Anda di halaman 1dari 22

Ghina Nurul Tasha

180610073

MODUL 6

KONTRASEPSI DAN INFERTILITAS

SKENARIO 6 : Ingin Hamil


Ny. Risna ,38 tahun sedang sangat berbahagia karena saat ini hamil anak kedua setelah
menunggu selama 7 tahun sejak kelahiran anak pertama. Setelah usia kehamilan aterm, dokter
menyarankan risna untuk melahirkan anaknya dengan operasi sectio secarea seperti persalinan
anak pertama karena Ny.Risna menderita asma bronkial, untuk meminimalkan komplikasi yang
mungkin terjadi pada ibu maupun janin. Ny.Risna dan suaminya disarankan tidak menambah
anak lagi setelah persalinannya nanti dikarenakan usianya pada saat ini dan asma yang
dideritanya namun mereka masih bingung dalam memilih alat kontrasepsi. Lain hal dengan
Ny.Kusuma 35 tahun sudah 10 tahun menikah dan belum memiliki anak, ia ingin mencoba
teknologi invitro fertilization, ia pun datang ke klinik dokter spesialis kandungan bersama
suaminya untuk berkonsultasi mengenai kemungkinan dirinya memiliki anak dengan metode
tersebut. Dari anamnesis diketahui bahwa di awal perkawinannya, karena alasan pekerjaan Ny.
Kusuma menunda memiliki anak dengan menggunakan kontrasepsi hormonal jenis suntik. Sejak
7 tahun terakhir, Ny.Kusuma tidak lagi menggunakan kontrasepsi tersebut akan tetapi belum
juga dikaruniai anak. Ibu Ny.Kusuma pernah mengatakan untuk tidak menunda memiliki anak
dengan menggunakan kontrasepsi, karena berisiko mandul. Ny.Kusuma bertanya apakah benar ia
mandul, dan apakah itu disebabkan oleh kontrasepsi yang digunakan sebelumnya? Ia juga
bertanya tentang bagaimana kemungkinan keberhasilan dilakukannya inseminasi buatan?
Bagaimana anda menjelaskan kondisi Ny.Risna dan Ny.Kusuma?

JUMP 1 : TERMINOLOGI
1. Kontrasepsi : metode atau alat yang digunakan untuk mencegah kehamilan. Ada berbagai
jenis kontrasepsi, masing-masing dengan manfaat dan kekurangannya masing-masing.
2. Kehamilan Aterm : Periode kehamilan yang sedang dijalani oleh ibu hamil tepat waktu.
3. Invitro fertilization : proses pembuahan dengan cara mengekstraksi telur, mengambil sampel
sperma, kemudian menggabungkan telur dan sperma secara manual pada wadah kaca di
laboraturium.

JUMP 2 RUMUSAN MASALAH


1. Apakah ada hubungan umur dengan kondisi Ny. Risna?
2. Mengapa dokter menyarankan ny risna untuk sc ?
3. Mengapa dokter tidak membolehkan ny risna untuk hamil lagi ?
4. Alat kontrasepsi yang dapat dipakai oleh ny risna sesuai keadaannya ?
5. Apa saja jenis-jenis dari kontrasepsi?
6. Apa saja indikasi dilakukannya Invitro fertilization?
7. Bagaimana pengaruh KB yang digunakan Ny. Kusuma dengan keadaannya?
8. Apa saja factor yang mempengaruhi seorang wanita mengalami infertilitas?
9. Pemeriksaan yg dapat dilakukan untuk mendiagnosis ada atau tdk adanya infertilitas?

JUMP 3 HIPOTESA

1. Hubungan usia dengan keadaan Ny. Risna yang berusia >35 th, keadaan tsb.
tidak memungkinkan seseorang melahirkan secara normal. Dan juga kondisi
asma bronkial pada Ny. Risna juga tidak memungkinkan melahirkan secara
normal makanya disarankan melakukan SC.
2. bertujuan untuk menghindari komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi pada
Ny.Risna karena kehamilannya di nilai cukup beresiko yang di karenakan
mengandung pada usia lebih dari 35 Tahun,dimana semakin tua usia seseorang
maka akan semakin menurun pula kontraksi dan elastisitas otot
Rahim,kemudian juga di dukung oleh kondisi Ny.Risna yang juga mengalami
kondisi Asma Bronkial.
3. Pengaruh factor usia yang sudah mencapai >35 tahun mempengaruhi elastisitas
otot-otot rahimnya. Dan juga karena kondisi penyakit Ny. Risna sendiri asma
bronkial makanya disarankan SC.
4. Kontrasepsi yang dapat digunakan yaitu pil KB yang merupakan alat
kontrasepsi yang cocok bagi wanita yang ingin menunda kehamilan diatas usia
>35 tahun.
5. Hormonal : Suntik Kb atau pil Kb.
Alat : kondom
Implant
Spermisida
IUD/spiral
6. Pada pria, IVF adalah adanya faktor infertilitas pria seperti menurunnya jumlah
dan atau motilitas sperma.
Pada wanita ivf adalah :
- Wanita berusia ≥40 tahun yang infertile
- Memiliki masalah ovarium, seperti gangguan ovulasi, insufisiensi ovarium,
dan sel telur yang abnormal
- Masalah pada tuba falopii, seperti kerusakan, obstruksi, atau sudah diangkat
- Masalah uterus seperti fibroid uterus
- Pasien wanita berusia ≥35 tahun dengan pasangan pria yang memiliki
normalitas morfologi sperma <5%
Kelainan genetik
7. sisa kontrasepsi hormonal masih tersimpan di jaringan lemak ny kusumma
sehingga itu bisa mengakibatkan irreversibel dan ny risna blm hamil hingga
skarang.
8. - Usia
- merokok
- BB
- infertilitas tanpa sebab tertentu
9. - Pemeriksaan kesubuan : px fisik, ginekologi
- Px darah untuk mengukur tingkat hormone
- Px cadangan sel telur pada ovarium
- Tes pencitraan seperti USG panggul
- Histerosalpingografi (HSG) : dapat digunakan untuk mendeteksi sumbatan
tuba proksimal maupun distal, adanya salpingitis ismika nodosa, adhesi
perituba, serta hidrosalping. Nilai prediksi positif HSG adalah sekitar 38%
sementara nilai prediksi negatifnya sekitar 94%. Hal ini berarti bila hasil
HSG menunjukkan tuba paten, maka hasil tersebut dapat dipercaya dengan
cukup baik. Sebaliknya bila hasil HSG menunjukkan adanya obstruksi tuba,
maka diperlukan evaluasi lanjut untuk mengkonfirmasi hal tersebut.
JUMP 4 SKEMA

KONTRASEPSI & INFERTILITAS

Kontrasepsi Infertilitas

Jenis-jenis dan alat Teknologi


kontrasepsi Reproduksi
berbantu

Program pemerintah
untuk KB

JUMP 5 LO
1. Infertilitas
2. Teknologi Reproduksi Berbantu
3. Kontrasepsi dan Alat Kontrasepsi
4. Program Pemerintah untuk KB
1. Infertilitas
Infertilitas memiliki beberapa definisi yang seringkali digunakan dalam berbagai konteks
yang berbeda. Definisi infertilitas secara klinis menurut World Trade Organization
(WHO) adalah ketidakmampuan pasangan untuk memperoleh kehamilan setelah 12 bulan
atau lebih melakukan hubungan seksual tanpa perlindungan kontrasepsi. Definisi klinis
ini digunakan untuk deteksi dini dan kepentingan terapi pada infertilitas. Definisi tersebut
didasarkan pada riwayat medis seseorang sebelumnya dan tes diagnostik yang menunjang
secara klinis untuk menentukan terapi sesuai indikasi. Definisi infertilitas secara klinis
dapat digunakan untuk memantau kasus infertilitas, tetapi kurang tepat jika digunakan
sebagai istilah dalam studi populasi. Oleh karena itu, secara demografis istilah infertilitas
diartikan sebagai ketidakmampuan wanita dalam usia reproduksinya untuk memperoleh
kelahiran hidup dalam kurun waktu 5 tahun dalam situasi yang mendukung
kehamilan.Pada definisi ini, kelahiran bayi yang hidup menjadi tolak ukur dalam
penentuan infertilitas.

Hingga saat ini, tingginya angka infertilitas masih menjadi permasalahan di dunia.Studi
yang dilakukan pada tahun 2006 menyatakan bahwa 72,4 juta wanita di dunia mengalami
infertilitas. Sementara itu, menurut studi pada tahun 2010, , 48,5 juta pasangan di
dunmengalami masalah infertilitas. Perbedaan ini dikarenakan pada studi yang dilakukan
pada tahun 2006 menggunakan algoritmayang berbeda dan menggunakan sumber data
yang lebih sedikit dibandingkan dengan studi yang dilakukan pada tahun 2010l. Studi
lainnya yang dilakukan pada tahun 2008 menyatakan bahwa sekitar 8% – 12% pasangan
usia reproduktif di dunia mengalami masalah infertilitas, dengan rata-rata prevalensi
dunia yaitu sebesar 9%. Insidensi infertilitas dikaitkan dengan perbedaan geografis. Di
beberapa negara di barat Afrika, tingkat infertilitas mencapai 50%, sedangkan di barat
Eropa tingkat infertilitas berkisar 12%. Penyebab infertilitas juga dikaitkan dengan
perbedaan geografis. Faktor risiko infertilitas paling umum di negara-negara bagian barat
adalah usia, sedangkan di Afrika adalah penyakit menular seksual. Distribusi penyebab
infertilitas yang hampir sama ditemukan di Asia, Amerika Latin, Timur Tengah, tetapi
berbeda dengan Afrika yang mayoritas penyebab infertilitas pada wanita adalah faktor
tuba. PID karena penyakit menular seksual adalah penyebab utama infertilitas karena
masalah pada tuba

Infertilitas pada wanita menjadi faktor penyebab infertilitas pada pasangan sebesar 40%.
Berdasarkan studi yang dilakukan WHO, penyebab infertilitas pada wanita diantaranya:
faktor tuba 36%, ovulatory disorders 33%, endometriosis 6%, dan tidak diketahui sebesar
40%.
1) Gangguan Ovulasi
Gangguan pada ovulasi merupakan penyebab infertilitas yang cukup sering, yaitu
berkisar 30% - 40% dari semua kasus infertilitas pada wanita. Periode ovulasi normal
pada wanita adalah 25 – 35 hari, dengan periode paling sering yang dialami mayoritas
wanita adalah 27 – 31 hari. Gejala utama yang perlu diamati untuk mendiagnosis
faktor ovulasi sebagai penyebab infertilitas meliputi anovulasi dan oligo-ovulasi.
Anovulasi merupakan suatu kondisi tidak terjadinya ovulasi pada wanita, sedangkan
oligo-ovulasi merupakan istilah yang menggambarkan ketidakteraturan ovulasi.21
Kasus anovulasi 90% disebabkan oleh polycystic ovaries syndrome (PCOS). Pada
PCOS, androgen diproduksi dalam jumlah besar, yang diikuti oleh tingginya kadar
luteinizing hormone (LH) dan rendahnya kadar follicle-stimulating hormone (FSH)
Hal tersebut menyebabkan hambatan dalam pematangan folikel.4 Manifestasi klinis
pada PCOS dapat berupa siklus menstruasi tidak normal (amenorea atau
oligomenorea), hirsutisme, obesitas, dan timbulnya jerawat
2) Faktor Tuba, Paratuba, dan Peritoneal Penyebab lain infertilitas adalah faktor tuba
fallopi, paratuba dan peritoneal. Faktor tuba dan peritoneal menjadi 30%- 40%
penyebab infertilitas pada wanita. Faktor tuba meliputi kerusakan maupun obstruksi
pada tuba fallopi dan biasanya terkait dengan riwayat PID, operasi tuba dan operasi
pelvis. Faktor peritoneal meliputi adhesi perituba dan periovarium, yang biasanya
merupakan akibat dari PID, operasi, maupun endometriosis. PID akibat penyakit
menular seksual yang ditransmisikan oleh mikroorganisme seperti gonococcus dan
chlamydia adalah penyebab utama infertilitas karena faktor tuba. Infeksi berulang
akan menyebabkan perubahan pada mukosa tuba fallopi, adhesi intratubular, dan
obstruksi pada bagian distal tuba fallopi. Riwayat PID berkaitan dengan peningkatan
risiko infertilitas. Suatu studi meyatakan bahwa riwayat PID pertama, kedua, dan
ketiga kali, berturut-turut memiliki risiko infertilitas sebesar 12%, 23%, dan 54%
3) Gangguan pada Uterus Gangguan pada uterus dapat memengaruhi infertilitas, seperti
abnormalitas bentuk uterus dan septum intrauterin. Abnormalitas pada uterus yang
memengaruhi infertilitas meliputi polip endometrium, fibroid submukosa, anomali
duktus mulleri, dan defek pada fase luteal. Diagnosis dan terapi terhadap
abnormalitas pada uterus dapat meningkatkan keberhasilan terapi pada pasien infertil.
4) Hormonal Ketidakseimbangan hormonal dapat memengaruhi infertilitas melalui
sekresi gonadotrophin- releasing hormone (GnRH) oleh hipotalamus, sehingga akan
menginduksi kelenjar hipofisis yang dapat mengontrol kelenjar lainnya di tubuh.
Kelainan hormonal dapat memengaruhi ovulasi, seperti pada hipertiroidisme,
hipotiroidisme, PCOS, dan hiperprolaktinemia. Perubahan hormonal pada aksis
hipothalamus-hipofisis-adrenal dapat dipengaruhi oleh stress. Sebuah studi pada
wanita infertil akibat endometriosis menyatakan bahwa terjadi peningkatan kadar
prolaktin pada wanita infertil. Hiperprolaktinemia menyebabkan infertilitas dengan
cara menghambat GnRH. Hambatan pada sekresi GnRH selanjutnya akan
menghambat hormon yang berperan dalam aktivitas reproduksi wanita, seperti LH
dan FSH.
5) Perubahan Masa Tubuh Perubahan masa tubuh diketahui memiliki pengaruh terhadap
terjadinya infertilitas. Banyaknya lemak tubuh menyebabkan meningkatnya produksi
estrogen yang diinterpretasikan tubuh sebagai kontrasepsi, sehingga menurunkan
kesempatan untuk mendapatkan kehamilan. Suatu penelitian menyebutkan bahwa
Indeks Masa Tubuh (IMT) ≥ 29,5 berhubungan dengan peningkatan risiko infertilitas.
6) Usia Seiring bertambahnya usia, laju konsepsi menurun sebagai akibat dari menurunn
ya kualitas dan jumlah ovum. Hal ini mengakibatkan kesempatan hamil menurun 3%
– 5% per tahun setelah usia 30 tahun dan akan lebih besar penurunannya setelah usia
40 tahun.

Definisi pria infertil merujuk pada ketidakmampuan pria dengan pasangannya yang
fertil untuk memperoleh kehamilan. Infertilitas pada pria menjadi penyebab 40% -
50% kasus infertilitas pada pasangan infertil.26 Infertilitas pada pria disebabkan
karena banyak faktor, dari proses gametogenesis hingga ejakulasi, abnormalitas
genetik, infeksi, defek struktural, ketidakseimbangan hormonal, dan faktor
lingkungan. Baru-baru ini, reactive oxygen species (ROS) juga dikaitkan dengan
penyebab kerusakan sperma sebesar 30% - 80% kasus.6 Sekitar 30% - 40% penyebab
infertilitas pada pria tidak diketahui penyebabnya. Pada kasus ini pria tidak memiliki
riwayat medis terkait infertilitas, menunjukan tanda-tanda normal pada pemeriksaan
fisik, endokrin, genetik, dan tes laboratorium. Namun, pada analisis semen ada
kemungkinan didapatkan temuan patologis.
1) Penyebab Pre-testikuler
Penyebab pre-testikuler meliputi kondisi yang tidak mendukung bagi testis,
kondisi hormonal yang buruk, dan kesehatan fisik yang buruk. Pengaruh obat-
obatan juga dapat memengaruhi kondisi hormonal pada pria, seperti cimetidine
dan spironolactone yang dapat menurunkan kadar FSH, yang bekerja pada sel
Sertoli untuk meningkatkan spermatogenesis. Selain pengaruh obat-obatan, gaya
hidup seperti konsumsi alkohol, ganja, dan merokok dapat menurunkan fertilitas
pria.26,28 Sebuah studi menyebutkan bahwa rokok menyebabkan penurunan
enzim superoxide dismutase pada semen, yang berperan pada jalur stress
oksidatif. Superoxide dismutase berkorelasi dengan jumlah dan durasi merokok;
penurunan volume, jumlah, dan motilitas sperma pada perokok.
2) Penyebab Testikuler Penyebab testikuler meliputi faktor-faktor yang
memengaruhi kualitas dan kuantitas semen yang diproduksi testis. Faktor-faktor
yang memengaruhi kualitas dan kuantitas semen tersebut diantaranya adalah usia,
defek pada kromosom Y (Sindrom Klinifelter), neoplasma, infeksi mumps virus,
dan penyebab idiopatik.
3) Penyebab Post-testikuler Penyebab post-testikuler memengaruhi sistem genitalia
pria setelah produksi sperma. Faktor tersebut meliputi gangguan ejakulasi, seperti
ejakulasi retrograde, anejakulasi dan obstruksi Vas deferens. Selain itu, infeksi
pada organ genitalia pria, seperti prostitis, juga dapat menjadi faktor penyebab
post-testikuler
Infertilitas dapat dibedakan menjadi primer maupun sekunder. Infertilitas primer
terjadi jika wanita belum pernah memperoleh kehamilan atau pernah memperoleh
kehamilan tanpa kelahiran bayi yang hidup. Infertilitas sekunder terjadi pada wanita
yang sebelumnya pernah memperoleh kehamilan dengan kelahiran hidup

2. Teknologi reproduksi berbantu

Pada dasarnya proses pembuahan yang alami terjadi dalam rahim manusia melalui cara
yang alami pula (hubungan seksual). Akan tetapi pada kondisi tertentu pembuahan alami
ini terkadang sulit terwujud dikarenakan adanya salah satu pasangan yang mengalami
infertilitas sehingga tidak dapat mendatangkan keturunan. Teknologi reproduksi buatan
adalah metode penanganan terhadap sel gamet (ovum, sperma) serta hasil konsepsi
(embrio) sebagai upaya untuk mendapatkan kehamilan di luar cara-cara alami, tidak
termasuk kloning atau duplikasi manusia. Teknik ini merupakan bagian dari pengobatan
infertilitas. Infertilitas dikatakan sebagai kelainan atau kondisi sakit dalam masalah
reproduksi. Manusia pada dasarnya mempunyai hak untuk bebas dari sakit. Apabila
infertilitas merupakan manifestasi dari sakit maka semua manusia mempunyai hak untuk
bebas dari kondisi infertil atau dengan kata lain berhak untuk bereproduksi. Teknologi
reproduksi buatan digunakan untuk mengatasi infertilitas ini, dimana apabila reproduksi
secara alami tidak memungkinkan dilakukan maka teknik reproduksi buatan dapat
diterapkan. Teknologi ini memberi kesempatan kepada pasangan suami istri yang
memiliki masalah dengan proses reproduksi untuk memiliki keturunan yang tetap berasal
dari benih mereka. Hak reproduksi tidak hanya berarti hak untuk memperoleh keturunan,
tetapi lebih luas lagi berarti hak untuk hamil atau tidak hamil, hak untuk menentukan
jumlah anak, hak untuk mengatur jarak kelahiran. Teknologi Reproduksi Buatan
mencakup setiap fertilisasi yang melibatkan manipulasi gamet (sperma, ovum) atau
embrio diluar tubuh serta pemindahan gamet atau embrio ke dalam tubuh manusia.
Teknik bayi tabung (In Vitro Fertilization) dan teknik ibu pengganti (Surrogate Mother)
termasuk dalam Teknologi Reproduksi Buatan ini. Berdasarkan teknik yang digunakan,
teknologi reproduksi buatan pada manusia dikelompokkan menjadi empat metode; yaitu :
In Vitro Fertilization (IVF), Zygote IntraFallopian Transfer (ZIFT), Intra Cytoplasmic
Sperm Injection (ICSI) dan Gamete IntraFallopian Transfer (GIFT). Pada
perkembangannya teknologi reproduksi buatan semakin berkembang menjadi beberapa
teknik sebagai berikut :

1. In Vitro Fertilization & Embryo Transfer (IVF & ET) Yaitu prosedur pembuahan
ovum dan sperma di laboratorium yang kemudian dilanjutkan dengan pemindahan
embrio ke dalam uterus (rahim)
2. Zygote Intrafallopian Transfer (ZIPT) Yaitu prosedur pemindahan zigot sebagai hasil
dari IVF ke dalam saluran tuba fallopi dengan tujuan agar zigot tumbuh dalam
saluran tuba fallopi
3. Intra Cytoplasmic Sperm Injection (ICSI) Adalah sebuah metode yang dikembangkan
untuk membantu pasangan infertilitas di pihak pria. Metode ini dilakukan dengan cara
menyuntikkan sel sperma tunggal ke dalam satu sel telur yang matang dengan
menggunakan bantuan sebuah pipet khusus yang kemudian ditransplantasikan ke
dalam rahim. Metode ini meningkatkan kemungkinan terjadinya pembuahan pada
kasus-kasus adanya ketidaknormalan dalam jumlah dan kualitas sperma.
4. Gamete Intrafallopian Transfer (GIFT) Adalah prosedur memindahkan ovum yang
telah diaspirasi dari ovarium bersama dengan sejumlah sperma langsung ke dalam
saluran tuba fallopi. Metode ini hampir sama dengan metode in Vitro Fertilization
(IVF). Yang menjadi perbedaan antara GIFT dan IVF adalah, pada metode GIFT,
pembuahan antara sel telur dan sel sperma tidak berlangsung dilaboratorium
melainkan secara alami di dalam saluran fallopi pasien. Jadi setelah sel sperma dan
sel telur dikumpulkan dalam sebuah tabung kateter, sel sperma dan sel telur tersebut
dimasukkan kedalam saluran fallopi pasien agar terjadi pembuahan secara alami

Surrogate Mother secara harfiah disamakan dengan istilah “ibu pengganti” atau “ibu
wali” . Maksudnya yaitu seorang wanita yang bersedia mengandung janin hingga
lahir yang benihnya (sperma dan ovum) berasal dari orang lain (suami-istri).
Kamudian setelah anak itu lahir deserahkan kepada pasangan suami istri pemilik
benih. Sementara itu dalam Collins English Dictionary sebagaimana dikutip dalam
jurnal Surrogate Motherhood – Ethical or Commercial (India, Centre for Social
Research) istilah Surrogate Mother diartikan “a woman who bears a child on behalf
of a couple unable to have a child, either by artificial insemination from the man or
implantation of an embryo from the woman . (seorang wanita yang mengandung anak
atas nama pasangan yang tidak memiliki anak, baik dengan inseminasi buatan dari
pria atau implantasi embrio dari wanita)

Tahap Pelakasanaan Surrogate Mother (Sewa Rahim) :

1. In Vitro Fertilization (IVF) dan Embrio Transfer (ET) Sebagaimana diterangkan di


atas bahwa penggunaan rahim wanita lain untuk membesarkan janin dari benih orang
lain dalam hal ini adalah pasangan suami istri yaitu menggunakan teknik In Vitro
Fertilization. Maka, di sini akan diterangkan terlebih dahulu mengenai teknik
pembuahan di luar cara alamiah dengan menggunakan teknik In Vitro Fertilization
(IVF). Proses pembuahan yang terjadi dalam In Vitro Fertilization (IVF) atau yang
dikenal dengan Bayi Tabung secara garis besar adalah sebagai berikut:

Tahap pertama :
Tahap Induksi Ovulasi Pada tahap ini dilakukan stimulasi pertumbuhan sel telur
sebanyak mungkin yang dilakukan dengan pemberian Follicle Stimulating Hormone
(FSH).Setelah dihasilkan cukup banyak sel telur, diberikan hormon human Chorion
Gonadotropin (hCG) untuk menstimulasi pelepasan sel telur yang matang. Pematangan
sel-sel telur dipantau setiap hari melalui pemeriksaan darah dan pemeriksaan
ultrasonografi (USG)

Tahap kedua : Tahap Pengambilan Sel Telur


Pada tahap ini, sel telur yang telah matang akan diambil dari ovarium11 dengan
menggunakan jarum yang runcing, kemudian dipindahkan ke dalam cawan petri12 yang
telah berisi medium pertumbuhan. Setelah dikeluarkan beberapa sel telur, kemudian sel
telur tersebut akan dibuahi dengan sel sperma suaminya yang telah diproses sebelumnya
dan dipilih yang terbaik kualitasnya.

Tahap ketiga : Fertilisasi Sel Telur. Pada tahap ini, sel sperma motil yang telah diperoleh
dari metode swim-up13 dimasukkan ke dalam cawan Petri yang telah berisi sel telur,
kemudian disimpan di dalam inkubator. Sel telur dan sel sperma yang telah dipertemukan
dilakukan pemeriksaan selama 18-20 jam kemudian. Setelah terjadi fertilisasi
(pembuahan), embrio dibiarkan di dalam inkubator selama 3 – 5 hari.

Tahap keempat : Transfer Embrio Setelah embrio hasil pembuahan tersebut terbentuk,
embrio tersebut ditransplantasikan atau dikembalikan ke dalam rahim melalui kateter
teflon14 tanpa pembiusan. Apabila dalam jangka waktu 14 hari setelah pemindahan
embrio tidak terjadi menstruasi / haid, maka dilakukan pemeriksaan air kemih untuk
menentukan adanya kehamilan. Kahamilan baru dipastikan dengan pemerikasaan
ultrasonogafi (USG) seminggu kemudian
Bentuk-bentuk kemungkinan Surrogate Mother: 1. Bentuk pertama Benih istri (ovum)
disenyawakan dengan benih suami (sperma), kemudian dimasukkan ke dalam rahim
wanita lain. Kaedah ini digunakan dalam keadaan istri memiliki benih yang baik, tetapi
rahimnya dibuang karena pembedahan, kecacatan akibat penyakiat kronik atau sebab
lainnya. 2. Bentuk kedua Sama dengan bentuk pertama, kecuali benih yang telah
disenyawakan dibekukan dan dimasukkan ke dalam rahim ibu tumpang selepas kematian
pasangan suami istri itu. 3. Bentuk ketiga Ovum istri disenyawakan dengan sperma laki-
laki lain (bukan suaminya) dan dimasukkan ke dalam rahim wanita lain. Keadaan ini
apabila suami mandul dan istri ada halangan atau kecacatan pada rahimnya tetapi benih
istri dalam keadaan baik. 4. Bentuk keempat Sperma suami disenyawakan dengan ovum
wanita lain, kemudian dimasukkan ke dalam rahim wanita lain. Keadaan ini berlaku
apabila istri ditimpa penyakit ovary dan rahimnya tidak mampu memikul tugas
kehamilan, atau istri telah mencapai tahap putus haid (menopause). Menurut Desriza
Ratman, dari keempat bentuk Surrogate Mother tersebut yang memenuhi kriteria
Surrogate Mother yang sebenarnya adalah bentuk nomor 1, 2, dan 3 yang disebut dengan
“gestational agreement” atau “getstational surrogate”.

3. Kontrasepsi dan alat kontrasepsi


Macam macam kontrasepsi
1) Metode Kontrasepsi Sederhana
2) Metode Kontrasepsi dengan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)
IUD merupakan kontrasepsi yang dimasukkan ke dalam rahim yang terbuat dari bahan
polietilen dengan atau tanpa metal atau steroid. 3 IUD sangat efektif untuk menjarangkan
kehamilan dibandingkan dengan metode kontrasepsi jangka panjang lainnya seperti
implan, tubektomi, dan vasektomi. IUD merupakan metode kontrasepsi jangka panjang
yang paling banyak digunakan dalam Program KB di Indonesia. brdasarkan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2004-2009 Departemen Kesehatan
memiliki rencana untuk meningkatkan metode kontrasepsi jangka panjang yang salah
satu metodenya adalah metode IUD. Di Indonesia KB IUD menempati posisi ketiga alat
kontrasepsi yang digunakan yaitu sebesar 6,2%, sedangkan di kota Bandung KB IUD
menempati posisi kedua setelah metode suntik dengan persentase 28,58%. IUD
merupakan kontrasepsi jangka panjang yang dimasukkan ke dalam rahim yang terbuat
dari plastik elastis yang dililit tembaga atau campuran tembaga dengan perak. Lilitan
logam menyebabkan reaksi anti fertilitas dengan jangka waktu penggunaan antara dua
hingga sepuluh tahun dengan metode kerjanya mencegah masuknya spermatozoa ke
dalam saluran tuba. IUD dapat dibedakan menjadi empat jenis: (1) Copper-T, jenis ini
berbentuk huruf T yang terbuat dari polietilen yang bagian vertikalnya diberi lilitan kawat
tembaga halus. Lilitan tembaga ini memiliki efek anti fertilitas yang cukup baik. Jenis ini
melepaskan levonorgestrel dengan konsentrasi yang rendah selama minimal lima tahun.
Dari hasil penelitian menunjukkan efektivitas yang tinggi dalam mencegah kehamilan
yang tidak direncanakan maupun perdarahan menstruasi. Kerugian metode ini adalah
tambahan terjadinya efek samping hormonal dan amenorrhea. (2) Copper-7, berbeda
dengan Copper-T, jenis IUD ini memiliki bentuk seperti angka “7” dimana memiliki
ukuran diameter batang vertikal 32 mm dan dililit kawat tembaga dengan luas permukaan
200 mm2 . Fungsi bentuk seperti angka “7” ini memudahkan dalam pemasangan
kontrasepsi. (3) Multi Load, jenis Multi Load terbuat dari polietilen dengan dua tangan,
kanan dan kiri, berbentuk seperti sayap yang fleksibel. Jenis ini memiliki panjang 3,6 cm
dari atas hingga bawah dan lilitan kawat tembaga memiliki luas permukaan 256 mm2
atau 375 mm2 . Multi Load memiliki tiga ukuran yaitu standar, small, dan mini. (4)
Lippes Loop, merupakan jenis yang terbuat dari polietilen berbentuk spiral atau huruf S
bersambung. Lippes Loop terdiri dari empat jenis yang berbeda menurut ukuran panjang
bagian atasnya, yaitu tipe A berukuran 25 mm dengan benang berwarna biru, tipe B
berukuran 27,5 mm dengan benang berwarna hitam, tipe C berukuran 30 mm dengan
benang berwarna kuning, dan tipe D berukuran 300 mm dengan benang berwarna putih
dan tebal. Lippes Loop memiliki angka kegagalan yang rendah. Keuntungan lain dari
pemakaian jenis ini adalah apabila terjadi perforasi jarang menyebabkan luka atau
penyumbatan usus, sebab terbuat dari bahan plastik. Jenis ini merupakan IUD yang
banyak digunakan. IUD memiliki cara kerja yang menghambat kemampuan sperma
untuk masuk kedalam tuba falopii, mempengaruhifertilisasi sebelum ovum mencapai
cavum uteri, mencegah sperma dan ovum bertemu karena jalannya terhalangi, dan
memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus.8 Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa terdapat keuntungan dari penggunaan kontrasepsi ini, antara lain: 10
efektifitasnya tinggi sekitar 0,6 sampai 0,8 kehamilan per 100 perempuan, kegagalan
dalam 125 sampai 170 kehamilan; segera efektif saat terpasang di Rahim; tidak
memerlukan kunjungan ulang; tidak mempengaruhi hubungan seksual; tidak memiliki
efek samping hormonal; tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI; dapat dipasang
segera setelah melahirkan atau sesudah abortus dengan catatan tidak terjadi infeksi;
membantu mencegah kehamilan ektopik; tidak ada interaksi dengan obatobatan; dapat
digunakan hingga menopause. Sedangkan kekurangan dari penggunaan IUD antara lain:
perubahan siklus haid, periode haid lebih lama, perdarahan atau spotting antar
menstruasi, nyeri saat haid. Dalam penggunaan IUD, terdapat beberapa efek samping
serta kondisi yang tidak diperbolehkan untuk menggunakan IUD. Kondisi-kondisi yang
tidak diperbolehkan menggunakan IUD antara lain kehamilan, gangguan perdarahan,
peradangan alat kelamin, kecurigaan tumor ganas pada alat kelamin, tumor jinak rahim,
kelainan bawaan rahim, peradangan pada panggul, perdarahan uterus yang abnormal,
karsinoma organ-organ panggul, malformasi panggul, mioma uteri terutama submukosa,
dismenorhea berat, stenosis kanalis servikalis, anemia berat dan gangguan koagulasi
darah, dan penyakit jantung reumatik.Efek samping penggunaan IUD antara lain: (1)
Spotting: keluarnya bercak-bercak darah di antara siklus menstruasi, spotting akan
muncul jika sedang kelelahan dan stress. Wanita yang aktif sering mengalami spotting
jika menggunakan kontrasepsi IUD. (2) Perubahan siklus menstruasi: setelah pemasangan
IUD, siklus menstruasi menjadi lebih pendek. Siklus menstruasi yang muncul lebih cepat
dari siklus normal rata-rata yaitu 28 hari dengan lama haid tiga sampai tujuh hari,
biasanya siklus haid akan berubah menjadi 21 hari. (3) Amenorhea: tidak didapat tanda-
tanda haid selama tiga bulan atau lebih. Penanganan efek samping amenorhea adalah
memeriksa apakah sedang hamil atau tidak. Apabila tidak, berikan konseling dan
menyelidiki penyebab amenorhea apabila dikehendaki dengan posisi IUD tidak dilepas.
Sedangkan apabila hamil, jelaskan dan berikan saran untuk melepas IUD apabila
benangnya terlihat dan kehamilan kurang dari 13 minggu. Jika benang tidak terlihat atau
kehamilan lebih dari 13 minggu, IUD tidak dapat dilepas. Pasien yang sedang hamil dan
ingin mempertahankan kehamilan tanpa melepas IUD maka dapat diberikan penjelasan
mengenai resiko kemungkinan terjadinya kegagalan kehamilan dan infeksi, serta
perkembangan kehamilan harus lebih diamati dan diperhatikan. (4) Dismenorhea:
munculnya rasa sakit menstruasi tanpa penyebab organik. Penanganan dismenorhea
adalah memastikan dan menegaskan adanya penyakit radang panggul (PRP) dan
penyebab lain dari kram otot perut, serta menanggulangi penyebabnya apabila ditemukan.
Berikan analgesik apabila tidak ditemukan penyebabnya untuk sedikit meringankan rasa
sakit. Pasien yang sedang mengalami kram otot perut yang berat, hendaknya melepas
IUD dan membantu pasien untuk menentukan metode kontrasepsi yang lain. (5)
Menorrhagia: perdarahan berat secara berlebihan selama haid atau menstruasi (masa haid
lebih dari delapan hari). Memastikan dan menegaskan adanya infeksi pelvik dan
kehamilan ektopik. Apabila tidak ada kelainan patologis, perdarahan bekelanjutan serta
perdarahan hebat, maka lakukan konseling dan pemantauan. Terapi farmakologis untuk
menorrhagia dapat menggunakan Ibuprofen untuk mengurangi perdarahan dan
memberikan tablet besi. IUD memungkinkan dilepas apabila pasien menghendaki, jika
pasien telah memakai IUD selama lebih dari tiga bulan dan diketahui menderita anemia
dengan Hb

3) Metode Kontrasepsi Mantap


4) Metode Kontrasepsi Hormonal Metode kontrasepsi hormonal pada dasarnya dibagi
menjadi 2 yaitu kombinasi (mengandung hormon progesteron dan estrogen sintetik) dan
yang hanya berisi progesteron saja. Kontrasepsi hormonal kombinasi terdapat pada pil
dan suntikan/injeksi. Sedangkan kontrasepsi hormone yang berisi progesteron terdapat
pada pil, suntik dan implant
a) Definisi Kontrasepsi Hormonal Kontrasepsi hormonal merupakan salah satu metode
kontrasepsi yang paling efektif dan reversibel untuk mencegah terjadinya konsepsi.
Kontrasepsi hormonal merupakan kontrasepsi dimana estrogen dan progesterone
memberikan umpan balik terhadap kelenjar hipofisis melalui hipotalamus sehingga
terjadi hambatan terhadap folikel dan proses ovulasi (Manuaba, 2010).
b) Mekanisme Kerja Kontrasepsi Hormonal Hormon estrogen dan progesteron
memberikan umpan balik, terhadap kelenjar hipofisis melalui hipotalamus sehingga
terjadi hambatan terhadap perkembangan folikel dan proses ovulasi. Melalui hipotalamus
dan hipofisis, estrogen dapat menghambat pengeluaran Folicle Stimulating Hormone
(FSH) sehingga perkembanagan dan kematangan Folicle De Graaf tidak terjadi. Di
samping itu progesteron dapat menghambat pengeluaran Hormone Luteinizing (LH).
Estrogen mempercepat peristaltik tuba sehingga hasil konsepsi mencapai uter us
endometrium yang belum siap untuk menerima implantasi (Manuaba, 2010). Selama
siklus tanpa kehamilan, kadar estrogen dan progesterone bervariasi dari hari ke hari. Bila
salah satu hormon mencapai puncaknya, suatu mekanisme umpan balik (feedback)
menyebabkan mula-mula hipotalamus kemudian kelenjar hipofisis mengirimkan isyarat-
isyarat kepada ovarium untuk mengurangi sekresi dari hormon tersebut dan menambah
sekresi dari hormon lainnya. Bila terjadi kehamilan, maka estrogen dan progesteron akan
tetap dibuat bahkan dalam jumlah lebih banyak tetapi tanpa adanya puncak-puncak
siklus, sehingga akan mencegah ovulasi selanjutnya. Estrogen bekerja secara primer
untuk membantu pengaturan hormon realising factors of hipotalamus, membantu
pertumbuhan dan pematangan dari ovum di dalam ovarium dan merangsang
perkembangan endometrium. Progesteron bekerja secara primer menekan atau depresi
dan melawan isyarat-isyarat dari hipotalamus dan mencegah pelepasan ovum yang terlalu
dini atau prematur dari ovarium, serta juga merangsang perkembangan dari endometrium.
Efek samping yang sering terjadi yaitu rasa mual, retensi cairan, sakit kepala, nyeri pada
payudara, dan fluor albus atau keputihan. Rasa mual kadang-kadang disertai muntah,
diare, dan rasa perut kembung. Retensi cairan disebabkan oleh kurangnya pengeluaran air
dan natrium, dan dapat meningkatkan berat badan. Sakit kepala disebabkan oleh retensi
cairan, dengan demikian pemberian garam perlu dikurangi dan dapat diberikan diuretik.
Akan tetapi efek samping demikian mengganggu akseptor, sehingga berkeinginan
menghentikan kontrasepsi hormonal tersebut. Pada kondisi tersebut, akseptor dianjurkan
untuk melanjutkan kontrasepsi hormonal dengan kandungan hormon estrogen yang lebih
rendah. Hormon progesteron juga memiliki efek samping jika dalam dosis yang
berlebihan yaitu dapat menyebabkan perdarahan tidak teratur, bertambahnya nafsu makan
disertai bertambahnya berat badan, acne (jerawat), alopesia (rambut rontok), kadang-
kadang payudara mengecil, fluor albus (keputihan), hipomenorea (berkurangnya volume
haid perdarahan menstruasi). Fluor albus (keputihan) yang kadang-kadang ditemukan
pada kontrasepsi hormonal dengan progesteron dalam dosis tinggi, disebabkan oleh
meningkatnya infeksi dengan candida albicans (Wiknjosastro, 2007). Komponen estrogen
menyebabkan mudah tersinggung, tegang, retensi air, dan garam, berat badan bertambah,
menimbulkan nyeri kepala, perdarahan banyak saat menstruasi, meningkatkan
pengeluaran leukorhea (keputihan), dan menimbulkan perlunakan serviks. Komponen
progesterone menyebabkan payudara tegang, acne (jerawat), kulit dan rambut kering,
menstruasi berkurang, kaki dan tangan sering kram

Macam-Macam Kontrasepsi Hormonal


(1) Kontrasepsi Pil
Pil KB merupakan salah satu jenis kontrasepsi yang banyak digunakan. Pil KB disukai
karena relatif mudah didapat dan digunakan, serta harganya murah (Saifuddin, 2006). Pil
KB atau oral contraceptives pill merupakan alat kontrasepsi hormonal yang berupa obat
dalam bentuk pil yang dimasukkan melalui mulut (diminum), berisi hormon estrogen dan
atau progesteron. bertujuan untuk mengendalikan kelahiran atau mencegah kehamilan
dengan menghambat pelepasan sel telur dari ovarium setiap bulannya. Pil KB akan
efektif dan aman apabila digunakan secara benar dan konsisten (Sastrawinata, 2000).
Jenis-jenis Pil KB Ada 5 jenis pil KB/kontrasepsi oral, yaitu : (Saifuddin, 2006) (a) Pil
kombinasi Pil KB yang mengandung estrogen dan progesteron dan diminum sehari
sekali. Estrogen dalam pil oral kombinasi, terdiri dari etinil estradiol dan mestranol.
Dosis etinil estradiol 30-35 mcq. Dosis estrogen 35 mcq sama efektifnya dengan estrogen
50 mcq dalam mencegah kehamilan. Progestin dalam pil oral kombinasi, terdiri dari
noretindron, etindiol diasetat , linestrenol, noretinodel, norgestrel, levonogestrel,
desogestrel dan gestoden. Terdiri dari 21-22 pil KB/kontrasepsi oral dan setiap pilnya
berisi derivat estrogen dan progestin dosis kecil, untuk pengunaan satu siklus. Pil
KB/kontrasepsi oral pertama mulai diminum saat hari pertama perdarahan haid pada
bidang tablet yang bertanda warna merah selanjutnya setiap hari 1 pil selama 21-22 hari.
Umumnya setelah 2-3 hari sesudah pil KB/kontrasepsi oral terakhir diminum, akan
timbul perdarahan haid, yang sebenarnya merupakan perdarahan putus obat. Pil oral
kombinasi mempunyai 2 kemasan, yaitu : (1) Kemasan 28 hari Merupakan 7 pil
(digunakan selama minggu terakhir pada setiap siklus) tidak mengandung hormon
wanita. Sebagai gantinya adalah zat besi atau zat inert. Pil-pil ini membantu pasien untuk
membiasakan diri minum pil setiap hari. (2) Kemasan 21 hari Seluruh pil dalam kemasan
ini mengandung hormon. Interval 7 hari tanpa pil akan menyelesaikan 1 kemasan
(mendahului permulaan kemasan baru) pasien mungkin akan mengalami haid selama 7
hari tersebut tetapi pasien harus memulai siklus pil barunya pada hari ke-7 setelah
menyelesaikan siklus sebelumnya walaupun haid datang atau tidak. Jika pasien merasa
mungkin hamil, ia harus memeriksakan diri. Jika pasien yakin ia minum pil dengan
benar, pasien dapat mengulangi pil tersebut sesuai jadwal walaupun haid tidak terjadi

(a) Pil KB atau kontrasepsi oral tipe sekuensial Pil dibuat seperti urutan hormon yang
dikeluarkan ovariun pada tiap siklus. Maka berdasarkan urutan hormon tersebut, estrogen
hanya diberikan selama 14-16 hari pertama diikuti oleh kombinasi progestron dan
estrogen selama 5-7 hari terakhir. Terdiri dari 14-15 pil KB/kontrasepsi oral yang berisi
derivat estrogen dan 7 pil berikutnya berisi kombinasi estrogen dan progestin, cara
penggunaannya sama dengan tipe kombinasi. Efektifitasnya sedikit lebih rendah dan
dapat menimbulkan hal-hal ang tidak diinginkan seperti bercak pedarahan haid,
perubahan mood, cepat lelah dan pusing.
(b) Pil KB atau kontrasepsi oral tipe pil mini Pil mini kadang-kadang disebut pil masa
menyusui. Pil mini yaitu pil KB yang hanya mengandung progesteron saja dan diminum
sehari sekali. Berisi derivat progestin, noretindron atau norgestrel, dosis kecil, terdiri dari
21-22 pil. Cara pemakaiannya sama dengan cara tipe kombinasi. Dosis progestin yang
digunakan lebih rendah dari pil kombinasi adalah 0,5 mg atau kurang. Karena dosisnya
kecil maka pil mini diminum setiap hari pada waktu yang sama selama siklus haid
bahkan selama haid Contoh pil mini, yaitu : (1) Micronor, NOR-QD, noriday, norod
mengandug 0,35 mg noretindron. (2) Microval, noregeston, microlut mengandunng 0,03
mg levonogestrol.
(d) Pil KB atau kontrasepsi oral tipe pil pasca sanggama (morning after pill) Morning
after pill merupakan pil yang mengandung hormon estrogen dosis tinggi yang hanya
diberikan untuk keadaan darurat saja, seperti kasus pemerkosaan dan kondom bocor.
Berisi dietilstilbestrol 25 mg, diminum 2 kali sehari, dalam waktu kurang dari 72 jam
pascasanggama, selama 5 hari berturut-turut.
(e) Once A Month Pill Pil hormon yang mengandung estrogen yang ”long acting” yaitu
pil yang diberikan untuk wanita yang mempunyai Biological Half Life panjang.
Jenis kontrasepsi oral yang lain dan sudah tersedia, namun masih terbatas antara lain. (1)
Mifepristone, yaitu alat kontrasepsi oral harian yang mengandung anti progesteron yang
digunakan dalam uji klinis penelitian

Efektifitas Pil KB
Pil KB efektif apabila diminum dengan benar dan teratur, kegagalannya sangat kecil
yakni 0.1% kehamilan pada 100 wanita pemakai atau tahun pertama pemakaian (1:1000)
Dalam pemakaian sehari-hari karena faktor kesalahan manusia atau 17 lupa, maka
kegagalannya dapat menjadi 6-8 kehamilan atau 100 wanita pemakai atau tahun
pemakaian. Kesalahan yang sering terjadi adalah lupa menelan pil atau terlambat
memulai kemasan yang baru (Saifuddin, 2010). (3) Cara Kerja (a) Pil KB kombinasi
(Combined Oral Contraceptives = COC) Mengandung 2 jenis hormon wanita yaitu
estrogen dan progesteron. Mekanisme kerjanya mencegah pematangan dan pelepasan sel
telur, mengentalkan lendir leher rahim, sehingga menghalangi penetrasi sperma,
membuat dinding rongga rahim tidak siap untuk menerima dan menghidupi hasil
pembuahan. (b) Pil KB progesteron (Mini pill = Progesterone Only Pill = POP) hanya
berisi progesteron, bekerja dengan mengentalkan cairan leher rahim dan membuat
kondisi rahim tidak menguntungkan bagi hasil pembuahan. Pil KB Andalan akan
mencegah pelepasan sel telur yang telah diproduksi oleh indung telur sehingga tidak akan
terjadi pembuahan. Hormon yang terkandung dalam pil KB Andalan akan memperkental
lendir leher rahim sehingga mempersulit sel sperma masuk kedalam rahim. Selain itu, Pil
KB Andalan akan menebalkan dinding rahim, sehingga tidak akan siap untuk kehamilan
Keuntungan secara umum 1. Sangat efektif sebagai kontrasepsi. 2. Resiko terhadap
kesehatan sangat baik. 3. Tidak mengganggu hubungan seksual. 4. Mudah digunakan. 5.
Mudah dihentikan setiap saat.
6. Mengurangi perdarahan saat haid. 7. Mengurangi insiden gangguan menstruasi. 8.
Mengurangi insidens anemia defisiensi besi. 9. Mengurangi insidens kista ovarium.
10.Mengurangi insidens tumor jinak mammae. 11.Mengurangi karsinoma endometrium.
12.Mengurangi infeksi radang panggul. 13.Mengurangi osteoporosis. 14.Mengurangi
rheumatoid artritis (Saifuddin, 2010). (5) Kerugian secara umum 1. Mahal 2. Penggunaan
pil harus diminum setiap hari dan bila lupa 3. Perdarahan bercak dan “breakthrough
bleeding”. 4. Ada interaksi dengan beberapa jenis obat (rifampisin, barbiturat, fenitoin,
fenilbutason dan antibiotik tertentu). 5. Tidak mencegah penyakit menular seksual, HBV,
HIV/AIDS. 6. Efek samping ringan/jarang, namun dapat berupa amenorea, mual, rasa
tidak enak di payudara, sakit kepala, mengurangi ASI, berat badan meningkat, jerawat,
perubahan mood, pusing, serta retensi cairan, tekanan darah tinggi, komplikasi sirkulasi
yang jarang namun bisa berbahaya khususnya buat perokok (Saifuddin, 2010). (7) Efek
Samping Pil KB Efek samping pil KB yang mungkin timbul selama penggunaan pil
berupa gejala-gejala subjektif dan objektif. (a) Gejala-gejala subyektif, yaitu : 1. Mual
atau muntah (terutama tiga bulan pertama). 2. Sakit kepala ringan, migraine. 3. Nyeri
payudara (rasa sakit/tegang pada buah dada). 4. Tidak ada haid. 5. Kemasan baru selalu
harus tersedia setelah pil kemasan sebelumnya habis. 6. Nafsu makan bertambah. 7.
Cepat lelah. 8. Mudah tersinggung, depresi. 9.Libido bertambah/berkurang (Saifuddin,
2010). (b) Gejala-gejala obyektif, yaitu : 1. Sedikit meningkatkan berat badan. 2.
Tekanan darah meninggi. 3. Gangguan pola perdarahan yaitu menorrhagia, metrorrgia,
spotting, perdarahan diantara masa haid (lebih sering perdarahan bercak), terutama bila
lupa menelan pil atau terlambat menelan pil. 4. Perubahan pada kulit: acne, kulit
beminyak, pigmentasi/ chloasma. 5. Keputihan (flour albus). 6. Tidak dianjurkan untuk
ibu menyusui karena mengganggu jumlah dan kualitas Air Susu Ibu (ASI). 7. Tidak dapat
dipakai oleh perokok berat, atau wanita dengan tekanan darah tinggi terutama pada usia >
35 tahun. Biasanya gejala-gejala sampingan yang timbul merupakan gejala sampingan
yang ringan dan yang sering ditemukan adalah : a. Mual/muntah b. Pusing, sakit kepala c.
Nyeri/tegang pada buah dada

Kontrasepsi Suntik (1) Efektivitas kontrasepsi Suntik. Menurut Sulistyawati (2013),


kedua jenis kontrasepsi suntik mempunyai efektivitas yang tinggi, dengan 30%
kehamilan per 100 perempuan per tahun, jika penyuntikannya dilakukan secara teratur
sesuai jadwal yang telah ditentukan. Depo Medroksi Progeseteron (DMPA) maupun
Noretenderon Enantat (NET EN) sangat efektif sebagai metode kontrasepsi. Kurang dari
1 per 100 wanita akan mengalami kehamilan dalam 1 tahun pemakaian DMPA dan 2 per
100 wanita per tahun pemakain NET EN (Hartanto, 2002). (2) Jenis kontrasepsi Suntik
24 Menurut Sulistyawati (2013), ada dua jenis kontrasepsi suntik, yaitu : (a) Depo
Mendroksi Progesteron (DMPA), mengandung 150 mg DMPA yang diberikan setiap tiga
bulan dengan cara intramuscular (disuntikkan pada daerah pantat). (b) Depo Noretisteron
Enantat (Depo Noristerat), mengandung 200 mg Noretindron Enantat, diberikan setiap
dua bulan dengan cara intramuscular (disuntikkan pada daerah pantat atau bokong). (3)
Cara kerja kontrasepsi Suntik menurut Sulistyawati (2013) yaitu: (a) Mencegah ovulasi
(b) Mengentalkan lendir serviks sehingga menurunkan kemampuan penetrasi sperma (c)
Menjadikan selaput lendir rahim tipis dan atrofi (d) Menghambat transportasi gamet oleh
tuba falloppii. (4) Keuntungan kontrasepsi Suntik Penggunaan KB suntik sangat efektif
dalam pencegah kehamilan jangka panjang, tidak berpengaruh pada hubungan seksual,
tidak mengandung estrogen sehingga tidak berdampak serius terhadap penyakit jantung
dan gangguan pembekuan darah, tidak mempengaruhi ASI, efek samping sangat kecil,
klien tidak perlu menyimpan obat suntik, dapat digunakan oleh perempuan usia lebih 35
tahun sampai premenopause, membantu mencegah kanker endometrium dan kehamilan
ektopik, menurunkan kejadian tumor jinak payudara, dan mencegah beberapa penyebab
penyakit radang panggul (Sulistyawati, 2013). (5) Keterbatasan Keterbatasan dari
kontrasepsi suntik menurut Sulistyawati (2013) yaitu: 25 (a) Gangguan haid (b)
Leukorhea atau Keputihan (c) Galaktorea (keluarnya air susu dari puting yang tidak
terkait dengan produksi susu normal menyusui) (d) Jerawat (e) Rambut Rontok (f)
Perubahan Berat Badan (g) Perubahan libido c) . Kontrasepsi Implant 1) Profil
kontrasepsi Implant menurut Saifuddin (2010) yaitu: a) Efektif 5 tahun untuk norplant, 3
tahun untuk Jedena, Indoplant, atau Implanon b) Nyaman c) Dapat dipakai oleh semua
ibu dalam usia reproduksi d) Pemasangan dan pencabutan perlu pelatihan e) Kesuburan
segera kembali setelah implan dicabut f) Efek samping utama berupa perdarahan tidak
teratur, perdarahan bercak, dan amenorea g) Aman dipakai pada masa laktasi. 2) Jenis
kontrasepsi Implant menurut Saifuddin (2010) yaitu: a) Norplant: terdiri dari 6 batang
silastik lembut berongga dengan panjang 3,4 cm, dengan diameter 2,4 mm, yang diisi
dengan 3,6 mg levonorgestrel dan lama kerjanya 5 tahun. b) Implanon: terdiri dari satu
batang putih lentur dengan panjang kira-kira 40 mm, dan diameter 2 mm, yang diisi
dengan 68 mg 3-Keto-desogestrel dan lama kerjanya 3 tahun. c) Jadena dan indoplant:
terdiri dari 2 batang yang diisi dengan 75 mg. Levonorgestrel dengan lama kerja 3 tahun.
3) Cara kerja kontrasepsi Implant menurut Saifuddin (2010) yaitu: 26 a) Lendir serviks
menjadi kental b) Mengganggu proses pembentukan endometrium sehingga sulit terjadi
implantasi c) Mengurangi transportasi sperma d) Menekan ovulasi.

4. Program pemerintah dalam KB


Pelaksanaan program KB juga menghadapi tantangan yang cukup bermakna dengan
dilaksanakannya sistem desentralisasi pemerintahan sejak tahun 2000 yang mengubah
garis kewewenangan langsung ke kabupaten/kota, dan tidak lagi di tingkat pusat.
Kebutuhan untuk merevitalisasi program keluarga berencana agar menjadi lebih efektif
dan efisien untuk memenuhi kebutuhan reproduksi perempuan telah lama disadari. Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), sebagai institusi yang
memotori pelaksanaan program keluarga berencana, telah melaksanakan beberapa upaya
untuk merevitalisasi program keluarga berencana, sejalan dengan dinamika yang terjadi
di Indonesia, diantaranya dengan melaksanakan program KB Kencana. Inisiatif ini
bertujuan untuk meningkatkan peran kabupaten/kota dalam program kependudukan dan
keluarga berencana melalui pembentukan model manajemen yang komprehensif dan
terpadu dengan mitra pelaksana dan pemangku kepentingan lainnya. Pada tahun 2012, di
tingkat global dicanangkan sebuah inisiatif kemitraan global untuk keluarga berencana
yang dikenal dengan Family Planning 2020 (FP2020). FP2020 bertujuan untuk
mendukung hak-hak setiap perempuan untuk dapat menentukan secara bebas ntuk diri
mereka sendiri, apakah mereka ingin memiliki anak, kapan akan memilikinya, dan berapa
jumlah anak yang ingin dimiliki. FP2020 bekerja dengan pemerintah, masyarakat sipil,
organisasi multi-lateral, pihak donor, pihak swasta, dan lembaga riset dan mitra
pembangunan untuk memungkinkan tambahan sedikitnya 120 juta perempuan (additional
users) menggunakan kontrasepsi pada tahun 2020.

Sesuai dengan komitmen-komitmen global dan nasional juga selaras dengan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2015-2019, tiga kelompok kerja di
bawah Komite FP2020 telah dibentuk. Kelompok kerja tersebut adalah 1) Kelompok
Kerja Strategi KB (Family Planning Strategy), 2) Kelompok Kerja Hak dan
Pemberdayaan, dan 3) Kelompok Kerja Data. Kelompok Kerja Strategi KB secara khusus
bertujuan untuk mengembangkan suatu kerangka strategi KB nasional berbasis hak yang
dibangun berdasarkan kebijakan dan strategi yang ada. Sementara itu, Kelompok Kerja
Hak dan Pemberdayaan berperan untuk memastikan bahwa strategi yang disusun berbasis
hak, dengan mengidentifikasi hambatan dalam pemenuhan hak serta berbagai kesempatan
untuk meningkatkan program KB. Kelompok kerja ini juga bertanggungjawab untuk
memantau pelaksanaan strategi untuk menjamin tidak terjadinya pelanggaran hak.
Strategi KB Berbasis Hak ini merupakan strategi operasional yang disusun dengan
mengacu kepada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun
2015- 2019 serta diselaraskan dan dijabarkan berdasarkan prinsip-prinsip hak asasi
manusia. Pendekatan strategi ini bersifat koordinasi lintas program dan lintas sektor.
Strategi ini akan berfungsi untuk memberikan langkah-langkah strategis bagi pelaksanaan
upaya program KB di Indonesia bagi lintas program, lintas sektor, lembaga swadaya
masyarakat dan pihak swasta dalam upaya mereka melaksanakan program keluarga
berencana di Indonesia. Fokus strategi ini adalah koordinasi lintas sektor dan lintas
program. Dalam mengembangkan strategi ini, perwakilan dari berbagai sektor, organisasi
profesional, ahli, dan akademisi telah terlibat. Program KB berkontribusi penting dalam
meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Upaya program KB di dalam RPJMN berkaitan
dengan arah kebijakan dan strategi berbagai sektor pemerintah, dimana Kemenkes dan
BKKBN adalah dua institusi yang memegang peranan sangat penting. Upaya program
KB di dalam RPJMN berlandaskan pada prinsipprinsip hak yang meliputi akses ke
pelayanan berkualitas, keadilan dalam akses yang menjamin terpenuhinya akses
kelompok rentan, transparansi dan akuntabilitas, sensitivitas gender dan sensitivitas
budaya. s dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development
Goals/SDGs)meningkatkan. Lima upaya program keluarga berencana yang bersifat lintas
sektor dan tertuang di dalam RPJMN adalah: 1. Peningkatan pelayanan KB 2. Penguatan
advokasi dan komunikasi perubahan perilaku 3. Penguatan informasi keluarga berencana
dan konseling untuk kelompok muda 4. Pengembangan keluarga 5. Manajemen (data dan
informasi, kajian, penelitian, regulasi dan institusionalisasi) Strategi KB Berbasis Hak
adalah penjabaran lebih lanjut dari upaya program KB di dalam RPJMN. Strategi
berfokus untuk melindungi hak masyarakat, baik perempuan maupun lakilaki, atas
pelayanan KB secara sukarela

Pada periode tahun 1991 – 2012, angka pemakaian kontrasepsi (CPR) meningkat dari 49
persen menjadi 62 persen. Selama periode ini, ada perubahan besar dalam pemilihan
metode kontrasepsi dengan terjadinya peningkatan yang dramatis pada proporsi
perempuan yang menggunakan kontrasepsi suntik, sementara penggunaan metode
kontrasepsi jangka panjang seperti AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim) menurun.
Metode kontrasepsi permanen seperti sterilisasi (pada laki-laki dan perempuan) dan
pemakaian kondom juga tetap rendah. Selain metode modern, metode tradisional
digunakan oleh sekitar 4 persen dari para perempuan yang sudah menikah, pada tahun
2012.Angka pemakaian kontrasepsi nasional (CPR) pada tidak mengalami perubahan
yang signifikan selama dua dekade terakhir dengan beberapa provinsi justru mengalami
penurunan dalam pemakaian kontrasepsi. SDKI tahun 2012 melaporkan angka CPR
sebesar 61,9 persen untuk semua metode pada wanita menikah
Kajian yang dilakukan oleh UNFPA pada tahun 2012 (UNFPA, 2012) menunjukkan
banyak tantangan yang dihadapi pemerintah kabupaten/kota dalam melaksanakan
program keluarga berencana. Tantangan-tantangan tersebut meliputi tidak tersedianya
para petugas lapangan keluarga berencana (PLKB/PKB), kurangnya kapasitas pengelola
program, dan terbatasnya pendanaan untuk program keluarga berencana. Rendahnya
kapasitas pengelola program keluarga berencana di tingkat kabupaten/kota telah
diidentifikasi sebagai tantangan utama, bahkan untuk kabupaten/kota yang memiliki
Badan Kependudukan Keluarga Berencana Daerah yang berfungsi penuh dan
independen. Disamping itu, masalah penting lain yang dihadapi oleh kabuipaten/kota
adalah ketersediaan PLKB/PKB. Seorang PLKB/PKB sedianya bertanggung jawab untuk
mengelola sebanyak-banyaknya 2 desa. Namun, saat ini perbandingan PLKB/PKB
dengan jumlah desa yang ditanganinya sangat bervariasi dengan rasio yang sangat rendah
di sebagian besar kabupaten/kota, terutama di wilayah timur Indonesia, dimana rata-rata
1 orang PLKB/PKB melayani 3,6 desa. Kemampuan dan kapasitas Organisasi Perangkat
Daerah KB (OPD KB) untuk memberikan advokasi kepada para pembuat keputusan
anggaran di kabupaten/kota, seperti Walikota/ Bupati, Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah (Bappeda), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) juga masih terbatas,
sebagaimana dilaporkan dalam hasil kajian. Tingginya pergantian staf dan perpindahan
posisi kerja ke tempat yang berbeda, latar belakang pendidikan yang tidak sesuai, dan
kurangnya pengalaman kerja dalam program keluarga berencana merupakan sebagian
dari temuan-temuan utama yang berulang kali ditemukan di banyak kabupaten/kota. Hal
ini berkontribusi pada rendahnya alokasi dana untuk program keluarga berencana

Berdasarkan analisa situasi di atas, berikut ini disampaikan isu-isu penting terkait capaian
dan pelaksanaan program KB yang perlu mendapat perhatian. Angka fertilitas (TFR)
yang relatife tidak menurun dan cenderung mengalami stagnasi, serta kesenjangan antara
fertilitas yang diinginkan dan fertilitas yang sebenarnya yang belum dapat dipenuhi.
Dalam dua decade terakhir, TFR mengalami stagnasi pada level 2,6 per perempuan dan
fertilitas yang diinginkan 2,3 persen lebih rendah dibandingkan dengan fertilitas
sebenarnya yang mencerminkan bahwa belum terpenuhinya seluruh kebutuhan KB. 
Kesenjangan pada cakupan: - Tren CPR (tingkat pemakaian kontrasepsi) yang mengalami
stagnasi untuk metode modern dan kebutuhan yang tidak terpenuhi - Kontrasepsi
method-mix menunjukkan kecenderungan lebih tinggi untuk pemakaian metode jangka
pendek dan rendahnya penggunaan metode jangka panjang dan metode permanen oleh
perempuan yang tidak ingin menambah jumlah anak lagi dan berusia di atas 30 tahun. 
Kesenjangan keadilan - Kesenjangan yang nyata antara kelompok kaya dan miskin -
Lambannya peningkatan indikator KB di berbagai provinsi terpilih sejak 1994 (disparitas
geografis).  Kesenjangan dalam penyediaan pelayanan - Kesenjangan dalam manajemen
rantai pasok alokon - Kesenjangan dalam penjaminan kualitas kontrasepsi - Kesenjangan
kualitas yang terkait dengan informasi, informed choice, akses terhadap pelayanan,
kurangnya integrasi dengan pelayanan lain, keberlangsungan pelayanan, kurangnya
keterampilan penyedia pelayanan kesehatan, supervisi, dan tidak cukupnya suplai dan
infrastruktur - Kesenjangan dalam kualitas dan akurasi data - Kesenjangan dalam
pembiayaan pada tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota serta pemanfaatan anggaran
yang terbatas  Kesenjangan dalam sistem - Dampak desentralisasi dengan masih
kurangnya kapasitas administrasi untuk mengelola dan melakukan advokasi untuk
program KB
Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Berencana Salah satu sasaran pembangunan
sektor kependudukan dan keluarga berencana adalah penurunan angka fertilitas total
dimana program KB yang adil dan berkualitas berperan sangat penting. Di dalam RPJMN
2015-2019, program keluarga berencana tertuang di arah kebijakan berikut ini: 1.
Penguatan dan pemaduan kebijakan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi yang merata
dan berkualitas, baik antar sektor maupun antara pusat dan daerah, utamanya dalam
sistem SJSN Kesehatan, dengan menata fasilitas kesehatan KB;
2. Penyediaan sarana dan prasarana serta jaminan ketersediaan alat dan obat kontrasepsi
yang memadai di setiap fasilitas kese-hatan KB dan kesehatan reproduksi serta jejaring
pelayanan, yang didukung oleh pendayagunaan fasilitas pelayanan kesehat-an untuk
pelayanan KB (persebaran fasilitas kesehatan pelayan-an KB, baik pelayanan KB statis
maupun mobile/ bergerak); 3. Peningkatan pelayanan KB dengan penggunaan metode
kontrasepsi jangka panjang untuk mengurangi resiko drop-out, dan peningkatan
penggunaan metode jangka pendek dengan membe-rikan informasi secara kontinyu untuk
keberlangsungan ber-KB serta pemberian pelayanan KB lanjutan dengan mempertim-
bangkan prinsip rasional, efektif, dan efisien. Disamping itu juga dilakukan peningkatan
pelayanan pengayoman dan penanganan KB pasca persalinan, pasca keguguran dan
penanganan kompli-kasi dan efek samping; 4. Peningkatan jumlah dan penguatan
kapasitas tenaga lapangan KB dan tenaga kesehatan pelayanan KB, serta penguatan lem-
baga di tingkat masyarakat untuk mendukung penggerakan dan penyuluhan KB; 5.
Advokasi program kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga
kepada para pembuat kebijakan, serta promosi dan penggerakan kepada masyarakat
dalam penggu-naan alat dan obat kontrasepsi KB, baik dengan keutamaan menggunakan
metode kontrasepsi jangka panjang maupun metode kontrasepsi jangka pendek dengan
tetap menjaga keberlangsungan pemakaian kontrasepsi; 6. Peningkatan pengetahuan dan
pemahaman kesehatan reproduksi bagi remaja melalui pendidikan dan sosialisasi
mengenai pentingnya Wajib Belajar 12 tahun dalam rangka pendewasaan usia
perkawinan, dan peningkatan intensitas layanan KB bagi pasangan usia muda guna
mencegah kelahiran di usia remaja; 7. Pembinaan ketahanan dan pemberdayaan keluarga
melalui kelompok kegiatan bina keluarga dalam rangka melestarikan kesertaan ber-KB
dan memberikan pengaruh kepada keluarga calon akseptor untuk ber-KB. Selain itu juga
dilakukan penguatan fungsi keluarga dalam membentuk keluarga kecil bahagia dan
sejahtera; dan 8. Penguatan landasan hukum, kelembagaan, serta data dan informasi
kependudukan dan KB.

Anda mungkin juga menyukai