Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH TENTANG REFLEKTIVE PRACTICE

DALAM ASUHAN KEBIDANAN

MATA KULIAH : ASUHAN KEBIDANAN

Disusun oleh :

Kelompok 7

Nama : 1. Fitri Ulyani

2. Malindo Rosnita Putri

3. Riska Septiani

Program Studi : DIII Kebidanan Tingkat 1

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


‘AISYIYAH PALEMBANG
TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami haturkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga makalah
ini dapat tersusun sampai selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak
terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi baik materi maupun
pikirannya.

Besar harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan


dan pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya penulis dapat
memperbaiki bentuk maupun menambah isi Makalah agar menjadi lebih baik lagi
karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman penulis. Kami yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Palembang, 12 November 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................


DAFTAR ISI .............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah ...............................................................................................
1.3 Tujuan…………………… .................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian ........................................................................................................
2.2 Ruang Lingkup Praktik Kebidanan .................................................................
2.3 Praktik dalam Pelayanan Kebidanan ...............................................................
2.4 Prinsip Bidan dalam Praktik Kebidanan. ..........................................................

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………
3.2 Saran ............................................. ....................................................................
3.3 Kata Penutup…………………….. ....................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Reflektive Practice atau Praktik Kebidanan adalah implementasi dari ilmu


kebidanan oleh bidan yang bersifat otonom, kepada perempuan, keluarga dan
komunitasnya, didasari etika dan kode etik bidan. Asuhan kebidanan adalah
proses pengambilan keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh bidan sesuai
dengan wewenang dan ruang lingkup praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat
kebidanan Manajemen Asuhan Kebidanan adalah pendekatan dan kerangka pikir
yang digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara
sistematis mulai dari pengumpulan data, analisis data, diagnosa kebidanan,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

Kehamilan adalah suatu peristiwa alami dan fisiologis yang terjadi pada
wanita yang didahului oleh suatu peristiwa fertilisasi. Kehamilan merupakan
peristiwa yang sangat didambakan oleh setiap wanita.Oleh karena itu, perlu
adanya tindakan-tindakan khusus yang dilakukan oleh tenaga kesehatan terutama
bidan.

Asuhan kebidanan dan praktek kebidanan menjadi dasar untuk


memberikan asuhan kebidanan yang baik bagi remaja puteri, wanita pra nikah,
wanita hamil dan wanita yang melahirkan. Asuhan yang baik dapat memberikan
kenyamanan pada wanita karena kehamilan dan kelahiran merupakan peristiwa
penting bagi kehidupan seorang wanita dan keluarganya. Sebagai tenaga
kesehatan khususnya bidan sangat beruntung dapat berbagi peristiwa ini , bidan
juga berada dalam posisi yang unik untuk meningkatkan kesehatan reproduksi
bagi remaja, meningkatkan kemampuan ibu dalam melahirkan, kemampuan
menemani ibu dalam proses kelahiran dengan memberikan dukungan dan
dorongan,melayani saat masa-masa nifas.

Praktek reflektif dapat menjadi alat yang penting dalam praktik berbasis
pengaturan belajar profesional di mana individu belajar dari pengalaman
profesional mereka sendiri, bukan dari pendidikan formal atau transfer
pengetahuan, mungkin sumber yang paling penting dari pengembangan
profesional pribadi dan perbaikan. Selanjutnya, juga merupakan cara penting
untuk dapat menyatukan teori dan praktek, melalui refleksi Anda dapat melihat
dan label aliran pemikiran dan teori dalam konteks pekerjaan Anda (2007,
McBrien).
Apa yang penting tentang refleksi seluruh latihan Anda adalah bahwa tidak
hanya melihat kembali tindakan masa lalu dan peristiwa, melainkan melihat sadar
pada emosi, pengalaman, tindakan, dan tanggapan, dan menggunakan itu untuk
menambah pengetahuan yang ada dasar untuk menarik keluar pengetahuan baru,
makna dan memiliki tingkat pemahaman yang lebih tinggi (2013, Paterson,
Chapman). Dengan demikian gagasan telah mencapai lebar mengambil-up,
khususnya dalam pengembangan profesional bagi para praktisi di bidang
pendidikan dan kesehatan. Pertanyaan tentang bagaimana cara terbaik untuk
belajar dari pengalaman memiliki relevansi yang lebih luas Namun, untuk setiap
lingkungan belajar organisasi. Secara khusus, orang-orang dalam posisi
kepemimpinan memiliki kesempatan perkembangan yang luar biasa jika mereka
terlibat dalam praktek reflektif.

B. Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang di atas, maka penulis membuat


rumusan masalah, sebagai berikut :

1. Apa pengertian dari Reflective Practice?


2. Bagaimana penjelasan Reflective Practice?
3. Apa saja ruang lingkup Reflective Practice?
4. Bagaimana praktik dalam pelayanan kebidanan ?
5. Apa saja prinsip bidan dalam pelayanan kebidanan ?

C. Tujuan Penulisan

Sesuai dengan rumusan masalah yang ada di atas, maka dapat dirumuskan
bahwa tujuan dari penulisan ini sebagai berikut :

1. Agar dapat memahami mengenai Reflektive Practice.


2. Agar dapat mengetahui ruang lingkup Reflektive Practice.
3. Agar mengetahui Praktik dan Prinsip dalam pelayanan kebidanan.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Reflektive Practice atau Praktek reflektif adalah kemampuan untuk


mencerminkan pada tindakan sehingga untuk terlibat dalam proses pembelajaran
yang berkelanjutan, yang menurut pencetus istilah, adalah salah satu karakteristik
mendefinisikan praktek profesional. Refleksi juga dapat diartikan sebagai suatu
tindakan atau kegiatan untuk mengetahui serta memahami apa yang terjadi
sebelumnya, belum terjadi, dihasilkan apa yang belum dihasilkan, atau apa yang
belum tuntas dari suatu upaya atau tindakan yang telah dilakukan. (Tahir, 2011:
93). Istilah refleksi di sini dipahami dalam pengertian khas, yaitu suatu upaya
menyimak dengan penuh perhatian terhadap bahan studi tertentu, pengalaman,
ide-ide, usul-usul, atau reaksi spontan untuk mengerti pentingnya pemahaman
mendalam sampai pada makna dan konsekuensinya.

Kegiatan refleksi atau reflective practice merupakan kegiatan yang sangat


penting untuk dilaksanakan sebab akan mengontrol tindakan guru, guru dapat
melihat apa yang masih perlu diperbaiki, ditingkatkan atau dipertahankan.
Merupakan kegiatan yang perlu dilakukan ketika guru sebagai praktisi lapangan
telah selesai melakukan tindakan, ini merupakan suatu bentuk dari evaluasi
terhadap diri sendiri. Guru menyampaikan segala kegiatan atau pengalaman yang
telah dilakukan untuk didiskusikan dengan peneliti, guru menyampaikan segala
apa yang telah dirasakan dan meyampaikan sejauh mana progress atau kemajuan
dari tindakan yang dilakukannya.

Selain itu, mengemukakan kembali atau melaksanakan lagi apa yang telah
dilakukan merupakan kegiatan refleksi. Guru sebagai pelaksana dan peneliti
sebagai pengamat diharapkan dapat bekerjasama dengan baik agar dapat terjadi
penilaian secara objektif, peneliti merupakan pihak yang sangat berkepentingan
karena akan meningkatkan kinerjanya, ini dimaksudkan agar pelaksanaan
tindakan dapat dilaksanakan secara alami dan dapat dikelola dengan baik. Dalam
hal ini guru sebaiknya menyampaikan segala yang telah dilaksanakan dengan
sebenar-benarnya kepada peneliti sehingga tindakan yang akan diambil
selanjutnya dapat sesuai dengan keadaan dan kebutuhan yang ada (Arikunto,dkk,
2009: 19-20). Refleksi juga dapat diartikan sebagai suatu tindakan atau kegiatan
untuk mengetahui serta memahami apa yang terjadi sebelumnya, belum terjadi,
dihasilkan apa yang belum dihasilkan, atau apa yang belum tuntas dari suatu
upaya atau tindakan yang telah dilakukan. (Tahir, 2011: 93). Apabila guru yang
menjadi pelaksana PTK sudah mengetahui apa yang terjadi pada fase sebelumnya
dan ingin melakukan tindakan berikutnya, maka guru harus memikirkan apa
penyebabnya.
Contoh refleksi, dari hasil observasi yang telah dilakukan dengan cara
pembelajaran secara berkelompok yaitu diskusi antar kelompok, hanya siswa
yang dikategorikan tingkat kemampuannya tinggi yang aktif dan berpartisipasi
pada saat dilakukan diskusi sementara siswa yang lain tidak memperhatikan dan
tidak ikut berpartisipasi dalam pembelajaran. Hasil observasi terhadap proses
pembahasan hasil asesmen diperoleh data bahwa siswa kurang aktif berinteraksi
terhadap materi pelajaran, dengan temannya dan terhadap guru. Hasil analisis
kompetensinya masih rendah belum mencapai tujuan minimal. Respon siswa tidak
bisa mengikuti pembelajaran secara optimal dalam waktu singkat, tidak tertarik
untuk belajar secara berkelompok karena mereka mengantuk dan tidak mendapat
kesempatan untuk berpikir. Dari semua data tersebut, maka guru melakukan
refleksi. Seperti diskusi kelompok diubah menjadi diskusi perorangan, dengan
lebih banyak memberikan atau menyiapkan pertanyaan-pertanyaan dalam diskusi
dan memberikan tugas sebelumnya kepada siswa yang mengarah kepada
pertanyaan-pertanyaan dalam diskusi, kemudian siswa diberi kesempatan secara
bergiliran untuk mengerjakan tugas sekaligus dinilai secara kualitatif dan
kuantitatif, hasil asesmen didiskusikan kepada siswa sebelum melakukan
pembelajaran berikutnya, kegiatan pembelajaran dirumuskan secara realistis
yang mudah diukur. (Tahir, 2011: 93-95).

Jadi, refleksi berarti kegiatan yang dilakukan untuk mengingat kembali


suatu tindakan yang telah dilakukan dalam observasi. Refleksi mengkaji ulang apa
yang telah terjadi atau mempertimbangkan proses, permasalahan, isu, dan
kekurangan yang ada atau yang belum tuntas dari strategi penelitian yang telah
dilakukan. Refleksi menjadi dasar untuk mengetahui kembali rencana tindakan
dengan memperhatikan variasi perspektif yang mempunyai aspek evaluatif bagi
peneliti untuk mempertimbangkan atau menilai apakah dampak tindakan yang
timbul sudah sesuai dengan yang diinginkan dan membuat perencanaan kembali.
Langkah selanjutnya setelah pelaksanaan tindakan dan observasi merupakan
refleksi hasil pengamatan, melalui refleksi maka dapat diketahui atau dipahami
kelebihan dan kekurangan yang terjadi dalam penelitian tindakan. (Uno, dkk,
2012: 69)

Kegiatan mengingat, merenungkan, mencermati, dan menganalisis kembali


suatu tindakan yang telah dilakukan dalam observasi merupakan refleksi yang
dalam penalitian tindakan kelas akan memahami proses, masalah, persoalan dan
kendala yang nyata dalam tindakan yang telah dilakukan selama proses
pembelajaran. Dalam melakukan kegiatan refleksi guru selain berperan sebagai
peneliti itu sendiri juga harus bekerjasama dengan guru yang sama mata pelajaran
namun berbeda kelas atau peneliti dari perguruan tinggi agar refleksi dapat
dilakukan sampai pada tahap pemaknaan tindakan dan situasi dalam pembelajaran
yang ada sehingga dapat memberikan dasar untuk memperbaiki rencana tindakan
yang akan dilakukan selanjutnya. ( Asrori, 2009: 54)
Refleksi praktik dalam pelayanan kebidanan dimaksudkan sebagai bentuk
pedoman/acuan yang merupakan kerangka kerja seorang bidan dalam
memberikan asuhan kebidanan, dipengaruhi oleh filosofi yang dianut bidan
(filosofi asuhan kebidanan) meliputi unsur-unsur yang terdapat dalam paradigma
kesehatan (manusia-perilaku, lingkungan & pelayanan kesehatan). Dalam praktek
kebidanan, pemberian asuhan kebidanan yang berkualitas sangat dibutuhkan.
Kualitas kebidanan ditentukan dengan cara bidan membina hubungan, baik
sesama rekan sejawat ataupun dengan orang yang diberi asuhan. Upaya
meningkatkan kualitas pelayanan kebidanan juga ditentukan oleh ketrampilan
bidan untuk berkomunikasi secara efektif dan melakukan konseling yang baik
kepada klien.

Bidan merupakan ujung tombak memberikan pelayanan yang berkuliatas


dan sebagai tenaga kesehatan yang professional, bekerja sebagai mitra
masyarakat, khususnya keluarga sebagai unit terkecilnya, yang berarti bidan
memiliki posisi strategis untuk memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat
holistik komprehensif (berkesinambungan, terpadu, dan paripurna), yang
mencakup upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dalam upaya
mencapai terwujudnya paradigma sehat. Jadi seorang bidan dituntut untuk
menjadi individu yang professional dan handal memberikan pelayanan yang
berkualitas karena konsep kerjanya berhubungan dengan nyawa manusia.

2.2 Ruang Lingkup Praktik Kebidanan

a. Bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti dan menyelesaikan


pendidikan. Lulus dengan persyaratan yang ditelah ditetapkan dan
memperoleh kualifikasi untuk registrasi dnn memperoleh izin untuk
melaksanakan praktik kebidanan.

b. Praktik Kebidanan adalah implementasi dari ilmu kebidanan oleh bidan yang
bersifat otonom, kepada perempuan, keluarga dan komunitasnya, didasari etika
dan kode etik bidan. Selain itu diartikan juga sebagai serangkaian kegiatan
pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan kepada pasien (individu,
keluarga dan masyarakat) sesuai dengan kewenangan dan kemampuannya.

c. Kebidanan adalah satu bidang ilmu yang mempelajari keilmuan dan seni yang
mempersiapkan kehamilan, menolong persalinan, nifas dan menyusui, masa
interval dan pengaturan kesuburan, klimakterium dan menopause, bayi baru
lahir dan balita, fungsi–fungsi reproduksi manusia serta memberikan
bantuan/dukungan pada perempuan, keluarga dan komunitasnya.

d. Manajemen Asuhan Kebidanan adalah pendekatan dan kerangka pikir yang


digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara
sistematis mulai dari pengumpulan data, analisis data, diagnosa kebidanan,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

e. Asuhan kebidanan adalah proses pengambilan keputusan dan tindakan yang


dilakukan oleh bidan sesuai dengan wewenang dan ruang lingkup praktiknya
berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan.

f. Pelayanan kebidanan adalah bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan


yang diberikan oleh bidan yang telah terdaftar (teregister) yang dapat dilakukan
secara mandiri, kolaborasi atau rujukan.

2.3 Praktik dalam Pelayanan Kebidanan

Pelayanan praktik kebidanan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari


pelayanan rumah sakit. Oleh karena itu, tenaga bidan bertanggung jawab
memberikan pelayanan kebidanan yang optimal dalam meningkatkan dan
mempertahankan mutu pelayanan kebidanan yang diberikan selama 24 jam secara
berkesinambungan. Bidan harus memiliki keterampilan professional, ataupun
global. Agar bidan dapat menjalankan peran fungsinya dengan baik, maka perlu
adanya pendekatan sosial budaya yang dapat menjembatani pelayanannya kepada
pasien.

Program pelayanan kebidanan yang optimal dapat dicapai dengan adanya


tenaga bidan yang professional dan dapat diandalkan dalam memberikan
pelayanan kebidanannya berdasarkan kaidah-kaidah profesi yang telah
ditentukan,seperti memiliki berbagai pengetahuan yang luas mengenai kebidanan,
dan diterapkan oleh para bidan dalam melakukan pendekatan asuhan kebidanan
kepada masyarakat.

Bidan dapat menunjukan otonominya dan akuntabilitas profesi, melalui


pendekatan sosial dan budaya yang akurat. Terdapat beberapa bentuk pendekatan
yang dapat digunakan atau diterapkan oleh para bidan dalam melakukan
pendekatan asuhan kebidanan kepada masyarakat misalnya paguyuban, kesenian
tradisional, agama dan sistem banjar. Hal tersebut bertujuan untuk memudahkan
masyarakat dalam menerima, bahwa pelayanan atau informasi yang diberikan
oleh petugas, bukanlah sesuatu yang tabu tetapi sesuatu hal yang nyata atau benar
adanya.

Dalam memberikan pelayanan kebidanan, seorang bidan lebih bersifat :

a. Promotif, bidan yang bersifat promotif berarti bidan berupaya


menyebarluaskan informasi melalui berbagai media Metode penyampaian,
alat bantu, sasaran, media, waktu ideal, frekuensi, pelaksana dan bahasa
serta keterlibatan instansi terkait maupun informal leader tidaklah sama di
setiap daerah, bergantung kepada dinamika di masyarakat dan kejelian kita
untuk menyiasatinya agar informasi kesehatan bisa diterima dengan benar
dan selamat. Penting untuk diingat bahwa upaya promotif tidak selalu
menggunakan dana negara, adakalnya diperlukan adakalanya tidak. Selain
itu, penyebaran informasi hendaknya dilakukan secara berkesinambungan
dengan memanfaatkan media yang ada dan sedapat mungkin
dikembangkan agar menarik dan mudah dicerna. Materi yang disampaikan
seyogyanya selalu diupdate seiring dengan perkembangan ilmu kesehatan
terkini.
b. Preventif berarti bidan berupaya pencegahan semisal imunisasi,
penimbangan balita di Posyandu dll. Kadang ada sekelompok masyarakat
yang meyakini bahwa bayi berusia kurang dari 35 hari (jawa: selapan)
tidak boleh dibawa keluar rumah.
c. Kuratif berarti bidan tidak dikehendaki untuk mengobati penyakit terutama
penyakit berat.
d. Rehabilitatif berarti bidan melakukan upaya pemulihan kesehatan,
terutama bagi pasien yang memerlukan perawatan atau pengobatan jangka
panjang.

2.4 Prinsip Bidan dalam Praktik Kebidanan.

Adapun tugas dan prinsip bidan dalam praktik kebidanan ketika melakukan
tugasnya yaitu:

a. Cintai yang anda lakukan, lakukan yang anda cintai (love your do, do your
love). Profesi bidan harus dihayati. Banyak orang yang memilih bidan
karena dorongan orangtua, dengan harapan cepat bekerja dengan masa
pendidikan yang singkat dan dapat membuka praktek mandiri. Oleh karena
itu terlepas dari apapun motivasi seseorang menjadi bidan, setiap bidan
harus mencintai pekerjaannya.
b. Jangan membuat kesalahan (don’t make mistake).
Dalam memberi asuhan, usahakan tidak ada kesalahan. Bidan harus
bertindak sesuai dengan standar profesinya. Untuk itu bidan harus terus
menerus belajar dan meningkatkan keterampilan. Kesalahan yang
dilakukan memberi dampak sangat fatal. Jangan pernah berhenti mengasah
keterampilan yang telah dimiliki saat ini, terus meningkatkan diri, dan mau
belajar kaena ilmu selalu berubah. Keinginan untuk terus belajar dan
kemauan untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan akan sangat
membantu kita menghindari kesalahan.
c. Orientasi kepada pelanggan (customer oriented).
Apapun yang dilakukan harus tetap berfokus pada pelanggan. Siapa yang
anda beri pelayanan, bagaimana karakter pelanggan anda, bagaimana
pelayanan yang anda berikan dapat mereka terima dan dapat member
kepuasan sehinga anda tetap dapat member pelayanan yang sesuai engan
harapan dan keinginan pelanggan.

d. Tingkatkan mutu pelayanan (improved your service quality).


Bidan harus terus menerus meningkatkan mutu pelayanan yang diberikan
kepada kliennya. Dalam member pelayanan, jangan pernah merasa puas.
Oleh karena itu, bidan harus terus menerus meningkatkan diri,
mengembangkan kemampuan kognitif dengan mengikuti pelatihan,
mempelajari dan menguasai perkembangan ilmu yang ada saat ini, mau
berubah ke arah yang lebih baik, tentu saja juga mau menerima perubahan
pelayanan di bidang kebidanan yang telah dibuktikanlebih bermanfaat
secara ilmiah. Bidan yang terus berpraktek, keterampilannya akan terus
bertambah dalam memberi asuhan dan melakukan pertolongan persalinan,
KB, maupun dalam hal member pelayanan kebidanan lainnya. Dengan
demikian diharapkan kualitas personal bidan meningkat sehingga akan
meningkatkan mutu pelayanan yag diberikannya.

e. Lakukan yang terbaik (do the best).


Jangan pernah memandang klien/pelanggan sebagai individu yang ‘tidak
penting’ atau mengklasifikasikan pelayanan yang anda berikan kepada
pelanggan dengan memandang status ekonomi, kondisi fisik, dan lain-lain.
Ingat! Klien berhak memdapatkan pelayanan kesehatan tanpa diskriminasi.
Bidan harus member pelayanan, pemikiran, konseling, tenaga, dan juga
fasilitas yang terbaik bagi kliennya.

f. Bekerja dengan takut akan tuhan (work with reverence for the Lord).
Sebagai bangsa indonesia yang hidup majemuk dan beragama, bidan harus
menghormati setiap kliennya sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Bidan juga
harus percaya segala yang dilakukan dipertanggungjawabkan kepada Sang
pencipta. Oleh karena itu, bidan harus memperhatikan kaidah/norma yang
berlaku di masyarakat, menjunjung tinggi moral dan etika, taat dan sadar
hukum, menghargai pelanggan dan teman sejawat, bekerja sesuai dengan
standar profesi.

g. Berterima kasih kepada setiap masalah (say thanks to the problem).\


Bidan dalam menjalankan tugas, baik secara individual (mandiri) sebagai
manajer maupun dalam kelompok (rumah sakit, puskesmas, di desa) tentu
saja menghadapi dan melihat banyak masalah pada proses pelaksanaan
pelayanan kebidanan. Setiap masalah yang dihadapi akan menjadi
pengalaman dan guru yang paling berharga. Bidan dapat juga belajar dari
pengalaman bidan lainnya dan masalah yang mereka hadapi serta
bagaimana mereka mengatasinya. Setiap masalah, baik masalah
manajemen maupun asuhan yang diberikan, membuat kita dapat belajar
lebih baik lagi di waktu yang akan datang. Selain itu masalah juga
membuat seseorang mencapai kedewasaan dan kematangan. Oleh karena
itu, jangan pernah menyalahkan situasi dan masalah yang ada, justru kita
bisa belajar dari setiap situasi dan mencari strategi pemecahannya, yang
terpenting adalah mengevaluasi segala yang kita lakukan dan belajar dari
kesukaran, masalah, dan kesalahan yang kita alami serta berusaha
menghindari kesalahan yang sama.

h. Perubahan perilaku (behavior change).


Mengubah perilaku sangat sulit dilakukan. H. L. Blum mengatakan bahwa
ada empat faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan yaitu tenaga
kesehatan, lingkungan, keturunan, dan perilaku. Hal yang paling sulit
dilakukan adalah perubahan perilaku.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Tenaga bidan bertanggung jawab memberikan pelayanan kebidanan yang


optimal dalam meningkatkan dan mempertahankan mutu pelayanan kebidanan
yang diberikan selama 24 jam secara berkesinambungan. Bidan harus memiliki
keterampilan professional ataupun global. Agar bidan dapat menjalankan peran
fungsinya dengan baik, maka perlu adanya pendekatan sosial budaya yang dapat
menjembatani pelayanannya kepada pasien. Refleksi praktik dalam pelayanan
kebidanan dimaksudkan sebagai bentuk pedoman/acuan yang merupakan
kerangka kerja seorang bidan dalam memberikan asuhan kebidanan, dipengaruhi
oleh filosofi yang dianut bidan (filosofi asuhan kebidanan) meliputi unsur-unsur
yang terdapat dalam paradigma kesehatan (manusia-perilaku, lingkungan &
pelayanan kesehatan).

3.2 Saran

Setelah membaca makalah refleksi praktik dalam pelayanan kebidanan ini,


diharapkan pembaca mendapatkan pengetahuan tambahan dan dapat memahami
isi materi makalah ini.

3.3 Kata Penutup

Demikian yang dapat penulis paparkan mengenai materi yang menjadi


pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau
referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.

Penulis banyak berharap para pembaca agar memberikan kritik dan saran
yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini. Semoga
makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca pada
umumnya .
DAFTAR PUSTAKA

Adnani,Qorinah.2013.Filosofi Kebidanan.Jakarta: Trans Info Media

Astuti, Puji Hutari. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Ibu I (Kehamilan).


Yogyakarta;Rohima Press;2012.

Retna, Eny Ambarwati. Asuhan Kebidanan Komunitas. Cetakan


Pertama.Yogyakarta: Nuha Medika;2009.
http://lisnamegaresky.blogspot.com/2012/12/makalah-refleksi-praktik-dalam.html
(Diakses tanggal 12 November 2020)

http://gracedessy1230.blogspot.com/2012/12/model-pembelajaran-reflektif.html
(Diakses tanggal 12 November 2020)

Anda mungkin juga menyukai