Anda di halaman 1dari 9

Pengadilan itu mempunyai dua Bidang Kepaniteraan dan Kesekretariatan.

Jabatan Analis Perkara Peradilan pastinya akan ditempatkan di Kepaniteraan.

Jabatan Analis Perkara Peradilan masih jabatan PRANATA PERADILAN (bukan fungsional/pelaksana)

BANYAK APP di PN dan di PA berkarirnya itu di Kepaniteraan dan itu menjadi Juru Sita Juru Sita
Pengganti lalu panitera muda dan pucuk pimpinannya adalah Panitera.

KEPANITERAAN DI PENGADILAN TINGGI

1. Kepaniteraan Pidana
2. Kepaniteraan Perdata
3. Kepaniteraan Tipikor
4. Kepaniteraan Hukum

KEPANITERAAN DI PENGADILAN NEGERI

1. Kepaniteraan Pidana
2. Kepaniteraan Perdata
3. Kepaniteraan Hukum (Tentang Arsip) Jadi terhadap perkara yang telah mempunyai hukum
tetap.

Analis Perkara Peradilan itu bisa diletakkan diseluruh KEPANITERAAN

ANALIS PERKARA PERADILAN di Kepaniteraan Pidana Pada PENGADILAN NEGERI

 Meja 1 PIDANA (SIPP) Sistem Informasi Penelusuran Perkara


a. Register Perkara Masuk
b. Perpanjangan Penahanan
c. Tindak Pidana Ringan (Tippiring)
d. Pidana Anak
e. Tindak Pidana Lalu Lintas (Tilang)
f. Minutasi
g. Pemberitahuan Putusan
h. Berkekuatan Hukum Tetap (BHT)
 Meja 2 Pidana (SIPP)
a. Upaya Hukum Banding
b. Upaya Hukum Kasasi
c. Peninjauan Kembali (PK)
d. Grasi
e. Izin Penyitaan dan izin Penggeledahan

ANALIS PERKARA PERADILAN di Pengadilan Tinggi

 Meja 1 Pidana (SIPP)


a. Register Perkara Pidana Biasa
b. Register Perkara Khusus
c. Register Perkara Ringan
d. Dan Perkara Anak
 Meja 2 Pidana (SIPP)
a. Minutasi
b. Dan ketika sudah berkekuatan hukum tetap berkasnya itu akan di kirim Kembali ke
Pengadilan Negeri Pengaju (Pengiriman Berkas ke Pengadilan Negeri Pengaju)

ANALIS PERKARA PERADILAN di Kepaniteraan PERDATA Pada PENGADILAN NEGERI

 Meja 1 Perdata (SIPP)


a. Register Perkara Gugatan
b. Gugatan Sederhana
c. Bantahan
d. Permohonan
e. Eksekusi
f. Konsinyasi
g. Minutasi
h. Pemberitahuan Putusan dan Berkekuatan Hukum Tetap (BHT)
 Meja 2 Perdata (SIPP)
a. Upaya Hukum Banding
b. Upaya Hukum Kasasi
c. Peninjauan Kembali (PK)
d. Kasir (SIPP)
ANALIS PERKARA PERADILAN di Pengadilan Tinggi (Perdata)
 Meja 1 Perdata (SIPP)
a. Register Perkara Perdata
 Meja 2 Perdata (SIPP)
a. Minutasi
b. Pengiriman Berkas Ke Pengadilan Negeri Pengaju
c. Kasir (SIPP)

ANALIS PERKARA PERADILAN di Pengadilan Tinggi (TIPIKOR)

Pengadilan yang mempunyai bidang Tipikor itu masih terbatas pada Pengadilan negeri kelas 1A
khusus seperti (Medan, Jakarta, Palembang, Jakarta, Surabaya)

 Pengadilan Negeri
1. Meja 1 (satu) TIPIKOR
a. Register Perkara Masuk
b. Minutasi
c. Pemberitahuan Putusan
d. Berkekuatan Hukum Tetap
2. Meja 2 (dua) TIPIKOR
a. Upaya Hukum
 Pengadilan Tinggi
1. Meja 1 (satu) TIPIKOR
a. Register Perkara
2. Meja 2 (dua) TIPIKOR
a. Minutasi dan
b. Pengiriman Berkas ke Pengadilan Negeri Pengaju

Meja 1 (HUKUM)

Jadi di Sub Bidang Hukum untuk arsip berkas (jadi kita harus melaporkan setiap bulan berpa perkara
kita ke MA)

Pengertian-Pengertian

1. Minutasi secara istilah dapat diartikan sebagai proses menjadikan berkas-berkas perkara
menjadi arsip negara dengan kata lain dapat dipahami sebagai proses yang dilakukan panitera
pengadilan dalam menyelesaikan proses administrasi meliputi pengetikan, pembendelan serta
pengesahan suatu perkara.
2. Bantahan
3. Konsinyasi adalah penitipan sejumlah uang atau barang pada pengadilan dikenal dengan istilah
konsinyasi. Istilah konsinyasi berasal dari Bahasa Belanda (cosignatie) yang artinya penitipan
uang atau barang pada pengadilan guna membayar utang.
Teknis Peradilan Sederhana

Gugatan Sederhana atau Small Claim Court adalah tata cara pemeriksaan di persidangan
terhadap gugatan perdata dengan nilai gugatan materiil paling banyak 500 juta yang
diselesaikan dengan tata cara dan pembuktiannya sederhana.
Jadi, yang jelas membedakan gugatan sederhana dengan gugatan pada umumnya adalah nilai
kerugian materiil yang lebih khusus ditentukan pada gugatan sederhana, yakni maksimal Rp 500
juta. Sedangkan pada gugatan pada perkara perdata biasa, nilai kerugian materiil tidak dibatasi
besarnya.
Disamping itu, gugatan sederhana ini diperiksa dan diputus oleh hakim tunggal dalam lingkup
kewenangan peradilan umum.

Lingkup Gugatan Sederhana


Gugatan sederhana diajukan terhadap perkara dengan nilai gugatan materil paling banyak Rp500
juta, yaitu:[3]

1. cidera janji (wanprestasi); dan/atau


2. perbuatan melawan hukum.

Sedangkan yang tidak termasuk dalam gugatan sederhana adalah:[4]

1. perkara yang penyelesaian sengketanya dilakukan melalui pengadilan khusus


sebagaimana diatur di dalam peraturan perundang-undangan; atau
2. sengketa hak atas tanah.

Masih seputar syarat gugatan sederhana, Pasal 4 Perma 4/2019 mengatur sebagai berikut:


(1)  Para pihak dalam gugatan sederhana terdiri dari penggugat dan tergugat
yang masing-masing tidak boleh lebih dari satu, kecuali memiliki kepentingan
hukum yang sama.
(2)  Terhadap tergugat yang tidak diketahui tempat tinggalnya, tidak dapat
diajukan gugatan sederhana.
(3)  Penggugat dan tergugat dalam gugatan sederhana berdomisili di daerah
hukum Pengadilan yang sama.
(3a)  Dalam hal penggugat berada di luar wilayah hukum tempat tinggal atau
domisili tergugat, penggugat dalam mengajukan gugatan menunjuk kuasa, kuasa
insidentil, atau wakil yang beralamat di wilayah hukum atau domisili tergugat
dengan surat tugas dari institusi penggugat.
(4)   Penggugat dan tergugat wajib menghadiri secara langsung setiap
persidangan  dengan atau tanpa didampingi oleh kuasa, kuasa insidentil atau
wakil dengan surat tugas dari institusi penggugat.
Soal pendampingan kuasa hukum, Gugatan Sederhana Boleh Tanpa Jasa
Advokat menerangkan gugatan sederhana ini juga tidak wajib diwakili kuasa hukum atau
memakai jasa advokat seperti halnya dalam perkara gugatan perdata biasa. Namun, para pihak
(penggugat dan tergugat) dengan atau tanpa kuasa hukum wajib hadir langsung ke
persidangan.
Masih dari sumber yang sama, Koordinator Tim Asistensi Pembaruan MA Aria
Suyudi menjelaskan Perma Gugatan Sederhana tidak melarang menggunakan jasa advokat.
Pasal 4 ayat (4) Perma 4/2019 sebagaimana kami sebutkan di atas telah ditegaskan “dengan
atau tanpa didampingi oleh kuasa hukum”. Jadi, para pihak boleh pakai jasa advokat atau tidak.
Tetapi Aria menambahkan, kalau penggugat/tergugatnya pakai jasa advokat bisa rugi karena
dikhawatirkan nilai gugatannya tidak sebanding dengan biaya jasa advokat yang dikeluarkan.
 
Hukum Acara dan Tahapan Penyelesaian Gugatan Sederhana
Berikut adalah tahapan penyelesaian gugatan sederhana:[5]

1. Gugatan sederhana diperiksa dan diputus oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh Ketua
Pengadilan.
2. Tahapan penyelesaian gugatan sederhana meliputi:
a. pendaftaran;
b. pemeriksaan kelengkapan gugatan sederhana;
c. penetapan hakim dan penunjukan panitera pengganti;
d. pemeriksaan pendahuluan;
e. penetapan hari sidang dan pemanggilan para pihak;
f. pemeriksaan sidang dan perdamaian;
g. pembuktian; dan
h. putusan.
3. Penyelesaian gugatan sederhana paling lama 25 hari sejak hari sidang pertama.

Merujuk tahapan di atas, pemeriksaan pendahuluan jadi tahapan paling krusial karena hakim


berwenang menilai dan kemudian menentukan apakah perkara ini adalah gugatan sederhana.
Apabila dalam pemeriksaan hakim berpendapat bahwa gugatan tidak termasuk dalam gugatan
sederhana, maka hakim mengeluarkan penetapan yang menyatakan bahwa gugatan bukan
gugatan sederhana, mencoret dari register perkara dan memerintahkan pengembalian sisa biaya
perkara ke penggugat.[6]
Terkait putusan akhir gugatan sederhana, para pihak dapat mengajukan keberatan paling lambat
7 hari setelah putusan diucapkan atau setelah pemberitahuan putusan. Keberatan ini diputus
majelis hakim sebagai putusan akhir, sehingga tidak tersedia upaya hukum banding, kasasi, atau
peninjauan kembali.[7]
 
Hal Menarik dalam Gugatan Sederhana
Disarikan dari MA Tetapkan Kriteria Perkara  Small Claim Court, satu hal yang menarik dalam
gugatan sederhana adalah kewajiban hakim untuk berperan aktif dalam:[8]
1. memberikan penjelasan mengenai acara gugatan sederhana secara berimbang kepada para
pihak;
2. mengupayakan penyelesaian perkara secara damai termasuk menyarankan kepada para
pihak untuk melakukan perdamaian di luar persidangan;
3. menuntun para pihak dalam pembuktian; dan
4. menjelaskan upaya hukum yang dapat ditempuh para pihak. 

 
Contoh Kasus
Untuk kasus penolakan gugatan sederhana, kami contohkan Penetapan Pengadilan Negeri
Parigi Nomor: 24/Pdt.G.S/2019/PN Prg yang menyatakan gugatan Penggugat bukan gugatan
sederhana, memerintahkan panitera untuk mencoret perkara No. 24/Pdt.G.S/2019/PN Prg dalam
register perkara, memerintahkan pengembalian sisa panjar biaya perkara ke Penggugat (hal. 2 -
3).
Kemudian contoh kasus pengabulan gugatan sederhana dapat dilihat Putusan Pengadilan
Negeri Blora Nomor 25/Pdt.G.S/2019/PN Bla menyatakan Tergugat telah dipanggil secara sah
dan patut tetapi tidak hadir di persidangan, mengabulkan gugatan Penggugat sebagian dengan
verstek serta menyatakan Tergugat melakukan wanprestasi/ingkar janji (hal. 10).
Hakim menghukum Tergugat untuk membayar utangnya ke Penggugat sebesar Rp56 juta dan
membayar biaya perkara sejumlah Rp272 ribu (hal. 10).
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk
tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk
mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung
dengan Konsultan Mitra Justika.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
 
Dasar Hukum:
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan
Sederhana sebagaimana diubah dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2019
tentang Perubahan atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara
Penyelesaian Gugatan Sederhana.
 
Putusan:

1. Penetapan Pengadilan Negeri Parigi Nomor: 24/Pdt.G.S/2019/PN Prg;


2. Putusan Pengadilan Negeri Blora Nomor 25/Pdt.G.S/2019/PN Bla.

 
Tahapan Persidangan Pidana pada Tingkat Pertama yaitu sebagai berikut:

1. Dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum;


2. Eksepsi (nota keberatan) oleh Terdakwa/Penasihat Hukum (jika ada);
3. Tanggapan atas Eksepsi oleh Jaksa Penuntut Umum (jika ada);
4. Putusan sela (jika ada eksepsi);
5. Pembuktian (pemeriksaan alat bukti dan barang bukti);
6. Tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum;
7. Pledoi (nota pembelaan) oleh Terdakwa/Penasihat Hukum;
8. Replik (jawaban atas pledoi oleh Jaksa Penuntut Umum);
9. Duplik (tanggapan atas replik oleh Terdakwa/Penasihat Hukum); dan
10. Putusan Hakim.
TAHAPAN PERSIDANGAN PERKARA PERDATA
1. Tahap Pertama, UPAYA DAMAI

  Majelis Hakim akan berusaha menasehati para pihak untuk berdamai.

2. Tahap Kedua, PEMBACAAN GUGATAN/PERMOHONAN

  Bila upaya damai tidak berhasil, Majelis Hakim akan memulai pemeriksaan perkara dengan membacakan
gugatan/permohonan Penggugat/Pemohon.

3. Tahap Ketiga, JAWABAN TERGUGAT/TERMOHON

  Kesempatan Tergugat/Termohon untuk menjawab gugatan/permohonan Penggugat/Pemohon, baik secara


lisan maupun tertulis.

4. Tahap Keempat, REPLIK

  Kesempatan Penggugat/Pemohon untuk menanggapi jawaban Tergugat/Termohon, baik secara lisan maupun
tertulis.

5. Tahap Kelima, DUPLIK

  Kesempatan Tergugat/Termohon untuk menjawab kembali tanggapan (replik) Penggugat/Pemohon, baik secara
lisan maupun tertulis.

6. Tahap Keenam, PEMBUKTIAN

  Pada tahap ini baik Penggugat/Pemohon akan dimintakan bukti untuk menguatkan dalil-dalil
gugatan/permohonannya dan Tergugat/Termohon akan dimintakan bukti untuk menguatkan bantahannya.

7. Tahap Ketujuh, KESIMPULAN

  Penggugat/Pemohon dan Tergugat/Termohon menyampaikan kesimpulan akhir terhadap perkara yang sedang
diperiksa.

8. Tahap Kedelapan, MUSYAWARAH MAJELIS

  Majelis Hakim akan bermusyawarah untuk mengambil keputusan mengenai perkara yang sedang diperiksa.

9. Tahap Kesembilan, PEMBACAAN PUTUSAN


  Majelis Hakim akan membacakan putusan hasil musyawarah Majelis Hakim.

Apabila mengacu pada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 2 Tahun


2014, maka jangka waktu penyelesaian sengketa perdata di Pengadilan Negeri  dengan
tahapan-tahapan sebagaimana disebutkan diatas adalah 5 (lima) bulan.
1. Penyelesaian perkara pada tingkat pertama / Pengadilan Negeri
paling lambat dalam waktu 5 (lima) bulan;
2. Penyelesaian perkara pada tingkat banding / Pengadilan Tinggi paling
lambat dalam waktu 3 (tiga) bulan;
3. Ketentuan waktu sebagaimana pada angka 1 dan 2 diatas termasuk
penyelesaian minutasi;
4. Ketentuan tenggang waktu di atas tidak berlaku terhadap perkara-perkara
khusus yang sudah ditentukan peraturan perundang-undangan.

Namun, dalam prakteknya jangka waktu penyelesaian perkara perdata di


Pengadilan Negeri tidak dapat ditentukan dan dipastikan sebagaimana yan tertulis
dalam SEMA No. 2 Tahun 2014, sebab jangka waktu penyelesaian sangat ditentukan
dari komitmen pihak-pihak yang berperkara (penggugat dan tergugat) untuk sering
menghadiri sidang.
Apabila para pihak yang berperkara jarang menghadiri persidangan, maka dapat
dipastikan penyelesaian perkara perdata tersebut lebih dari 5 (lima) bulan lamanya.

Anda mungkin juga menyukai