Anda di halaman 1dari 10

FITRAH MANUSIA DALAM AL-QUR`AN

Kajian Tematik Dalam Ayat Al-Qur`an

Makalah
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Tafsir Maudlui

Dosen pengampu:
Danial Akhmad., M.Th.I

Oleh :

Khulafa Rhosyidin

NIM: 2019.01.01.1204

Mochamad Arif Dzini’am


NIM: 2019.01.01.1240

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL-ANWAR
SARANG REMBANG
2021
A. Pendahuluan
Pada dasarnya setiap anak telah diciptakan Allah sesuai dengan fitrahnya
yaitu cendrung pada kebenaran. Bimbingan yang lebih merupakan suatu
proses pemberian masukan terus-menerus dari pembimbing agar tercapai
kemandirian dalam pemahaman diri, pengarahan diri dan perwujudan diri
dalam mencapai tujuan singkat perkembangan yang optimal dan penyesuaian
diri dengan lingkungannya.1
Salah satu potensi yang dapat dilihat dari manusia adalah potensi
berfikir. Maka, dapat dikatakan bahwa setiap manusia memiliki potensi untuk
mempelajari akan ketauhidan dengan menggali berbagai informasi yang benar,
bukan malah condong ke dalam pemikiran yang salah. Oleh karena itu,
penulis akan mengulik sebagian ayat Al-Qur`an yang berhubungan dengan
fitrah manusia.
B. Ayat Pertama
1. Redaksi Ayat

َۚ ‫يل لِ َخل ِْق اللَّ ِه‬ ِ


َ ‫َّاس َعلَْي َها ۚ اَل َت ْبد‬
َِّ ِ َّ َ ‫ك لِلدِّي ِن حنِي ًفا ۚ فِطْر‬
َ ‫ت الله التي فَطََر الن‬ َ َ َ ‫أَقِ ْم َو ْج َه‬

ِ ‫ِّين الْ َقيِّ ُم َو ٰلَ ِك َّن أَ ْك َث َر الن‬


٣٠﴿ ‫َّاس اَل َي ْعلَ ُمو َن‬ َ ِ‫﴾ ٰذَل‬
ُ ‫ك الد‬
2

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah
Allah disebabkan (Dia) telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak
ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui.3
ِ ِِ ِ ِ ِ ِ
َ ‫َو َمن َي ْبتَ ِغ غَْي َر اإْلِ ْساَل ِم دينًا َفلَن ُي ْقبَ َل م ْنهُ َو ُه َو في اآْل خ َرة م َن الْ َخاس ِر‬
4
﴾٨٥﴿ ‫ين‬

Dan barangsiapa mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima, dan di
akhirat dia termasuk orang yang rugi.5
2. Mufradat Penting

ٌ‫فِط َْرة‬

1
Ahmad Zayadi dan Abdul Majid, Tadzkirah, Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)
berdasarkan pendekatan kontekstual, (Jakarta: Raja Grafindo, 2005), 52.
2
Al-Qur’an, Al-Rum [30]: 30.
3
Terjemah surah ar-Rum ayat 30, dalam https://quran.kemenag.go.id/sura/30/30 (diakses pada 26
september 2021).
4
Al-Qur’an, Ali-imran [3]: 85.
5
Terjemah surah ali Imran ayat 85, dalam https://quran.kemenag.go.id/sura/3/85 (diakses pada 26
september 2021).
Dalam kamus at-Taufiq bermakna sifat yang dibawa sejak lahir, asal
kejadiannya, dan ciptaan.6 Dimaksudkannya fitrah disini ialah sesuatu
yang dilahirkan dengan indah serta telah ditancapkannya mengenai iman
terhadap Allah di dalam diri manusia.7

‫َي ْبتَ ِغ‬


Pakar bahasa menyatakan bahwa redaksi di atas menggunakan
patron kata yang terdapat huruf ta` yang mana mengandung makna
keterpaksaan dan rasa berat (hati atau pikiran atau tenaga) untuk

melakukannya. Nah, di sini kata (‫ ) َي ْبتَ ِغ‬dibubuhi oleh huruf ta` yang

asalnya (‫) َي ْب ِغ‬. Jika demikian, mencari agama selain agama Islam,

merupakan sesuatu yang dipaksakan ke dalam hati dan pikiran seseorang.


Upaya itu bukan merupakan sesuatu yang lahir dari fitrah atau naluri
normal manusia, betapa tidak bukankah fitrah manusia —walau tidak suka
— pada akhirnya akan tunduk dan patuh kepada Allah.8

‫غَْي َر اإْلِ ْساَل ِم‬


Dalam kitab Anwār Al-Tanzīl wa Asrār Al-Ta`wīl karya ‘Abdullāh
bin ‘Umar Al-Bayḍāwi yang menafsiri bahwa yang dimaksudkan dalam
teks tersebut yaitu mengikuti selain agama tauhid (agama Islam).9
3. Asbāb al-Nuzūl Ayat
Setelah mencari dari rujukan sumber kitab primer mengenai asbāb
al-Nuzūl Ayat pemakalah tidak menemukannya.
4. Munāsabah pada Ayat
Munāsabah antara surah ar-Rum ayat 30 dengan Ali Imran ayat 85,
membicarakan ketauhidan yang mana satu dengan yang lain saling
melengkapi. Yang mana ayat pertama membicarakan tentang fitrah

6
Taufiq Hakim, Kamus At-Taufiq, (Jepara: Al-Falah Offset, 2004), 487.
7
Al-Raghib Al-Ashfahani, Al-Mufradat fi Garib Al-Qur`an, (Beirut: Dar Al-Ma’rifah, t.th) ,381.
8
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbāh: Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur`an, (Jakarta:
Lentera Hati, 2002), 2:142.
9
‘Abdullāh bin ‘Umar Al-Bayḍāwi, Anwār Al-Tanzīl wa Asrār Al-Ta`wīl, (Beirut: Dār Al-Ihyā`,
t.th), 2:26.
manusia, fitrah yang dimaksud yakni agama Islam (fitrah ketauhidan),
sebagaimana dipahami dari lanjutan ayat yang menyatakan “Itulah agama
yang lurus”. Kemudian dikuatkan lagi pada ayat yang kedua, mengenai
siapa saja yang mencari bahkan mempercayai akan agama selain Islam
maka sungguh celakalah orang tersebut.
Juga ada kesinambungannya dengan firman Allah yang lain yaitu:

٣﴿ ‫َّر َف َه َد ٰى‬ ِ َّ ِ َّ 10
َ ‫﴾ َوالذي قَد‬٢﴿ ‫﴾الذي َخلَ َق فَ َس َّو ٰى‬
“Dia yang mencipta dan menyempunakan (penciptaan) dan yang menentukan
kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk”.
Manusia juga seperti makhluk-makhluk Allah yang lain, dimana
dianugerahi dengan fitrah yang mengantarkannya menyempurnakan
kekurangan, memenuhi kebutuhan serta mengingatkannya tentang apa
yang bermanfaat atau bahkan mencelakakan hidupnya sendiri.11
5. Analisis Ayat
Dua ayat di atas membahas mengenai ke-tauhidan manusia, yang
mana manusia itu diciptakan oleh Allah mempunyai naluri beragama yaitu
tauhid. Sehingga siapa saja yang salah jalan dalam mencari keyakinan,
maka tidaklah akan diterima semua yang telah diyakini serta kehidupan
yang telah dijalani menjadi sia-sia bagaikan debu yang berterbangan.12
Fitrah menurut Ibn ‘Asyur adalah unsur-unsur dan sistem yang Allah
anugerahkan kepada setiap makhluk. Fitrah manusia adalah apa yang
diciptakan Allah dalam diri manusia yang terdiri dari jasad dan akal (serta
jiwa).
Melalui surat ar-Rum ayat 30 ini, al-Qur’an membahas adanya fitrah
manusia dan bahwa fitrah tersebut adalah fitrah ketauhidan yang perlu
dipertahankan. Akan tetapi pada surat Ali-Imran ayat 85, itu merupakan
pengukuhan surat yang pertama yakni barang siapa yang mencari bahkan
mempercayai akan agama selain Islam, maka sungguh celakalah orang

10
Al-Qur`an, Al-A’la [87], 2-3.
11
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbāh: Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur`an, (Jakarta:
Lentera Hati, 2002), 11:57.
12
Ibid., 2:142.
tersebut. Karena kita sebagai manusia dilahirkan dalam keadaan yang
fitrah.13
C. Ayat Kedua
1. Redaksi Ayat

‫ت‬ ِ ْ ‫آد َم ِمن ظُ ُه و ِر ِه ْم ذُ ِّر َّيَت ُه ْم َوأ‬


ْ ‫َش َه َد ُه ْم َعلَ ٰى أَن ُفس ِه ْم أَل‬
ُ ‫َس‬ َ ‫ك ِمن بَنِي‬
َ ُّ‫َوإِ ْذ أَخَ َذ َرب‬
ِِ ِ ِ ِ
َ ‫ أَن َت ُقولُوا َي ْو َم الْقيَ َامة إِنَّا ُكنَّا َع ْن َٰه َذا غَافل‬ ۛ ‫ َش ِه ْدنَا‬ ۛ ‫ قَالُوا َبلَ ٰى‬ ۖ ‫ب َربِّ ُك ْم‬
14
﴾١٧٢﴿ ‫ين‬
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak
cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh
mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab,
“Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.” (Kami lakukan yang demikian itu)
agar di hari Kiamat kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya ketika itu kami
lengah terhadap ini.”15
ِ ِ ِِ ِ ْ ‫أ َْو َت ُقولُ وا إِنَّمَا أ‬
َ ‫ أَ َفُت ْهل ُكنَا بمَا َفع‬ ۖ ‫َش َر َك آبَا ُؤنَا من َق ْب ُل َو ُكنَّا ذُ ِّريَّةً ِّمن َب ْع ده ْم‬
‫َل‬
16
﴾١٧٣﴿ ‫ال ُْم ْب ِطلُو َن‬
Atau agar kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya nenek moyang kami telah
mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedang kami adalah keturunan yang
(datang) setelah mereka. Maka apakah Engkau akan membinasakan kami karena
perbuatan orang-orang (dahulu) yang sesat?”17

2. Mufradat Penting

‫ظُ ُهور‬

Jama’ dari ‫ ظهر‬yang mempunyai makna tulang punggung untuk

menyusun kerangka manusia untuk menyangga sebuah tubuh, para ulama’

setuju lafal ‫ ظُ ُهور‬merupakan bentuk badal ba’ad min kull dari lafal ‫آد َم‬
َ ‫بَنِي‬,
akan tetapi Abu Biqai menganggap kalau lafal tersebut menjadi badal
ishtimal.18

13
Ibid.
14
Al-Qur’an, Al-a’raf [7]: 172.
15
Terjemah surah al-a’raf ayat 172, dalam https://quran.kemenag.go.id/sura/7/172 (diakses pada
26 september 2021).
16
Al-Qur’an, Al-a’raf [7]: 173.
17
Terjemah surah al-A’raf ayat 173, dalam https://quran.kemenag.go.id/sura/7/173 (diakses pada
26 september 2021).
‫أَ ْش َهد‬
Dalam kamus at-Taufiq bermakna bersaksi, menjadikan saksi,
menunjukkan.19 Sesuatu yang menjadikanmu akan mengetahui dengan
penglihatan mengenai dirinya.20 Memberi penyaksian terhadap setiap
individu dari keturunannya sehingga setiap individu tersebut mempunyai
kecenderungan menempatkan keyakinan dengan insting akal dalam
penciptaan tauhid seseorang melalui kehedaknya sendiri.21

‫أَ ْش َر َك‬

Diambil dari mufrad ‫ شرك‬yang mempunyai makna menjadikan

sekutu, temannya.22 Dimana dua orang atau lebih dalam satu urusan atau
keadaan yang sama (bersekutu).23
3. Asbāb al-Nuzūl Ayat
Setelah mencari dari rujukan sumber kitab primer mengenai asbāb
al-Nuzūl Ayat pemakalah tidak menemukannya.
4. Munāsabah pada Ayat
Hubungan erat yang terdapat pada ayat diatas adalah pengingkaran
janji atau dapat juga dikatakan bahwa ayat sebelumnya menguraikan
pengambilan janji dan penyampaian tuntunan Allah melalui rasul dan
kitab-Nya. Al-Biqa‘i menghubungkan ayat ini dengan ayat sebelumnya,
yang berbunyi:

‫َو َق ُه ْم َكأَنَّهُ ظُلَّةٌ َوظَنُّوا أَنَّهُ َواقِ ٌع بِ ِه ْم ُخ ُذوا مَا آَت ْينَا ُكم بُِق َّو ٍة‬
ْ ‫بَل ف‬
َ ‫ْج‬َ ‫َوإِ ْذ َنَت ْقنَا ال‬

﴾١٧١﴿ ‫َواذْ ُك ُروا َما فِ ِيه ل ََعلَّ ُك ْم َتَّت ُقو َن‬

18
Muhammad Rasyid Ridla, Tafsir Al-Mannar, (Syāri’ Al-Isyā Bi Al-Qāhirah: Dar Al-Mannār,
1947), 9:386.
19
Taufiq Hakim, Kamus At-Taufiq, (Jepara: Al-Falah Offset, 2004), 319.
20
Al-Raghib Al-Ashfahani, Al-Mufradat fi Garib Al-Qur`an, (Beirut: Dar Al-Ma’rifah,
t.th), 268.
21
Muhammad Rasyid Ridla, Tafsir Al-Mannar, (Syāri’ Al-Isyā Bi Al-Qāhirah: Dar Al-Mannār,
1947), 9:387.
22
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), 715.
23
Al-Raghib Al-Ashfahani, Al-Mufradat fi Garib Al-Qur`an, (Beirut: Dar Al-Ma’rifah, t.th), 259.
dengan menyatakan bahwa Bani Isra’il diingatkan tentang perjanjian yang
bersifat khusus yang telah dijalin sedemikian kuat dengan mereka. Pada
ayat yang lalu mereka diingatkan ketika Allah mengangkat bukit ke atas
mereka sambil memerintahkan apa yang tercantum dalam kitab Taurat,
maka di sini mereka diingatkan hal lain yaitu;
Dan ingatlah, ketika Tuhanmu mengeluarkan dari putra-putra
Adam masing-masing dari punggung, yakni sulbi orang tua mereka
kemudian meletakkannya di rahim ibu-ibu mereka sampai akhirnya
menjadikannya keturunan manusia sempurna, dan Dia (Allah)
mempersaksikan mereka (Bani Adam) itu atas diri mereka sendiri, yakni
meminta pengakuan mereka masing-masing melalui potensi yang
dianugerahkan Allah kepada mereka, yakni akal mereka, juga melalui
bukti keesaan-Nya dan pengutusan para Nabi seraya berfirman:
“Bukankah Aku Tuhan Pemelihara kamu dan yang selalu berbuat baik
kepada kamu?” Mereka menjawab: Betul, kami menyaksikan bahwa
Engkau adalah Tuhan Kami dan menyaksikan pula bahwa Engkau Maha
Esa.”
Jadi, seakan-akan ada yang bertanya: “Mengapa Engkau lakukan
demikian Wahai Tuhan?” Allah menjawab: “Kami lakukan yang demikian
itu agar di hari Kiamat nanti, diantara kamu yang mengingkari keesaan-Ku
(Allah) tidak mengatakan: Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang
lengah terhadap ini yakni keesaan Tuhan, karena tidak adanya bukti-bukti
tentang keesaan Allah”, atau agar kamu tidak mengatakan “seandainya
tidak ada rasul yang Kami utus atau tidak ada bukti-bukti itu” bahwa
“Sesungguhnya orang-orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan
sebelum ini, yakni sejak dahulu, sedangkan kami tidak mempunyai
pembimbing selain mereka sehingga kami mengikuti mereka saja karena
kami ini adalah anak-anak keturunan yang datang sesudah mereka. Maka
apakah wajar wahai Tuhan, Engkau akan menyiksa dan membinasakan
kami karena perbuatan orang-orang tua kami yang sesat?” Dan
demikianlah Kami menjelaskan dengan rinci dan beraneka ragam ayat-
ayat itu.24
5. Analisis Ayat
Ayat di atas menjelaskan dua sebab mengapa persaksian tersebut
diambil Allah. Yang pertama adalah agar setiap individu manusia di hari
Kiamat kelak tidak berkata: “Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang
lengah terhadap ini.” Yakni kalau Kami tidak melakukan hal tersebut,
maka mereka akan berkata: “Kami tidak tahu, atau kami lengah karena
tidak ada petunjuk yang kami peroleh menyangkut wujud dan keesaan
Allah. Tidaklah wajar orang yang tidak tahu atau lengah dimintai
pertanggung jawaban.” Maka dari itu, agar tidak ada dalih semacam ini,
Allah mengambil dari mereka kesaksian seperti yang terdapat pada bunyi
ayat di atas, yang artinya memberikan kepada setiap insan potensi dan
kemampuan untuk menyaksikan keesaan Allah bahkan menciptakan
mereka dalam keadaan fitrah kesucian dan pengakuan akan keesaan
Allah.25
Alasan kedua, agar setiap insan itu tidak mengatakan: “Kami
sebenarnya hanya mengikut saja, karena kami tidak mampu dan tidak
mengetahui hakikat yang dituntut selama ini, apalagi orang tua kami yang
mengajar kami dan kami menerimanya seperti itu. Jika demikian yang
salah adalah orang tua bukan kami, karena itu wahai Tuhan apakah wajar
Engkau menyiksa kami karena perbuatan orang lain yang sesat, walaupun
mereka itu adalah orang tua kami.”26 Padahal Allah sudah menancapkan
kedalam hati setiap insan sebelum menginjakkan kaki di dunia ini ke-
tauhidan yang benar.
D. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa surat ar-Rum ayat 30, Ali-imran: 85, dan al-
A’raf ayat 173 itu saling berkesinambungan, yang mana membicarakan akan
fitrah manusia bersih (tauhid) yang sudah di tancapkan dalam hati setiap insan
manusia sebelum terlahirkan di dunia ini. Tidak jarang juga yang berdalih

24
Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbāh, 5:304-305.
25
Ibid., 5:306.
26
Ibid.
bahwasannya mereka itu hanya mengikuti keyakinan orang tua mereka yang
sudah melenceng dari ketauhidan. Sehingga, untuk mencegah itu Allah sudah
memberikan kepada setiap insan potensi dan kemampuan untuk menyaksikan
keesaan Allah bahkan menciptakan mereka dalam keadaan fitrah kesucian dan
pengakuan akan keesaan Allah.

Daftar Pustaka
Al-Qur’an
Ashfahani (al), Al-Raghib. Al-Mufradat fi Garib Al-Qur`an, (Beirut: Dar Al-
Ma’rifah, t.th)
Hakim, Taufiq. Kamus At-Taufiq, (Jepara: Al-Falah Offset, 2004)
Ibn ‘Umar Al-Bayḍāwi, ‘Abdullāh. Anwār Al-Tanzīl wa Asrār Al-Ta`wīl, (Beirut:
Dār Al-Ihyā`, t.th)
Munawwir, Ahmad Warson, Kamus Al-Munawwir, (Surabaya: Pustaka Progressif,
1997)
Ridla, Muhammad Rasyid. Tafsir Al-Mannar, (Syāri’ Al-Isyā Bi Al-Qāhirah: Dar
Al-Mannār, 1947)
Shihab, M Quraish. Tafsir Al-Mishbāh: Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur`an,
(Jakarta: Lentera Hati, 2002)

Anda mungkin juga menyukai