Anda di halaman 1dari 66

BAB I

PENGUJIAN VOLUMETRI DAN GRAVIMETRI

1.1 Dasar Teori


Pengujian volumetri gravimetri bertujuan untuk mencari komposisi tanah dan
pengukuran sifat fisik tanah. Selain sifat fisik tanah yang diidentifikasi dengan warna,
bentuk butiran tanah dan tekstur. Sifat fisik tanah juga dapat ditentukan dengan besarnya
nilai γ, w, dan Gs. Tanah pada prinsipnya terdiri dari butiran padat (solid) dengan rongga
diantaranya mengandung air (water), dan udara (air) (Das, 1995).

Gambar 1.1 (a) Elemen tanah dalam keadaan asli; (b) tiga fase elemen tanah
(Sumber : Das, 1995)

Gambar 1.1 (a) menunjukkan suatu komposisi tanah dengan volume (V)
dan berat (W). Dari gambar tersebut dapat dibuat ilustrasi gambar komponen
penyusun tanah yang dibedakan menjadi butiran, air dan udara. Gambar 1.1 (b)
adalah tiga fase elemen tanah yang dapat digunakan untuk membuat hubungan berat
volume tanah yaitu berat butiran padat. Tabel 1.1 menunjukkan besarnya nilai
kesesuaian antara tipe tanah dengan angka pori, kadar air dan berat volume kering
tanah pada kondisi asli.
Pengujian volumetri gravimetri ini dapat digunakan untuk mencari sifat fisik
tanah. Sifat fisik tanah dapat dilihat dari nilai parameter beberapa pengujian.
Diantaranya yaitu :
1. Pengujian Berat Volume Tanah (γ)
Perbandingan antara berat total dengan volume tanah, dapat dihitung dengan :

1
𝑊
𝛾= dalam satuan gr/cm3 atau bergantung dengan ukuran yang dilakukan di
𝑉

laboratorium.
2. Pengujian Kadar Air (Wc)
Kadar air atau water content merupakan perbandingan antara berat air dan berat
butiran padat dari volume tanah yang di uji yang dinyatakan dalam persen. Kadar
air yang menguap dibagi dengan berat tanah kering sehingga di peroleh rumus :
Ww
w= dalam satuan persen (%)
Ws

Tabel 1.1. Angka Pori, Kadar Air, dan Berat Volume Kering untuk Beberapa Tipe Tanah
yang Masih Dalam Keadaan Asli

Angka Kadar air Berat Volume Kering


Tipe Tanah
pori dalam keadaan (γd)
(e) jenuh (%)
(lb/ft3) (kN/m3)
Pasir berlanau yang dilepas
0,65 25 102 16
dengan butiran bersudut
Pasir berlanau yang padat
0,4 15 121 19
dengan

butiran bersudut
Lempung Kaku 0,6 21 108 17
Lempung Lembek 0,9 - 1,4 30 - 50 73 - 93 11,5 - 14,5
Tanah 0,9 25 86 13,5
Lempung Organik Lembek 2,5 - 3,2 90 - 120 38 - 51 6-8
Glacial Till 0,3 10 134 21
Sumber : Das (1995)

3. Pengujian Spesific Grafity (Gs)


𝑊𝑠
𝐺𝑠 = (tidak menggunakan satuan)
𝛾𝑤

Gs adalah perbandingan antara perbandingan antara masa kering butiran tanah


dan masa air suling pada volume yang sama dengan volume butiran tersebut.
(Das, 1995).
Nilai Gs dapat menentukan jenis tanah tertentu atau dapat mementukan jenis
kandungan mineral pada tanah lempung. Tabel 1.3 dan Tabel 1.4 adalah nilai Gs

2
tertentu yang dapat diidentifikasi jenis tanah atau kandungan mineral tanah. Nilai
Gs = 2,67 umumnya digunakan untuk tanah tanpa kohesi dan nilai 2,70 untuk
tanah liat anorganik. Pengujian nilai Gs setidaknya dilakukan sebanyak 3 kali
untuk memperoleh nilai yang representative.
Tabel 1.2 Berat Jenis Tanah (Specific Grafity) Terhadap Beberapa Jenis Tanah

Macam Tanah Berat Jenis (Gs)

Kerikil 2,65 - 2,68


Pasir 2,65 - 2,68
Lanau anorganik 2,62 - 2,68
Lempung organik 2,58 - 2,65
Lempung anorganik 2,68 - 2,75
Humus 1,37
Gambut 1,25 - 1,80
Sumber : Hardiyatmo (2002)

Tabel 1.3 Berat Spesifik Mineral - Mineral

Mineral Berat Spesifik Gs

Quartz (Kwarsa) 2,65


Kolinite 2,6
Illite 2,8
Montmorillonite 2,65 - 2,80
Halloysite 2,0 - 2,55
Potassium Feldspar 2,57
Sodium And calcium feldspar 2,62 - 2,76
Chlorite 2,6 - 2,9
Biotite 2,8 - 3,2
Muscovite 2,76 - 3,1
Hornblende 3,0 - 3,47
Limonite 3,6 - 4,0
Olivine 3,27 - 3,37
Sumber : Das (1995)

3
1.2 Prosedur Praktikum
Pada pengujian berat volume, pengujian kadar air dan pengujian Gs contoh yang
digunakan adalah sama. Tanah yang digunakan adalah tanah dalam bentuk tidak terganggu
(undisturbed) yang disimpan pada tabung Shelby sebelum digunakan. Jenis tanah yang
digunakan dapat tanah berbutir kasar (pasir) atau tanah berbutir halus (lanau dan lempung).
A. Prosedur Pengujian Berat volume tanah dan Pengujian Kadar air Tanah
 Bahan
Sampel tanah yang sudah dikeluarkan dari extruder dibentuk menjadi kubus dengan
ukuran kira – kira 2 x 2 x 2 cm.
 Peralatan
1. Gelas kaca diameter 6 cm dengan ketinggian 6 cm.
2. Kaca datar.
3. Mangkok peluberan.
4. Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram.
5. Cawan.
6. Penggaris besi
7. Piknometer

 Pelaksanaan Pengujian
1. Ambil contoh tanah asli dari Tabung Shelby.

2. Timbang berat cawan (W cawan) dengan timbangan.


3. Potong tanah dan dibentuk dengan ukuran 2cm x 2cm x 2cm dengan bantuan
penggaris besi.

Sampel tanah diambil


sebagian kecil dengan ukuran
2 x 2 x 2 cm.

4
4. Menimbang berat sampel tanah

Berat sampel tanah:


W1 = Wct - Wc

Dengan keterangan :
W1 = berat sampel tanah (gram).
Wct = berat sampel tanah + berat cawan (gram).

Wc = berat cawan (gram).

5. Menentukan volume sampel tanah

Air raksa diratakan dengan


kaca datar

6. Ambil gelas kaca, letakan didalam mangkok pluberan.


7. Tuang air raksa ke dalam gelas kaca sampai penuh.
8. Masukkan sampel tanah kedalam gelas kaca yang berisi air raksa.
9. Pakai kaca datar untuk meratakan air raksa yang ada pada gelas kaca, air raksa
akan tumpah.

5
10. Pindahkan air raksa yang luber dari mangkok peluberan kemudian cawan yang
berisi air raksa ditekan kembali dengan kaca datar. Akibat dari penekanan kaca
datar tersebut maka air raksa kembali tumpah karena terdapat volume tanah.

Air raksa yang tumpah ditimbang = W2


Berat jenis air raksa = 13,6 gram/cm3
V air raksa yang meluber = W2 cm3
13,6

V air raksa yang meluber = V tanah

11. Menghitung berat volume tanah


Berat volume tanah sama dengan kondisi asli, maka diperoleh rumus sebagai
berikut:
W1
t 
V
Dengan keterangan :
 t  berat volume tanah (gram/cm3)

W1 = berat contoh tanah (diperoleh dari persamaan 2.2)


V = volume tanah (cm3)

12. Ulang langkah 4 – 11 hingga 3x percobaan.


13. Ambil tanah sampel tanah yang sudah diuji tersebut untuk pengujian kadar air.
14. Timbang berat cawan.
15. Taruh tanah yang sudah dipotong pada cawan, timbang untuk mengetahui berat
sampel tanah + cawan.
16. Timbang dan masukan sampel tanah + cawan kedalam oven selama 24 jam.

Tanah yang sudah dioven selama 24 jam


dikeluarkan, diangin - anginkan terlebih
dahulu. kemudian ditimbang kembali
untuk mendapatkan jumlah kadar air.
Biasanya kadar air dinyatakan dengan
persen (%).

6
17. Ambil sampel tanah yang sudah di oven selama 24 jam, diamkan sebentar di suhu
ruang supaya suhu pada tanah kembali normal.
18. Timbang untuk mengetahui berat sampel tanah + cawan setelah di oven.
Kadar air adalah berat air yang menguap dibagi dengan berat tanah kering. Sehingga
diperoleh rumus sebagai berikut:
(W2  W3 )
w  100%
(W3  W1 )
Dengan keterangan :
w = kadar air (%)
W1 = berat cawan (gram)
W2 = berat cawan + contoh tanah (gram)
W3 = berat tanah kering + cawan (gram)

19. Ulangi langkah 13 – 19 hingga 2x percobaan.

B. Prosedur Pengujian Spesific Gravity


1. Ambil sampel tanah dari percobaan berat volume dan kadar air dan tumbuk
tanah hingga jadi butiran halus atau lolos ayakan nomor 200.
2. Ambil 2 Piknometer lalu timbang secara bergantian.
3. Taruh tanah yang sudah di tumbuk atau lolos ayakan200 ke dalam
piknometer sebanyak 1/3 dari piknometer tersebut.

4. Timbang kembali, untuk mengetahui berat tanah kering sebelum di campur


air suling.
5. Beri air suling kedalam piknometer sampai batas ujung piknometer, lalu
diamkan sebentar

7
6. Kocok air suling dan tanah tersebut hingga tercampur rata sampai keluar
gelembung.

7. Ambil gelembung tersebut menggunakan tisu dan kawat.


8. Timbang kembali untuk mengetahui berat air suling dan tanah yang sudah
tercampur tanpa adanya gelembung.

9. Ukur suhu air di dalam piknometer menggunakan termometer.

10. Ulang langkah 3 – 9 hingga 2x percobaan.


11. Bejana Piknometer dibersihkan (harus sampai bersih dari semua kotoran tanah
yang melekat), dan kemudian diisi air suling sampai batas yang ditentukan dan
ditimbang.

Menghitung nilai Specific gravity (Gs)

8
W4
Gs  (tanpa satuan)
(W3  W4 )  W2
dengan keterangan:
W2 = berat air + tanah + piknometer (gram)
W3 = berat piknometer + air suling (gram)
W4 = berat tanah kering (gram)
Gs umumnya ditentukan atas dasar berat volume air suling pada temperatur 20°C,
sehingga :
Gs (pada 20°C) = Gs (pada T1°C) x  w (pada T1°C) /  w (pada 20°C)
= Gs (pada T1°C) . A

Tabel 1.6 Harga Parameter

Sumber : SNI 1964-2008

9
1.3 Hasil dan Analisa Praktikum
A. Berat volume tanah
Tabel 1.4 Contoh Hasil Praktikum Berat Volume Tanah (γ)
Nomor Cawan Satuan 51 52 21
Berat cawan Gram 47,4 47,9 49,6
Berat tanah basah (W1) Gram 15,8 14,9 17,2
Berat air raksa yang dipindahkan oleh
Gram 119,7 122,8 137
tanah yang di test (W2)
Volume tanah (V)
𝐖𝟐 cm³ 8,80 9,02 10,01
𝟏𝟑, 𝟔
Berat volume tanah
𝐖𝟏 gram/cm³ 1,79 1,65 1,70
(γt) = 𝐕

Berat volume tanah kering (γd) gram/cm 3 1,25 1,12 1,17


Sumber : Data Praktikum Mekanika Tanah 1 (2019)

Dari hasil percobaan yang diperoleh pada tabel 1.4 (Praktikum Berat Volume
Tanah) saat praktikum tersebut dapat dihitung volume tanah (V), berat volume tanah
(γt) dan berat volume tanah asli (γd)

Menghitung berat volume basah :

 Cawan nomor 51
15,8
o V = 13,6 = 8,80 cm³
15,8
o γt = = 1,7954 cm³
8,80
1,7954
o γd = 1+0,4363 = 1,25 gr/cm3 =12,5 kN/m3

1. dari perhitungan berat volume basar didapat berat volume dengan range 1,65 –
1,79 gram /cm3.
2. Dengan berat volume kering sebesar 1,12 – 1,25 gram /cm3.
3. Dan dengan kadar air rata rata 11,8 gram/cm 3.

10
B. Perhitungan Kadar Air
Berikut adalah hasil pengujian kadar air, dapat dilihat pada tabel 1.5
Tabel 1.5 Tabel Hasil Praktikum Kadar Air (Wc)
Nomor cawan Satuan 51 52 21
Berat cawan (W1) gram 47,4 47,9 49,6
Berat cawan + tanah
gram 63,2 60,8 66,8
basah (W2)
Berat cawan + tanah
gram 58,4 58,1 61,4
kering (W3)
Kadar air (Wc)
(𝑾𝟐 − 𝑾𝟑) % 43,63 46,07 45,76
𝒙𝟏𝟎𝟎%
(𝑾𝟑 − 𝑾𝟏)
Sumber : Data Praktikum Mekanika Tanah 1 (2019)

Dari hasil percobaan yang diperoleh pada tabel 1.5 , saat praktikum tersebut
dapat dihitung kadar air (Wc), W, Ws, Ww, berat volume tanah kering (γd).

Menghitung kadar air tanah :

 Cawan nomor 51
(63,2−58,4)
o Wc= (58,4−47,4) 𝑥100% = 43,63%

1. Dari hasil perhitungan kadar air dan kemudian di rata rata mendapatkan nilai
sebesar 45,15%.

2. Pada hasil kadar air diatas termasuk diantara nilai 30 - 50%, maka tipe tanah yang
didapat adalah tipe tanah lempung lembek. Dari hasil analisis diatas diklasifikasikan
kedalam tabel 1.6 (Klasifikasi berat volume dan kadar air).

11
C. Spesific Gravity
Berikut adalah contoh hasil pengujian dan analisis untuk Specific Gravity (Gs)
Tabel 1.7 Contoh Analisis Specific Gravity (Gs)
Test no. 1 2
Nomer Piknometer 6 5
Berat Piknometer, Wp 487 457
Berat Piknometer + tanah kering, W1 586 555
Berat Piknometer + tanah + air, W2 722 725
Berat Piknometer + air suling, W3 660 663
Berat tanah kering, W4 99 98
W4
Gs (pada T1°C)  2,676 2,722
(W3  W4 )  W2

Gs (pada 20°C) = Gs (pada T1°C) . A 2,67 2,72

Sumber : Data Praktikum (2019)

Berdasarkan hasil dari dua percobaan, diperoleh nilai Gs sebesar 2,67 – 2,72 jika
disesuaikan sesuai dengan Tabel 1.2 dan tabel 1.3 maka dapat diidentifikasi sebagai
berikut :
1. Dari nilai Gs sebesar 2.67 masuk dalam jenis tanah lempung organic dengan
kandungan mineral tanah sodium and calcium feldspar.
2. Dan dari nilai Gs sebesar 2,72 masuk kedalam jenis tanah lempung anorganic
dengan kandungan mineral sodium dan calcium feldspar.

1.4. Kesimpulan
Berdasarkan pengujian volumetri gravimetri, hasil yang didapatkan adalah
sebagai berikut:
1. Berat Volume Kering.
2. Kadar Air.
3. Spesific Gravity.

12
BAB II
PENGUJIAN ATTERBERG LIMIT

2.1 Dasar Teori


Apabila tanah berbutir halus mengandung mineral lempung, maka tanah tersebut
dapat diremas – remas tanpa menimbulkan retakan. Sifat ini disebut sifat kohesif karena
adanya air yang terserap di tanah. Atteberg limit menjelaskan sifat konsistensi tanah
berbutir halus dengan kadar air bervariasi. Yang mana bila kadar air tinggi campuran tanah
akan lembek. Air yang terkandung dalam tanah dapat di pisahkan ke dalam empat dasar
yaitu : Padat, Semi Padat, Plastis dan Cair (Das, 1995). seperti Gambar 3.1 berikut :

Gambar 2.1 Batas - Batas Atteberg


(Sumber : Das, 1995)
Dimana terjadi transisi dari keadaan padat ke keadaan semi padat yang didefinisikan
sebagai batas susut (SL) (shrinkage limit). Kadar air transisi dari keadaan semi padat ke
keadaan plastis terjadi dinamakan batas plastis (PL) (plastic limit). Dan dari keadaan
plastis ke keadaan cair dinamakan batas cair (LL) (liquid limit).
1. Batas Cair (LL)
Batas cair adalah suatu kondisi dimana kadar air berada di antara keadaan cair dan
plastis. Pengujian batas cair dilakukan dengan cara membuat pasta tanah yang
dimasukkan ke dalam mangkuk kuningan yang disebut sebagai mangkuk cassagrande.
Pasta tanah kemudian diletakkan dalam mangkok kuningan kemudian digores tepat
ditengahnya dengan menggunakan alat penggores standar. Selanjutnya menjalankan
alat pemutar, mangkok akan naik turun sesuai pemutar alat dengan jumalah ketukan
(N) bervariasi antara 15 sampai 35 ketukan sampai tanah menutup goresan. Banyaknya
contoh tanah yang digunakan untuk percobaan setidaknya sampai 4 kali (Das, 1995).

13
Kadar air ditentukan dengan membuat grafik hubungan antara jumlah ketukan
(skala log) dengan kadar air dari setiap percobaan. Dari garis linier percobaan tersebut
pada pukulan 25 yang didefinisikan sebagai batas cair (Liquid Limit).

Gambar 2.2. Mangkuk Cassagrande


(Sumber : Alibaba.com, 2020)

Gambar 2.3. Pasta Tanah Dalam Mangkuk Cassagrande


(Sumber : Das, 1995)

Gambar 2.4. contoh tanah sebelum diuji batas cair dan setelah diuji
(Sumber : Das, 1995)

14
2. Batas susut (SL)
Tanah akan mencapai suatu tingkat keseimbangan dimana penambahan kehilangan
air tidak akan menyebabkan perubahan volume yang signifikant. Dimana perubahan
suatu massa tanah terhenti didefinisikan sebagai batas susut (shrinkage limit). Dalam
pengujian ini membuat sebuah pasta tanah yang dimasukkan kedalam mangkuk
porselin yang diberi pelumas kemudian diangin – angina dalam suhu ruang. Dilakukan
penimbangan tiap jam atau jam untuk penimbangan dapat ditentukan sendiri, sampai
tidak ada perubahan berat atau hamper konstan dapat dioven. Proses pengujian batas
susut dapat dilihat pada Gambar 2 sebagai berikut.

Gambar 2.5. Pengujian Batas Susut


(Sumber : Das, 1995)

3. Batas Plastis (PL)


Didefinisikan sebagai kadar air tanah yang ketika digulung sampai dengan diameter
3 mm terjadi retak retak pada tanah (Das, 1995). Batas plastis ini merupakan batas
terendah dari tingkat keplasitisan suatu tanah atau dengan kata lain perbedaan antara
batas cair dan batas batas plastis suatu tanah. Dengan cara pengujian yang sederhana
dengan cara menggulung tanah berukuran 3 mm dengan bentuk ellips dengan telapak
tangan diatas kaca datar.

Gambar 2.6. Plastic Limit


(Sumber : Bing.com, 2020)

15
Sifat plastis dari tanah disebabkan oleh air yang terserap oleh partikel partikel mineral
lempung, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa mineral lempung mempengaruhi batas
plastis dan batas cair tanah yang bersangkutan. Batas batas tersebut digunakan untuk
memberikan informasi mengenai sifat tanah kohesif.
Dari pengujian batas cair, batas plastis dan batas susut dapat diperoleh kandungan
mineral dalam tanah bergantung batasan nilai menurut Mitchel (1972) pada tabel 2.1.
Tabel 2.1. Harga - Harga Batas Atterberg Untuk Mineral Lempung
Mineral Batas Cair Batas Plastis Batas Susut
Montinorillonite 100-900 50-100 8,5-15
Nontronite 37-72 19-27
Illite 60-120 35-60 15-17
Kaolinite 30-110 25-40 25-29
Halloysite terhidrasi 50-70 47-60
Halloysite 35-55 30-45
Attapulgite 160-230 100-120
Chlorite 44-47 36-40
Allophane 200-250 130-140
Sumber : (Mitchell, 1976), Das (1995)

2.2 Pengujian Atterberg Limit


2.2.1 Batas Cair (Liquid Limit)
 Bahan pengujian.
 Sampel tanah lolos ayakan 50.
 Air Suling.
 Peralatan pengujian
 Mangkok.
 Peralatan Cassagrande.
 Sendok pengaduk.
 Oven.
 Cawan.
 Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram.

16
 Prosedur Pengujian
1. Siapkan bahan dan peralatan pengujian Batas Cair.
2. Sampel tanah yang sudah siap dimasukkan kedalam mangkok kurang
lebih 3 sendok. Kemudian tambahkan air ke dalam mangkok yang berisi
sampel tanah.
3. Aduk sampel tanah yang tercampur dengan air hingga keadaan lembek
atau plastis.
4. Tanah yang sudah tercampur dengan air dalam kondisi plastis
dimasukkan kedalam mangkok casagrande. Permukaan tanah dibuat
rata dengan sendok, tebal tanah terendam ± 8 mm (seperti Gambar 2.7)
kemudian tanah dibuat alur.

Gambar 2.7. Keadaan Tanah Pada Mangkok Casagrande


5. Setelah membuat alur kemudian alat casagrande diketuk sampai alur
tertutup minimal sepanjang 12.7 mm (= 0.5 inches). Jumlah ketukan
berada diantara 25-35 pukulan.

Gambar 2.8. Keadaan Tanah Setelah Dibuat Alur dan Keadaan Tanah
setelah diketuk pada mangkok Casagrande

6. Apabila percobaan selesai sampel tanah diambil kemudian diletakkan


diatas cawan. Cawan terlebih dahulu ditimbang beratnya = W1, berat
17
tanah + cawan = W2. Cawan + tanah dikeringkan dengan oven selama
24 jam kemudian setelah selesai ditimbang beratnya = W3.

Gambar 2.9. Penimbangan Berat Cawan dan Sampel Tanah

Wc % 
W2  W3  100%
W2  W1 

Gambar 2.10. Sampel Tanah yang Sudah


Ditimbang Kemudian Dimasukkan Oven

7. Percobaan kemudian diulangi sampai mendapatkan beberapa variasi


kadar air (Wc %). Percobaan merupakan hasil coba – coba
memberikan air pada sampel tanah misal :
 Percobaan 1 : Wc1 %
 Percobaan 2 : Wc2 %
 Percobaan 3 : Wc3 %
 Percobaan 4 : Wc4 %
Catatan :
 Pengujian batas cair sebaiknya dilakukan pada kondisi sampel paling kering
sehingga diperoleh Wc1 %. Selanjutnya air pada sampel tanah dapat ditambahkan
sehingga kadar air meningkat Wc2 %. Kondisi ini diulang sampai Wc1 % < Wc2 %
< Wc3 % < Wc4 %.
 Pengujian dapat dilakukan pada 3 (tiga) sampel dengan rincian sebagai berikut:

18
1. Satu benda uji dengan hasil ketukan diatas 25, dua benda uji dibawah ketukan 25.
2. Dua benda uji diatas ketukan 25 , satu benda uji dibawah 25.
Hasil pengujian dari sampel kemudian diplot dalam satu grafik seperti pada
Gambar 3.2 kemudian diperoleh nilai batas cair (liquid limit).

Kadar air Tepat pada


nilai N = 25 disebut
batas cair.

Gambar 2.11. Hasil Pengujian Batas Cair


Sumber : Modul Praktikum Mektan 1 (2019)

2.2.2 Batas Susut


 Bahan pengujian
 Sampel tanah lolos ayakan 50
 Air Suling
 Peralatan pengujian
 Mangkok
 Air raksa
 Kaca berdiameter
 Sendok pengaduk
 Oven
 Cawan
 Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram
 Pelumas.
 Prosedur pengujian batas susut (Shrinkage Limit SL)
1. Siapkan peralatan dan bahan pengujian batas susut.
2. Timbang berat cawan dan oleskan pelumas pada bagian dalam cawan
secukupnya.

19
3. Masukkan sampel tanah kurang lebih 3 sendok ke dalam mangkok yang
sudah disediakan.
4. Campurkan air ke dalam mangkok yang berisi sampel tanah dan asuk
hingga keadaan lembek atau dalam keadaan pasta.
5. Jika sudah dalam kondisi pasta, maka sampel tanah dimasukkan ke
dalam cawan 1/3 dari volume cawan, sambil diketuk secara pelan-pelan
supaya tanah dapat merata untuk mengisi 1/3 dari volume cawan.
6. Kemudian tambahkan lagi 2/3 dari volume cawan dan sambil diketuk
secara pelan supaya tanah dapat merata untuk mengisi 2/3 volume can.
7. Setelah menambahkan 2/3 sampel tanah, maka tambahkan sampel tanah
hingga memenuhi volume cawan secara penuh, lalu ketuk pelan hingga
volume cawan benar-benar terpenuhi dan pastikan bahwa volume cawan
terisi penuh oleh sampel tanah tanpa adanya rongga udara.

Gambar 2.12. Proses Pengujian Shrinkage Limit

8. Kemudian cawan yang berisi sampel tanah diangin-anginkan kurang


lebih 4 jam.
9. Setelah diangin-anginkan sampel tanah ditimbang sampai mendapatkan
nilai yang konstan selama periode tertentu.

Gambar 2.13. Penimbangan Sampel Tanah Pengujian Shrinkage Limit

10. Apabila sudah konstan maka cawan yang berisi sampel tanah dapat
dimasukkan ke dalam oven.
11. Umumnya pengeringan dilakukan selama 8 jam, maka proses
menimbang dari tanah + mangkok adalah sebagai berikut :
 Penimbangan pertama : WA diangin anginkan 4 jam

20
 Penimbangan kedua : WB diangin anginkan 8 jam
 Jika sampel tanah sudah konstan maka tanah bisa dimasukkan
kedalam oven selama 24 jam
Apabila tanah sudah benar – benar kering maka WA = WB . Berat tanah
+ mangkok yang sudah kering tersebut ditimbang beratnya = W 3.
Kemudian tanah yang sudah kering tersebut dikeluarkan dari mangkok.

Tanah + mangkok yang sudah


ditimbang dimasukkan oven

Setelah dioven, dikeluarkan


untuk ditimbang beratnya

12. Volume dari cawan shrinkage limit dapat diketahui dengan cara
sebagai berikut:

Vl = volume cawan shrinkage limit = W4/ 13,6


(W4 dalam gram)

13. Volume tanah kering dilakukan percobaan yang hampir sama seperti
pada poin 4 yaitu :

21
14. Kadar air contoh tanah mula – mula yang ada dalam mangkok
shrinkage limit adalah :

15. Perubahan kadar air (%) dari tanah tersebut sampai tercapainya batas
kerut (Shrinkage limit) adalah seperti pada gambar grafik.

Gambar 2.14. Grafik Shrinkage limit


SL (Shrinkage limit) adalah kadar air yang hilang setelah
pengeringan.

SL  Wc%  
Vi  Vf    w
berat _ ker ing _ dari _ pasta _ tan ah
Sehingga batas kerut :
 W  W5  
SL  Wc%    4
1
  100%
 13,6 W3  W1 
dengan keterangan :
SL = Shrinkage limit (%)
W1= berat mangkok (gram)
W3= berat tanah kering + mangkok (gram)
W4= berat air raksa dalam mangkok (gram)
W5= berat air rakya yang tumpah (gram)
 w = berat volume air (1 gram/cm3)

22
2.2.3 Batas Plastis (Plastic Limit)
 Bahan pengujian.
 Sampel tanah lolos ayakan 50.
 Air Suling.
 Peralatan pengujian.
 Sendok pengaduk.
 Oven.
 Cawan.
 Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram.
 Alas keramik.
 Prosedur Pengujian
1. Ambil beberapa bagian tanah yang berasal dari pengujian batas cair
kemudian ditambahkan dengan tanah kering yang belum dicampur dengan
air.
2. Sampel tanah digelintir diatas plat kaca sampai retak – retak pada diameter
3 mm. Apabila belum dapat sampai retak diameter 3 mm, maka
ditambahkan air sembari diremas lagi sehingga menambah
kelembekannya. Kemudian digelintir lagi sehingga pada diameter 3 mm
timbul retak – retak.
Catatan :
 Digelintir : digulung – gulung dengan jari tangan arah bolak - balik.
 Batas plastis adalah bila tanah digelintir pada diameter 3.0 mm
mulai retak.
Bila kadar air lebih tinggi maka tanah digelintir diameter 3.0 mm tanpa
retak. Sebaliknya bila kadar air lebih rendah maka tanah akan retak
sebelum diameter 3.0 mm.
3. Hasil tanah yang sudah digelintir kemudian diletakkan diatas cawan yang
sudah terlebih dahulu ditimbang beratnya.

23
untuk mendapatkan harga Plastic Limit (PL) menggunakan rumus:
W2  W3 
PL  Wc %    100%
W3  W1 
Dengan ketarangan:
Wc = kadar air (%)

W1= berat cawan (gram)


W2= berat cawan + gelintiran tanah (gram)
W3= berat cawan + gelintiran tanah setelah di oven (gram)

sedangkan untuk mendapatkan harga Indeks Plastis menggunakan rumus


berikut:
IP  LI  PL
Dengan keterangan :
IP = Indeks Plastis
LL = Batas Cair (Liquid Limit)
PL = Batas plastis (Plastic Limit)

24
2.3. Hasil dan Analis praktikum
A. Batas cair (LL)
Berikut adalah contoh hasil pengujian dan analisis untuk Batas Cair (Liquid Limit).
Tabel 2.2. Contoh Hasil Pengujian Batas Cair (LL)
Test no. 1 2 3
Cawan no. 8 21 25
Berat Cawan, W1 15,26 17,01 15,17
Berat Cawan + Tanah
29,30 31,58 31,45
Basah, W2
Berat Cawan + Tanah
25,84 27,72 26,96
Kering, W3
Kadar Air, w (%) 32,70 36,04 38,10
Jumlah Pukulan, N 35 23 17
Sumber : Data Praktikum Mektan 1(2019)
1. Menghitung Kadar air (w)
29,30  25,84
 Test no.1 =  100%  32,70%
25,84  15,26
31,58  27,72
 Test no.2 =  100%  36,04%
27,72  17,01
31,45  26,96
 Test no.3 =  100%  38,10%
26,96  15,17
Berdasarkan hasil analisis kadar air, langkah selanjutnya adalah membuat grafik
hubungan antara kadar air dengan jumlah ketukan.

Kadar air Tepat pada


nilai N = 25 disebut
batas cair.

Gambar 2.15. Hasil Pengujian Batas Cair.


Sumber : Data Praktikum Mektan 1 (2019)

25
Dimana perbandingan antara kadar air dan jumlah ketukan dapat dijelaskan
bahwa dengan jumlah 25 ketukan diperoleh garis linier diantara jumlah ketukan dan
kadar air dapat diketahui harga harga batas Atterberg untuk kandungan mineralnya.
B. Batas plastis (PL)
Berikut adalah contoh hasil pengujian dan analisis untuk Batas Plastis (Plastis Limit)
Tabel 2.3. Contoh Hasil Pengujian Batas Plastis (PL)
Test no 1 2
Cawan no. 20 70
Berat Cawan, W1 21,53 22,59
Berat Cawan + Tanah Basah, W2 24,17 24,59
Berat Cawan + Tanah Kering,
23,77 22,59
W3
W2  W3
PL   100% 17,90 17,70
W3  W1
Sumber : Data Praktikum Mektan (2019)

1. Menghitung batas plastis


( w2−w3 )
PL = x 100%
( w3−w1 )

 Sample tanah 1 Cawan no 28


(26,2 − 24,9)
PL = x100% = 20,96%
(24,9 − 18,7)
 Sample tanah 2 Cawan no 30
(19,5−18,2)
PL = (18,2−12,6) x100% = 23,21%

Tabel 2.4. tabel hasil praktikum indeks plastis (IP)

Sample tanah (plastic limit ,PL) 22,08 %


Nilai batas cair (liquid limit ,LL) 71,50%

IP = LL-PL 49,42%
Sumber : Praktikum Mekanika Tanah 1(2019)

26
2. Perhitungan Plastic Index :
IP = LL – PL
IP = 71,50 – 22,08 = 49,42%

Maka dari hasil Analisa didapat :


1. Nilai PL tanah di range 20 % - 23,12%.
2. Nilai IP tanah 49,42 %.

Berikut Hasil Pengujian Dan Analisis Untuk Batas Susut (Shrinkage Limit)
Tabel 2.5. Hasil Pengujian Batas Susut (SL)
Nomor cawan 08 33
Berat cawan (W1) Gram 17,8 17,7
Berat cawan + tanah basah (W2) Gram 49,6 47,6
Berat cawan + tanah kering (W3) Gram 37,6 36,1
(𝐖𝟐 − 𝐖𝟑) 60,60% 62,5%
𝐖𝐢 = 𝐱𝟏𝟎𝟎%
(𝐖𝟑 − 𝐖𝟏)
Berat air raksa yang dipakai untuk Gram 275,0 274,4
mengisi cawan (W4)
Berat air raksa yang dipindahkan Gram 150,4 138,5
oleh tanah yang ditest (W5)
(𝐖𝟒 − 𝐖𝟓) 46,27% 54,30%
𝐖= 𝐱𝟏𝟎𝟎%
𝟏𝟑, 𝟔(𝐖𝟑 − 𝐖𝟏)
SL=Wi-W 14,33% 8,19%
Sumber : Data Praktikum Mektan (2019)

Perhitungan shrinkage limit:


 Sample tanah 1 Cawan no 33
(274,4−138,5)
o W = 13,6(36,1−17,7) x100% = 54,30%
(47,6−36,1)
o Wi = (36,1−17,7) x100% = 62,5%

o SL = 62,5%-54,30% = 8,19%
 Sample tanah 2 Cawan no 08
(275,0−150,4)
o W = 13,6(37,6−17,8) x100% = 46,27%

27
(29,6−37,6)
o Wi = (37,6−17,8) x100% = 60,60%

o SL = 60,60%-46,27% = 14,33%

Setelah dilakukan perhitungan batas susut (shirinkage limit), diperoleh hasil SL


sebesar 14,91 termasuk kedalam jenis tanah yang mengandung mineral Montmorillonite
dengan range 8,5 % - 15%.

4.4. Kesimpulan
Berdasarkan pengujian Atterberg Limit, hasil yang didapatkan adalah sebagai
berikut:
1. Batas Cair (Liquid Limit).
2. Batas Plastis (Plastic Limit).
3. Batas Susut (Shrinkage Limit).

28
BAB III
KLASIFIKASI TANAH

3.1 Dasar Teori


Tanah umumnya dibagi menjadi 2 kelompok sesuai dengan ukuran butiran tanah ,
tanah berbutir kasar sebagai kerikil (gravel) dan pasir (sand) dan tanah berbutir halus
sebagai lanau (silt) dan lempung (clay), (Das 1995).
Klasifikasi tanah dibedakan menjadi AASHTO dan USCS. Menurut system
AASTHO dianggap sebagai tanah berbutir halus yang mana lebih dari 35% lolos ayakan
200. Yang lebih digunakan untuk untuk lapisan jalan raya. Sedangkan system USCS tanah
dianggap berbutir halus bilamana persentase lolos ayakan 200 lebih dari 50%. dan di
system USCS ini diterangakan sifat sifat tanah secara lebih jelas dari pada symbol symbol
di AASTHO. Dalam menentukan klasifikasi tanah diperlukan beberapa pengujian, salah
satu pengujian adalah dengan Analisa pembagian butiran yaittu saringan dan hydrometer.
Analisa ayakan dan Analisa hydrometer, Analisa ayakan untuk mengelompokkan tanah
berdasarkan ukuran butiran tanah yang tertinggal di saringan. Analisis ukuran butiran
tanah adalah penentuan persentase berat butiran pada satu unit saringan, dengan ukuran
diameter lubang tertentu. Ukuran lubang dari beberapa standar dapat dilihat pada Tabel
3.1. ukuran lubang ayakan pada uji Analisa ayakan. Pada Gambae 3.1 adalah ilustrasi set
alat Analisa ayakan
Tabel 3.1. ukuran lubang ayakan pada uji Analisa ayakan.

Sumber : Bowles, Found Engineering (1997)


Gambar Analisa Ayakan

29
Gambar 3.1. Analisa Ayakan
Sumber : Modul praktikum Mektan 1 (2019)

Analisa Hydrometer dilakukan untuk tanah berbutir halus yang lolos ayakan nomer
200 dengan persentase lolos ayakan melebihi 50 %. Tanah yang butirnya sangat kecil
yakni lebih kecil dari No.200 (0,075 mm) tidak efektif lagi disaring dengan saringan yang
lebih kecil dari No.200 bila ingin menentukan besaran butirnya (SNI 3423:2008). Tujuan
melakukan Analisa Hydrometer ini untuk mrngetahui ukuran butiran tanah yang berbutir
halus masuk dalam jenis tanah Silt (lanau) atau Clay (lempung). Analisis hydrometer
didasarkan pada prinsip sedimentasi (pengendapan) butir-butir tanah dalam air. Bila siatu
contoh tanah dilarutkan dalam air, partikel-partikel tanah akan mengendap dengan
kecepatan yang berbeda-beda, tergantung pada bentuk, ukuran dan beratnya. Semua
partikel tanah tersebut, untuk mudahnya, dapat dianggap berbentuk bola (bulat), dan
kecepatan mengendap dari partikel-partikel tersebut dapat dinyatakan dalam Hukum
Stokes :
v = ((𝑠 −) 𝛾𝑤)/(18 η) 𝐷^2

30
Dimana: v = kecepatan mengendap
𝛾_𝑠 = bobot isi tanah
𝛾_𝑤 = bobot isi air
Η = kekentalan air
D = diameter partikel tanah

Gambar 3.2. Analisa Hydrometer


(Sumber : Ilmu Teknik sipil, 2020)

Adapun kurva distribusi ukuran ukuran butiran dapat digunakan untuk


membandingkan beberapa jenis tanah yang berbeda beda selain itu ada tiga parameter
dasar yang dapat ditentukan dari kurva dan parameter parameter tersebut untuk
mengklasifikasikan tanah berbutir. Parameter parameter tersebut adalah :
1. Ukuran efektif (effective size)
2. Koefisien keseragaman (uniformity coefficient)
3. Koefisien gradasi (coefficient of gradation)
Diameter dalam kurva distribusi ukuran butiran yang bersesuaian dengan 10 % yang
lebih lolos ayakan yang disebut ukuran effektif atau D10 koefisien keseragaman dan
koefisien gradasi.

31
Gambar 3.3. Grafik Analisa Ayakan
Sumber : Lab Mekanika Tanah

Data Uji Analisa Ayakan, Hasil data analisa ayakan dapat di plot pada gambar grafik
Analisa saringan Dengan sumbu X adalah ukuran butiran tanah, sedangkan Y adalah persentase
butiran tanah yang lolos ayakan. Dari hasil plot data tersebut maka dapat diketahui data D60,
D30, dan D10 yang kemudian digunakan untuk menghitung Cu dan Cc yang berguna untuk
menentukan jenis tanah berdasarkan metode Unified atau USCS.
Untuk menentukan gradasi tanah dapat dicari dengan rumus :
1. Cu = koefisien keseragaman
𝐷602
Cu = 𝐷10

2. Cc = koefisien gradasi
𝐷602
Cc = 𝐷60 𝑥 𝐷10

System klasifikasi AASHTO ini diberikan dalam tabel 3.2 klasifikasi tanah system
AASHTHO. Berdasarkan ukuran butiran tanah yang lolos Analisa ayakan , Plastisitas tanah
dengan menggunkan batas batas Atterberg yang telah diuji di bab sebelumnya. System
klasifikasi AASHTO ini dengan mencocokkan data dari hasil uji kedalam table 3.2. dari kolom
sebelah kiri ke kolom sebelah kanan hingga ditemukan angka angka yang sesuai.

32
Tabel 3.2. Klasifikasi tanah sistem AASHTHO.

(Sumber : Das and Sobhan, 2012)

Sistem Unified diberikan tabel seperti sistem AASHTO dengan mengelompokkan


tanah berdasarkan dua kategori yaitu tanah berbutir kasar dan tanah berbutir halus. Dengan
memberikan simbol-simbol yang digunakan dalam klasifikasi USCS sesuia dengan huruf
awal nya S untuk Pasir (Sand), G untuk kerikil (Gravel), M untuk lanau (Silt), C untuk
lempung (Clay) dan O untuk lanau lempung organic dsb.
Sistem Klasifikasikan tanah berdasarkan tekstur adalah relative sederhanan
berdasarkan pada distribusi ukuran butiran tanah, tidak mencatumkan pengklasifikasian
tanah berdasarkan jumlah dan jenis mineral yang dikandung tanah padahal ini sangat
mempengaruhi sifat fisis dari tanah maka dari itu perlu memperhitungkan sifat plasitisitas
tanah (Das, 1995). Maka dari itu umumnya dalam megklasifikasikan jenis tanah
menggunakan system klasifikasi tanah dengan memperhatikan batas-batas Atterberg dan
ukuran butiran. system yang digunakan Sistem AASHTO dan sisstem klasifikasi
berdasarkan unifield.

33
Sistem klasifikasi unifield mengelompokkan tanah ke dalam dua kelompok besar yaitu :
1. Tanah berbutir kasar (coarse-grained-soil) yaitu tanah kerikil dan pasir dimana
kurang dari 50% berat total contoh tanah yang lolos ayakan no. 200. Simbol dari
kelompok ini dimulai dengan hurus awal G atau S. G adalah untuk kerikil (Gravel)
atau tanah berkerikil. Dan S adalah untuk tanah pasir (sand) atau tanah berpasir
2. Tanah berbutir halus (fine-grained-soil) yaitu tanah dimana lebih dari 50% berat
total contoh tanah ayakan tanah lolos no. 200, harus dilakukan pengujian hydrometer
untuk mengetahui pembagian jenis tanah berbutir halus. Simbol dari kelompik ini
dimulai dengan huruf awal M untuk lanau (silt) anorganik, C untuk lempung (clay)
anorganik, dan O untuk lanau-anorganik dan lempung organik. Simbol PT
digunakan untuk tanah gambut (peat), muck, dan tanah tanah lain dengan kadar
organik tinggi.

34
Tabel 3.3. Sistem klasifikasi tanah Unifield.

Sumber : Bowles (1997)

35
3.2. Prosedur Praktikum
3.2.1 Bahan dan Peralatan Praktikum
 Bahan
 Sampel tanah kering yang sudah dioven
 Peralatan
 Satu set ayakan
 Oven
 Timbangan
 Alat penumbuk
 Mesin pengguncang ayakan
3.2.2 Prosedur Praktikum
1. Siapkan bahan dan peralatan pengujian ayakan.
2. Apabila tanah masih ada yang menggumpal maka ditumbuk supaya butiran
yang melekat terpisah. Contoh tanah yang akan diuji ditimbang beratnya =
W
3. Bila ukuran butiran tanah dominan besar, berat sampel untuk pengujian =
500 gram. Namun apabila ukuran tanah dengan dominan halus, berat
sampel untuk pengujian > 500 gram.

4. Tanah yang sudah kering dimasukkan kedalam ayakan (sebelumnya ayakan


sudah disusun mulai diameter besar samapai diameter kecil), kemudian
diguncang secara manual kira - kira selama 10 – 15 menit. Setelah selesai
maka tanah yang ada dalam setiap ayakan dihitung beratnya. Termasuk
tanah yang ada dalam pan.
5. Sampel tanah yang tertinggal diatas ayakan dipindahkan kedalam
mangkok/cawan yang lebih cekung. Diusahakan air yang masuk dalam
mangkok memiliki jumlah air yang minimum.
6. Perhitungan yang dilakukan adalah menghitung berat tertahan dan
prosentase lolos butir pada setiap nomor ayakan.

36
Wtot = Berat total setelah diayak = W1 + ...+ Wp
Sedangkan untuk menghitung berapa persen tanah yang hilang selama tes
menggunakan rumus sebagai berikut:
W  Wtot 
Tanah yang hilang selama tes =  100%  2%
Wtot
dengan W = berat tanah awal sebelum diayak

3.3. Hasil dan Analisa Pengujian


Hasil dan analisa pengujian ayakan ditabelkan pada tabel 3.4.
Tabel 3.4. Hasil Pengujian Ayakan

Diameter % Butiran
No berat tanah yang Kumulatif % berat tanah % kumulatif
lubang tanah lolos
Ayakan tertinggal (gr) tertahan (gr) tertahan tertahan
(mm) ayakan
A B C D E F G
3 6,3 63,7 63,7 12,77 12,77 87,23
4 4,75 31,7 95,4 6,36 19,13 80,87
8 2,36 115 210,4 23,06 42,18 57,82
10 1,7 56,1 266,5 11,25 53,43 46,57
20 0,85 95,5 362 19,15 72,57 27,43
50 0,3 98,2 460,2 19,69 92,26 7,74
100 0,15 22,8 483 4,57 96,83 3,17
200 0,075 9,4 492,4 1,88 98,72 1,28
Pan 6,4 498,8 1,28 100,00 0,00
Jumlah 498,8 100,00

Sumber : Praktikum Mekanika tanah 1 (2019)


Cara Analisis perhitungan ayakan :
1. Menghitung besarnya kehilangan tanah selama proses analisa ayakan
Sampel awal sebelum pengujian 500 gr
Berat sampel setelah di timbang 498 gr
𝑊0−𝑊1
Tanah yang hilang selama test ayakan : 𝑥 100 %
𝑊
500 −498
= 𝑥 100 %
500

= 0,24 % < 2 % ( OK )
2. Menghitung besarnya % lolos pada setiap nomer ayakan, langkah perhitungan
diberikan contoh sebagai berikut :
1. Kumulatif tertahan = 63,7+31,7
= 95,4 gr
2. % Berat tanah = Berat tanah tertinggal : Jumlah total tanah x 100 %

37
= (63,7 : 498) x 100 %
= 12,77 %
3. Kumulatif tertahan = 12,77 + 6,36
= 19,13 %
4. % tanah lolos = 100 % - 12,77
= 87,23 %

3. Membuat grafik dengan Analisa ayakan

Gambar distribusi jenis tanah berdasarkan ukuran butiran


(Sumber : Data Praktikum , 2019)
4. Menghitung nilai Cu dan Cc
𝐷60 1,30
a. Cu = 𝐷10 = 0,145 = 8,96
𝐷30² 0,390²
b. Cc = 𝐷60𝑋𝐷10 = 1,30𝑥0,145 = 0,81

5. Membuat klasifikasi sesuai AASHTO dan USCS


a. Klasifikasi berdasarkan system AASTHO
o Klasifikasi umum sampel yang diuji tanah yang lolos ayakan nomor 200 sebesar
0,66% kurang dari 35%, maka tanah yang diuji termasuk dalam tanah berbutir.

38
o Setelah di peroleh grup klasifikasi maka dianalisi berdasarkan persen yang lolos
pada ayakan nomer :
a. No.10 yang lolos 73,24 % tidak termasuk pada semua grup klasifikasi.
b. No.40 yang lolos 25 % termasuk dalam grup klasifikasi A-1-a dan A-1-b
c. No.200 yang lolos 0,66 % termasuk dalam grup klasifikasi A-1, A-2, A-3
o Menganalisis sifat fraksi yang lolos ayakan No.40 yaitu dengan nilai
percobaaan Atteberg Limit nilai LL dan PI , karena dari percobaan uji analisa
ayakan tidak dipakai maka tidak ada plastisitas (NP) atau Non plastisitas.
o Tanah yang sudah diklasifikasikan yaitu dominan pasir (sand)
o Tipe material yang paling dominan adalah pasir halus.
b. Klasifikasi berdasarkan system USCS

Sistem Unified Soil Classification System ( U.S Bureau of Reclamation)


o Pada kolom divisi utama, sampel tanah yang diuji termasuk tanah berbutir kasar
karena persentase butiran lolos ayakan nomor 200 kurang dari 50%, yaitu
sebesar 0,66%.
o Butiran yang melewati ayakan nomor 4 lebih dari 50%, yaitu sebesar 96,94%,
maka sampel tanah termasuk pasir.
𝐷60 1,30
o Cu = 𝐷10 = 0,145 = 8,96
𝐷30² 0,390²
o Cc = 𝐷60𝑋𝐷10 = 1,30𝑥0,145 = 0,81

o Nilai Cu > 6 serta Nilai Cc berada diantara mendekati 1-3, menurut perhitungan
diatas Cu = 8,96 lebih dari 6 dan Cc = 0,81 berada diantara mendekati 1-3. Oleh
karena itu tanah tersebut masuk dalam katagori SW Pasir bergradasi baik, pasir
berkerikil, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus.

4.5. Kesimpulan
Dari pengujian analisa ayakan, diperoleh klasifikasi tanah sebagai berikut:
 Klasifikasi tanah berdasarkan AASTHO
 Klasifikasi tanah berdasarkan USCS

39
BAB IV
PENGUJIAN PEMADATAN DAN CBR TANAH

4.1 Dasar Teori


Dalam pembangunan tanggul jalan raya, bendungan tanah, dan banyak struktur teknik
lainnya, tanah gembur harus dipadatkan untuk menambah bobot unitnya. Pemadatan
meningkatkan karakteristik kekuatan tanah, yang meningkatkan daya dukungpondasi yang
dibangun lebih mereka. Pemadatan juga mengurangi jumlah penyelesaian yang tidak
diinginkan Struktur dan meningkatkan stabilitas lereng timbunan.
Pemadatan tanah merupakan proses menghilangkan udara dari dalam tanah yang
membutuhkan energi mekanik. Tingkat pemadatan tanah diukur berdasarkan satuan
keringnya bobot. Ketika air ditambahkan ke tanah selama pemadatan, ia bertindak sebagai
bahan pelunak partikel tanah.
Dimana partikel - partikel tanah tersusun secara lebih rapat dengan berkurangnya
volume pori sebagai hasil dari pemakaian beban, dimana proses ini meliputi keluarnya
udara dari pori tanpa perubahan yang significant terhadap kadar air. Pemadatan berfungsi
untuk meningkatkan daya dukung tanah, meningkatkan stabilitas lereng, sehingga dapat
meningkatkan daya dukung tanah. Pemadatan tanah dapat mengurangi besarnya
penurunan tanah (Das, 1995).
Tingkat kepadatan tanah dapat diukur dari berat volume kering tanah yang
dipadatkan. Dimana suatu tanah ditambah air yang sedang dipadatkan, dimana air disini
sebagai unsur pengikat tanah agar tanah bergerak mengisi pori pori tanah sehingga tanah
menjadi lebih rapat dan padat. Berat volume kering (γd ) dari tanah akan naik jika kadar
air dalam tanah meningkat dan jika pada saat kadar air sudah mencapai kadar air optimum
(Wc opt), Penambahan air mengakibatkan berat volume tanah kering akan mengalami
penurunan secara berkala (Das,1995). Untuk suatu kadar air tertentu, berat volume kering
maksimum didapat bila pori pori tanah sudah tidak ada udaranya lagi. Dimana pada saat
derajat kejenuhan tanah sama dengan 100%. Secara teori berat volume maksimum didapat
dimana kondisi “ zero air void “ atau tanah sudah tidak mengandung udara sama sekali.

40
Gambar 4.1. Alat pemadatan
Sumber : Das and Sobhan (2012)

Pengujian pemadatan di laboratorium dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :


1. Standart Proctor Test merupakan proses pemadatan dengan cetakan silinder
dengan volume 943,3 cm3. Tanah dicampur air dengan kadar air yang berbeda
beda dan kemudian dipadatkan dengan menggunakan penumbuk. pemadatan
dengan standart proctor ini dilakukan dengan jumlah 3 lapisan dan dengan
jumlah tumbukan 25 kali di tiap lapisan.
2. Modified Proctor Test pemadatan tanah yang dapat mewakili kondisi tanah
dilapangan. Sama dengan uji Standart proctor test dilakukan dengan cetakan
silinder, tetapi dengan jumlah 5 lapisan dengan jumlah tumbukan 25 kali di tiap
lapisan. Dalam uji pemadatan ini menghasilkan harga berat volume kering
maksimum yang lebih besar yang disertai penurunan kadar air optimum.

41
Gambar 4.2. Bentuk Umum Kurva Pemadatan Untuk Empat Jenis Tanah
(Sumber : Das, 1995)

Gambar 4.3. Tipe - Tipe Kurva Pemadatan Yang Sering Di Jumpai Di Tanah
(Sumber : Das , 1995)

42
Besarnya nilai γd dan wc dapat dihitung menggunakan persamaan :
Kadar air :
(W2  W3 )
w  100%
(W3  W1 )
Dengan keterangan :
w = kadar air (%)
W1 = berat cawan (gram)
W2 = berat cawan + contoh tanah (gram)
W3 = berat tanah kering + cawan (gram)

Berat volume basah :


𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡_𝑇𝑎𝑛𝑎ℎ_𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ 𝑊2 − 𝑊1
𝛾𝑚𝑖 = =
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒_𝐶𝑒𝑡𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑉
Dengan keterangan :
 mi = berat volume tanah basah (gram/cm3)
W1 = berat cetakan + plat (gram)
W2 = berat cetakan + plat + tanah (gram)
 mi
Berat volume kering :  di 
wci % 
1
100
dengan keterangan :
 di = berat volume tanah kering (gram/cm3)
wci = kadar air (%)

Berat volume kering tanah dimana pori antar butir tidak mengandung udara sama sekali
disebut sebagai γzav (ZAV = Zero Air Void) . Artinya tidak ada udara dalam pori – pori
tanah = semua pori berisi jenuh air.
w
 zav 
w%  1

100 Gs
dengan keterangan :
 zav = berat volume tanah ZAV (gram/cm3)
w = kadar air (%)

43
Gs = spesifik grafity

3. CBR (California Bearing Ratio)


Prinsip pengujian ini adalah pengujian penetrasi dengan menekan benda kedalam benda
uji. Dengan cara ini dapat dinilai kekuatan tanah dasar atau bahan lain yang dipergunakan
untuk membuat perkerasan. Nilai yang diperoleh pada pengujian CBR adalah nilai CBR
design. Pada proses percobaan di laboratorium, CBR dihitung pada harga penetrasi 0,1
inch dan 0,2 inch dengan beban standar. Besarnya beban standar untuk penetrasi 0,1 inch
adalah 3000 lbs (pound) atau sekitar 1350 kg, sedangkan besarnya beban standar untuk
penetrasi 0,2 inch adalah 4500 lbs (pound) atau sekitar 2025 kg. Nilai CBR design
ditentukan dengan cara menghitung CBR test 0,1” atas, 0,1” bawah, 0,2” atas, 0,”2 bawah
terlebih dahulu. Selanjutnya dari keempat nilai tersebut dibandingkan nilai bacaan yang
terbesar, jika pembacaan 0,1” atas dan 01” bawah lebih kecil dari pembacaan 0,2” atas
dan 0,2” bawah maka nilai CBR design yang digunakan rata-rata CBR 0,2” atas dan 0,2”
bawah. Dari pembacaan nilai CBR diklasifikasikan berdasarkan tabel 4.1.

Gambar 4.4. Alat CBR


(Sumber : Modul Praktikum 2019)

44
Tabel 4.1. Klasifikasi Tanah Berdasarkan CBR

CBR General Rating

0–3 Very poor


3–7 Poor to fair
7 – 20 Fair
20 – 50 Good
> 50 Excellent

Sumber : Bowles (1992)

Secara matematis, nilai CBR dinyatakan sebagai:


Beban Pada Penetrasi 0.1"
CBR0.1= x 100 %
3000
BebanPada Penetrasi 0.2"
CBR0.2= x 100 %
4500

Berikut adalah rumus perhitungan beban CBR dan harga CBR berdasarkan uji
praktikum.
Y = 0,72x – 0,85
Dimana keterangan :
Y : Beban (lbs)
x : Pembacaan dial
Nilai CBR biasanya perbandingan beban pada penetrasi 2,54 mm (0,10 in). Apabila
perbandingan beban pada penetrasi 5,08 mm (0,20 in) lebih kecil dari pada perbandingan
penetrasi pada 2,54 mm (0,10 in), maka dipakai nilai yang terbesar.

45
4.2.Prosedur Pengujian
 Bahan Pengujian proctor test
 Sampel tanah lolos ayakan nomor 4.
 Air suling.
 Peralatan pengujian proctor test
 Timbangan.
 Alat uji proctor
 Penampan besar
 Alat pembongkar tanah
 Prosedur pengujian proctor test
1. Ambil contoh tanah yang sudah diangin – anginkan sebanyak 7 kg ≈ 7000 gram.
Tanah dengan gumpalan besar ditumbuk hingga dalam bentuk kecil – kecil. Hasil
tumbukan kemudian diayak dengan nomor ayakan No.4. tanah yang lolos ayakan
No 4 diaduk dengan air sampai rata.
2. Timbang berat cetakan dan plat dasar dari alat percobaan = W1

46
Gambar 4.5. Alat Standart Proctor

Setelah plat dasar dan cetakan ditimbang maka silinder perpanjangan


dipasang pada bagian atas cetakan. Masukkan pada langkah no 1 pada cetakan
silinder perpanjangan dalam 3 (tiga) lapis yang kira – kira sama tebalnya. Setiap
lapis dipadatkan dengan standart proctor hammer sebanyak 25 kali. Lepas
silinder perpanjangan apabila proses pemadatan sudah selesai secara perlahan
agar tanah tidak rusak. Kelebihan tanah yang dipadatkan dipotong dengan alat
pemotong diratakan sesuai dengan batas atas cetakan. Cetakan + plat dasar +
tanah yang sudah dipadatkan ditimbang = W2.

Berat cetakan + plat dasar + tanah yang


sudah dipadatkan = W2

47
3. Lepas plat dasar dari cetakan, contoh tanah yang telah dipadatkan dikeluarkan
dari cetakan, dimasukkan dalam cawan untuk dicari kadar air.
Cawan + tanah basah ditimbang lalu dimasukkan dalam oven.

Alat pembongkar tanah

4. Pecahkan gumpalan tanah yang baru dikeluarkan dari cetakan, tambahkan air dan
campur hingga merata. Kadar air dinaikkan kira – kira sebesar 2% - 3% dari
kondisi pengujian pemadatan. Ulangi pengujian ini mulai dari poin 1 – poin 5.
5. Ulangi percobaan sampai kurang lebih 6 kali dengan kadar air yang berbeda,
setiap kali pengujian kadar air meningkat ± 2- 3% dari sebelumnya. Kondisi ini
bertujuan agar berat volume (γ dry) pertama naik kemudian turun.

 Prosedur Pengujian CBR


Untuk mendapatkan nilai kadar air (w) optimum dan berat kering (d)
Prosedur pengujian CBR :
1. Benda uji disiapkan seperti percobaan standard proctor.
2. Benda uji ditimbang seberat minimum 6 kg.
3. Benda uji dicampur tanah sampai keadaan kadar air optimum.
4. Pasang cetakan pada keping alas dan timbang.
Catatan : benda uji harus dicek kadar air sebelum dipadatkan.
Benda uji CBR yang dilakukan adalah tanpa perendaman.
5. Atur penetrasi pada permukaan benda uji sehingga arloji mulai bergerak
6. Putar tuas dengan keceptan konstan
Catatan pembacaan pada penetrasi :
 0.312 mm (0,0125”)
 0,620 mm (0,0250”)

48
 1.250 mm (0,0500”)
 2.500 mm (0,1000”)
 3.750 mm (0,1500”)
 5.000 mm (0,2000”)
 7.500 mm (0,3000”)
7. Catat beban maksimum dan beban penetrasi bila pembebanan maksimum terjadi
8. Balik tabung silinder (mold) untuk pengujian bagian bawah
9. Lakukan seperti prosedur nomer 5 sampai nomer 8
10. Gambar grafik hubungan antara penetrasi dan gaya tekan yang terjadi
11. Hitung kekokohan tanah dengan perumusan
Gaya _ pada _ penetrasi_ 0.1" lbs
CBR 0.1"   100%
3000lbs
Gaya _ pada _ penetrasi_ 0.2" lbs
CBR 0.2"   100%
4500lbs

49
4.3. Hasil dan Analisa Pengujian Proctor Test
Berikut adalah contoh hasil pengujian proctor test di laboratorium
Tabel 4.2. Contoh Perhitungan Data Hasil Proctor

Pengujian ke- 1 2 3 4 5 6 7
Penambahan air (ml) 150 150 150 150 150 150 150

Berat Cawan, W1 (gr) 38,7 49,9 44,6 49,5 39,1 39,3 45,3

Berat Cawan + Tanah


91,6 90,7 82,7 80,2 75,1 72,4 93,8
Basah, W2 (gr)

Berat Cawan + Tanah


86,6 85,9 77,5 75,8 69,6 66,5 84,2
Kering, W3 (gr)

Berat Tanah Kering,


47,9 36 32,9 26,3 30,5 27,2 38,9
W4 (gr)

Berat Mold + Tanah


4550 4600 4640 4680 4750 4700 4670
Basah, W5 (gr)

Berat Mold, W6 (gr) 3165 3165 3165 3165 3165 3165 3165

Berat Tanah Basah,


1385 1435 1475 1515 1585 1535 1505
W7 (gr)

Volume Mold (cm3) 902,75 902,75 902,75 902,75 902,75 902,75 902,75

Berat Volume Tanah


1,53 1,58 1,63 1,67 1,75 1,70 1,66
Basah, t (gr/cm3)

Kadar Air, Wc (%) 10,43 13,33 16,73 16,73 18,03 21,69 24,67
Berat Volume Kering,
d (gr/cm3) 1,38 1,40 1,43 1,43 1,48 1,39 1,33

Berat volume kering


3,17 3,10 3,04 3,07 3,14 2,85 2,66
(ZAV)
Sumber : Hasil Praktikum (2019)

50
Dari data pengujian proctor perlu dilakukan pengujian Gs menggunakan tanah proctor untuk
mengetahui γd zav.

Tabel 4.3. Hasil pengujian specific gravity mengunakan tanah hasil proctor

Nomor praktikum 1 2
Nomor cawan 1 2
Berat piknometer (W2) Gram 34,5 33,5
Berat piknometer + tanah kering Gram 60,0 61,4
(W1)
Berat piknometer +tanah + air Gram 141,2 142,2
(W3)
Berat pinometer +air (W3) Gram 125,5 124,5
Berat tanah kering W4 Gram 25,5 28,1
Nomor praktikum 1 2
𝑤4 2,68 2,67
Gs = (𝑤3+𝑤4)−𝑤2

Gs (pada 28 ͦC) 2,67 2,66


(Sumber : Praktikum Mekanika Tanah 1 (2019))

Dari hasil percobaan yang diperoleh saat praktikum pada tabel 4.3 (Pengujian
Specific Gravity) tersebut dapat dihitung Gs (pada T1°C)

 Piknometer nomor 1
25,5
o Gs (pada T1°C)= (125,5+25,5)−141,2 = 2,68

o Gs x Faktor K pada suhu 28°C = 2,68x 0,9980 = 2,67


 Piknometer nomor 2
28,1
o Gs (pada T1°C)= (124,5+28,1)−142,2 = 2,67

o Gs x Faktor K pada suhu 28°C = 2,67 x 0,9980 = 2,66

Berdasarkan hasil dari dua percobaan, didapat nilai Gs proctor sebesar 2,66-2,67 ,
karena hasilnya tidak terlalu jauh maka nilai Gs yang diambil adalah nilai yang
mendekati ialah 2,63. Untuk mengetahui tipe tanah dari sampel dapat dilihat dari Tabel
1.3 (Berat jenis Tanah) pada bab 1 volumetri gavimetri. Hasil tersebut menunjukan
bahwa tipe tanah berdasarkan nilai Gs adalah lanau organic dengan nilai Gs sebesar 2,62-
2,68.

51
Dari Tabel 4.2 dilakukan analisis data seperti pada uraian berikut :

Perhitungan Tabel 4.2

Diketahui : D = 10.5cm ; h = 11.5cm

1. Menghitung berat volume kering dan berat tanah.

Berat tanah kering = W2 – W1 = 78 – 50,6 = 26,7 gr

2. Menghitung berat tanah .

Berat tanah (wt) = W5 – Berat Mold = 4530 – 3165 = 1365 gr


3. Menghitung berat volume tanah
1
Volume mold = 4 π𝐷 2 × h = 995.28 cm3
𝑊7 1365
Berat volume tanah, γt = = 995,28 = 1,43 gr/cm3
𝑉

4. Menghitung kadar air tanah


W -W 78– 77,3
Kadar air, w = W 2–W13 × 100 % = 77,3 – 50,6 ×100 % = 2,622 %
3

5. Menghitung berat volume kering tanah


γt 1,4
Berat volume kering, d = w (%) = 2,622 = 1.41 gr/cm3
1+ 1+
100 100

6. Menghitung γ zav
γt
Berat volume kering (zav) : (zav) = w 1
+
100 Gs

1,53
Pengujian sampel (zav) = 10,43 1 = 3,17 gr / cm3
+
100 2,66

52
Gambar 4.6 Hasil Pengujian Proctor Test
(Sumber : Data Praktikum Mektan 1, 2019)
Dari hasil percobaan yang diperoleh saat praktikum pada Tabel 4.2 hasil pengujian test
proctor standar, Tabel hasil pengujian test proctor standart tersebut dapat dihitung, berat
volume tanah basah (γt), kadar air (Wc), berat volume kering (γd), berat volume tanah zav
(γzav) dan specific gravity (Gs). Tetapi, pada saat uji labotarium pengujian pada standar
proctor tidak diperoleh nilai specific gravity (Gs). Maka, perlu dilakukan uji specific
gravity (Gs) menggunakan tanah hasil uji proctor.

53
4.4. Hasil dan Analisa Pengujian CBR
Contoh hasil perhitungan pengujian CBR Laboratorium dapat dilihat pada Tabel 4.4
Kemudian pengolahan data untuk CBR dijelaskan selanjutnya.
Tabel 4.4. hasil pengujian CBR pada tanah
Penurunan Pembacaan Beban Atas sesudah Beban Bawah sesudah
(mm) Arloji dikalibrasi dikalibrasi
(lbs) Y= 0,72x – 0,85 Y = 0,72x – 0,85
(lbs) (lbs)
Atas Bawah

0.0125 160 165 114,35 117,95

0.0250 195 220 139,55 157,55

0.0500 215 230 153,95 164,75

0.0750 225 237 161,15 169,79

0.1000 230 238 164,75 170,51

0.1500 250 255 179,15 182,75


0.2000 265 270 189,95 193,55

0.2380 303 293 217,31 210,11

Sumber : Praktikum Mekanika Tanah 1 (2019)

Pada pengujian CBR yang dilakukan pengamatan adalah pembacaan arloji pada setiap
penurunan. Dari nilai bacaan arloji tersebut dilakukan kalibrasi pada semua bacaan atas dan
bawah, berikut adalah penjelasan dari perhitungan :
Perhitungan beban atas dengan persamaan kalibrasi :

Y= 0,72(160) – 0,85 = 114,35

Perhitungan beban bawah dengan persamaan kalibrasi :

Y= 0,72(165) – 0,85= 117,95


Langkah yang sama dilakukan pada semua pembacaan arloji.
Pengambilan sampel pada bagian atas dan bagian bawah pada tanah yang diuji
dilakukan pada saat sebelum pengujian CBR dan setelah pengujian CBR dilakukan, didapatkan

hasil untuk nilai kadar air sebelum dan setelah pengujian sebagai berikut :

54
Tabel 4.5. Hasil Pengujian Sample CBR

Sebelum Sesudah
tanah basah + cawan 98.3 109.3
tanah kering + cawan 87.3 98.2
berat air 11 11.1
tanah kering 43.2 54.1
kadar air (%) 25.46 20.51
Sumber : Praktikum Mekanika Tanah 1 (2019)

Penjelasan perhitungan tabel 4.5 Hasil Pengujian Sampel CBR

Adalah sebagai berikut :

Sebelum CBR

1. Menghitung kadar air sebelum di CBR.

Tanah basah + cawan = 54,2 + 44,1 = 98.3 gr

Berat air = berat tanah basah – berat tanah kering

= 98,3 gr – 87, 3 gr = 11 gr

Tanah kering = berat tanah kering – berat cawan

= 87,3 gr – 44,1 gr = 43,2 gr

(Tanah basah + cawan − Tanah kering + cawan)


Kadar air(%) = x 100%
Tanah kering + cawan−berat cawan

(98,3 − 87,3 )
= x 100%
87,3−44,1

= 25 ,46 %

2. Menghitung kadar air setelah di CBR.

Sesudah CBR

Tanah basah + cawan = 56,8 gr + 52,5 gr = 109,3 gr

Berat air = berat tanah basah – berat tanah kering

= 109,2 gr - 98,2 gr = 11 gr

55
Tanah kering = berat tanah kering – berat cawan

= 98,2 gr – 52,5 gr = 45,7 gr

(Tanah basah + cawan − Tanah kering + cawan)


Kadar air(%) = x 100%
Tanah kering + cawan−berat cawan

(109,3 − 98,2 )
= x 100%
98,2 −52,5

= = 20, 51 %

Gambar 4.4. Grafik Hubungan Penurunan dengan Beban.


Sumber : Praktikum Mektan 1 (2019)

Tabel 4.5. Hasil Perhitungan Harga CBR


harga cbr (%)
0.1 0.2
Atas 5.49 4.22

Bawah 5.68 4.30

Rata rata 5,58 4,26


Sumber : Praktikum Mekanika Tanah 1 (2019)

56
Penjelasan perhitungan tabel 4.5 hasil perhitungan harga CBR

Adalah sebagai berikut :

1. Menghitung nilai CBR beban atas.


164,75
 CBR 0.1 beban atas = x 100 % = 5,49 %
3000
170,51
 CBR 0.1 beban atas = x 100 % = 5,68 %
3000

2. Menghitung nilai CBR beban bawah


189,95
 CBR 0.2 beban bawah = x 100 % = 4,22 %
4500
193,55
 CBR 0.2 beban bawah = x 100 % = 430 %
4500

3. Menghitung nilai CBR desain


5,49 + 5,68
 Nilai CBR desain = = 5,58 %
2

Dari hasil Analisa tabel perhitungan harga CBR diperoleh:

 Nilai design diperoleh dari perhitungan analisis CBR 0,1” atas bawah dan CBR 0,2”
atas bawah lalu dipilih yang terbesar.

 Dari hasil analisis, diperoleh nilai CBR 0,1” lebih besar dari pada nilai CBR 0,2”.
Maka dipilih nilai CBR desain 0,1” yang terbesar yaitu pada beban atas sebesar 5,8%.
Pada Tabel standart Klasifikasi Tanah Berdasarkan CBR.

 Klasifikasi tanah yang di gunakan dalam uji CBR jenis tanah poor to fair dengan
range 3 – 7 %.

4.5. Kesimpulan
Dari pengujian proctor test dan CBR didapatkan hasil pengujian sebagai berikut:
 Nilai pengujian proctor test.
 Nilai CBR.

57
DAFTAR PUSTAKA

AASTHO .1982.AASTHO Material, Part 1 ,Spesification,13th ed,. Washington,D.C.

____________--- ASTM,1982 test Designation T-99


---ASTM,2007 - Test Designation D-427 Shrinkage Limit Test.
--- ASTM.1981.Annual Book of ASTM.Philadelphia,P.A
ASTM, 2010 . the procedure for the standard proctor the is elaborated D - 698.
Bowles, J.E.1989. Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah. Jakarta : Erlangga.
Bowles,J.E. – Foundation Analysis and Desaign 5th ed.
Das, Braja M. Mekanika Tanah Jilid 1. 1995. Jakarta : Penerbit Erlangga
Herdiyatmo, Hary Christady. Mekanika Tanah Jilid 1. 2002. Yogyakara : UGM Press
Modul Praktikum Mekanika Tanah. 2018. Tim Lab Mekanika Tanah. Surabaya: Intitut
Teknologi Adhi Tama Surabaya.
SNI 3423:2008 , Cara uji analisis ukuran butir tanah.
SNI 1966:2008, Cara uji penentuan batas plastis dan indeks plastisitas tanah.
SNI 1964:2008 , Cara uji berat jenis tanah.

58

Anda mungkin juga menyukai