal 18 UU SJSN) Jaminan Kesehatan (Perubahan Pasal 18 UU SJSN)

Jaminan Kecelakaan Kerja (Perubahan Pasal 18 UU SJSN) Jaminan Kecelakaan Kerja (Perubahan Pasal 18 UU SJSN)

Jaminan Pensiun (Perubahan Pasal 18 UU SJSN) Jaminan Pensiun (Perubahan Pasal 18 UU SJSN)

Jaminan Kematian (Perubahan Pasal 18 UU SJSN) Jaminan Kematian (Perubahan Pasal 18 UU SJSN)

Jaminan Kehilangan Pekerjaan (Perubahan Pasal 46A)


IMBALAN PASCA KERJA
Perbedaan Komponen Manfaat Sistem Jaminan Sosial:

Kasus UU 40/2004 PP 37/2021

Pensiun JHT + Jaminan Pensiun

Pekerja meninggal dunia JHT + Jaminan Pensiun + Jaminan Kematian

Pekerja mengundurkan diri -

Cacat total tetap JHT + Jaminan Pensiun

Kecelakaan kerja atau penyakit akibat pekerjaan Jaminan Kecelakaan + Jaminan Pensiun

Berakhirnya PKWT Jaminan Kehilangan Pekerjaan*

PHK karena putusan pengadilan, efisiensi, perusahaan


pailit, PKPU, perusahaan tutup dan lain-lain Jaminan Kehilangan Pekerjaan*

*Manfaat Jaminan Kehilangan Pekerjaan terdiri dari: (a) uang tunai, (b) uang sertifikasi, (c) akses informasi pasar kerja, dan
(d) pelatihan kerja.
IMBALAN PASCA KERJA
Imbalan Pasca Kerja Usaha Mikro dan Usaha Kecil:

Pasal 59 PP 35/2021:

Pengusaha pada usaha mikro dan usaha kecil wajib membayar yang pesangon, uang
penghargaan masa kerja, uang penggantian hak, dan/atau uang pisah bagi Pekerja/Buruh
yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja dengan besaran ditentukan berdasarkan
kesepakatan antara Pengusaha pada usaha mikro dan usaha kecil dengan Pekerja/Buruh.
SANKSI PIDANA KETENAGAKERJAAN TERKAIT
NO. TINDAKAN SANKSI PIDANA JENIS TINDAK PIDANA

1. Pengusaha tidak memberikan istirahat kerja, istirahat 1. Pidana penjara paling singkat 1 bulan Tindak pidana pelanggaran
mingguan, cuti tahunan dan istrahat panjang kepada dan paling lama 12 bulan, dan/atau
pekerja/buruh (pasal 79 ayat 1-3 UU 2. Denda paling sedikit Rp 10 jt dan paling
Ketenagakerjaan) banyak Rp 100 jt.
(psl 187 UU Ketenagakerjaan).

2. Pengusaha mempekerjaan peker/buruh pada hari-hari 1. Pidana penjara paling singkat 1 bulan Tindak pidana pelanggaran
libur resmi tanpa membayar upah lembur (pasal 85 dan paling lama 12 bulan, dan/atau
ayat 3 UU Ketenagakerjaan). 2. Denda paling sedikit Rp 10 jt dan paling
banyak Rp 100 jt.
(psl 187 UU Ketenagakerjaan).

3. Pengusaha tidak membayar lembur (pasal 78 ayat 2 1. Pidana penjara paling singkat 1 bulan Tindak pidana pelanggaran
UU Ketenagakerjaan) dan paling lama 12 bulan, dan/atau
2. Denda paling sedikit Rp 10 jt dan paling
banyak Rp 100 jt.
(psl 187 UU Ketenagakerjaan).
SANKSI PIDANA KETENAGAKERJAAN TERKAIT
No. Tindakan Sanksi Pidana Jenis Tindak Pidana

4. Pengusaha tidak membuat surat pengangkatan bagi Pidana denda paling sedikit Rp 5 jt dan paling Tindak pidana pelanggaran.
pekerja/buruh dalam hal PKWTT dibuat secara lisan (pasal banyak Rp 50 jt (pasal 188 ayat 1 UU
63 ayat 1 UU Ketenagakerjaan) Ketenagakerjaan).

5. Pengusaha mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu Pidana denda paling sedikit Rp 5 jt dan paling Tindak pidana pelanggaran.
kerja tanpa ada persetujuan pekerja/buruh dan waktu kerja banyak Rp 50 jt (pasal 188 ayat 1 UU
lembur melebihi 3 jam dalam 1 hari dan 14 jam dalam 1 Ketenagakerjaan).
minggu (pasal 78 ayat 1 UU Ketenagakerjaan).

6. Pengusaha tidak membuat peraturan perusahaan dalam Pidana denda paling sedikit Rp 5 jt dan paling Tindak pidana pelanggaran.
hal pengusaha mempekerjakan sekurang-kurangnya 10 banyak Rp 50 jt (pasal 188 ayat 1 UU
orang (pasal 108 ayat 1 UU Ketenagakerjaan). Ketenagakerjaan).

7. Pengusaha tidak memberitahukan adanya rencana Pidana denda paling sedikit Rp 5 jt dan paling Tindak pidana pelanggaran.
penutupan perusahaan (lock-out) (pasal 148 ayat 1 UU banyak Rp 50 jt (pasal 188 ayat 1 UU
Ketenagakerjaan). Ketenagakerjaan).
SANKSI PIDANA KETENAGAKERJAAN TERKAIT
No. Tindakan Sanksi Pidana Jenis Tindak Pidana

8. Pengusaha tidak membayar upah dalam kondisi 1. Pidana penjara paling singkat 1 tahun Tindak pidana kejahatan
pekerja/buruh sakit, pekerja menikah, pekerja tidak dan paling lama 4 tahun, dan/atau
melakukan pekerjaan karena sedang melakukan tugas 2. Denda paling sedikit Rp 100 jt dan paling
negara, pekerja melakukan waktu istirahat dan lain-lain banyak Rp 400 jt.
(pasal 93 ayat 2), (psl 186 UU Ketenagakerjaan).

9. Pengusaha tidak mempekerjakan kembali 1. Pidana penjara paling singkat 1 tahun Tindak pidana kejahatan
pekerja/buruh yang perkara pidananya sebelum masa dan paling lama 4 tahun, dan/atau
6 bulan dinyatakan tidak bersalah (pasal 160 ayat 4) 2. Denda paling sedikit Rp 100 jt dan paling
banyak Rp 400 jt.
(psl 185 UU Ketenagakerjaan).

10. Pengusaha tidak membayar uang pesangon dan atau 1. Pidana penjara paling singkat 1 tahun Tindak pidana kejahatan
uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian dan paling lama 4 tahun, dan/atau
hak adalam hal terjadi PHK (pasal 156 ayat 1). 2. Denda paling sedikit Rp 100 jt dan paling
banyak Rp 400 jt.
(psl 185 UU Ketenagakerjaan).
SANKSI PIDANA KETENAGAKERJAAN TERKAIT
No. Tindakan Sanksi Pidana Jenis Tindak Pidana

11. a. Pengusaha tidak memberikan istirahat selama 1,5 1. Pidana penjara paling singkat 1 tahun dan Tindak pidana kejahatan
bulan sebelum saatnya melahirkan dan 1,5 bulan paling lama 4 tahun, dan/atau
setelah melahirkan menurut perhitungan dokter 2. Denda paling sedikit Rp 100 jt dan paling
kandungan atau bidan atau tidak memberikan waktu banyak Rp 400 jt.
istirahat 1,5 bulan atau sesuai dengan surat (psl 185 UU Ketenagakerjaan).
keterangan dokter kandungan, atau
b. bidan setelah pekerwa/buruh wanita mengalami
keguguran.
(pasal 82 ayat 1-2).

12. Pemberi kerja orang perorangan mempekerjakan TKA (pasal 1. Pidana penjara paling singkat 1 tahun dan Tindak pidana kejahatan
42 ayat 2). paling lama 4 tahun, dan/atau
2. Denda paling sedikit Rp 100 jt dan paling
banyak Rp 400 jt.
(psl 185 UU Ketenagakerjaan).
SANKSI PIDANA KETENAGAKERJAAN TERKAIT

No. Tindakan Sanksi Pidana Jenis Tindak Pidana

13. a. Pembayaran upah tidak sesuai dengan 1. Pidana penjara paling singkat 1 tahun Tindak pidana kejahatan
kesepakatan (pasal 88A ayat 3), dan paling lama 4 tahun, dan/atau
b. Pembayaran upah di bawah upah minimum 2. Denda paling sedikit Rp 100 jt dan
(pasal 88E ayat 2). paling banyak Rp 400 jt.
(psl 185 UU Ketenagakerjaan).

14. Pengusaha tidak memberikan kesempatan yang 1. Pidana penjara paling singkat 1 tahun Tindak pidana kejahatan
secukupnya kepada pekerja/buruh untuk dan paling lama 4 tahun, dan/atau
melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh 2. Denda paling sedikit Rp 100 jt dan
agamanya (pasal 80). paling banyak Rp 400 jt.
(psl 185 UU Ketenagakerjaan).
HARI KEDUA

Implikasi Pemberlakuan
PP 35/2021, PP 36/2021 dan PP37/2021 terhadap
Penerapan PSAK 24 dan Dampak Perpajakannya

Fasilitator:
Marisi P. Purba, S.E., M.H., Ak, CA, ASEAN CPA
(Praktisi, Penulis & Akademisi)
 Pemberlakuan Efektif UU Cipta Kerja

 Penerapan PSAK 24

 Penerapan PSAK 8

 Dampak Akuntansi Penerapan PP 35/2021

 Dampak Perpajakan Penerapan PP 35/2021


PEMBERLAKUAN EFEKTIF UU CIPTA KERJA
Pasal 87 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan:

Peraturan Perundang-undangan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal
diundangkan, kecuali ditentukan lain di dalam Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan.

Pasal 185 UU Cipta Kerja:

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:


a. Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini wajib ditetapkan paling lama 3 (tiga) bulan; dan
b. Semua peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang yang telah diubah oleh Undang-Undang ini
dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini dan wajib
disesuaikan paling lama 3 (tiga) bulan.
PEMBERLAKUAN EFEKTIF UU CIPTA KERJA

Pasal 186 UU Cipta Kerja:


Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan (2 November 2020).

Pasal 64 PP 35/2021:

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:


a. uang kompensasi untuk PKWT yang jangka waktunya belum berakhir diberikan sesuai dengan
ketentuan daiam Peraturan Pemerintah ini; dan
b. besaran uang kompensasi sebagaimana dimaksud pada huruf a dihitung berdasarkan masa
kerja Pekerja/Buruh yang perhitungannya dimulai sejak tanggal diundangkan Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja.

Pasal 66 PP 35/2021:

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan (2 Februari 2021).
PEMBERLAKUAN EFEKTIF UU CIPTA KERJA
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT):

Tahun buku berakhir

2 Nov 2020 2 Desember 2020 2 Feb 2021 2 Maret 2021

31 Des 2020
UU Cipta Kerja Kontrak yang mulai berlaku Kontrak yang mulai berlaku
3 Desember 2018 dan PP 35/2021 diberlakukan 3 Maret 2020 dan berakhir
diberlakukan berakhir 2 Desember 2020 2 Maret 2021

Uang kompensasi dihitung


1/12 x 1 bulan Upah

Uang kompensasi dihitung


4/12 x 1 bulan Upah
PEMBERLAKUAN EFEKTIF UU CIPTA KERJA
PERJANJIAN KERJA WAKTU TIDAK TERTENTU (PKWTT):

Tahun buku berakhir

2 Nov 2020 20 Desember 2020 2 Feb 2021

31 Des 2020
UU Cipta Kerja
diberlakukan PKWTT berakhir PP 35/2021 diberlakukan

1. Pembayaran Pesangon, PMK dan UPH dilakukan dengan mengacu pada PP 35/2021, sebab ketentuan terkait
Pesangon, Penghargaan Masa Kerja dan Uang Penggantian Hak yang ada pada UU Ketenagakerjaan sudah tidak
berlaku lagi,
2. Pembayaran Pesangon, PMK dan UPH dilakukan setelah PP 35/2021 efektif berlaku. Untuk sementara,
perusahaan dapat memberikan panjar.
PEMBERLAKUAN EFEKTIF UU CIPTA KERJA

Undang-Undang
PKB
Peraturan Peraturan
Pemerintah Perusahaan
Peraturan Kontrak
Pelaksana
Lainnya Kerja
PEMBERLAKUAN EFEKTIF UU CIPTA KERJA

APAKAH TERDAPAT KONFLIK ANTARA KAIDAH HETERONOM DENGAN KAIDAH OTONOM?

Indikasi dan implikasi:


1. Dalam kasus PKWTT, apakah manajemen bersikukuh menerapkan PP 35/2021 dan
mengabaikan ketentuan PKB?
2. Dalam kasus PKWT, apabila terdapat konflik antara kaidah heteronom dan kaidah
otonom, maka yang berlaku adalah kaidah heteronom,
3. Dalam kasus PKWT, perusahaan wajib membayar uang kompensasi apabila PKWT
berakhir sebulan setelah 2 November 2020.
PENERAPAN PSAK 24

PSAK 24, “Imbalan Kerja” efektif per 1 Januari 2015.

Upah, gaji, iuran JAMSOS


Imbalan kerja Imbalan non moneter
jangka pendek
Cuti berimbalan jangka pendek
(Undiscounted)
Bagi laba dan bonus
PSAK 24
Imbalan kerja Imbalan purna karya
jangka panjang
(Discounted) Imbalan jangka panjang lainnya
PENERAPAN PSAK 24

PSAK 24.08,

“Imbalan kerja adalah seluruh bentuk imbalan yang diberikan suatu entitas dalam
pertukaran atas jasa yang diberikan oleh pekerja atau untuk pemutusan kontrak
kerja”.

“Imbalan kerja jangka pendek adalah imbalan kerja (selain dari pesangon) yang
diharapkan akan diselesaikan seluruhnya sebelum dua belas bulan setelah akhir
periode pelaporan tahunan saat pekerja memberikan jasa terkait”.

“Imbalan pascakerja adalah imbalan kerja (selain pesangon dan imbalan kerja
jangka pendek) yang terutang setelah pekerja menyelesaikan kontrak kerja”.
PENERAPAN PSAK 24

undiscounted
Imbalan kerja jangka
basis
pendek

Imbalan kerja jangka discounted


panjang basis
PENERAPAN PSAK 24

Kewajiban Perikatan, peraturan perundang-undangan, dan


legal putusan pengadilan

Kewajiban Kebiasaan, praktek informal dan praktek masa


konstruktif lalu

Perjanjian Kerja Penetapan RUPS Peraturan Perundang- Lain-lain


Bersama undangan
PENERAPAN PSAK 24
IMBALAN NON
MONETER
JANGKA PENDEK Pelayanan Kesehatan

Perumahan

Kendaraan dinas

Subsidi
PENERAPAN PSAK 24
IMBALAN
PURNA KARYA Selisih pengukuran kembali akibat
perubahan asumsi aktuaria diakui
Pensiun, dan pembayaran
sebagai pendapatan komprehensif
IMBALAN sekaligus purna karya
lainnya (Other Comprehensive
PASCA KERJA
IMBALAN Income) pada ekuitas.
IMBALAN PASCA KERJA
KERJA LAIN
JANGKA Asuransi jiwa pasca kerja
PANJANG dan kesehatan pasca kerja
IMBALAN
KERJA JANGKA
PANJANG
LAINNYA Selisih pengukuran kembali akibat
perubahan asumsi aktuaria diakui
Ketidakhadiran jangka panjang
sebagai bagian laba atau rugi
yang dibayar, penghargaan masa
kerja, imbalan cacat permanen,
remunerasi tangguhan
PENERAPAN PSAK 24
PSAK 24.67,

“Entitas menggunakan metode Projected Unit Credit untuk


menentukan nilai kini kewajiban imbalan pasti, biaya jasa kini terkait
dan biaya jasa lalu (jika dapat diterapkan).”

Biaya jasa kini adalah kenaikan nilai kini Biaya jasa lalu perubahan nilai
kewajiban imbalan pasti yang berasal kini kewajiban imbalan pasti atas
dari jasa pekerja periode berjalan jasa pekerja pada periode-periode
lalu

PSAK 24.75,
“Asumsi aktuaria tidak boleh bias dan harus selaras satu dengan
yang lain.”
PENERAPAN PSAK 24
L
A
MORTALITAS B
A
TURNOVER A
T
DEMOGRAFI CACAT A
U
KLAIM
KESEHATAN R
ASUMSI U
AKTUARIA BUNGA G
DEPOSITO I
A
KENAIKAN K
KEUANGAN UPAH
T
U
HASIL ASET
A
PROGRAM
R
I
LAIN-LAIN A
PENERAPAN PSAK 24
TINGKAT KENAIKAN UPAH:

IAS 19.BC 141,

“IASC believed that the assumptions were used not to determine whether an obligation
exists, but to measure an existing obligation on the basis that provides the most relevant
measure of the estimated outflow of resources. If no increase was assumed, this was an
implicit assumption that no change will occur and it would be misleading to assume no
change if an entity did expect a change……..”
PENERAPAN PSAK 24
Tingkat Mortalitas:
PSAK 24. 81,
“Entitas menentukan asumsi mortalitas dengan mengacu pada estimasi terbaik dari mortalitas
peserta program baik selama dan setelah kontrak kerja.”
PENERAPAN PSAK 24
Tingkat Mortalitas, Kesehatan dan Pengunduran Diri:
PENERAPAN PSAK 24
TINGKAT DISKONTO:

PSAK 24.83,

“Tingkat yang digunakan untuk mendiskontokan kewajiban imbalan pascakerja (baik yang
didanai maupun tidak) ditentukan dengan mengacu pada bunga obligasi korporasi
berkualitas tinggi pada akhir periode pelaporan. Di negara dimana tidak terdapat pasar aktif
dan stabil bagi obligasi tersebut, maka digunakan tingkat bunga obligasi pemerintah. Mata
uang dan jangka waktu dari obligasi korporasi maupun obligasi pemerintah sesuai dengan
mata uang dan estimasi jangka waktu kewajiban imbalan pasca kerja.”
PENERAPAN PSAK 24
Tingkat Diskonto:
PENERAPAN PSAK 24
Hasil Aset Program:
PENERAPAN PSAK 24
EFEK PAJAK:

IAS 19.BC 121,

“The amendments made in 2011 clarify that:


a) the estimate of the defined benefit obligation includes the present value
of taxes payable by the plan if they relate to service before the reporting
date or are imposed on benefits resulting from the service, and
b) other taxes should be included as a reduction to the return on plan
assets.”
PENERAPAN PSAK 24
PSAK 24.71,

“Metode Projected Unit Credit mensyaratkan entitas untuk mengatribusikan imbalan pada periode
kini (untuk menentukan biaya jasa kini) dan dan periode lalu (untuk menentukan nilai kini kewajiban
imbalan pasti).………...”

PSAK 24.127,

“Pengukuran kembali liabilitas (aset) imbalan pasti neto terdiri atas:


a) keuntungan dan kerugian aktuarial (lihat paragraf 128 dan 129);
b) imbal hasil atas aset program (lihat paragraf 130), tidak termasuk jumlah yang dimasukan dalam
bunga neto atas liabilitas (aset) imbalan pasti neto (lihat paragraf 125); dan
c) setiap perubahan dampak batas atas aset, tidak termasuk jumlah yang dimasukan dalam bunga
neto atas liabilitas (aset) imbalan pasti neto (lihat paragraf 126).”
PENERAPAN PSAK 24

PSAK 24.156,

“Untuk imbalan kerja jangka panjang lainnya, entitas mengakui total nilai neto dari jumlah berikut ini di dalam
laba rugi kecuali jika terdapat SAK lain yang mensyaratkan atau mengizinkan jumlah tersebut termasuk dalam
biaya perolehan aset:
a) biaya jasa (lihat paragraf 66–112);
b) biaya bunga neto atas liabilitas (aset) imbalan pasti neto (lihat paragraf 123–126); dan
c) pengukuran kembali dari liabilitas (aset) imbalan pasti neto (lihat paragraf 127–130).”

Tidak ada pengakuan OCI terkait


perubahan asumsi aktuaria
PENERAPAN PSAK 24
Kenaikan nilai kini
kewajiban imbalan
pasti
Biaya jasa kini
(current service cost)

Biaya bunga (interest cost)

ELEMEN BEBAN
IMBALAN KERJA Keuntungan atau kerugian Perubahan nilai kini
JANGKA PANJANG perubahan asumsi aktuaria kewajiban imbalan pasti
sebagai akibat
amendemen program
Keuntungan atau kerugian dan pembatalan,
kurtailmen.
penyelesaian, perubahan
program, kurtailmen dll
PENERAPAN PSAK 24
Jika Efek UU Cipta Kerja Mengurangi Kewajiban:
PEMBERLAKUAN
UU CIPTA KERJA

2017 2018 2019 2020

BIAYA JASA KINI


BIAYA JASA LALU

DIAKUI SEBAGAI BAGIAN LABA RUGI 2020.


PENERAPAN PSAK 24
Jika Efek UU Cipta Kerja Mengurangi Kewajiban:

PSAK 24.106,

“Biaya jasa lalu dapat bernilai positif (ketika imbalan dimulai atau diubah sehingga nilai kini
kewajiban imbalan pasti meningkat) atau negatif (ketika imbalan yang ada ditarik atau diubah
sehingga nilai kini kewajiban imbalan pasti menurun).”

PSAK 24.107,

“Jika entitas mengurangi imbalan terutang tertentu pada program imbalan pasti dan, pada saat
yang sama, meningkatkan imbalan terutang lain pada program untuk pekerja yang sama, maka
entitas memperlakukan perubahan tersebut sebagai suatu perubahan neto.”
PENERAPAN PSAK 24
PSAK 24.71,

“Metode Projected Unit Credit mensyaratkan entitas untuk mengatribusikan imbalan pada
periode kini (untuk menentukan biaya jasa kini) dan dan periode lalu (untuk menentukan
nilai kini kewajiban imbalan pasti).………...”

PSAK 24.129,

“Keuntungan dan kerugian aktuarial tidak mencakup perubahan nilai kini kewajiban
imbalan pasti karena pemberlakuan awal, amendemen, kurtailmen, atau penyelesaian
program imbalan pasti, atau perubahan imbalan terutang berdasarkan program imbalan
pasti. Perubahan tersebut mengakibatkan biaya jasa lalu atau keuntungan atau kerugian
atas penyelesaian.”
PENERAPAN PSAK 24
Kasus I:

Pada tahun pelaporan 31 Desember 2019 Tuan A bekerja pada PT X dengan upah sebesar Rp 14.000.000 per bulan sebagai
manajer pemasaran. Umur pada 31 Desember 2019 adalah 50 tahun dan mulai bekerja pada umur 22 tahun dan akan pensiun
pada umur 55. Imbalan pasca kerja ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
dengan elemen Pesangon, Penghargaan Masa Kerja dan Uang Penggantian Hak. Tingkat kenaikan upah diasumsikan 8% per
tahun dan tingkat diskonto adalah 10% per tahun, berapakah imbalan pasca kerja yang akan dibayar oleh perusahaan dan
berapakah kewajiban yang diakui untuk tahun-tahun yang lalu? Buatlah jurnal pencatatan pada tahun 2019!

Jawab:
Upah pada saat pensiun = Rp 14.000.000 x (1+0,08)(55-50)
= Rp 14.000.000 x (1,4693)
= Rp 20.570.200

(a) 2 x pesangon = 2 x Rp 20.570.200 x 9 = Rp 370.263.600


(b) Penghargaan masa kerja = 10 x Rp 20.570.200 = Rp 205.702.000
(c) Uang pengantian hak = 15 % x ((a) + (b)) = Rp 86.394.840
(d) IPK pada masa yang akan datang = (a) + (b) + (c) = Rp662.360.440
PENERAPAN PSAK 24
Kasus I: (lanjutan)
Berdasarkan metode Projected Unit Credit, maka satuan unit manfaat dan biaya jasa kini terlebih dahulu dihitung:
(e) Satuan unit manfaat adalah,
(d)/total masa kerja = Rp 662.360.440/(55thn-22thn)
= Rp 20.071.528
(f) Biaya jasa kini = SUM x PV x P
= Rp 20.071.528 x 0.6209 x 0.8402*
= Rp 10.470.918
(g) Saldo awal kewajiban = (f) x (49 – 22)
= Rp 282.714.786
(h) Biaya bunga = 10% x ((f)+(g)) = Rp 29.318.570
*angka peluang karyawan tetap bekerja pada perusahaan, diperoleh dari tabel aktuaria atau pengalaman tahun-tahun sebelumnya
Keterangan:
SUM : Satuan Unit Manfaat
PV : Present Value
P : Peluang
PENERAPAN PSAK 24
Kasus I: (lanjutan)
Dari perhitungan diatas diperoleh data sebagai berikut:
Nilai kini kewajiban imbalan pasca
kerja per 1 Januari 2019 Rp 282.714.786
Biaya jasa kini 10.470.918
Biaya bunga 29.318.570
Nilai kini kewajiban imbalan pasca
kerja per 31 Desember 2019 Rp 322.504.274

(Jurnal pencatatan-1)
(Dr)Laba ditahan 282.714.786
(Cr)Kewajiban imbalan pasca kerja 282.714.786
Mencatat beban imbalan pasca kerja yang harus diakui untuk tahun-tahun sebelumnya (g)

(Jurnal pencatatan-2)
(Dr)Beban imbalan pasca kerja 39.789.488
(Cr)Kewajiban imbalan pasca kerja 39.789.488
Mencatat beban imbalan pasca kerja yang harus diakui untuk tahun yang berjalan ((f.)+(h.)).
PENERAPAN PSAK 24
Kasus I: (lanjutan)

(Alternatif Jurnal pencatatan-2)


(Dr)Beban imbalan pasca kerja 10.470.918
(Dr)Beban bunga 29.318.570
(Cr)Kewajiban imbalan pasca kerja 39.789.488
Mencatat beban imbalan pasca kerja yang harus diakui untuk tahun yang berjalan ((f.)+(h.)).
PENERAPAN PSAK 24
Kasus II:
Pada kasus I di atas, per 31 Desember 2020, upah Tuan A mengalami kenaikan menjadi Rp 15.000.000 per bulan. Tingkat diskonto
adalah 5% per tahun dan tingkat kenaikan upah adalah 5% per tahun, sehingga perhitungan imbalan pasca kerja adalah sebagai
berikut:

Jawab:
Upah pada saat pensiun = Rp 15.000.000 x (1+0,05)(55-51)
= Rp 15.000.000 x (1,2155)
= Rp 18.232.594
(a) 2 x pesangon = 2 x Rp 18.232.594 x 9 = Rp 328.186.688
(b) Penghargaan masa kerja = 10 x Rp 18.232.594 = Rp 182.325.940
(c) Uang pengantian hak = 15 % x ((a) + (b)) = Rp 76.576.894
(d) IPK pada masa yang akan datang = (a) + (b) + (c) = Rp 587.089.522
PENERAPAN PSAK 24
Kasus II: (lanjutan)
Berdasarkan metode projected unit credit, maka satuan unit manfaat dan biaya jasa kini adalah sebagai berikut:
(e) Satuan unit manfaat adalah,
(d)/total masa kerja = Rp 587.089.522/(55thn-22thn)
= Rp 17.790.592
(f) Biaya jasa kini = SUM x PV x P
= Rp 17.790.592 x 0,8227 x 0.8402*
= Rp 12.297.473
(g) Saldo awal kewajiban = (f) x (50 – 22)
= Rp 344.329.238
(h) Biaya bunga = 5% x ((f)+(g)) = Rp 17.831.336
*angka peluang karyawan tetap bekerja pada perusahaan, diperoleh dari tabel aktuaria atau pengalaman tahun-tahun sebelumnya
Keterangan:
SUM : Satuan Unit Manfaat
PV : Present Value
P : Peluang
PENERAPAN PSAK 24
Kasus II: (lanjutan)

Pada akhir tahun 2020, Pemerintah RI menerapkan UU Cipta Kerja dan PP 35/2021. Berdasarkan undang-undang tersebut,
elemen imbalan pasca kerja yaitu komponen signifikan uang penggantian hak dihapus dan besaran pesangon yang diberikan
berubah dari 2P menjadi 1,75P. Sehingga perhitungan imbalan pasca kerja adalah sebagai berikut:

Jawab:
Upah pada saat pensiun = Rp 15.000.000 x (1+0,05)(55-51)
= Rp 15.000.000 x (1,2155)
= Rp 18.232.594
(a) 1,75 x pesangon = 1,75 x Rp 18.232.594 x 9 = Rp 287.163.356
(b) Penghargaan masa kerja = 10 x Rp 18.232.594 = Rp 182.325.940
(c) Uang pengantian hak = Rp 0
(d) IPK pada masa yang akan datang = (a) + (b) + (c) = Rp 469.489.296
PENERAPAN PSAK 24
Kasus II: (lanjutan)
Berdasarkan metode projected unit credit, maka satuan unit manfaat dan biaya jasa kini adalah sebagai berikut:
(e) Satuan unit manfaat adalah,
(d)/total masa kerja = Rp 469.489.296/(55thn-22thn)
= Rp 14.226.948
(f) Biaya jasa kini = SUM x PV x P
= Rp 14.226.948 x 0,8227 x 0,8402*
= Rp 9.834.130
(g) Saldo awal kewajiban = (f) x (50 – 22)
= Rp 275.355.630
(h) Biaya bunga = 5% x ((f)+(g)) = Rp 14.259.488
*angka peluang karyawan tetap bekerja pada perusahaan, diperoleh dari tabel aktuaria atau pengalaman tahun-tahun sebelumnya
Keterangan:
SUM : Satuan Unit Manfaat
PV : Present Value
P : Peluang
PENERAPAN PSAK 24
Kasus II: (lanjutan)
Perbandingan untuk tahun yang berakhir per 31 Desember 2020 adalah sebagai berikut:

Penjelasan Sebelum UU Cipta Biaya Jasa Lalu Setelah UU Cipta


Kerja (Laba atas Amendemen Kerja
Program)

Saldo awal kewajiban menggunakan


asumsi-asumsi baru (g)
344.329.238 (68.973.608) 275.355.630

Biaya jasa kini (f) 12.297.473 9.834.130

Biaya bunga (h) 17.831.336 14.259.488

Jumlah 374.458.047 299.449.248

Saldo awal kewajiban (asumsi lama)……… Rp 322.504.274 Saldo awal kewajiban sebelum UU Cipta Kerja.Rp 344.329.238
Saldo awal kewajiban (asumsi baru)……… Rp 344.329.238 Saldo awal kewajiban setelah UU Cipta Kerja…Rp 275.355.630
Rugi aktuaria Rp 21.824.964 Laba atas amendemen program Rp 68.973.608
PENERAPAN PSAK 24
Kasus II: (lanjutan)

(Jurnal pencatatan-1)
(Dr)Beban imbalan pasca kerja 24.093.618
(Cr)Kewajiban imbalan pasca kerja 24.093.618
Mencatat beban imbalan pasca kerja yang harus diakui untuk tahun yang berjalan ((f.)+(h.)).

(Jurnal pencatatan-2)
(Dr)Pendapatan komprehensif lainnya-rugi
akuaria 21.824.964
(Cr)Kewajiban imbalan pasca kerja 21.824.964
Mencatat rugi aktuaria yang berasal dari perubahan asumsi aktuaria.
(Jurnal pencatatan-3)
(Dr)Kewajiban imbalan pasca kerja 68.973.608
(Cr)Laba atas amendemen
program-UU Cipta Kerja 68.973.608
Mencatat laba atas amandemen program akibat pemberlakuan UU Cipta Kerja.
PENERAPAN PSAK 8

PSAK 8.03:

“…….Peristiwa setelah periode pelaporan adalah peristiwa yang terjadi


antara akhir periode pelaporan dan tanggal laporan keuangan diotorisasi
untuk terbit, baik peristiwa yang menguntungkan maupun yang tidak.
Peristiwa-peristiwa tersebut dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
a) peristiwa yang memberikan bukti atas adanya kondisi pada akhir periode
PSAK 8, “PERISTIWA pelaporan (peristiwa penyesuai setelah periode pelaporan); dan
SETELAH PERIODE b) peristiwa yang mengindikasikan timbulnya kondisi setelah periode
PELAPORAN” pelaporan (peristiwa nonpenyesuai setelah periode pelaporan)”.
PENERAPAN PSAK 8
Pasal 87 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan:

Peraturan Perundang-undangan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal
diundangkan, kecuali ditentukan lain di dalam Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan.

Pasal 185 UU Cipta Kerja:


Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
a. Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini wajib ditetapkan paling lama 3 (tiga) bulan; dan
b. Semua peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang yang telah diubah oleh Undang-Undang ini
dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini dan wajib
disesuaikan paling lama 3 (tiga) bulan.
PENERAPAN PSAK 8
Pasal 186 UU Cipta Kerja:

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. (2 November 2020).

Pasal 64 PP 35/2021:

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:


a. uang kompensasi untuk PKWT yang jangka waktunya belum berakhir diberikan sesuai dengan
ketentuan daiam Peraturan Pemerintah ini; dan
b. besaran uang kompensasi sebagaimana dimaksud pada huruf a dihitung berdasarkan masa
kerja Pekerja/Buruh yang perhitungannya dimulai sejak tanggal diundangkan Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja.
Pasal 66 PP 35/2021:

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. (2 Februari 2021).
PENERAPAN PSAK 8

PERIODE PELAPORAN
KEUANGAN BERAKHIR

2 Nov 2020 25 Januari 2021 2 Feb 2021

31 Des 2020
UU CIPTA KERJA LAPORAN KEUANGAN
PP 35/2021 DIBERLAKUKAN
DIBERLAKUKAN DIOTORISASI

TERBITNYA PP 35/2021 SEBAGAI PERISTIWA


SETELAH PERIODE PELAPORAN BERSIFAT
NONPENYESUAI
(NON ADJUSTING EVENT)
PENERAPAN PSAK 8

PERIODE PELAPORAN
KEUANGAN BERAKHIR

2 Nov 2020 2 Feb 2021 30 Mar


2021
31 Des 2020
UU CIPTA KERJA LAPORAN KEUANGAN
PP 35/2021 DIBERLAKUKAN
DIBERLAKUKAN DIOTORISASI

TERBITYA PP 35/2021 SEBAGAI PERISTIWA SETELAH PERIODE


PELAPORAN BERSIFAT PENYESUAI
(ADJUSTING EVENT)
PENERAPAN PSAK 8

1. Apakah pemberlakuan UU Cipta Kerja dan PP


35/2021 merupakan peristiwa penyesuai atau
nonpenyesuai?
2. Apakah pencatatan perubahan besaran
imbalan pasca kerja yang diakibatkan
pemberlakuan UU Cipta Kerja dan PP 35/2021
menunggu amandemen PKB?
PENERAPAN PSAK 8

UNDANG-
UNDANG PKB
PERATURAN PERATURAN
PEMERINTAH PERUSAHAAN

PERATURAN
KONTRAK
PELAKSANA
KERJA
LAINNYA
PENERAPAN PSAK 8

Pasal 52 ayat 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan):

Perjanjian kerja dibuat atas dasar:


a. Kesepakatan kedua belah pihak,
b. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum,
c. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan, dan
d. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 52 ayat 2-3 UU Ketenagakerjaan:

Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) huruf a dan b dapat dibatalkan.
Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) huruf c dan d batal demi hukum.
PENERAPAN PSAK 8
PSAK 57.48:

“PERISTIWA MASA DEPAN YANG DAPAT MEMPENGARUHI


JUMLAH YANG DAPAT DIPERLUKAN UNTUK MENYESUAIKAN
KEWAJIBAN TERCERMIN DALAM PROVISI JIKA ADA BUKTI
OBJEKTIF BAHWA PERISTIWA ITU AKAN TERJADI”.

PSAK 57.49:

PSAK 57, “PROVISI, “DALAM MENENTUKAN JUMLAH PROVISI, ENTITAS PERLU

LIABILITAS KONTIJENSI DAN MEMPERTIMBANGKAN PERISTIWA MASA DEPAN YANG

ASET KONTIJENSI” DIPERKIRAKAN AKAN TERJADI……”.


PENERAPAN PSAK 8
PSAK 57.50:

“Dalam mengukur kewajiban yang ada, dipertimbangkan dampak


peraturan perundang-undangan yang ada yang kemungkinan akan
diberlakukan, khususnya jika terdapat bukti objektif yang memadai
bahwa peraturan perundang-undangan itu pasti akan diberlakukan.
Dalam kenyataannya, sering kali sangat sulit bagi entitas untuk
PSAK 57, “PROVISI, LIABILITAS menentukan apakah suatu peristiwa akan menghasilkan bukti
KONTIJENSI DAN ASET objektif yang memadai. Bukti tersebut harus secara jelas
KONTIJENSI” menunjukkan hal-hal yang diatur dalam suatu peraturan dan
menimbulkan kepastian bahwa peraturan itu akan diundang-
undangkan dalam lembaran Negara pada waktunya………….”.
PENERAPAN PSAK 8

PSAK 57.48:

“Peristiwa masa depan yang dapat mempengaruhi jumlah


yang dapat diperlukan untuk menyesuaikan kewajiban
tercermin dalam provisi jika ada bukti objektif bahwa peristiwa
PSAK 57, “PROVISI, itu akan terjadi”.
LIABILITAS KONTIJENSI DAN
ASET KONTIJENSI”
PENERAPAN PSAK 8
PSAK 24.8,
“Biaya jasa terdiri atas:
a) biaya jasa kini, yaitu kenaikan nilai kini kewajiban imbalan pasti yang berasal dari jasa pekerja dalam
periode berjalan,
b) biaya jasa lalu, yaitu perubahan nilai kini kewajiban imbalan pasti atas jasa pekerja pada periode
sebelumnya, sebagai akibat amendemen program (pemberlakuan awal atau pembatalan, atau perubahan,
program imbalan pasti) atau kurtailmen (penurunan signifikan yang dilakukan oleh entitas dalam hal
jumlah pekerja yang ditanggung oleh program); dan
c) Keuntungan atau kerugian atas penyelesaian.”

PSAK 24.99,

“Sebelum menentukan biaya jasa lalu, atau keuntungan dan kerugian atas penyelesaian, entitas mengukur
kembali liabilitas (aset) imbalan pasti neto menggunakan nilai wajar kini dari aset program dan asumsi aktuarial
kini (termasuk suku bunga pasar dan harga pasar kini yang lain) yang mencerminkan imbalan yang ditawarkan
dalam program sebelum amendemen, kurtailmen atau penyelesaian program.”
DAMPAK AKUNTANSI PENERAPAN PP 35/2021
1. Pencadangan imbalan pasca kerja berupa uang kompensasi untuk karyawan dengan
PKWT (pasal 17 PP 36/2021),
2. Perubahan besaran liabilitas imbalan pasca kerja yang berasal dari penurunan besaran
pesangon dan uang penggantian hak (pasal 40 ayat 1-3 PP 35/2021),
3. Pencadangan insentif pada usaha tertentu (pasal 8 ayat 1-2 PP 36/2021),
DAMPAK AKUNTANSI PENERAPAN PP 35/2021
4. Penurunan liabilitas imbalan pasca kerja untuk entitas usaha mikro dan usaha kecil (pasal
59 PP 35/2021),
5. Penurunan liabilitas imbalan kerja jangka panjang lainnya terkait cuti istirahat panjang
(pasal 79 ayat 2 butir d UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan).
6. Potensi pencadangan tambahan apabila manfaat pensiun yang diterima lebih kecil dari
Pesangon, Penghargaan Masa Kerja dan Uang Penggantian Hak (pasal 58 ayat 1-3 PP
35/2021).
DAMPAK PERPAJAKAN PENERAPAN PP 35/2021

PSAK 46, “Pajak Penghasilan” par.5:

“Aset pajak tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan yang dapat dipulihkan pada periode masa
depan sebagai akibat adanya:

a) perbedaan temporer dapat dikurangkan;

b) akumulasi rugi pajak belum dikompensasi; dan

c) akumulasi kredit pajak belum dimanfaatkan, dalam hal peraturan perpajakan mengizinkan”

“Liabilitas pajak tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan terutang pada periode masa depan
sebagai akibat adanya perbedaan temporer kena pajak”
DAMPAK PERPAJAKAN PENERAPAN PP 35/2021

ASET PAJAK
TANGGUHAN Efek Positif

LIABILITAS
BEDA PAJAK Efek Negatif
TANGGUHAN
TEMPORER
DAMPAK PERPAJAKAN PENERAPAN PP 35/2021

Komersial Fiskal
Laba sebelum koreksi 1,000 1,000
Beda temporer:
Imbalan pasca kerja 100
Piutang ragu-ragu 120
Laba sebelum pajak 1,000 1,220
Beban pajak (tarif pajak 25%) (250) (305)
Beban pajak yang dicatat
pada laporan keuangan

Dr. Beban pajak kini 305


Cr. Hutang pajak kini 305

Cr. Aset pajak tangguhan 55


Cr. Manfaat pajak tangguhan 55
DAMPAK PERPAJAKAN PENERAPAN PP 35/2021

Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2009 tentang Tarif Pajak Penghasilan
Pasal 21 atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan
Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua yang Dibayarkan Sekaligus (PP 68/2009):

Tarif Lapisan Penghasilan


0% 0 - Rp 50.000.000
5% Rp 50.000.000 - Rp 100.000.000
15% Rp 100.000.000 – Rp 500.000.000
25% di atas Rp 500.000.000
DAMPAK PERPAJAKAN PENERAPAN PP 35/2021

Kasus III:

Tuan A bekerja pada PT X dengan upah sebesar Rp 20.000.000 per bulan sebagai manajer pemasaran. Tuan A
mulai bekerja pada umur 22 tahun dan pensiun pada umur 55.
1. Berapakah besarnya Pesangon, Penghargaan Masa Kerja dan Uang Penggantian Hak yang harus dibayar PT
X kepada Tuan A?
2. Berapakah PPh Pasal 21 yang dipotong?

Jawab:
1. Upah pada saat pensiun = Rp 20.00.000

(a) 1,75 x pesangon = 1,75 x Rp 20.000.000 x 9 = Rp 315.000.000


(b) Penghargaan masa kerja = 10 x Rp 20.000.000 = Rp 200.000.000
(c) Uang pengantian hak =0
(d) IPK = (a) + (b) + (c) = Rp 515.000.000
DAMPAK PERPAJAKAN PENERAPAN PP 35/2021

Kasus III: (lanjutan)

Jawab:
2. Besaran pajak penghasilan pasal 21:

0% x Rp 50.000.000 = Rp 0
5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
15% x Rp 400.000.000 = Rp 60.000.000
25% x Rp 15.000.000 = Rp. 3.750.000

Jumlah PPh pasal 21 = Rp 66.250.000

(Jurnal pencatatan-1)
(Dr)Beban imbalan pasca kerja 515.000.000
(Cr)Kas 448.750.000
(Cr)Hutang PPh pasal 21 66.250.000
DAMPAK PERPAJAKAN PENERAPAN PP 35/2021

Pasal 5 PP 68/2009:

“Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan berupa Uang Manfaat Pensiun,
Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua ditentukan sebagai berikut:
a. sebesar 0% (nol persen) atas penghasilan bruto sampai dengan Rp50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah);
b. sebesar 5% (lima persen) atas penghasilan bruto di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah).”

Anda mungkin juga menyukai