180610073
MODUL 6
JUMP 1 : TERMINOLOGI
1. Kontrasepsi : metode atau alat yang digunakan untuk mencegah kehamilan. Ada berbagai
jenis kontrasepsi, masing-masing dengan manfaat dan kekurangannya masing-masing.
2. Kehamilan Aterm : Periode kehamilan yang sedang dijalani oleh ibu hamil tepat waktu.
3. Invitro fertilization : proses pembuahan dengan cara mengekstraksi telur, mengambil sampel
sperma, kemudian menggabungkan telur dan sperma secara manual pada wadah kaca di
laboraturium.
JUMP 3 HIPOTESA
1. Hubungan usia dengan keadaan Ny. Risna yang berusia >35 th, keadaan tsb.
tidak memungkinkan seseorang melahirkan secara normal. Dan juga kondisi
asma bronkial pada Ny. Risna juga tidak memungkinkan melahirkan secara
normal makanya disarankan melakukan SC.
2. bertujuan untuk menghindari komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi pada
Ny.Risna karena kehamilannya di nilai cukup beresiko yang di karenakan
mengandung pada usia lebih dari 35 Tahun,dimana semakin tua usia seseorang
maka akan semakin menurun pula kontraksi dan elastisitas otot
Rahim,kemudian juga di dukung oleh kondisi Ny.Risna yang juga mengalami
kondisi Asma Bronkial.
3. Pengaruh factor usia yang sudah mencapai >35 tahun mempengaruhi elastisitas
otot-otot rahimnya. Dan juga karena kondisi penyakit Ny. Risna sendiri asma
bronkial makanya disarankan SC.
4. Kontrasepsi yang dapat digunakan yaitu pil KB yang merupakan alat
kontrasepsi yang cocok bagi wanita yang ingin menunda kehamilan diatas usia
>35 tahun.
5. Hormonal : Suntik Kb atau pil Kb.
Alat : kondom
Implant
Spermisida
IUD/spiral
6. Pada pria, IVF adalah adanya faktor infertilitas pria seperti menurunnya jumlah
dan atau motilitas sperma.
Pada wanita ivf adalah :
- Wanita berusia ≥40 tahun yang infertile
- Memiliki masalah ovarium, seperti gangguan ovulasi, insufisiensi ovarium,
dan sel telur yang abnormal
- Masalah pada tuba falopii, seperti kerusakan, obstruksi, atau sudah diangkat
- Masalah uterus seperti fibroid uterus
- Pasien wanita berusia ≥35 tahun dengan pasangan pria yang memiliki
normalitas morfologi sperma <5%
Kelainan genetik
7. sisa kontrasepsi hormonal masih tersimpan di jaringan lemak ny kusumma
sehingga itu bisa mengakibatkan irreversibel dan ny risna blm hamil hingga
skarang.
8. - Usia
- merokok
- BB
- infertilitas tanpa sebab tertentu
9. - Pemeriksaan kesubuan : px fisik, ginekologi
- Px darah untuk mengukur tingkat hormone
- Px cadangan sel telur pada ovarium
- Tes pencitraan seperti USG panggul
- Histerosalpingografi (HSG) : dapat digunakan untuk mendeteksi sumbatan
tuba proksimal maupun distal, adanya salpingitis ismika nodosa, adhesi
perituba, serta hidrosalping. Nilai prediksi positif HSG adalah sekitar 38%
sementara nilai prediksi negatifnya sekitar 94%. Hal ini berarti bila hasil
HSG menunjukkan tuba paten, maka hasil tersebut dapat dipercaya dengan
cukup baik. Sebaliknya bila hasil HSG menunjukkan adanya obstruksi tuba,
maka diperlukan evaluasi lanjut untuk mengkonfirmasi hal tersebut.
JUMP 4 SKEMA
Kontrasepsi Infertilitas
Program pemerintah
untuk KB
JUMP 5 LO
1. Infertilitas
2. Teknologi Reproduksi Berbantu
3. Kontrasepsi dan Alat Kontrasepsi
4. Program Pemerintah untuk KB
1. Infertilitas
Infertilitas memiliki beberapa definisi yang seringkali digunakan dalam berbagai konteks
yang berbeda. Definisi infertilitas secara klinis menurut World Trade Organization
(WHO) adalah ketidakmampuan pasangan untuk memperoleh kehamilan setelah 12 bulan
atau lebih melakukan hubungan seksual tanpa perlindungan kontrasepsi. Definisi klinis
ini digunakan untuk deteksi dini dan kepentingan terapi pada infertilitas. Definisi tersebut
didasarkan pada riwayat medis seseorang sebelumnya dan tes diagnostik yang menunjang
secara klinis untuk menentukan terapi sesuai indikasi. Definisi infertilitas secara klinis
dapat digunakan untuk memantau kasus infertilitas, tetapi kurang tepat jika digunakan
sebagai istilah dalam studi populasi. Oleh karena itu, secara demografis istilah infertilitas
diartikan sebagai ketidakmampuan wanita dalam usia reproduksinya untuk memperoleh
kelahiran hidup dalam kurun waktu 5 tahun dalam situasi yang mendukung
kehamilan.Pada definisi ini, kelahiran bayi yang hidup menjadi tolak ukur dalam
penentuan infertilitas.
Hingga saat ini, tingginya angka infertilitas masih menjadi permasalahan di dunia.Studi
yang dilakukan pada tahun 2006 menyatakan bahwa 72,4 juta wanita di dunia mengalami
infertilitas. Sementara itu, menurut studi pada tahun 2010, , 48,5 juta pasangan di
dunmengalami masalah infertilitas. Perbedaan ini dikarenakan pada studi yang dilakukan
pada tahun 2006 menggunakan algoritmayang berbeda dan menggunakan sumber data
yang lebih sedikit dibandingkan dengan studi yang dilakukan pada tahun 2010l. Studi
lainnya yang dilakukan pada tahun 2008 menyatakan bahwa sekitar 8% – 12% pasangan
usia reproduktif di dunia mengalami masalah infertilitas, dengan rata-rata prevalensi
dunia yaitu sebesar 9%. Insidensi infertilitas dikaitkan dengan perbedaan geografis. Di
beberapa negara di barat Afrika, tingkat infertilitas mencapai 50%, sedangkan di barat
Eropa tingkat infertilitas berkisar 12%. Penyebab infertilitas juga dikaitkan dengan
perbedaan geografis. Faktor risiko infertilitas paling umum di negara-negara bagian barat
adalah usia, sedangkan di Afrika adalah penyakit menular seksual. Distribusi penyebab
infertilitas yang hampir sama ditemukan di Asia, Amerika Latin, Timur Tengah, tetapi
berbeda dengan Afrika yang mayoritas penyebab infertilitas pada wanita adalah faktor
tuba. PID karena penyakit menular seksual adalah penyebab utama infertilitas karena
masalah pada tuba
Infertilitas pada wanita menjadi faktor penyebab infertilitas pada pasangan sebesar 40%.
Berdasarkan studi yang dilakukan WHO, penyebab infertilitas pada wanita diantaranya:
faktor tuba 36%, ovulatory disorders 33%, endometriosis 6%, dan tidak diketahui sebesar
40%.
1) Gangguan Ovulasi
Gangguan pada ovulasi merupakan penyebab infertilitas yang cukup sering, yaitu
berkisar 30% - 40% dari semua kasus infertilitas pada wanita. Periode ovulasi normal
pada wanita adalah 25 – 35 hari, dengan periode paling sering yang dialami mayoritas
wanita adalah 27 – 31 hari. Gejala utama yang perlu diamati untuk mendiagnosis
faktor ovulasi sebagai penyebab infertilitas meliputi anovulasi dan oligo-ovulasi.
Anovulasi merupakan suatu kondisi tidak terjadinya ovulasi pada wanita, sedangkan
oligo-ovulasi merupakan istilah yang menggambarkan ketidakteraturan ovulasi.21
Kasus anovulasi 90% disebabkan oleh polycystic ovaries syndrome (PCOS). Pada
PCOS, androgen diproduksi dalam jumlah besar, yang diikuti oleh tingginya kadar
luteinizing hormone (LH) dan rendahnya kadar follicle-stimulating hormone (FSH)
Hal tersebut menyebabkan hambatan dalam pematangan folikel.4 Manifestasi klinis
pada PCOS dapat berupa siklus menstruasi tidak normal (amenorea atau
oligomenorea), hirsutisme, obesitas, dan timbulnya jerawat
2) Faktor Tuba, Paratuba, dan Peritoneal Penyebab lain infertilitas adalah faktor tuba
fallopi, paratuba dan peritoneal. Faktor tuba dan peritoneal menjadi 30%- 40%
penyebab infertilitas pada wanita. Faktor tuba meliputi kerusakan maupun obstruksi
pada tuba fallopi dan biasanya terkait dengan riwayat PID, operasi tuba dan operasi
pelvis. Faktor peritoneal meliputi adhesi perituba dan periovarium, yang biasanya
merupakan akibat dari PID, operasi, maupun endometriosis. PID akibat penyakit
menular seksual yang ditransmisikan oleh mikroorganisme seperti gonococcus dan
chlamydia adalah penyebab utama infertilitas karena faktor tuba. Infeksi berulang
akan menyebabkan perubahan pada mukosa tuba fallopi, adhesi intratubular, dan
obstruksi pada bagian distal tuba fallopi. Riwayat PID berkaitan dengan peningkatan
risiko infertilitas. Suatu studi meyatakan bahwa riwayat PID pertama, kedua, dan
ketiga kali, berturut-turut memiliki risiko infertilitas sebesar 12%, 23%, dan 54%
3) Gangguan pada Uterus Gangguan pada uterus dapat memengaruhi infertilitas, seperti
abnormalitas bentuk uterus dan septum intrauterin. Abnormalitas pada uterus yang
memengaruhi infertilitas meliputi polip endometrium, fibroid submukosa, anomali
duktus mulleri, dan defek pada fase luteal. Diagnosis dan terapi terhadap
abnormalitas pada uterus dapat meningkatkan keberhasilan terapi pada pasien infertil.
4) Hormonal Ketidakseimbangan hormonal dapat memengaruhi infertilitas melalui
sekresi gonadotrophin- releasing hormone (GnRH) oleh hipotalamus, sehingga akan
menginduksi kelenjar hipofisis yang dapat mengontrol kelenjar lainnya di tubuh.
Kelainan hormonal dapat memengaruhi ovulasi, seperti pada hipertiroidisme,
hipotiroidisme, PCOS, dan hiperprolaktinemia. Perubahan hormonal pada aksis
hipothalamus-hipofisis-adrenal dapat dipengaruhi oleh stress. Sebuah studi pada
wanita infertil akibat endometriosis menyatakan bahwa terjadi peningkatan kadar
prolaktin pada wanita infertil. Hiperprolaktinemia menyebabkan infertilitas dengan
cara menghambat GnRH. Hambatan pada sekresi GnRH selanjutnya akan
menghambat hormon yang berperan dalam aktivitas reproduksi wanita, seperti LH
dan FSH.
5) Perubahan Masa Tubuh Perubahan masa tubuh diketahui memiliki pengaruh terhadap
terjadinya infertilitas. Banyaknya lemak tubuh menyebabkan meningkatnya produksi
estrogen yang diinterpretasikan tubuh sebagai kontrasepsi, sehingga menurunkan
kesempatan untuk mendapatkan kehamilan. Suatu penelitian menyebutkan bahwa
Indeks Masa Tubuh (IMT) ≥ 29,5 berhubungan dengan peningkatan risiko infertilitas.
6) Usia Seiring bertambahnya usia, laju konsepsi menurun sebagai akibat dari menurunn
ya kualitas dan jumlah ovum. Hal ini mengakibatkan kesempatan hamil menurun 3%
– 5% per tahun setelah usia 30 tahun dan akan lebih besar penurunannya setelah usia
40 tahun.
Definisi pria infertil merujuk pada ketidakmampuan pria dengan pasangannya yang
fertil untuk memperoleh kehamilan. Infertilitas pada pria menjadi penyebab 40% -
50% kasus infertilitas pada pasangan infertil.26 Infertilitas pada pria disebabkan
karena banyak faktor, dari proses gametogenesis hingga ejakulasi, abnormalitas
genetik, infeksi, defek struktural, ketidakseimbangan hormonal, dan faktor
lingkungan. Baru-baru ini, reactive oxygen species (ROS) juga dikaitkan dengan
penyebab kerusakan sperma sebesar 30% - 80% kasus.6 Sekitar 30% - 40% penyebab
infertilitas pada pria tidak diketahui penyebabnya. Pada kasus ini pria tidak memiliki
riwayat medis terkait infertilitas, menunjukan tanda-tanda normal pada pemeriksaan
fisik, endokrin, genetik, dan tes laboratorium. Namun, pada analisis semen ada
kemungkinan didapatkan temuan patologis.
1) Penyebab Pre-testikuler
Penyebab pre-testikuler meliputi kondisi yang tidak mendukung bagi testis,
kondisi hormonal yang buruk, dan kesehatan fisik yang buruk. Pengaruh obat-
obatan juga dapat memengaruhi kondisi hormonal pada pria, seperti cimetidine
dan spironolactone yang dapat menurunkan kadar FSH, yang bekerja pada sel
Sertoli untuk meningkatkan spermatogenesis. Selain pengaruh obat-obatan, gaya
hidup seperti konsumsi alkohol, ganja, dan merokok dapat menurunkan fertilitas
pria.26,28 Sebuah studi menyebutkan bahwa rokok menyebabkan penurunan
enzim superoxide dismutase pada semen, yang berperan pada jalur stress
oksidatif. Superoxide dismutase berkorelasi dengan jumlah dan durasi merokok;
penurunan volume, jumlah, dan motilitas sperma pada perokok.
2) Penyebab Testikuler Penyebab testikuler meliputi faktor-faktor yang
memengaruhi kualitas dan kuantitas semen yang diproduksi testis. Faktor-faktor
yang memengaruhi kualitas dan kuantitas semen tersebut diantaranya adalah usia,
defek pada kromosom Y (Sindrom Klinifelter), neoplasma, infeksi mumps virus,
dan penyebab idiopatik.
3) Penyebab Post-testikuler Penyebab post-testikuler memengaruhi sistem genitalia
pria setelah produksi sperma. Faktor tersebut meliputi gangguan ejakulasi, seperti
ejakulasi retrograde, anejakulasi dan obstruksi Vas deferens. Selain itu, infeksi
pada organ genitalia pria, seperti prostitis, juga dapat menjadi faktor penyebab
post-testikuler
Infertilitas dapat dibedakan menjadi primer maupun sekunder. Infertilitas primer
terjadi jika wanita belum pernah memperoleh kehamilan atau pernah memperoleh
kehamilan tanpa kelahiran bayi yang hidup. Infertilitas sekunder terjadi pada wanita
yang sebelumnya pernah memperoleh kehamilan dengan kelahiran hidup
Pada dasarnya proses pembuahan yang alami terjadi dalam rahim manusia melalui cara
yang alami pula (hubungan seksual). Akan tetapi pada kondisi tertentu pembuahan alami
ini terkadang sulit terwujud dikarenakan adanya salah satu pasangan yang mengalami
infertilitas sehingga tidak dapat mendatangkan keturunan. Teknologi reproduksi buatan
adalah metode penanganan terhadap sel gamet (ovum, sperma) serta hasil konsepsi
(embrio) sebagai upaya untuk mendapatkan kehamilan di luar cara-cara alami, tidak
termasuk kloning atau duplikasi manusia. Teknik ini merupakan bagian dari pengobatan
infertilitas. Infertilitas dikatakan sebagai kelainan atau kondisi sakit dalam masalah
reproduksi. Manusia pada dasarnya mempunyai hak untuk bebas dari sakit. Apabila
infertilitas merupakan manifestasi dari sakit maka semua manusia mempunyai hak untuk
bebas dari kondisi infertil atau dengan kata lain berhak untuk bereproduksi. Teknologi
reproduksi buatan digunakan untuk mengatasi infertilitas ini, dimana apabila reproduksi
secara alami tidak memungkinkan dilakukan maka teknik reproduksi buatan dapat
diterapkan. Teknologi ini memberi kesempatan kepada pasangan suami istri yang
memiliki masalah dengan proses reproduksi untuk memiliki keturunan yang tetap berasal
dari benih mereka. Hak reproduksi tidak hanya berarti hak untuk memperoleh keturunan,
tetapi lebih luas lagi berarti hak untuk hamil atau tidak hamil, hak untuk menentukan
jumlah anak, hak untuk mengatur jarak kelahiran. Teknologi Reproduksi Buatan
mencakup setiap fertilisasi yang melibatkan manipulasi gamet (sperma, ovum) atau
embrio diluar tubuh serta pemindahan gamet atau embrio ke dalam tubuh manusia.
Teknik bayi tabung (In Vitro Fertilization) dan teknik ibu pengganti (Surrogate Mother)
termasuk dalam Teknologi Reproduksi Buatan ini. Berdasarkan teknik yang digunakan,
teknologi reproduksi buatan pada manusia dikelompokkan menjadi empat metode; yaitu :
In Vitro Fertilization (IVF), Zygote IntraFallopian Transfer (ZIFT), Intra Cytoplasmic
Sperm Injection (ICSI) dan Gamete IntraFallopian Transfer (GIFT). Pada
perkembangannya teknologi reproduksi buatan semakin berkembang menjadi beberapa
teknik sebagai berikut :
1. In Vitro Fertilization & Embryo Transfer (IVF & ET) Yaitu prosedur pembuahan
ovum dan sperma di laboratorium yang kemudian dilanjutkan dengan pemindahan
embrio ke dalam uterus (rahim)
2. Zygote Intrafallopian Transfer (ZIPT) Yaitu prosedur pemindahan zigot sebagai hasil
dari IVF ke dalam saluran tuba fallopi dengan tujuan agar zigot tumbuh dalam
saluran tuba fallopi
3. Intra Cytoplasmic Sperm Injection (ICSI) Adalah sebuah metode yang dikembangkan
untuk membantu pasangan infertilitas di pihak pria. Metode ini dilakukan dengan cara
menyuntikkan sel sperma tunggal ke dalam satu sel telur yang matang dengan
menggunakan bantuan sebuah pipet khusus yang kemudian ditransplantasikan ke
dalam rahim. Metode ini meningkatkan kemungkinan terjadinya pembuahan pada
kasus-kasus adanya ketidaknormalan dalam jumlah dan kualitas sperma.
4. Gamete Intrafallopian Transfer (GIFT) Adalah prosedur memindahkan ovum yang
telah diaspirasi dari ovarium bersama dengan sejumlah sperma langsung ke dalam
saluran tuba fallopi. Metode ini hampir sama dengan metode in Vitro Fertilization
(IVF). Yang menjadi perbedaan antara GIFT dan IVF adalah, pada metode GIFT,
pembuahan antara sel telur dan sel sperma tidak berlangsung dilaboratorium
melainkan secara alami di dalam saluran fallopi pasien. Jadi setelah sel sperma dan
sel telur dikumpulkan dalam sebuah tabung kateter, sel sperma dan sel telur tersebut
dimasukkan kedalam saluran fallopi pasien agar terjadi pembuahan secara alami
Surrogate Mother secara harfiah disamakan dengan istilah “ibu pengganti” atau “ibu
wali” . Maksudnya yaitu seorang wanita yang bersedia mengandung janin hingga
lahir yang benihnya (sperma dan ovum) berasal dari orang lain (suami-istri).
Kamudian setelah anak itu lahir deserahkan kepada pasangan suami istri pemilik
benih. Sementara itu dalam Collins English Dictionary sebagaimana dikutip dalam
jurnal Surrogate Motherhood – Ethical or Commercial (India, Centre for Social
Research) istilah Surrogate Mother diartikan “a woman who bears a child on behalf
of a couple unable to have a child, either by artificial insemination from the man or
implantation of an embryo from the woman . (seorang wanita yang mengandung anak
atas nama pasangan yang tidak memiliki anak, baik dengan inseminasi buatan dari
pria atau implantasi embrio dari wanita)
Tahap pertama :
Tahap Induksi Ovulasi Pada tahap ini dilakukan stimulasi pertumbuhan sel telur
sebanyak mungkin yang dilakukan dengan pemberian Follicle Stimulating Hormone
(FSH).Setelah dihasilkan cukup banyak sel telur, diberikan hormon human Chorion
Gonadotropin (hCG) untuk menstimulasi pelepasan sel telur yang matang. Pematangan
sel-sel telur dipantau setiap hari melalui pemeriksaan darah dan pemeriksaan
ultrasonografi (USG)
Tahap ketiga : Fertilisasi Sel Telur. Pada tahap ini, sel sperma motil yang telah diperoleh
dari metode swim-up13 dimasukkan ke dalam cawan Petri yang telah berisi sel telur,
kemudian disimpan di dalam inkubator. Sel telur dan sel sperma yang telah dipertemukan
dilakukan pemeriksaan selama 18-20 jam kemudian. Setelah terjadi fertilisasi
(pembuahan), embrio dibiarkan di dalam inkubator selama 3 – 5 hari.
Tahap keempat : Transfer Embrio Setelah embrio hasil pembuahan tersebut terbentuk,
embrio tersebut ditransplantasikan atau dikembalikan ke dalam rahim melalui kateter
teflon14 tanpa pembiusan. Apabila dalam jangka waktu 14 hari setelah pemindahan
embrio tidak terjadi menstruasi / haid, maka dilakukan pemeriksaan air kemih untuk
menentukan adanya kehamilan. Kahamilan baru dipastikan dengan pemerikasaan
ultrasonogafi (USG) seminggu kemudian
Bentuk-bentuk kemungkinan Surrogate Mother: 1. Bentuk pertama Benih istri (ovum)
disenyawakan dengan benih suami (sperma), kemudian dimasukkan ke dalam rahim
wanita lain. Kaedah ini digunakan dalam keadaan istri memiliki benih yang baik, tetapi
rahimnya dibuang karena pembedahan, kecacatan akibat penyakiat kronik atau sebab
lainnya. 2. Bentuk kedua Sama dengan bentuk pertama, kecuali benih yang telah
disenyawakan dibekukan dan dimasukkan ke dalam rahim ibu tumpang selepas kematian
pasangan suami istri itu. 3. Bentuk ketiga Ovum istri disenyawakan dengan sperma laki-
laki lain (bukan suaminya) dan dimasukkan ke dalam rahim wanita lain. Keadaan ini
apabila suami mandul dan istri ada halangan atau kecacatan pada rahimnya tetapi benih
istri dalam keadaan baik. 4. Bentuk keempat Sperma suami disenyawakan dengan ovum
wanita lain, kemudian dimasukkan ke dalam rahim wanita lain. Keadaan ini berlaku
apabila istri ditimpa penyakit ovary dan rahimnya tidak mampu memikul tugas
kehamilan, atau istri telah mencapai tahap putus haid (menopause). Menurut Desriza
Ratman, dari keempat bentuk Surrogate Mother tersebut yang memenuhi kriteria
Surrogate Mother yang sebenarnya adalah bentuk nomor 1, 2, dan 3 yang disebut dengan
“gestational agreement” atau “getstational surrogate”.
(a) Pil KB atau kontrasepsi oral tipe sekuensial Pil dibuat seperti urutan hormon yang
dikeluarkan ovariun pada tiap siklus. Maka berdasarkan urutan hormon tersebut, estrogen
hanya diberikan selama 14-16 hari pertama diikuti oleh kombinasi progestron dan
estrogen selama 5-7 hari terakhir. Terdiri dari 14-15 pil KB/kontrasepsi oral yang berisi
derivat estrogen dan 7 pil berikutnya berisi kombinasi estrogen dan progestin, cara
penggunaannya sama dengan tipe kombinasi. Efektifitasnya sedikit lebih rendah dan
dapat menimbulkan hal-hal ang tidak diinginkan seperti bercak pedarahan haid,
perubahan mood, cepat lelah dan pusing.
(b) Pil KB atau kontrasepsi oral tipe pil mini Pil mini kadang-kadang disebut pil masa
menyusui. Pil mini yaitu pil KB yang hanya mengandung progesteron saja dan diminum
sehari sekali. Berisi derivat progestin, noretindron atau norgestrel, dosis kecil, terdiri dari
21-22 pil. Cara pemakaiannya sama dengan cara tipe kombinasi. Dosis progestin yang
digunakan lebih rendah dari pil kombinasi adalah 0,5 mg atau kurang. Karena dosisnya
kecil maka pil mini diminum setiap hari pada waktu yang sama selama siklus haid
bahkan selama haid Contoh pil mini, yaitu : (1) Micronor, NOR-QD, noriday, norod
mengandug 0,35 mg noretindron. (2) Microval, noregeston, microlut mengandunng 0,03
mg levonogestrol.
(d) Pil KB atau kontrasepsi oral tipe pil pasca sanggama (morning after pill) Morning
after pill merupakan pil yang mengandung hormon estrogen dosis tinggi yang hanya
diberikan untuk keadaan darurat saja, seperti kasus pemerkosaan dan kondom bocor.
Berisi dietilstilbestrol 25 mg, diminum 2 kali sehari, dalam waktu kurang dari 72 jam
pascasanggama, selama 5 hari berturut-turut.
(e) Once A Month Pill Pil hormon yang mengandung estrogen yang ”long acting” yaitu
pil yang diberikan untuk wanita yang mempunyai Biological Half Life panjang.
Jenis kontrasepsi oral yang lain dan sudah tersedia, namun masih terbatas antara lain. (1)
Mifepristone, yaitu alat kontrasepsi oral harian yang mengandung anti progesteron yang
digunakan dalam uji klinis penelitian
Efektifitas Pil KB
Pil KB efektif apabila diminum dengan benar dan teratur, kegagalannya sangat kecil
yakni 0.1% kehamilan pada 100 wanita pemakai atau tahun pertama pemakaian (1:1000)
Dalam pemakaian sehari-hari karena faktor kesalahan manusia atau 17 lupa, maka
kegagalannya dapat menjadi 6-8 kehamilan atau 100 wanita pemakai atau tahun
pemakaian. Kesalahan yang sering terjadi adalah lupa menelan pil atau terlambat
memulai kemasan yang baru (Saifuddin, 2010). (3) Cara Kerja (a) Pil KB kombinasi
(Combined Oral Contraceptives = COC) Mengandung 2 jenis hormon wanita yaitu
estrogen dan progesteron. Mekanisme kerjanya mencegah pematangan dan pelepasan sel
telur, mengentalkan lendir leher rahim, sehingga menghalangi penetrasi sperma,
membuat dinding rongga rahim tidak siap untuk menerima dan menghidupi hasil
pembuahan. (b) Pil KB progesteron (Mini pill = Progesterone Only Pill = POP) hanya
berisi progesteron, bekerja dengan mengentalkan cairan leher rahim dan membuat
kondisi rahim tidak menguntungkan bagi hasil pembuahan. Pil KB Andalan akan
mencegah pelepasan sel telur yang telah diproduksi oleh indung telur sehingga tidak akan
terjadi pembuahan. Hormon yang terkandung dalam pil KB Andalan akan memperkental
lendir leher rahim sehingga mempersulit sel sperma masuk kedalam rahim. Selain itu, Pil
KB Andalan akan menebalkan dinding rahim, sehingga tidak akan siap untuk kehamilan
Keuntungan secara umum 1. Sangat efektif sebagai kontrasepsi. 2. Resiko terhadap
kesehatan sangat baik. 3. Tidak mengganggu hubungan seksual. 4. Mudah digunakan. 5.
Mudah dihentikan setiap saat.
6. Mengurangi perdarahan saat haid. 7. Mengurangi insiden gangguan menstruasi. 8.
Mengurangi insidens anemia defisiensi besi. 9. Mengurangi insidens kista ovarium.
10.Mengurangi insidens tumor jinak mammae. 11.Mengurangi karsinoma endometrium.
12.Mengurangi infeksi radang panggul. 13.Mengurangi osteoporosis. 14.Mengurangi
rheumatoid artritis (Saifuddin, 2010). (5) Kerugian secara umum 1. Mahal 2. Penggunaan
pil harus diminum setiap hari dan bila lupa 3. Perdarahan bercak dan “breakthrough
bleeding”. 4. Ada interaksi dengan beberapa jenis obat (rifampisin, barbiturat, fenitoin,
fenilbutason dan antibiotik tertentu). 5. Tidak mencegah penyakit menular seksual, HBV,
HIV/AIDS. 6. Efek samping ringan/jarang, namun dapat berupa amenorea, mual, rasa
tidak enak di payudara, sakit kepala, mengurangi ASI, berat badan meningkat, jerawat,
perubahan mood, pusing, serta retensi cairan, tekanan darah tinggi, komplikasi sirkulasi
yang jarang namun bisa berbahaya khususnya buat perokok (Saifuddin, 2010). (7) Efek
Samping Pil KB Efek samping pil KB yang mungkin timbul selama penggunaan pil
berupa gejala-gejala subjektif dan objektif. (a) Gejala-gejala subyektif, yaitu : 1. Mual
atau muntah (terutama tiga bulan pertama). 2. Sakit kepala ringan, migraine. 3. Nyeri
payudara (rasa sakit/tegang pada buah dada). 4. Tidak ada haid. 5. Kemasan baru selalu
harus tersedia setelah pil kemasan sebelumnya habis. 6. Nafsu makan bertambah. 7.
Cepat lelah. 8. Mudah tersinggung, depresi. 9.Libido bertambah/berkurang (Saifuddin,
2010). (b) Gejala-gejala obyektif, yaitu : 1. Sedikit meningkatkan berat badan. 2.
Tekanan darah meninggi. 3. Gangguan pola perdarahan yaitu menorrhagia, metrorrgia,
spotting, perdarahan diantara masa haid (lebih sering perdarahan bercak), terutama bila
lupa menelan pil atau terlambat menelan pil. 4. Perubahan pada kulit: acne, kulit
beminyak, pigmentasi/ chloasma. 5. Keputihan (flour albus). 6. Tidak dianjurkan untuk
ibu menyusui karena mengganggu jumlah dan kualitas Air Susu Ibu (ASI). 7. Tidak dapat
dipakai oleh perokok berat, atau wanita dengan tekanan darah tinggi terutama pada usia >
35 tahun. Biasanya gejala-gejala sampingan yang timbul merupakan gejala sampingan
yang ringan dan yang sering ditemukan adalah : a. Mual/muntah b. Pusing, sakit kepala c.
Nyeri/tegang pada buah dada
Sesuai dengan komitmen-komitmen global dan nasional juga selaras dengan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2015-2019, tiga kelompok kerja di
bawah Komite FP2020 telah dibentuk. Kelompok kerja tersebut adalah 1) Kelompok
Kerja Strategi KB (Family Planning Strategy), 2) Kelompok Kerja Hak dan
Pemberdayaan, dan 3) Kelompok Kerja Data. Kelompok Kerja Strategi KB secara khusus
bertujuan untuk mengembangkan suatu kerangka strategi KB nasional berbasis hak yang
dibangun berdasarkan kebijakan dan strategi yang ada. Sementara itu, Kelompok Kerja
Hak dan Pemberdayaan berperan untuk memastikan bahwa strategi yang disusun berbasis
hak, dengan mengidentifikasi hambatan dalam pemenuhan hak serta berbagai kesempatan
untuk meningkatkan program KB. Kelompok kerja ini juga bertanggungjawab untuk
memantau pelaksanaan strategi untuk menjamin tidak terjadinya pelanggaran hak.
Strategi KB Berbasis Hak ini merupakan strategi operasional yang disusun dengan
mengacu kepada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun
2015- 2019 serta diselaraskan dan dijabarkan berdasarkan prinsip-prinsip hak asasi
manusia. Pendekatan strategi ini bersifat koordinasi lintas program dan lintas sektor.
Strategi ini akan berfungsi untuk memberikan langkah-langkah strategis bagi pelaksanaan
upaya program KB di Indonesia bagi lintas program, lintas sektor, lembaga swadaya
masyarakat dan pihak swasta dalam upaya mereka melaksanakan program keluarga
berencana di Indonesia. Fokus strategi ini adalah koordinasi lintas sektor dan lintas
program. Dalam mengembangkan strategi ini, perwakilan dari berbagai sektor, organisasi
profesional, ahli, dan akademisi telah terlibat. Program KB berkontribusi penting dalam
meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Upaya program KB di dalam RPJMN berkaitan
dengan arah kebijakan dan strategi berbagai sektor pemerintah, dimana Kemenkes dan
BKKBN adalah dua institusi yang memegang peranan sangat penting. Upaya program
KB di dalam RPJMN berlandaskan pada prinsipprinsip hak yang meliputi akses ke
pelayanan berkualitas, keadilan dalam akses yang menjamin terpenuhinya akses
kelompok rentan, transparansi dan akuntabilitas, sensitivitas gender dan sensitivitas
budaya. s dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development
Goals/SDGs)meningkatkan. Lima upaya program keluarga berencana yang bersifat lintas
sektor dan tertuang di dalam RPJMN adalah: 1. Peningkatan pelayanan KB 2. Penguatan
advokasi dan komunikasi perubahan perilaku 3. Penguatan informasi keluarga berencana
dan konseling untuk kelompok muda 4. Pengembangan keluarga 5. Manajemen (data dan
informasi, kajian, penelitian, regulasi dan institusionalisasi) Strategi KB Berbasis Hak
adalah penjabaran lebih lanjut dari upaya program KB di dalam RPJMN. Strategi
berfokus untuk melindungi hak masyarakat, baik perempuan maupun lakilaki, atas
pelayanan KB secara sukarela
Pada periode tahun 1991 – 2012, angka pemakaian kontrasepsi (CPR) meningkat dari 49
persen menjadi 62 persen. Selama periode ini, ada perubahan besar dalam pemilihan
metode kontrasepsi dengan terjadinya peningkatan yang dramatis pada proporsi
perempuan yang menggunakan kontrasepsi suntik, sementara penggunaan metode
kontrasepsi jangka panjang seperti AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim) menurun.
Metode kontrasepsi permanen seperti sterilisasi (pada laki-laki dan perempuan) dan
pemakaian kondom juga tetap rendah. Selain metode modern, metode tradisional
digunakan oleh sekitar 4 persen dari para perempuan yang sudah menikah, pada tahun
2012.Angka pemakaian kontrasepsi nasional (CPR) pada tidak mengalami perubahan
yang signifikan selama dua dekade terakhir dengan beberapa provinsi justru mengalami
penurunan dalam pemakaian kontrasepsi. SDKI tahun 2012 melaporkan angka CPR
sebesar 61,9 persen untuk semua metode pada wanita menikah
Kajian yang dilakukan oleh UNFPA pada tahun 2012 (UNFPA, 2012) menunjukkan
banyak tantangan yang dihadapi pemerintah kabupaten/kota dalam melaksanakan
program keluarga berencana. Tantangan-tantangan tersebut meliputi tidak tersedianya
para petugas lapangan keluarga berencana (PLKB/PKB), kurangnya kapasitas pengelola
program, dan terbatasnya pendanaan untuk program keluarga berencana. Rendahnya
kapasitas pengelola program keluarga berencana di tingkat kabupaten/kota telah
diidentifikasi sebagai tantangan utama, bahkan untuk kabupaten/kota yang memiliki
Badan Kependudukan Keluarga Berencana Daerah yang berfungsi penuh dan
independen. Disamping itu, masalah penting lain yang dihadapi oleh kabuipaten/kota
adalah ketersediaan PLKB/PKB. Seorang PLKB/PKB sedianya bertanggung jawab untuk
mengelola sebanyak-banyaknya 2 desa. Namun, saat ini perbandingan PLKB/PKB
dengan jumlah desa yang ditanganinya sangat bervariasi dengan rasio yang sangat rendah
di sebagian besar kabupaten/kota, terutama di wilayah timur Indonesia, dimana rata-rata
1 orang PLKB/PKB melayani 3,6 desa. Kemampuan dan kapasitas Organisasi Perangkat
Daerah KB (OPD KB) untuk memberikan advokasi kepada para pembuat keputusan
anggaran di kabupaten/kota, seperti Walikota/ Bupati, Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah (Bappeda), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) juga masih terbatas,
sebagaimana dilaporkan dalam hasil kajian. Tingginya pergantian staf dan perpindahan
posisi kerja ke tempat yang berbeda, latar belakang pendidikan yang tidak sesuai, dan
kurangnya pengalaman kerja dalam program keluarga berencana merupakan sebagian
dari temuan-temuan utama yang berulang kali ditemukan di banyak kabupaten/kota. Hal
ini berkontribusi pada rendahnya alokasi dana untuk program keluarga berencana
Berdasarkan analisa situasi di atas, berikut ini disampaikan isu-isu penting terkait capaian
dan pelaksanaan program KB yang perlu mendapat perhatian. Angka fertilitas (TFR)
yang relatife tidak menurun dan cenderung mengalami stagnasi, serta kesenjangan antara
fertilitas yang diinginkan dan fertilitas yang sebenarnya yang belum dapat dipenuhi.
Dalam dua decade terakhir, TFR mengalami stagnasi pada level 2,6 per perempuan dan
fertilitas yang diinginkan 2,3 persen lebih rendah dibandingkan dengan fertilitas
sebenarnya yang mencerminkan bahwa belum terpenuhinya seluruh kebutuhan KB.
Kesenjangan pada cakupan: - Tren CPR (tingkat pemakaian kontrasepsi) yang mengalami
stagnasi untuk metode modern dan kebutuhan yang tidak terpenuhi - Kontrasepsi
method-mix menunjukkan kecenderungan lebih tinggi untuk pemakaian metode jangka
pendek dan rendahnya penggunaan metode jangka panjang dan metode permanen oleh
perempuan yang tidak ingin menambah jumlah anak lagi dan berusia di atas 30 tahun.
Kesenjangan keadilan - Kesenjangan yang nyata antara kelompok kaya dan miskin -
Lambannya peningkatan indikator KB di berbagai provinsi terpilih sejak 1994 (disparitas
geografis). Kesenjangan dalam penyediaan pelayanan - Kesenjangan dalam manajemen
rantai pasok alokon - Kesenjangan dalam penjaminan kualitas kontrasepsi - Kesenjangan
kualitas yang terkait dengan informasi, informed choice, akses terhadap pelayanan,
kurangnya integrasi dengan pelayanan lain, keberlangsungan pelayanan, kurangnya
keterampilan penyedia pelayanan kesehatan, supervisi, dan tidak cukupnya suplai dan
infrastruktur - Kesenjangan dalam kualitas dan akurasi data - Kesenjangan dalam
pembiayaan pada tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota serta pemanfaatan anggaran
yang terbatas Kesenjangan dalam sistem - Dampak desentralisasi dengan masih
kurangnya kapasitas administrasi untuk mengelola dan melakukan advokasi untuk
program KB
Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Berencana Salah satu sasaran pembangunan
sektor kependudukan dan keluarga berencana adalah penurunan angka fertilitas total
dimana program KB yang adil dan berkualitas berperan sangat penting. Di dalam RPJMN
2015-2019, program keluarga berencana tertuang di arah kebijakan berikut ini: 1.
Penguatan dan pemaduan kebijakan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi yang merata
dan berkualitas, baik antar sektor maupun antara pusat dan daerah, utamanya dalam
sistem SJSN Kesehatan, dengan menata fasilitas kesehatan KB;
2. Penyediaan sarana dan prasarana serta jaminan ketersediaan alat dan obat kontrasepsi
yang memadai di setiap fasilitas kese-hatan KB dan kesehatan reproduksi serta jejaring
pelayanan, yang didukung oleh pendayagunaan fasilitas pelayanan kesehat-an untuk
pelayanan KB (persebaran fasilitas kesehatan pelayan-an KB, baik pelayanan KB statis
maupun mobile/ bergerak); 3. Peningkatan pelayanan KB dengan penggunaan metode
kontrasepsi jangka panjang untuk mengurangi resiko drop-out, dan peningkatan
penggunaan metode jangka pendek dengan membe-rikan informasi secara kontinyu untuk
keberlangsungan ber-KB serta pemberian pelayanan KB lanjutan dengan mempertim-
bangkan prinsip rasional, efektif, dan efisien. Disamping itu juga dilakukan peningkatan
pelayanan pengayoman dan penanganan KB pasca persalinan, pasca keguguran dan
penanganan kompli-kasi dan efek samping; 4. Peningkatan jumlah dan penguatan
kapasitas tenaga lapangan KB dan tenaga kesehatan pelayanan KB, serta penguatan lem-
baga di tingkat masyarakat untuk mendukung penggerakan dan penyuluhan KB; 5.
Advokasi program kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga
kepada para pembuat kebijakan, serta promosi dan penggerakan kepada masyarakat
dalam penggu-naan alat dan obat kontrasepsi KB, baik dengan keutamaan menggunakan
metode kontrasepsi jangka panjang maupun metode kontrasepsi jangka pendek dengan
tetap menjaga keberlangsungan pemakaian kontrasepsi; 6. Peningkatan pengetahuan dan
pemahaman kesehatan reproduksi bagi remaja melalui pendidikan dan sosialisasi
mengenai pentingnya Wajib Belajar 12 tahun dalam rangka pendewasaan usia
perkawinan, dan peningkatan intensitas layanan KB bagi pasangan usia muda guna
mencegah kelahiran di usia remaja; 7. Pembinaan ketahanan dan pemberdayaan keluarga
melalui kelompok kegiatan bina keluarga dalam rangka melestarikan kesertaan ber-KB
dan memberikan pengaruh kepada keluarga calon akseptor untuk ber-KB. Selain itu juga
dilakukan penguatan fungsi keluarga dalam membentuk keluarga kecil bahagia dan
sejahtera; dan 8. Penguatan landasan hukum, kelembagaan, serta data dan informasi
kependudukan dan KB.