Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Analisis Sekuritas dan Manajemen
Portofolio (EKM428 F2)
Disusun Oleh :
Kelompok 5
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat Rahmat-
Nya kami diberikan kesehatan dan kesempatan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini. Dalam makalah ini, kami membahas mengenai “Penilaian Saham”.
Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Analisis
Sekuritas dan Manajemen Portofolio. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memberikan
informasi lebih jauh mengenai penilaian saham. Sehingga dapat bermanfaat dalam
memahami mengenai pendekatan-pendekatan dalam penilaian saham.
Kami mengetahui masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami
mengharapkan para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun
untuk kesempurnaan makalah ini sehingga kedepannya lebih baik.
Penulis
i
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR........................................................................................................ i
DAFTAR ISI..................................................................................................................... ii
BAB I : PENDAHULUAN................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................. 2
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................................ 2
BAB II : PEMBAHASAN................................................................................................. 3
2.1 Nilai Intrinsik dan Nilai Pasar ............................................................................ 3
2.2 Pendekatan Nilai Sekarang................................................................................. 5
2.2.1 Model Diskonto Dividen .............................................................................. 6
2.2.2 Model Pertumbuhan Nol ............................................................................. 7
2.2.3 Model Pertumbuhan Konstan ..................................................................... 8
2.2.4 Model Pertumbuhan Tidak Konstan (Ganda)............................................. 9
2.2.5 Menentukan Return yang Disyaratkan ..................................................... 12
2.2.6 Menentukan Tingkat Pertumbuhan .......................................................... 13
2.3 Penerapan Model Diskonto Dividen ................................................................. 14
2.3.1 Penerapan Model Pertumbuhan................................................................ 15
2.4 Pendekatan Price Earning Ratio (PER) ........................................................... 17
2.5 Pendekatan Penilaian Saham Lainnya ............................................................. 20
BAB III : PENUTUP ...................................................................................................... 23
3.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................... 24
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1.1.1 Apakah yang dimaksud dengan nilai intrinsik dan nilai pasar?
1.1.2 Bagaimana penilaian saham dengan pendekatan nilai sekarang?
1.1.3 Bagaimana penilaian saham dengan pendekatan price earning ratio?
1.1.4 Bagaimana penerapan model diskonto dividen?
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
7. Investor berkepentingan untuk mengetahui ketiga nilai tersebut sebagai informasi
penting dalam pengambilan keputusan investasi yang tepat. Dalam membeli atau
menjual saham, investor akan membandingkan nilai intrinsik dengan nilai pasar saham
bersangkutan. Jika nilai pasar suatu saham lebih tinggi dari nilai intrinsikn ya, berarti
saham tersebut tergolong mahal (overvalued). Dalam situasi seperti ini, investor
tersebut bisa mengambil keputusan untuk menjual saham tersebut. Sebaliknya jika
nilai pasar saham di bawah nilai intrinsiknya, berarti saham tersebut tergolong murah
(undervalued),sehingga dalam situasi seperti ini investor sebaiknya membeli saham
tersebut.
2001 2002 2003
Nilai
PT Telekomunikasi Indonesia Tbk
Nilai nominal 500 500 500
Nilai buku 925 1.450 1.718
Nilai pasar 3.200 3.850 6.750
PT Indofood Sukses Makmur Tbk
2001 2002 2003
Nilai nominal 100 100 100
Nilai buku 389 390 434
Nilai pasar 625 600 800
PT Astra Internasional Tbk
2001 2002 2003
Nilai nominal 500 500 500
Nilai buku 1.011 2.492 2.902
Nilai pasar 1.950 3.150 5.000
PT Bank Central Asia Tbk
2001 2002 2003
Nilai nominal 500 250 250
Nilai buku 3.287 1.912 2.059
Nilai pasar 1.475 2.500 3.325
PT Ekadharma Tape Industry Tbk
2001 2002 2003
Nilai nominal 500 500 500
Nilai buku 1.040 1.086 1.113
4
Nilai pasar 450 500 950
5
𝑛
𝐶𝐹𝑡
∑
(1 + 𝑘 𝑡 )𝑡
𝑡 =1
Di mana:
Vo = Nilai sekarang dari suatu saham
𝐶𝐹𝑡 = Aliran kas yang diharapkan pada periode t
𝑘𝑡 = return yang disyaratkan pada periode t
n = jumlah periode aliran kas
Dalam penentuan nilai teoritis suatu saham, investor perlu menentukan berapa besarnya
tingkat return yang disyaratkan atas saham tersebut sebagai kompensasi atas risiko yang
ditanggung. Tingkat return yang disyaratkan merupakan tingkat return minimum yang
diharapkan atas pembelian suatu saham. Artinya, jika investor mempunyai tingkat re turn
yang disyaratkan 25% atas saham yang akan dibeli, maka return minimum yang
diharapkan dari saham tersebut adalah 25%. Tingkat return minimum ini juga
menggambarkan besarnya biaya kesempatan (opportunity cost), yaitu hilangnya
kesempatan memperoleh return dari alternatif investasi lain akibat keputusan untuk
berinvestasi pada saham.
Komponen lainnya dalam penentuan nilai saham dengan pendekatan nilai sekarang
adalah aliran kas (cash flow). Dalam komponen ini, permasalahannya kemudian adalah:
(1) aliran kas dalam bentuk apa yang akan digunakan dalam penilaian saham, (2) berapa
jumlah aliran kas yang diharapkan, dan (3) kapan aliran kas tersebut diperoleh.
Aliran kas yang bisa dipakai dalam penilalan saham adalah earning perusahaan. Dari
sudut pandang investor yang membeli saham, aliran saham yang akan diterima investor
adalah earning yang dibagikan dalam bentuk dividen. Dengan demikian, kita bisa
menggunakan komponen dividen sebagai dasar penilaian saham. Penentuan nilai saham
(pendekatan nilai sekarang) dengan menggunakan komponen dividen dilakukan dengan
menggunakan berbagai model berikut ini.
6
∞
𝐷𝑡
∑
(1 + 𝑘) 𝑡
𝑡=1
Di mana:
𝑃̂0 = Nilai Intrinsik saham dengan model diskonto dividen
𝐷1 , 𝐷2 , … , 𝐷∞ = Dividen yang akan diterima di masa datang
𝑘 = tingkat return yang disyaratkan
Dalam persamaan di atas bisa dilihat bahwa aliran dividen yang diterima
investor merupakan aliran dividen yang tidak terbatas (disimbolkan dengan ∞) dan
konstan. Padahal dalam kenyataannya, ada kalanya perusahaan membayarkan
dividen secara tidak teratur, dividen dengan jumlah yang tidak konstan atau
pembayarannya mengalami pertumbuhan (growth). Dalam situasi dividen konstan
dan tidak mengalami pertumbuhan kita bisa menggunakan model pertumbuhan nol
(zero-growth model). Untuk kasus aliran dividen yang bertumbuh secara konstan,
model yang bisa dipakai adalah model pertumbuhan konstan (constant growth
model). Sedangkan untuk saham yang mengalami pertumbuhan yang tidak
konstan, bisa menggunakan model pertumbuhan tidak konstan (non-constant
growth).
7
Contoh: Misalkan saham A menawarkan dividen tetap sebesar Rp800, Tingkat
return yang disyaratkan investor adalah 20%. Dari data di atas, kita bisa
menghitung nilai saham A sebesar Rp4000.
800
𝑃̂0 = = Rp4000
0,20
Soal-Jawab Model pertumbuhan nol
Soal: Anggap sebuah saham saat ini membayar dividen Rp150 per lembar dan
diharapkan tidak berubah di waktu mendatang Investor mensyaratkan tingkat
return 15 persen untuk berinvestasi pada saham terscbut. Berapakah nilai intrinsik
saham?
Jawab: Dividen diharapkan tidak berubah atau pertumbuhan nol. Nilai saham
adalah:
𝑃̂0 = Rp150 / 0,15 = Rp1.000
Saham seharusnya dijual pada harga Rp1.000.
8
Jadi, nilai intrinsik saham PT Omega adalah Rp10.500. Jika harga pasar saham
tersebut misal Rp10.000 (di bawah nilai intrinsik), investor sebaiknya membeli
saham tersebut.
Soal-Jawab Model pertumbuhan konstan
Soal: Anggap sebuah saham saat ini membayar dividen Rp150 per lembar dan
diharapkan tumbuh 5 persen per tahun. Investor mensyaratkan tingkat return 15
persen untuk berinvestasi pada saham tersebut. Berapakah nilai intrinsik saham?
Jawab: Dividen diharapkan tumbuh konstan pada tingkat 5 persen per tahun. Nilai
saham adalah:
𝑃̂0 = Rp150 / (0,15 – 0,05) = Rp1.500.
Harga saham seharusnya adalah Rp1.500.
9
selama 5 tahun, mungkin bisa membayarkan tingkat dividen dengan pertumbuhan
20% per tahun (selama lima tahun), dan itu, hanya akan membayarkan dividen
dengan tingkat pertumbuhan hanya 10% pertahun (sampai tahun-tahun
berikutnya). Untuk kasus seperti ini, penentuan nilai saham akan meliputi empat
langkah perhitungan.
1. Membagi aliran dividen menjadi dua bagian: (a) bagian awal yang meliputi
aliran dividen yang tidak konstan, dan (b) aliran dividen ketika dividen
mengalami pertumbuhan yang konstan.
2. Menghitung nilai sekarang dari aliran dividen yang tidak konstan (bagian
awal).
3. Menghitung nilai sekarang dari semua aliran dividen selama periode
pertumbuhan konstan (bagian b). Ingat, perhitungan ini dimulai dengan aliran
dividen pada saat akhir periode bagian awal (dividen terakhir dari bagian awal).
4. Menjumlahkan kedua hasil perhitungan nilai sekarang dari kedua bagian
perhitungan aliran dividen (bagian a dan bagian b).
Proses untuk menghitung nilai sahạm dengan menggunakan model
pertumbuhan dividen tidak konstan seperti di atas bisa dilakukan dengan rumus
berikut:
𝑛
𝐷0 (1 + 𝑔1 ) 1 𝐷𝑛 (1 + 𝑔𝑐 ) 1
𝑃̂0 = ∑ 1 + .
(1 + 𝑘) 1 + 𝑘𝑐 (1 + 𝑘) 𝑛
𝑡=1
Di mana:
𝑃̂0 = nilai intrinsik saham dengan model pertumbuhan tidak konstan
n = jumlah tahun selama periode pembayaran dividen supernorma
𝐷0 = dividen saat ini (tahun pertama)
𝑔1 = pertumbuhan dividen supernormal
𝐷𝑛 = dividen pada akhir tahun pertumbuhan dividen supernormal
𝑔𝑐 = pertumbuhan dividen yang konstan
k = tingkat return yang disyaratkan investor
10
𝑔𝑐 = 10%
𝑔1 = 20% per tahun selama 3 tahun pertama
Berdasarkan data-data di atas, kita bisa menghitung nilai intrinsik saham PT
SGPC, dengan mengikuti empat tahap perhitungan di atas:
1. Membagi aliran dividen menjadi dua bagian: (a) bagian pertumbuhan tidak
konstan dan (b) bagian pertumbuhan konstan.
11
Setelahnya, dividen tumbuh pada tingkat konstan 5 persen. Investor mensyaratkan
tingkat return 15 persen unnuk berinvestasi pada saham tersebut. Berapakah nilai
intrinsik saham?
Jawab: Dividen diharapkan tumbuh tidak konstan pada tingkat -10 persen selama
3 tahun dan kemudian tumbuh konstan 5 persen. Nilai saham adalah:
𝑃̂0 = Rp150 (1 − 0,10) 1/(1 + 0,15) 1 + Rp150 (1 − 0,10) 2/(1 + 0,15) 2 +
Rp150 (1 − 0,10) 3/(1 + 0,15) 3 +[Rp150 (1 − 0,10) 3 (1 + 0,05)/(0,15 −
0,05)] (1/(1 + 0,15) 3
𝑃̂0 = Rp1.036,106
Harga saham seharusnya sekitar Rp1.036.
12
Cara lain untuk menentukan tingkat return yang disyaratkan adalah menggunakan
CAPM dengan formula sebagai berikut :
k = k RF + β(k M – k RF )
Sebagai contoh, tingkat return yang disyaratkan untuk saham Ekadharma Tape
Industry ditentukan dengan menggunakan CAPM. Anggap pada tahun 2003,
investor menetapkan premi risiko pasar saham di BEJ adalah (k M – k RF ) = 6 persen.
Diketahui beta saham Ekadharma Tape Industry (EKAD) untuk periode 1998 s.d.
2002 telah diestimasi sebesar 0,756. Dengan tingkat return bebas risiko 10 persen,
maka tingkat return yang disyaratkan untuk saham Ekadharma Tape Industry
dihitung sebagai berikut:
• k (Ekadharma Tape Industry) = 10% + 0,756 x 6% = 15,292 persen.
Soal-Jawab 11.4 Return yang disyaratkan
Soal: Anggap Ibu Niken menetapkan 4 persen sebagai premi risiko berinvestasi
pada saham Indofood Sukses Makmur. Jika tingkat return bebas risiko adalah 10
persen, berapakah tingkat return yang disyaratkan lbu Niken untuk saham ini?
Jawab: Tingkat return yang disyaratkan Ibu Niken untuk saham Indofood Sukses
Makmur adalah 10% +4% = 14 persen.
13
Rasio tingkat laba ditahan perusahaan dihitung dengan satu dikuran gi dividend
payout ratio.
Tingkat pertumbuhan berkelanjutan = ROE x retention ratio
atau
Tingkat pertumbuhan berkelanjutan = ROE x (1 - payout ratio)
Return on equity umumnya dihitung menggunakan ukuran kinerja berdasarkan
akuntansi dan dihitung sebagai laba bersih perusahaan dibagi dengan ekuitas
pemegang saham biasa.
ROE = Laba bersih / Ekuitas
Sebagai contoh anggap sebuah perusahaan mempunyai ROE = 10 persen.
Proyeksi menunjukkan bahwa laba per lembar saham (earning per share), EPS =
Rp500 dan dividen per lembar saham (dividend per share), DPS=Rp200.
Berapakah rasio tingkat laba ditahan dan tingkat pertumbuhan berkelanjutan?
Dividen payout perusahaan adalah Rp200/Rp500 = 0,4 atau 40 persen. Maka rasio
tingkat laba ditahan adalah 1 - 0,40 = 0,60 atau 60 persen. Dengan demikian tingkat
pertumbuhan berkelanjutan adalah 10 persen x 60 persen = 0,40 x 60 persen = 24
persen.
Soal-Jawab 11.5 Tingkat pertumbuhan berkelanjutan
Soal: Pada tahun 2003, PT Indofood Sukses Makmur Tbk mempunyai ROE =
14,74 persen dan dividend payout ratio = 43,81 persen. Berapakah tingkat
pertumbuhan berkelanjutan?
Jawab: Tingkat pertumbuhan berkelanjutan untuk PT Indofood Sukses Makmur
Tbk adalah 0,1474 x (1-0,4381) = 0,0828 = 8,28 persen.
14
menerapkan model pertumbuhan nol untuk mengestimasi nilai saham ini. Tingkat return
yang disyaratkan investor adalah 13 persen.
Dengan menggunakan model pertumbuhan nol, estimasi nilai saham Telekomunikasi
Indonesia adalah:
𝑃̂0 = Rp331 / 0,13 = Rp2.546,15.
Bagaimana estimasi harga saham ini jika dibandingkan dengan harga pasarnya
pada waktu itu? Pada akhir tahun 2003, saham Telekomunikasi Indonesia diperdagangkan
pada harga Rp6.750. Estimasi harga saham Rp2.546,15 adalah jauh lebih kecil
dibandingkan dengan harga pasarnya Rp6.750.Contoh ini mungkin memperlihatkan tidak
realistisnya model pertumbuhan nol untuk diterapkan dalam penilaian saham.
Soal-Jawab 11.6 Penerapan model pertumbuhan nol.
Soal: Pada tahun 2003,PT Astra International Tbk memberikan dividen Rp170 per lembar
saham. Anggap Sdr. Rudi ingin menerapkan model pertumbuhan nol untuk mengestimasi
nilai saham. Tingkat return yang disyaratkan Sdr. Rudi adalah 14 persen. Berapakah nilai
saham Astra Internasional?
Jawab: Dengan menggunakan model pertumbuhan nol, nilai saham Astra International
adalah:
𝑃̂0 = Rp170 / 0,14 = Rp1.214,29.
Pada akhir tahun 2003, harga pasar saham Astra International adalah Rp5.000 yang jauh
lebih tinggi daripada harga saham Rp1.214,29 yang diestimasi dengan model pertumbuhan
nol.
2.3.1 Penerapan Model Pertumbuhan
Model diskonto dividen diperluas dengan mempertimbangkan pertumbuhan
dividen. Untuk itu analisis harus dilakukan terlebih dahulu untuk mengestimasi
tingkat pertumbuhan, g. Contoh berikut mengestimasi g dengan menggunakan
tingkat pertumbuhan perekonomian. Informasi mengenai pertumbuhan ekonomi
adalah juga penting dalam analisis perusahaan karena pertumbuhan perusahaan
juga tidak dapat dilepaskan dari pertumbuhan perekonomian.
Pada tahun 2003,PT Telekomunikasi Indonesia Tbk membagikan dividen
Rp331 per lembar saham. Besarnya dividen tidak mengalami perubahan dari tahun
sebelumnya (tahun 2002). Akan tetapi gambaran lebih optimis diperoleh dari
tingkat pertumbuhan perekonomian. Pada tahun 2003, tingkat pertumbuhan
perekonomian Indonesia adalah sekitar 5 persen dan beberapa proyeksi pada tahun
15
mendatang adalah sekitar 6 persen. Dengan menggunakan g = 6 persen dan tingkat
return yang disyaratkan investor, k = 13 persen, nilai saham Telekomunikasi
Indonesia adalah:
𝑃̂0 = Rp331 (1 + 0,06) / (0,13 - 0,06) = Rp5.012,29.
Dibandingkan dengan harga Rp2.546,15 dari estimasi dengan model pertumbuhan
nol, model pertumbuhan konstan memberikan estimasi harga Rp5.012,29 yang
lebih mendekati harga pasar Rp6.750 pada akhir tahun 2003.
Seperti yang telah dibahas pada seksi sebelumnya, g dapat diestimasi dengan
menggunakan tingkat pertumbuhan berkelanjutan, dan k dapat di ditentukan
dengan menggunakan CAPM. Sebagai contoh, berikut adalah data pada tahun 2003
yang digunakan untuk menilai saham Ekadharma Tape Industry:
• Dividen per lembar saham = Rp10.
• Dividen payout ratio = 10,3 persen.
• ROE = 8,72 persen.
• Return aset bebas risiko = 10%
• Beta saham = 0,756.
• Premi risiko pasar = 6%.
Dengan menggunakan CAPM, tingkat return yang disyaratkan adalah 10% + 0,756
x 6% = 15,292 persen. Sedangkan tingkat pertumbuhan berkelanjutan adalah
0,0872 x (1 - 0,103) = 0,0782 = 7,82 persen. Dengan demikian, nilai saham
Ekadharma Tape Industry adalah:
𝑃̂0 = Rp10 (1 + 0,0782) / (0,13 - 0,0782) = Rp144,34.
Nilai saham ini adalah lebih tinggi dibandingkan dengan harga pasar Rp105 pada
akhir tahun 2003.Hal ini menyarankan bahwa saham Ekadharma Tape Industry
adalah undervalued berdasarkan model pertumbuhan konstan.
Soal-Jawab 11.7.Penerapan model pertumbuhan konstan
Soal: Pada soal-jawab 10.5.PT Indofood Sukses Makmur Tbk dihitung mempunyai
tingkat pertumbuhan berkelanjutan adalah 8,28 persen. Pada tahun 2003, Indofood
Sukses Makmur membayar dividen Rp28 per lembar saham. Jika tingkat return
yang disyaratkan investor adalah 14 persen. Berapakah nilai saham Indofood
Sukses Makmur berdasarkan model pertumbuhan konstan?
Jawab: Dengan menggunakan model pertumbuhan konstan, nilai saham Indofood
Sukses Makmur adalah:
16
𝑃̂0 = Rp28 (1 + 0,0828) / (0,14 - 0,0828) = Rp530,28.
Pada akhir tahun 2003, harga pasar saham Indofood Sukses Makmur adalah Rp800.
Berdasarkan model pertumbuhan konstan, saham adalah overvalued.
Soal-Jawab 11.8 Penerapan model pertumbuhan konstan
Soal: Ibu Santi ingin bertransaksi saham Bank Central Asia. Pada tahun 2003,
Bank Central Asia membagikan dividen Rp225 per lembar saham. Ibu Santi
mensyaratkan return 14 persen dan menggunakan g = 6 persen berdasarkan
proyeksi tingkat pertumbuhan perekonomian. Berapakah harga saham berdasarkan
model pertumbuhan konstan?
Jawab: Dengan menggunakan g = 6 persen dan k = 14 persen, nilai saham Bank
Central Asia adalah:
𝑃̂0 = Rp225 (1 + 0,06) / (0.14 - 0,06) = Rp2.981,25.
Pada akhir tahun 2003, harga pasar untuk saham Bank Central Asia adalah
Rp3.325. Berdasarkan analisisnya ini, Ibu Santi seharusnya mau menjual saham ini
pada harga pasar.
Satu masalah berikut perlu diperhatikan dalam penerapan model diskonto
dividen. Nilai intrinsik diturunkan dari pendekatan nilai sekarang dengan model
diskonto dividen yang mengandung estimasi dividen mendatang yang tidak pasti
dan penggunaan tingkat return yang disyaratkan yang berbeda antar investor. Oleh
karena itu, sekuritas yang sama mungkin mempunyai banyak nilai intrinsik karena
ini tergantung pada siapa dan berapa banyak yang dimasukkan seb agai input
model. Namun adanya perbedaan penilaian sekuritas yang sama antar para investor
inilah yang menimbulkan adanya perdagangan saham, sebagian investor membeli
dan sebagian lainnya menjual. Jika demikian, harga pasar dari suatu sekuritas pada
suatu titik waktu dipahami sebagai konsensus dalam nilai intrinsik di pasar.
17
menggambarkan rasio atau perbandingan antara harga saham terhadap earning perusahaan.
Jika misalnya PER suatu saham sebanyak 3 kali berarti harga saham tersebut sama dengan
3 kali nilai earning perusahaan tersebut. PER juga akan memberikan informasi berapa
rupiah harga yang harus dibayar investor untuk memperoleh setiap Rp. 1 earning
perusahaan.
Rumus untuk menghitung PER suatu saham adalah dengan membagi harga saham
perusahaan terhadap earning per lembar saham. Secara matematis, rumus untuk
menghitung PER adalah sebagai berikut:
Harga saham
PER =
Earning per lembar saham
Contoh: Misalnya harga saham DX saat ini adalah Rp. 10.000 per lembar, dan tahun
ini perusahaan memperoleh earning sebesar 900 juta rupiah. Jumlah saham beredar saat
ini adalah 900 ribu lembar saham. Dari data tersebut kita bisa menghitung PER dengan
cara sebagai berikut;
(1) Menghitung earning per lembar saham DX.
Earning perusahaan
Earning per lembar =
Jumlah saham beredar
Rp900.000.000
=
900.000 lembar
Jadi PER saham DX adalah 10 kali. Artinya, untuk memperoleh Rp1 dari earning
perusahaan DX, investor harus membayar Rp10.
Rumus lainnya untuk menghitung PER suatu saham bisa juga diturunkan dari rumus
yang dipakai dalam model diskonto dividen Dalam hai ini, kita bisa menemukan rumus
PER dengan mengacu pada rumus sebelumnya sebagai berikut:
𝐷1
𝑃̂0 =
𝑘−𝑔
Jika kita membagi sisi kiri dan sisi kanan persamaan tersebut dengan earning yang
diperoleh perusahaan (E1 ), maka akan kita peroleh rumus PER sebagai berikut:
D1 /E1
̂0 /E1 =
P
k−g
18
Dengan demikian, variabel-variabel yang memengaruhi PER atau disebut juga sebagai
faktor-faktor multiplier earning adalah sebagai berikut.
1. Rasio pembayaran dividen (Dividend Payout Ratio/DPR),. yaitu D1 /E1
2. Tingkat return yang disyaratkan investor dari saham bersangkutan (k).
3. Tingkat pertumbuhan dividen yang diharapkan dari saham tersebut (g).
Contoh: Seorang investor membeli saham DPS. Misalnya perusahaan DPS tersebut
hanya akan membagikan 80% (D1 /E1 = 0,8) dari earning yang diperolehnya bagi investor
dalam bentuk dividen. Pertumbuhan dividen sebesar 5% dan tingkat return yang
disyaratkan investor adalah 15%. Dari data tersebut, kita bisa menghitung PER, sebagai
berikut:
𝑃 0,8 0,8
= = = 8 kali
𝐸 0,15 − 0,05 0,10
Dua pendekatan yang paling sering digunakan dalam penilaian saham perusahaan, yaitu
pendekatan diskonto dividen dan pendekatan PER. Kedua pendekatan tersebut masing-
masing mendasarkan diri pada konsep dasar ilmu investası yaitu konsep nilai sekarang
(present value). Perbedaannya adalah bahwa secara teoritis, pendekatan diskonto dividen
lebih baik dibanding pendekatan PER, sedangkan di sisi lainnya pendekatan PER lebih
populer digunakan oleh para analis dibanding pendekatan diskonto dividen karena lebih
mudah menggunakannya.
Lalu, manakah di antara kedua pendekatan tersebut yang paling baik? Kedua
pendekatan yang telah dibahas sangat penting bagi seorang investor dalam pembuatan
keputusan investasi serta mengandung konsep dasar penilaian yang sama . Barangkali
jawaban yang lebih tepat untuk pertanyaan di atas adalah bahwa di antara kedua
pendekatan tersebut, tidak ada yang mutlak lebih baik dibanding pendekatan lainnya.
Kiranya, akan lebih tepat jika kita menggunakan kedua pendekatan tersebut sebagai dua
hal yang bersifat saling melengkapi (komplementer), dan bukannya sebagai dua hal yang
saling menggantikan (substitusi). Penggunaan kedua pendekatan itu secara komplementer
diharapkan akan membantu investor menentukan keputusan yang tepat dalam membeli,
menahan ataupun menjual saham. Akan tetapi, satu hal perlu dicatat bahwa kedua
penilaian tersebut masih berpotensi mengandung kesalahan karena apa yang kita lakukan
19
dalam penilaian saham dengan pendekatan-pendekatan tersebut hanyalah merupakan
estimasi tentang sesuatu yang akan terjadi di masa datang.
20
kas perusahaan,bukannya earning perusahaan. Hal ini disebabkan oleh aliran kas
perusahaan lebih relevan dibandingkan data earning menurut laporan secara akuntansi.
Dalam penilaian saham perusahaan, investor bisa menggunakan informasi rasio
harga/aliran kas ini sebagai pelengkap informasi PER, karena data aliran kas
perusahaan bisa memberikan pemahaman yang lebih mendalam bagi investor tentang
perubahan nilai saham yang akan terjadi. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Gentry
dkk. (1985), yang menemukan bahwa informasi aliran kas merupakan informasi
penting untuk menilai kinerja perusahaan dan memprediksi kemungkinan kebangkrutan
atau suksesnya perusahaan di masa datang.
3. Economic Value Added (EVA).
Pendekatan yang lebih baru dalam penilaian saham adalah dengan menghitung
economic value added (EVA) suatu perusahaan. EVA adalah ukuran keberhasilan
manajemen perusahaan dalam meningkatkan nilai tambah (value added) bagi
perusahaan. Asumsinya adalah bahwa jika kinerja manajemen baik/ efektif (dilihat dari
besarnya nilai tambah yang diberikan), maka akan tercermin pada peningkatan harga
saham perusahaan. EVA dihitung dengan mengurangkan keuntungan operasi
perusahaan dengan biaya modal perusahaan, baik untuk biaya utang (cost of debt)
maupun modal sendiri (cost of equity). Jika perbedaan tersebut positif, berarti ada nilai
tambah bagi perusahaan, dan ini biasanya akan direspons oleh meningkatnya harga
saham. Demikian pula sebaliknya jika EVA negatif berarti perusahaan mengalami
penurunan kinerja, yang biasanya akan direspon dengan penurunan harga saham
perusahaan.
Secara metematis, rumus untuk menghitung EVA suatu perusahaan bisa
dituliskan sebagai berikut:
EVA = Laba bersih operasi setelah dikurangi pajak - besarnya biaya modal operasi
dalam rupiah setelah dikurangi pajak.
EVA = [EBIT (1 - pajak)] - ((modal operasi) (persentase biaya modal setelah pajak)
Berikut ini adalah suatu contoh perhitungan EVA untuk perusahaan ABC.Dari
perhitungan tersebut terlihat bahwa EVA perusahaan ABC mengalami peningkatan
yang besar, yaitu dari - Rp10 juta pada tahun 2005 menjadi + Rp37,5 juta pada tahun
2006. Peningkatan ini bisa menunjukkan indikasi adanya keberhasilan manajemen
dalam memberikan nilai tambah (value added) bagi perusahaan.
21
Perhitungan EVA Perusahaan ABC (ribuan rupiah)
2005 2006
EBIT 200.000 250.000
Pajak 25% 25%
EBIT (1 – Pajak) 150.000 187.500
Modal operasi 1.600.000 1.500.000
Biaya modal setelah pajak (%) 10% 10%
Biaya modal dalam rupiah 160.000 150.000
EVA -10.000 37.500
22
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Penilaian saham dikenal adanya tiga jenis nilai yaitu nilai buku, nilai pasar, dan nilai
intrinsik. Nilai buku merupakan nilai yang dihitung berdasarkan pembukuan
perusahaan penerbit saham (emiten). Nilai Pasar adalah nilai saham di pasar, yang
ditunjukkan oleh harga saham tersebut di pasar. Sedangkan nilai intrinsik atau dikenal
sebagai nilai teooritis adalah nilai saham yang sebenarnya atau seharusnya terjadi.
2. Pendekatan nilai sekarang terdiri atas model diskonto dividen, model pertumbuhan
konstan, model pertumbuhan tidak konstan (ganda). Selain pendekatan nilai sekarang,
terdapat juga pendekatan price earning ratio (PER). Kedua pendekatan tersebut
masing-masing mendasarkan diri pada konsep dasar ilmu investası yaitu konsep nilai
sekarang (present value). Perbedaannya adalah bahwa secara teoritis, pendekatan
diskonto dividen lebih baik dibanding pendekatan PER, sedangkan di sisi lainnya
pendekatan PER lebih populer digunakan oleh para analis dibanding pendekatan
diskonto dividen karena lebih mudah menggunakannya.
23
DAFTAR PUSTAKA
Tandelilin, Eduardus, Prof., Dr., MBA., CWM. (2019). Pasar Modal, Manajemen Portofolio
dan Investasi. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
24