MEDAN
DISUSUN OLEH:
(2100001188)
2021
i
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas karunia dan
rahmatNya penulis dapat menyelesaikan makalah laporan kasus yang berjudul
“Asuhan Keperawatan kepada mrs.S dengan diagnosa medis Chronic Kidney
Disease On HD”. Tidak lupa juga penyusun mengucapkan terimakasih kepada semua
pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang ikut serta
mendukung penulis dalam pengambilan kasus pada pasien hingga penyusunan
makalah ini, diantaranya :
Plores L Sianturi
ii
DAFTAR ISI
BAB I: PENDAHULUAN......................................................................... 5
2.1.1. Definisi.................................................................................. 7
2.1.3. Etiologi...................................................................................7
2.1.7. Komplikasi............................................................................19
3
BAB V : PENUTUP.........................................................................59
5.1 Kesimpulan.................................................................................59
5.2 Saran............................................................................................59
4
BAB I
PENDAHULUAN
Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan
tidak dapat pulih kembali,dimana tubuh tidak mampu memelihara metabolisme dan gagal
memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit yang berakibat padapeningkatan ureum
(Desfrimadona, 2016).
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan jumlah klien gagal ginjal
pada tahun 2011-2013 telah meningkat 50%. Indonesia termasuk salah satu negara dengan
tingkat klien gagal ginjal yang cukup tinggi. Menurut data survei yangdilakukan PERNEFRI
2013 ini mencapai 30,7 juta penduduk yang menderita penyakit CKD (Kartika, 2013).
Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 dan 2018 menunjukan bahwa prevalensi
penyakit gagal ginjal kronis di Indonesia ≥ 15 tahun berdasarkandiagnosis dokter pada tahun
2013 adalah 0,2% dan terjadi peningkatan padatahun 2018 sebesar 0,38%(Kemenkes RI,
2017). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013 melaporkan prevalensi penyakit
gagal ginjal kronis berdasarkan diagnosis dokter prevalensi gagal ginjal kronis pada pria di
Indonesia sebesar 0,3 persen dan pada wanita di Indonesia sebesar 0,2 persen. Riskesdas juga
kmkm melaporkan prevalensi gagal ginjal kronis terbesar terdapat pada klien berusia ≥ 75
tahun, yaitu sebesar 0.6 persen. Di DKI jakarta menduduki peringkat kelima sebanyak 1087
yang menderita penyakit CKD dari 31 provensi di indonesia (Riskesdas, 2013). Menurut
survei yang telah dilakukan prevalensi penyakit gagal ginjal kronis di Provinsi
Sumatera Utara sebanyak 0,2% dari jumlah penduduk (Kementerian Kesehatan RI, 2013).
Rumah Sakit Siloam Dhirga Surya Medan mengalami peningkatan dengan penyakit
chronic Kidney Disease dengan peningkatan tahun 2020 menurut data rekam medik sebanyak
32 pasien
5
1.2 Tujuan
6
BAB II
Gagal ginjal kronik adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi
ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut, hal ini terjadi bila laju
filtrasi glomerular kurang dari 50 mL/min (Suyono, et al, 2015).
Gagal ginjal kronik merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit sehingga terjadi uremia (Smeltzer & Bare, 2015).
Gagal ginjal kronik adalah kemunduran fungsi ginjal yang progresif dan irreversible dimana
terjadi kegagalan kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan metabolik, cairan
dan elektrolit yang menyebabkan uremia atau azotemia (Brunner & Suddarth, 2016)
2.1.2. Etiologi
Gagal ginjal kronik sering kali menjadi penyakit komplikasi dari penyakit lainnya,
sehingga merupakan penyakit sekunder. Penyebab dari gagal ginjal kronis antara lain :
e) Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal)
g) Nefropati toksik
7
2.1.3. Anatomi dan Fisiologi (Fokus)
a. Anatomi
Ginjal merupakan suatu organ yang terletak retroperitoneal pada dinding abdomen di
kanan dan kiri columna vertebralis setinggi vertebra T12 hingga L3. Ginjal kanan
terletak lebih rendah dari yang kiri karena besarnya lobus hepar. Ginjal dibungkus
oleh tiga lapis jaringan. Jaringan yang terdalam adalah kapsula renalis, jaringan pada
lapisan kedua adalah adiposa dan jaringan terluar adalah fascia renal. Ketiga lapisan
jaringan ini berfungsi sebagai pelindung dari trauma dan memfiksasi ginjal ( Tortora
dan Derrickson., 2011).
Ginjal memiliki korteks ginjal di bagian luar yang berwarna coklat gelap. Korteks
ginjal mengandung jutaan alat penyaring disebut nefron. Setiap nefron terdiri dari
glomerulus dan tubulus. Medula ginjal terdiri dari beberapa massa – massa triangular
disebut piramida ginjal dengan basis menghadap korteks dan bagian apeks yang
menonjol ke medial. Piramida ginjal berguna untuk mengumpulkan hasil eksresi
kemudian disalurkan ke tubulus kolektivus menuju pelvis ginjal (Tortora dan
Derrickson., 2011).
8
b. Fisiologi
Ginjal adalah organ penting yang memiliki peran cukup besar dalam pengaturan
kebutuhan cairan dan elektrolit. Hal ini terlihat pada fungsi ginjal yaitu sebagai
pengatur air, pengatur konsentrasi garam dalam darah, pengatur keseimbangan asam
basa darah dan pengatur eksresi bahan buangan atau kelebihan garam . Proses
pengaturan kebutuhan keseimbangan air ini diawali oleh kemampuan bagian
glomerulus sebagai penyaring cairan. Cairan yang tersaring kemudian melalui tubulus
renalis yang sel – selnya menyerap semua bahan yang dibutuhkan (Damayanti, dkk.,
2015). Ginjal yang tidak dirawat dengan baik dapat mengakibatkan penyakit gagal
ginjal. Gagal ginjal ( renal atau kidney failure ) adalah kasus penurunan fungsi ginjal
yang terjadi secara akut (kambuhan) maupun kronik (menahun). Gagal ginjal akut
apabila terjadi penurunan fungsi ginjal berlangsung secara tiba- tiba, tetapi kemudian
dapat kembali normal setelah penyebabnya dapat segera diatasi. Sedangkan gagal
ginjal kronik gejalanya muncul secara bertahap, biasanya tidak menimbulkan gejala
awal yang jelas, sehingga penurunan fungsi ginjal tersebut tidak dirasakan dan
berlanjut hingga tahap parah. Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur
volume dan komposisi kimia darah dan lingkungan dalam tubuh dengan mengeksresi
zat terlarut dan air secara selektif. Fungsi vital ginjal dicapai dengan filtrasi plasma
darah melalui glomerulus dengan reabsorpsi sejumlah zat terlarut dan air dalam
jumlah yang sesuai di sepanjang tubulus ginjal. Kelebihan zat terlarut dan air di
eksresikan keluar tubuh dalam urin melalui sistem pengumpulan urin (Price dan
Wilson., 2012).
Ginjal mendapatkan darah yang harus disaring dari arteri. Ginjal kemudian akan
mengambil zat - zat yang berbahaya dari dari darah. Zat – zat yang diambil dari darah
pun diubah menjadi urin. Urin lalu akan dikumpulkan dan dialirkan ke ureter. Setelah
ureter, urin akan ditampung terlebih dahulu di kandung kemih. Bila orang tersebut
merasakan keinginan berkemih dan keadaan memungkinkan, maka urin yang
ditampung di kandung kemih akan dikeluarkan lewat uretra (Sherwood., 2011).
Tiga proses utama akan terjadi di nefron dalam pembentukan urin, yaitu filtrasi,
reabsorpsi dan sekresi. Pembentukan urin dimulai dengan filtrasi sejumlah besar
cairan yang hampir bebas protein dari kapiler glomerulus ke kapsula bowman.
Kebanyakan zat dalam plasma kecuali protein, difiltrasi secara bebas sehingga
9
konsentrasinya pada filtrat glomerulus dalam kapsula bowman hampir sama dengan
plasma. Awalnya zat akan difiltrasi secara bebas oleh kapiler glomerulus tetapi tidak
difiltrasi kemudian direabsorpsi parsial, reabsorpsi lengkap dan kemudian akan
dieksresi (Sherwood., 2011).
10
11
12
2.1.4 Klasifikasi
2.1.5. Etiologi
13
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat
pada setiap nefron (biasanya berlangsung beberapa tahun dan tidak reversible). (NIC-NOC
2015)
a. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis adalah penyakit inflamasi atau non inflamasi pada glomerulus yang
menyebabkan perubahan permeabilitas, perubahan struktur, dan fungsi glomerulus. (Sudoyo,
2014).
b. Proteinuria
Adanya protein di dalam urin manusia yang melebihi nilai normalnya yaitu lebih dari
150mg/24 jam atau pada anak-anak lebih dari 140mg/m2.(Sudoyo 2010).
Pada pasien Diabetes, berbagai gangguan pada ginjal dapat terjadi, seperti terjadinya batu
saluran kemih, infeksi saluran kemih, pielonefritis, yang selalu disebut sebagai penyakit
ginjal non diabetik pada pasien diabetes. (sudoyo 2010).
d. Amiloidosis ginjal
e. Diabetes militus adalah penyebab utama dan terjadi lebih dari 30% klien yang menerima
dialisis.hipertensi adalah penyebab utama ESRD kedua. (yuli 2015)
14
difus.
7. Nefrosklerosis hipertensi
Hipertensi jangka panjang menyebabkan sklerosis dan penyempitan arteriol ginjal dan
arteri kecil dengan akibat penurunan aliran darah yang menyebabkan iskemia,
kerusakan glomerulus, dan atrifi tubulus.
7) Menjaga suhu tubuh tetap dalam batas normal dengan menyesuaikan pakaian dan
mengubah lingkungan (kebutuhan cairan).
8) Menjaga tubuh tetap bersih dan terawat serta melindungi integumen (kebutuhan personal
higyne).
10) Berkomunikasi dengan orang lain dalam mengungkapkan emosi, kebutuhan, rasa takut
atau pendapat (kebutuahan psikososial).
15
12) Bekerja dengan tata cara yang mengandung unsur prestasi (kebutuhan belajar).
13) Bermain atau terlibat dalam berbagai kegiatan rekreasi (kebutuhan bermain).
14)Belajar mengetahui atau memuaskan rasa penasaran yang menuntun pada perkembangan
normal dan kesehatan serta menggunakan fasilitas kesehatan yang tersedia (kebutuhan
belajar).
Keempat belas kebutuhan dasar manusia di atas dapat diklasifikasikan menjadi empat
kategori, yaitu komponen kebutuhan biologis, psikologis, sosiologis dan spiritual. Kebutuhan
dasar poin 1 – 9 termasuk komponen kebutuhan biologis. Poin 10 dan 14 termasuk komponen
kebutuhan psikologis. Poin 11 termasuk kebutuhan spiritual. Sedangkan poin 12 dan 13
termasuk komponen kebutuhan sosiologis. Henderson juga menyatakan bahwa pikiran dan
tubuh manusia tidak dapat dipisahkan satu sama lain (inseparable). Sama halnya dengan klien
dan keluarga, mereka merupakan satu kesatuan (unit) (Potter dan Patricia, 2010).
Ginjal merupakan organ pengekresi cairan yang utama pada tubuh pada individu
dewasa, ginjal mengeksresikan sekitar 1500ml per hari. selain itu ginjal juga menerima
hampir 170 liter darah untuk disaring menjadi urine. Produksi urine untuk semua kelompok
usia adalah 1ml/kg/jam. Pada individu dewasa, produksi urine sekitar 1,5 liter/ hari. Jumlah
urine yang di produksi oleh ginjal dipengaruhi oleh ADH dan aldosteron, dalam pengaturan
keseimbangan cairan, dikenal istilah obligatory loss. Obligatory loss adalah mekanisme
pengeluaran cairan yang mutlak terjadi untuk mempertahankan keseimbangan cairan dalam
tubuh. Rumus yang di pakai untuk menetukan banyaknya asupan cairan adalah (Jumlah urin
yang dikeluarkan selama 24 jam terakhir + 500 ml(IWL) (Suharyanto,2013; Mubarak, 2008).
Pada klien Chronic Kidney Disease (CKD) terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus
(LFG) berpengaruh pada retensi cairan dannatrium. Retensi cairan dan natrium tidak
terkontol dikarenakan ginjal tidak mampu untuk mengonsentrasikan atau mengencerkan urin
secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan
masukan cairan dan elektrolit sehari hari tidak terjadi. Natrium dan cairan sering tertahan
dalam tubuh yang meningkatkan resiko terjadinya oedema, gagal jantung kongesti, dan
hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis reninangiotensin dan kerjasama
keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Klien mempunyai kecenderungan untuk
16
kehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare
menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk status uremik.
1) Kebutuhan oksigenasi
2) Kebutuhan nutrisi
Nutrisi merupakan proses pemasukan dan pengolahan zat makanan oleh tubuh yang
bertujuan menghasilkan menghasilkan energi dan digunakan dalam aktivitas tubuh. Sistem
yang berperan dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi adalah sistem pencernaan yang terdiri
atas saluran pencernaan yang dimulai dari mulut sampai usus halus bagian distal, dan organ
asesoris terdiri atas hati , kantung empedu dan pankreas. Pada penyakit Chronic Kidney
Disease (CKD) sistem pencernaan cenderung ditemukan adanya Anoreksia, nausea dan
vomitus, yang berhubungan dengan gangguan metabolisme protein di dalam usus. Keadaan
Chronic Kidney Disease (CKD) mengakibatkan penurunan fungsi ginjal dalam hal
mengeluarkan sisa-sisa metabolisme tubuh yang salah satunya adalah ureum. Peningkatan
kadar ureum dalam darah akan akan mengiritasi mukosa lambung dan merangsang
peningkatan asam lambung (HCL) akibatnya akan terjadi mual. Faktor uremik disebabkan
oleh ureum yang berlebihan dalam tubuh. Ureum yang meningkat pada air liur diubah oleh
bakteri di mulut menjadi amonia sehingga nafas berbau amonia dan perubahan membran
mukosa mulut berupa lidah menjadi kotor atau timbulnya lesi pada mukosa mulut. Sedangkan
17
ureum yang meningkat dalam usus dapat menyebabkan perubahan mukosa usus yang
menimbulkan kembung pada perut. Gagal ginjal akan menyebabkan gangguan pada
metabolisme vitamin D, sehingga akan terjadi gangguan pada absorpsi kalsium di usus
(Potter dan Patricia, 2010).
Kebutuhan rasa aman dan nyama salah satunya yaitu, istirahat merupakan keadaan
relaks tanpa adanya tekanan emosional, bukan hanya dalam keadaan tidak beraktivitas tetapi
juga kondisi yang membutuhkan ketenangan. pada sistem integumen normalnya keadaan
turgor kulit elastis, tidak pucat, akral tubuh teraba hangat. Pada klien Chronic Kidney Disease
(CKD) cenderung ditemukan adanya rasa gatal sebagai akibat dari uremi fross, kulit tampak
bersisik, kelembaban kulit menurun, turgor kulit cenderung menurun (kembali > 3 detik).
Pada tahap lanjut cenderung akan terjadi ketidakseimbangan termoregulasi tubuh dan akral
teraba dingin, kulit berwarna pucat akibat adanya anemia dan kekuning-kuningan akibat
urokrom, suatu penumpukan kristal urea di kulit (urea fross). Adanya gatal-gatal di kulit
menyebabkan klien ingin menggaruk dan akibatnya akan timbul bekas-bekas garukan di kulit
(Potter dan Patricia, 2010).
4) Kebutuhan aktivitas
Pada klien Chronic Kidney Disease (CKD) abnormalitas utama pada gangguan
aktivitas yaitu, metabolisme kalsium dan fosfat tubuh yang memiliki hubungan saling timbal
balik, jika salah satunya meningkat yang lain menurun. Penurunan LFG menyebabkan
peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar serum menyebabkan
penurunan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun pada CKD, tubuh tidak
berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon, dan akibatnya kalsium di
tulang menurun, menyebabkan perubahan pada tulang dan menyebabkan penyakit tulang,
selain itu metabolik aktif vitamin D (1,25 dihidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat
didalam ginjal menurun, seiring dengan berkembangnya CKD terjadi penyakit tulang uremik
dan sering disebut Osteodistrofienal. Osteodistrofienal terjadi dari perubahan komplek
kalsium, fosfat dan keseimbangan parathormon (Smeltzer dan Bare, 2014).
18
Menurut Smeltzer dan Bare (2014) setiap sistem tubuh pada Chronic Kidney Disease (CKD)
dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka klien akan menunjukkan sejumlah tanda dan gejala.
Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, usia klien
dan kondisi yang mendasari. Tanda dan gejala klien gagal ginjal kronis adalah sebagai
berikut:
a. Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem renin-
angiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki, tangan, sakrum), pembesaran vena leher.
b. Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis dan
rapuh, rambut tipis dan kasar.
c. Manifestasi Pulmoner
d. Manifestasi Gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia, mual,muntah,
konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal
e. Manifestasi Neurologi.
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan tungkai, panas pada
telapak kaki, perubahan perilaku.
f. Manifestasi Muskuloskeletal
g. Manifestasi Reproduktif
6. Komplikasi
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, klien CKD akan mengalami beberapa
komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Suwitra (2006) antara lain adalah :
19
a. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan masukan diit
berlebih.
b. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk sampah uremik
dan dialisis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin angiotensin
aldosteron.
e. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum yang
rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan kadar alumunium akibat
peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
Klien CKD perlu mendapatkan penatalaksanaan secara khusus sesuai dengan derajat
penyakit CKD, bukan hanya penatalaksanaan secara umum. Menurut (Sudoyo, 2015), sesuai
dengan derajat penyakit CKD dapat dilihat dalam tabel berikut :
Tabel 2.2 Rencana tatalaksana penyakit ginjal kronik sesuai dengan derajatnya.
20
Derajat LFG LFG (ml/mn/1.73m2)
(ml/mnt/1,73m
1 ≥ 90 Terapi penyakit dasar, kondisi komoroid, evaluasi
pemburukan fungsi ginjal, memperkecil resiko
kardiovaskular.
2 60-89 menghambat pemburukan fungsi ginjal
3 30-59 evaluasi dan terapi komplikasi
4 12-29 persiapan untuk terapi pengganti ginjal
5 < 15 atau dialisis Terapi pengganti ginjal
a. Penatalaksanaan keperawatan
1) cairan
Bila ada oliguria, cairan yang diperbolehkan biasanya 400-500 ml (untuk menghitung
kelebihan cairan rutin) ditambah volume yang hilang lainya seperti urin, diare, dan muntah
selama 24 jam terakhir.
b) Klien dialisis
Pemasukan cairan terbatas jumlahnya sehingga kenaikan berat badan tidak lebih dari 0,45
kg/hari diantara waktu dialisis. ini umumnya akibat dari pemasukan 500 ml sehari ditambah
volume yang hilang melalui urin, diare dan muntah.
2) Elektrolit
Pemasukam kalium harus dibatasi 1,5-2,5 g (38,5-64 mEq)/hari pada dewasa dan sekitar 50
mg (1,9 mEq)/kg/hari untuk anakanak.
Ini dapat diberikan lebih bebas untuk mempertahankan kadar natrium dan kalium serum
normal pada Klien dengan dialisis. selama CAPD (cronik ambulatory peritonial dealysis),
kalium yang dapat diberikan sekitar 2,7-3,1 g (70-80 mEq)/kg/hari pada anak, untuk
mempertahankan keseimbangan cairan.
3) Diet rendah protein untuk membatasi akumulasi produk akhir metabolisme protein yang
tidak dapat diekresikan ginjal.
21
4) Persiapan yang harus dilakukan perawat sebelum operasi AV – Shunt:
a) Berikan informasi yang jelas pada klien karena sering terjadi adalah pemasangan alat
untuk HD padahal hanya menyambungkan pembuluh darah yang ada pada tubuh klien.
c) Lakukan program free heparin sebelum dilakukan operasi, menurut literatur sebaiknya
heparin tidak diberikan 6-8 jam sebelum operasi dan diharapkan tidak diberikan kembali
setelah 12 jam post operasi atau dikondisikan sampai luka operasi mengering.
d) Sebelum operasi perawat HD bisa melakukan palpasi pada arteri radialis dan ulnaris untuk
merasakan kuat tidaknya aliran darah arterinya kemudian dilaporkan ke ahli bedah. bila salah
satu arteri (radilis/ ulnaris ) tidak teraba dan tidak ditemukan dengan alat penditeksi (dopler)
maka kontra indikasi untuk dilakukan AVShunt.
b. Penatalaksanaa kolaboratif
3) Kalsium karbonat atau kalsium asetat untuk mengobati osteodistropi ginjal dengan
mengikat fosfat dan menambah kalsium.
4) Anthi hipertensi (ACE inhibitor) untuk mengontrol tekanan darah dan edema.
6) Suplemen besi dan folat atau tranfusi sel darah merah untuk anemia.
7) Eritropoitin sintetik untuk menstimulus sumsum tulang, memproduksi sel darah merah.
8) Suplemen besi, estrogen konjugata, dan desmopresin untuk melawan efek hematologik.
22
Dialysis digunakan untuk mengeluarkan produk sisa cairan dan uremik dari tubuh bila
ginjal tidak mampu melakukanya.juga dapat digunakan untuk mengobati klien dengan edema
yang tidak meresponpengobatan lain, hepatic, hiperkalemia, hiperkalsemia, hipertensi, dan
dialysis peritonial, untuk menggantikan ginjal yang tidak berfungsi. Dialisis adalah
pergerakan cairan dan butir-butir (partikel) memlalui membaran semipermeabel. Dialisis
adalah suatu tindakan yang dapat memulihkan keseimbangan cairan dan elektrolit,
mengendalikan keseimbangan asam-basa, dan mengeluarkan sisa metabolisme dan bahan dari
tubuh.
Ada tiga prinsip yang mendasari dialisis, yaitu disfungsi, osmosis, dan ultrafiltrasi.
Disfungsi adalah pergerakan butir-butir (partikel) dari tempat yang berkonsentrasi tinggi ke
tempat yang berkonsentrasi rendah. Dalam tubuh manusia, hal ini terjadi memlalui membran
semipermeabel. Difusi menyebabkan urea, kreatinin, adan asam urat dari darah klien masuk
ke dalam dialisiat. Walaupun konsentrasi eritrosit dan protein da;lam darah tinggi, meteri ini
tidak dapat menebus membran semipermeabel katrena eitrosit dan prtotein mempunyai
mokelul yang besar. Osmosi menyangkut pergerakan air melakui membran semipermeabel
dari tempat yangberkonsentrasi rendah ke tempat yang berkonsentrasi tinggi (osmolalitas).
Ultrafiltrasi adalah pergerakan cairan melalui membran semipermeabel sebagai akibat
tekanan gradien buatan. Tekanan gradien buatan dapayt bertekanan positif (didorong) atauu
negatif (ditarik). Ultrafiltrasi lebih efisien daripada osmosisi dalam mengambil cairan dan
diterapkan dalam hemodialisa. Pada saat dialissi, prinsip osmosis, dan difusi atau ultrafiltrasi
digunakan secara simultan atau persamaan.
2.2. 1 Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul pada CKD menurut Huda dan Hardhi
dalam NANDA NIC-NOC (2015).
b. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pembatasan diit dan
ketidak mampuan untuk mengabsorbsi nutrien.
23
d. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan nutrisi ke
jaringan sekunder.
me. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan anemia, retensi produk sampah dan
prosedur dialysis.
Rencana asuhan keperawatan menurut Huda dan Hardhi dalam NANDA NIC-NOC (2015).
24
Reflek hepatojugular positif tingkat phospor) sebelum
Oliguria, azotemia perawatan untuk
Perubahan status mental, mengevaluasi respon thdp
kegelisahan, kecemasan terapi.
Faktor-faktor yang berhubungan : 2. Rekam tanda vital: berat
Mekanisme pengaturan badan, denyut nadi,
melemah pernapasan, dan tekanan
Asupan cairan berlebihan darah untuk
Asupan natrium berlebihan mengevaluasi respon
terhadap terapi.
3. Sesuaikan tekanan filtrasi
untuk menghilangkan
jumlah yang tepat dari
cairan berlebih di tubuh
klien.
4. Bekerja secara kolaboratif
dengan klien untuk
menyesuaikan panjang
dialisis, peraturan diet,
keterbatasan cairan dan
obat-obatan untuk mengatur
cairan dan elektrolit
pergeseran antara
pengobatan.
2 Gangguan nutrisi kurang dari Tujuan: Nursing intervensi
kebutuhan Setelah dilakukan asuhan classification (NIC)
Definisi : Intake nutrisi tidak cukup keperawatan selama 3x24 Nutritional Management :
untuk keperluan metabolisme tubuh. jam nutrisi seimbang dan 1. Monitor adanya mual dan
Batasan karakteristik : adekuat. muntah
Berat badan 20 % atau lebih di Kriteria Hasil: 2. Monitor adanya
bawah ideal Nursing outcomes kehilangan berat badan dan
Dilaporkan adanya intake classification perubahan status nutrisi.
makanan yang kurang dari RDA (NOC) : Nutritional Status 3. Monitor albumin, total
(Recomended Daily Allowance) Nafsu makan meningkat protein, hemoglobin, dan
25
Membran mukosa dan Tidak terjadi penurunan hematocrit level yang
konjungtiva pucat BB menindikasikan status
Kelemahan otot yang digunakan Masukan nutrisi adekuat nutrisi dan untuk
untuk menelan/mengunyah Menghabiskan porsi perencanaan treatment
Luka, inflamasi pada rongga makan selanjutnya.
mulut Hasil lab normal 4. Monitor intake nutrisi dan
Mudah merasa kenyang, sesaat (albumin,kalium) kalori klien.
setelah mengunyah makanan 5. Berikan makanan sedikit
Dilaporkan atau fakta adanya tapi sering.
kekurangan makanan 6. Berikan perawatan mulut
Dilaporkan adanya perubahan sering.
sensasi rasa 7. Kolaborasi dengan ahli
Perasaan ketidakmampuan untuk gizi dalam pemberian diet
mengunyah makanan sesuai terapi.
Miskonsepsi
Kehilangan BB dengan makanan
Cukup
Keengganan untuk makan
Kram pada abdomen
Tonus otot jelek
Nyeri abdominal dengan atau
tanpa patologi
Kurang berminat terhadap
makanan
Pembuluh darah kapiler mulai
rapuh
Diare dan atau steatorrhea
Kehilangan rambut yang cukup
banyak (rontok)
Suara usus hiperaktif
Kurangnya informasi,
misinformasi
Faktor-faktor yang berhubungan :
Ketidakmampuan pemasukan atau
26
mencerna makanan atau
mengabsorpsi zat-zat gizi
berhubungan dengan faktor biologis,
psikologis atau ekonomi.
3 Gangguan pertukaran Gas Tujuan: Nursing intervensi
berhubungan Setelah dilakukan asuhan classification (NIC)
dengan hiperventilasi paru keperawatan selama 1x24 Respiratory Monitoring :
jam pola nafas adekuat. 1. Monitor rata – rata,
Kriteria Hasil: kedalaman, irama dan usaha
Nursing outcomes respirasi.
classification (NOC) : 2. Catat pergerakan
Respiratory Status dada,amati kesimetrisan,
Peningkatan ventilasi dan penggunaan otot tambahan,
oksigenasi yang adekuat retraksi otot supraclavicular
Bebas dari tanda tanda dan intercostal.
distress pernafasan 3. Monitor pola nafas :
Suara nafas yang bersih, bradipena, takipenia,
tidak ada sianosis dan kussmaul, hiperventilasi,
dyspneu (mampu cheyne stokes.
mengeluarkan sputum, 4. Auskultasi suara nafas,
mampu bernafas dengan catat area penurunan / tidak
mudah,tidak ada pursed adanya ventilasi dan suara
lips) tambahan.
Tanda tanda vital dalam Oxygen Therapy :
rentang normal. 1. Auskultasi bunyi nafas,
catat adanya crakles.
2. Ajarkan klien nafas
dalam.
3. Atur posisi senyaman
mungkin.
4. Batasi untuk beraktivitas.
5. Kolaborasi pemberian
oksigen.
4 Gangguan perfusi jaringan Tujuan: Nursing intervensi
27
berhubungan dengan penurunan Setelah dilakukan asuhan classification (NIC)
suplai O2 dan nutrisi ke jaringan keperawatan selama 3x24 Circulatory Care :
sekunder jamm perfusi jaringan 1. Lakukan penilaian secara
adekuat. komprehensif fungsi
Kriteria Hasil: sirkulasi periper. (cek nadi
Nursing outcomes priper,oedema, kapiler
classification refil, temperatur
(NOC) : Circulation Status ekstremitas).
Membran mukosa merah 2. Kaji nyeri.
muda 3. Inspeksi kulit dan Palpasi
Conjunctiva tidak anemis anggota badan.
Akral hangat 4. Atur posisi klien,
TTV dalam batas normal. ekstremitas bawah lebih
Tidak ada edema rendah untuk memperbaiki
sirkulasi.
5. Monitor status cairan
intake dan output.
6. Evaluasi nadi, oedema.
7. Berikan therapi
antikoagulan.
5 Intoleransi aktivitas berhubungan Tujuan: Nursing intervensi
dengan keletihan anemia, retensi Setelah dilakukan asuhan classification (NIC)
produk sampah dan prosedur keperawatan selama 3x24 Activity therapy :
dialysis. jam 1. Monitor respon fisik,
Intoleransi aktivitas dapat social dan spiritual.
teratasi. 2. Bantu klien untuk
Kriteria Hasil: mendapatkan alat bantuan
Nursing outcomes aktivitas seperti kursi roda,
classification krek.
(NOC) : Circulation Status 3. Bantu untuk
Mampu melakukan mengidentifikasi aktivitas
aktivitas yang disukai.
sehari-hari secara mandiri. 4. Bantu klien/ keluarga
Tanda-tanda vital normal untuk mengidentifikasi
28
Mampu berpindah kekurangan dalam
dengan atau tanpa bantuan beraktivitas.
alat. 5. Bantu klien untuk
Sirkulasi status baik. mengembangkan motivasi
diri dan penguatan.
6. Kolaborasikan dengan
tenaga rehabilitasi medik
dalam merencakan program
terapi yang tepat.
6 Resiko Kerusakan intregritas kulit Tujuan: Nursing intervensi
berhubungan dengan efek uremia Setelah dilakukan asuhan classification (NIC)
dan keperawatan selama 3x24 Skin surveilance :
neuropati perifer. jam 1. Monitor adanya tanda –
Resiko Kerusakan tanda kerusakan integritas
intregritas kulit tidak terjadi. kulit.
Kriteria Hasil: 2. Monitor warna kulit.
Nursing outcomes 3. Monitor temperatur
classification 4. Catat adanya perubahan
(NOC) : Circulation Status kulit dan membran mukosa.
Temperatur jaringan 5. Ganti posisi dengan
dalam sering.
rentang normal. 6. Anjurkan intake dengan
Elastisitas dan kalori dan protein yang
kelembaban Adekuat
dalam rentang rentang
normaal.
Pigmentasi dalam rentang
normal.
29
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian
3.1.1. Identitas
Umur : 61 thn
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Medan
Diagnosa : CKD on HD
A. Keluhan Utama
Pasien mengeluh lemas, dan ada BAB berdarah sejak seminggu sebelum masuk
rumah sakit
30
Pasien tampak sesak, terpasang oksigen 2 lpm, kaki bengkak 1 minggu terakhir, mual
dan muntah tidak ada, lemas, sesak, pasien terpasang double lumen di jugularis
dextra, urin pasien minimal, BAB berdarah masih ada sedikit.
Pasien mengalami CKD dan rutin HD 3x/minggu sejak 2 bulan yang lalu, pasien HD
selama 4-5 jam setiap HD. Pasien pertama kali masuk ke RS karena keluhan lelah,
sesak napas dan BAB berdarah seminggu terakhir sebelum masuk rumah sakit.
Pasien dan keluarga mengatakan tidak ada riwayat keluarga yang mengalami penyakit
CKD, DM, hipertensi dan lain-lain.
a. Vital sign:
N: 82 x/mnt
P: 21 x/mnt
S: 36.70C
c. Berat badan pasien tidak diukursebelum dan sesudah HD, karena pasien tidak mampu
untuk berdiri.
e. Resiko VTE: 2
31
g. Malnutrition Screening Score: 2
Keluarga mengatakan sebelum sakit nafsu makan klien bagus, makan 3x/hari. Klien
juga mengatakan bisa melakukan aktivitasnya sehari-hari dan bekerja sebagai
seorang wiraswasta. Namun keluarga mengatakan bahwapasien suka mengkonsumsi
makanan siap saji atau junkfood saat masih muda dulu.
Keluarga dan pasien mengatakan sejak sakit badan pasien lemas dan sulit untuk
bergerak secara bebas. juga mengatakan sudah mulai belajar dengan pola hidup
yang sesuai dengan saran dokter yaitu dengan makan teratur dari rumah sakit dan
membatasi cairan 500ml/hari.
c. Kebersihan kulit : Turgor kulit klien tampak kering, tidak ada lesi
32
n. Pharing : Tampak uvula tampak simetris
Bening
q. Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Vocal Premitus : Vocal premitus normal, bagian kanan dan kiri bergetar
sama dan seimbang dengan mengucapkan angka 77.
Perkusi
Auskultasi
Suara tambahan: Normal hanya saja volume suara pelan dan lemah
33
Stridor : Tidak ada
r. Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Batas kanan : Batas bawah kanan jantung: sekitar ICS IV kanan di linea
parasternalis kanan
Batas kiri : Batas kiri atas jantung: ICS II kiri di linea parasternalis kiri
Auskultasi
HR : 82x/mnt
34
Kaku sendi: tidak ada
Pasien dan keluarga mengatakan sebelum sakit klien jarang untuk tidur siang
karena pekerjaan, dan pasien seringan tidur malam antara jam 23.00-24.00 wib
jikalau tidak ada kegiatan.
Pasien mengatakan mengalami kesulitan untuk istirahat saat di rawat di rumah sakit.
Ht L 22.8% (37.0-47.0)
3.1.7. Obat/Therapy
a. Ceftum, nexium drip 8mg/jam, kalnex 500 mg, ecalta 100 mg, tamoliv (prn),
exforge 10/160, januvia 100 mg, stalevo, ketosteril, combivent, pulmicort, lactulac,
cordaron.
b. Pasien HD 3x/minggu (senin, rabu dan jumat) selama 4-5jam ureum dari HH282.30
mg/dl menjadi 48.20mg/dl, sedangkan kreatinin dari HH 8.04 mg/dl menjadi H2.03
mg/dL
35
3.2. Analisa Data
36
2 DS: Edema Gangguan Pola Napas
- Klien mengatakan sesak
- Klien lelah jika beraktivitas
- Klien merasa berat menganbil
napas atau saat inspirasi
DO:
- Klien tampak sesak
- Terdengar ronchi saat di auskultasi
- Tampak kelehan jika beraktivitas
- Terpasang nassal canul O2 2lpm
- TTV: TD: 133/85mmHg, N: 95x/mnt,
S: 36.70C, SpO2: 99% dengan oksigen
nassal canul 2lpm, P: 21x/mnt
3 DS: Edema Intoleransi Aktivitas
- Klien mengatakan tidak bisa duduk
karena merasa sedikit sesak dan pusing Penurunan curah jantung
- Klien mengatakan hanya nyaman saat
berbaring dan sesekali miring ke arah
kiri atau kanan
- Klien mengatakan mudah lelah jika
melakukan aktivitas
DO:
- Klien tampak hanya melakukan
aktivitas di tempat tidur saja
- Klien dibantu oleh perawat dalam
melakukan ADLnya.
-TTV: TD: 133/85mmHg, N: 95x/mnt,
S: 36.70C, SpO2: 99% dengan oksigen
nassal canul 2lpm, P: 21x/mnt
Diagnosa Keperawatan
37
2. Gangguan pertukaran Gas berhubungan dengan hiperventilasi paru
38
ventilasi dan dada,amati pernapasan klien
oksigenasi yang kesimetrisan,
adekuat penggunaan otot
2. Bebas dari tanda tambahan, retraksi
tanda distress otot
pernafasan supraclavicular
3. Suara nafas yang dan intercostal
bersih, tidak ada 3. Monitor pola
sianosis dan nafas : bradipena,
dyspneu (mampu takipenia,
mengeluarkan kussmaul,
sputum,mampu hiperventilasi
bernafas dengan 4. Auskultasi suara
mudah,tidak ada nafas, catat area
pursed lips) penurunan / tidak
4. Tanda tanda vital adanya ventilasi
dalam rentang dan suara
normal. tambahan.
Oxygen Therapy :
1. Auskultasi bunyi nafas,
catat adanya crakles.
2. Ajarkan klien nafas
dalam.
3. Atur posisi senyaman
mungkin.
4. Batasi untuk
beraktivitas
5. Kolaborasi pemberian
oksigen.
3 Setelah dilakukan 1. Evaluasi respon klien 1. Menetapkan kemampuan
tindakan keperawatan terhadap aktivitas. atau kebutuhan klien
3x24 jam intoleransi 2.Bantu aktivitas dalam pemilihan
aktivitas dapat teratasi perawatan diri yang intervensi
diperlukan selama fase 2. Meminimalkan
39
dengan kriteria hasil: penyembuhan kelelahan dan membantu
3. Bantu klienmemilih keseimbangan suplai dan
1. Klien mampu
posisi nyaman untuk kebutuhan oksigen
melakukan aktivitas
istirahat 3. Klien mungkin nyaman
sesuai batas yang
4. Jelaskan pentingnya dengan kepala tinggi
dapat ditoleransi
istirahat dalam rencana atau menunduk ke depan
2. Klien dapat
pengobatan dan meja atau bantal
mengatakan tidak
perlunya keseimbangan 4. Tirah baring
sesak setelah
aktivitas dan istirahat dipertahankan selama
melakukan aktivitas
5. Kolaborasi dengan ahli fase penyembuhan untuk
3. Tanda vital dalam
gizi dalam pemberian menurunkan kebutuhan
batas normal (TD:
diet yang adekuat dan metabolik dan
110-120/70-80 mmHg,
seimbang menghemat energi
RR: 12-20 x/menit,
5. Gizi yang tepat dapat
HR: 60-100 x/menit,
menjadi mendukung
S: 36,5-37,50C)
klien dalam beraktivitas
40
Implementasi
41
P:
Lanjutkan intervensi: Plores L S
- Kaji adanya edema
- Ukur denyut jantung dan awasi TD
- Monitor pemasukan cairan
- Ukur balance cairan
- Batasi cairan dan beri informasi untuk sedikit
minum
- Kolaborasi pemberian obat diuritika dengan dokter
Pk 14.05 1. Memonitor rata – rata, kedalaman, irama dan S:
Pk.16.00 usaha respirasi. - Klien mengatakan masih sesak
Pk.17.00 2. Mencatat pergerakan dada,amati kesimetrisan, - Klien mengatakan mudah lelah jika beraktivitas
penggunaan otot tambahan, retraksi otot - Klien mengatakan badan lemas
Pk. 18.00 supraclavicular dan intercostal O:
Pk.18.40 3. Mengauskultasi bunyi nafas, catat adanya - Klien tampak sesak dengan RR: 22x/mnt dengan
crakles. oksigen 2lpm nassal canul SpO2 98%
Pk 19.00 4. Mengajarkan klien nafas dalam. - Membran mukosa klien tampak pucat
5. Mengatur posisi senyaman mungkin. - Klien dibantu jika beraktivitas
6. Membatasi beraktivitas yang berat - Saat diauskultasi ada suara ronchi tapi tidak terlalu
7. Memberikan oksigen dengan nassal canul 2 lpm kuat
- TTV: TD: 140/57mmHg, N: 82x/mnt, S: 36.8 0C,
SpO2: 98% dengan oksigen nassal canul 2lpm, P:
42
22x/mnt
A:
Masalah keperawatan Gangguan pola napas belum
teratasi
P: Plores L S
Lanjutkan intervensi:
1. Monitor tanda-tanda vital
2. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles.
3. Ajarkan klien nafas dalam.
4. Atur posisi senyaman mungkin.
5. Batasi untuk beraktivitas
6. Kolaborasi pemberian oksigen
Pk 14.05 1. Mengevaluasi respon klien terhadap aktivitas. S:
Pk.16.00 2.Membantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan - Klien mengatakan tidak bisa duduk karena merasa
Pk.17.00 selama fase penyembuhan sedikit sesak dan pusing
3. Membantu klien memilih posisi nyaman untuk - Klien mengatakan hanya nyaman saat berbaring
Pk. 18.00 istirahat dan sesekali miring ke arah kiri atau kanan
Pk.18.40 4. Menjelaskan pentingnya istirahat dalam rencana - Klien mengatakan mudah lelah jika melakukan
pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan aktivitas
Pk 19.00 istirahat O:
5. Memberikan diet dengan ahli gizi diet yang adekuat - Klien tampak hanya melakukan aktivitas di tempat
dan seimbang tidur saja, sesekali duduk di atas tempat tidur
43
- Klien masih dibantu oleh perawat dalam melakukan
ADLnya
- TTV: TD: 140/57mmHg, N: 82x/mnt, S: 36.8 0C,
SpO2: 98% dengan oksigen nassal canul 2lpm, P:
22x/mnt
A:
Masalah keperawatan intoleransi aktivitas belum
teratasi
P:
Lanjutkan intervensi:
- Evaluasi respon klien terhadap aktivitas.
- Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan
selama fase penyembuhan Plores L S
- Bantu klienmemilih posisi nyaman untuk istirahat
- Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana
pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas
dan istirahat
- Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet
yang adekuat dan seimbang.
44
Implementasi hari kedua, 28 Oktober 2021
46
7 Memberikan oksigen dengan nassal canul 2lpm Membran mukosa klien tampak pucat
- Klien dibantu jika beraktivitas
- Saat diauskultasi ada suara ronchi tapi tidak
terlalu kuat
- TTV: TD: 130/54mmHg, N: 84x/mnt, S:
370C, SpO2: 98% dengan oksigen nassal
canul 2lpm, RR: 22x/mnt
A:
Masalah keperawatan Gangguan pola napas
belum teratasi Plores L S
P:
Lanjutkan intervensi:
1. Monitor tanda-tanda vital
2. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles.
3. Ajarkan klien nafas dalam.
4. Atur posisi senyaman mungkin.
5. Batasi untuk beraktivitas
6. Kolaborasi pemberian oksigen
Pk.19.30 1. Mengevaluasi respon klien terhadap aktivitas. S:
Pk.20. 00 2.Membantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan - Klien mengatakan hanya nyaman saat berbaring
selama fase penyembuhan dan sesekali miring ke arah kiri atau kanan
Pk.22. 00 3. Membantu klien memilih posisi nyaman untuk - Klien mengatakan mudah lelah jika melakukan
47
Pk 24.00 istirahat aktivitas
Pk.02.00 4. Menjelaskan pentingnya istirahat dalam rencana O:
Pk.04.00 pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas - Klien tampak hanya melakukan aktivitas di tempat
Pk. 06.00 dan istirahat tidur saja, sesekali duduk di atas tempat tidur
5. Memberikan diet dengan ahli gizi diet yang adekuat - Klien dibantu penuh oleh perawat dalam
dan seimbang melakukan ADLnya
- TTV: TD: 130/54mmHg, N: 84x/mnt, S: 37 0C,
SpO2: 98% dengan oksigen nassal canul 2lpm, RR:
22x/mnt
A:
Masalah keperawatan intoleransi aktivitas belum
teratasi
P:
Lanjutkan intervensi:
- Evaluasi respon klien terhadap aktivitas.
- Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan
selama fase penyembuhan Plores L S
- Bantu klienmemilih posisi nyaman untuk istirahat
- Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana
pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas
dan istirahat
- Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet
48
yang adekuat dan seimbang.
49
Implementasi hari ketiga, 29 Oktober 2021
51
2lpm - TTV: TD: 150/60mmHg, N: 89x/mnt, S: 36.60C,
SpO2: 99% dengan oksigen nassal canul 2lpm,
RR: 20x/mnt
A:
Masalah keperawatanGangguan pola napas belum
teratasi
P:
Lanjutkan intervensi: Plores L S
1. Monitor tanda-tanda vital
2. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles.
3. Ajarkan klien nafas dalam.
4. Atur posisi senyaman mungkin.
5. Batasi untuk beraktivitas
6. Kolaborasi pemberian oksigen
Pk.19.30 1. Mengevaluasi respon klien terhadap aktivitas. S:
Pk.20. 00 2.Membantu aktivitas perawatan diri yang - Klien mengatakan tidak bisa duduk karena
diperlukan selama fase penyembuhan merasa sedikit sesak dan pusing
Pk.22. 00 3. Membantu klien memilih posisi nyaman untuk - Klien mengatakan hanya nyaman saat berbaring
istirahat dan sesekali miring ke arah kiri atau kanan
Pk 24.00
4. Menjelaskan pentingnya istirahat dalam - Klien mengatakan mudah lelah jika melakukan
Pk.02.00
rencana pengobatan dan perlunya aktivitas
Pk.04.00
keseimbangan aktivitas dan istirahat O:
Pk. 06.00
52
5. Memberikan diet dengan ahli gizi diet yang - Klien tampak hanya melakukan aktivitas di
adekuat dan seimbang tempat tidur saja, sesekali duduk di atas tempat
tidur
- Klien masih dibantu oleh perawat dalam
melakukan ADLnya
- Klien tampak lebih lemas dari hari sebelumnya.
- TTV: TD: 150/60mmHg, N: 89x/mnt, S: 36.60C,
SpO2: 99% dengan oksigen nassal canul 2lpm,
RR: 20x/mnt
A:
Masalah keperawatan intoleransi aktivitas belum
teratasi
P:
Lanjutkan intervensi:
- Evaluasi respon klien terhadap aktivitas.
- Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan
selama fase penyembuhan Plores L S
- Bantu klienmemilih posisi nyaman untuk
istirahat
- Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana
pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas
dan istirahat
53
- Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian
diet yang adekuat dan seimbang.
54
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
Data hasil pengkajian penulis didapatkan dari hasil wawancara dengan klien,
pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan diagnostik, catatan medis, catatan keperawatan, serta
bekerja sama dengan perawat ruangan, dan tim kesehatan lainnya yang mendukung
pengkajian. Dari hasil pengkajian, klien di diagnosa Chronic Kidney Disease (CKD). CKD
adalah kerusakan ginjal yang progresif dan irreversibel yang ditandai dengan uremia, yang
diakibatkan oleh kerusakan nefron dan glomerolus, penyebab CKD adalah penyakit ginjal
polikistik, glomerolunefritis kronis, pielonefritis kronis, obstruksi urin kronis, nefropati
dengan adanya hasil laboratorium yang menunjukkan Hb LL 5.9 g/dl (11.7-15.5), Ht LL
16.0 % (37.0-47.0), Ureum HH 282.30 mg/dl (16.6-48.5), Creatinine HH 8.04 mg/dl (0.51-
0.95). Dengan ini menunjukan bahwa klien termasuk stadium berat. Ny.S mempunyai
kebiasaan memakan makanan cepat saji dan junkfood yang dapat menyebabkan dirinya
menderita penyakit CKD.
Didalam tinjauan kasus, penulis menemukan kesesuaian etiologi dengan tinjauan teori
yang ada yaitu Ny.S menderita CKD karena kebiasaan memakan makanan cepat saji dan
junkfood. Yang mengakibatkan aliran darah menjadi kental sehingga aliran darah ke ginjal
menjadi lambat, darah yang kental mengakibatkan ginjal untuk bekerja lebih keras, ginjal
yang bekerja terlalu keras dan terlalu lama mengakibatkan ginjal menjadi lemah, nefron
banyak yang mati dan produksi vit D, Renin angio tensin, eritopoitin, sehingga terjadi CKD.
Pada kasus Ny.S untuk penatalaksanaan medis CKD dilakukan terapi farmakologis dengan
pemberian therapy diuretik sesuai advise dokter. Memonitor status cairan dengan
keseimbangan intake dan output, monitor tanda kelebihan/kekurangan cairan. Serta
kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet dengan diet rendah garam. Tindakan ini
dilakukan untuk mengatasi komplikasinya dan juga mencegah komplikasi lebih lanjut.
Setelah proses pengumpulan data dan analisa sesuai dengan masalah yang ditentukan,
maka penulis merumuskan diagnosa keperawatan berdasarkan data-data tersebut. Dari hasil
analisa data maka didapatkan tiga diagnosa yaitu: Kelebihan volume cairan berhubungan
dengan gangguan mekanisme regulasi, Gangguan pola napas berhungan dengan hipervintilasi
yag berlebihan, Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen. Setelah menetapkan diagnosa penulis menetapkan intervensi yang
55
akan dilakukan pada setiap diagnosa. Kemudian penulis melakukan implementasi selama
3x24 jam untuk ketiga diagnosa yang telah diangkat oleh penulis. Setelah penulis melakukan
implementasi penulis melihat perkembangan klien sesuai dengan kriteria hasil yang telah
ditetapkan oleh penulis. Dalam mengevaluasi perkembangan klien, penulis menggunakan
SOAP (Subjektif, Objektif, Analisa, Planing), sehingga dapat diketahui, masalah yang
teratasi, masalah teratasi sebagian, dan masalah yang belum teratasi. Berdasarkan hasil
evaluasi pada klien Ny.S yang dilakukan pada tanggal 27 Oktober 2021 sampai 29 Oktober
2021, didapatkan bahwa masalah keperawatan Ny.S belum teratasi, Ny.S masih memerlukan
tindak lanjut perawatan untuk mengatasi masalah yang belum teratasi tersebut.
56
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam teori telah disampaikan bahwa Chronic Kidney Disease (CKD) adalah
penurunan fungsi ginjal. Dari hasil Ny.S telah terjadi penurunan fungsi ginjal sehingga
kemampuan memfiltrasi hanya 25 ml/menit. Jika dilihat dari klasifikasi CKD Tn.S
mengalami CKD berat dimana Ureum creatinin meningkat. Manifestasi yang penulis
temukan pada Ny.S yaitu lemas, edema tungkai kaki kanan garde +1, konjungtiva pucat dan
anemis, sesak. Setelah data-data didapatkan, penulis menemukan 3 diagnosa keperawatan
yang sesuai dengan kondisi klien saat ini yaitu : Kelebihan volume cairan berhubungan
dengan gangguan mekanisme regulasi, Gangguan pola napas berhungan dengan
hiperventilasi yang meningkat, Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen. Pada rencana keperawatan sebagian besar penulis
menyantumkan intervensi berdasarkan hasil landasan teoritis dan kemudian disesuaikan
dengan kondisi klien karena ada beberapa intervensi yang tidak dapat dilakukan. Pada saat
penulis melakukan implementasi sebagian besar dilaksanakan. Tahap akhir dari pemenuhan
kebutuhan dasar yaitu evaluasi keperawatan, diagnosa yang penulis temukan pada klien yang
belum teratasi.
B. Saran
Dari kesimpulan yang telah didapat penulis menganggap perlu adanya peningkatan mutu
pelayanan pemenuhan kebutuhan dasar yang diharapkan dapat membantu klien dalam
mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan menjadi lebih optimal. Disini penulis
memberikan beberapa saran kepada beberapa pihak yang diharapkan dapat membantu dalam
memberikan asuhan keperawatan kepada klien dengan penyakit Chronic Kidney
Disease (CKD), dan saran tersebut diantaranya :
1. Penulisan Selanjutnya
57
2. Perawat Ruangan
58
Daftar Pustaka
Kementerian kesehatan RI. (2013). Infodatin pusat data dan informasi kementerian
kesehatan RI. CKD
Kementerian kesehatan RI. (2017). Infodatin pusat data dan informasi kementerian
kesehatan RI. CKD
Patricia A. Potter & Perry, Anne G. (2011). Buku Ajar Fundamental Keperawatan (konsep,
proses, dan praktik). Jakarta : EGC
Price, S.A., dan Wilson, L. M.,(2012). Pathofisiologi Konsep Klinik ProsesProses Penyakit.
Jakarta: EGC
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). (2013). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian RI tahun 2013
Robinson BE. (2013). Epidemiology of chronic kidney disease and anemia. Journal of the
American Medical Directors Association. Available from : Elsevier
Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Setiyohadi B, Syam AF. (2015). Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam (6th ed). Jakarta
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8. Jakarta :
EGC.
Suyono, et al. (2015). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam .Jakarta: Balai Penerbit FKUI
59