Anda di halaman 1dari 17

TREND PENGEMBANGAN KEILMUAN

DI PERGURUAN TINGGI ISLAM

Disusun untuk mememenuhi mata kuliah Filsafat Umum


yang dibimbing oleh: Dr. Ali Hasan Siswanto, S.Fil.I., M.Fil.I.

Kelas: C2
Oleh:
Kelompok :1
1. Retista Tammamy (211101030046)
2. Nabila Rosida (211101030047)
3. Siti Nur Azizeh (211101030049)
4. Nurul Hafshotus Shafirah (211101030050)
5. Putri Arroyyani (211101030051)
6. Immatul Adimah (211101030052)

MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UIN KH. ACHMAD SIDDIQ JEMBER
2021
KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim, kami panjatkan puja dan puji syukur atas


kehadiran Allah SWT. Atas segala limpahan nikmat serta karunia-Nya, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah guna memenuhi tugas kelompok untuk mata
kuliah Filsafat umum dengan judul “Trend Pengembangan Keilmuan di Perguruan
Tinggi Islam”.
Kami mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Dr. Ali Hasan
Siswanto, S.Fil.I., M.Fil.I. selaku dosen mata kuliah Filsafat Umum, harapannya
tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait
trend pengembangan keilmuan di perguruan tinggi islam terhadap penulis dan
pembaca. Makalah ini kami buat sebagian dengan mengambil referensi dari
berbagai sumber yang kemudian kami rangkum sesingkat mungkin.
Telepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat
banyak kekurangan dari makalah ini. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik yang membangun dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ini.

Banyuwangi. 1 November 2021

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang 1
1.2 Rumusan masalah 1
1.3 Tujuan 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Dasar Integrasi Keilmuan Umum dan Agama 3
2.2 Hakikat Integrasi Keilmuan Keislaman 6
2.3 Pengembangan Diri Mahasiswa di Perguruan Tinggi pada Era Revolusi 7
2.4 Pengembangan Keilmuan di UIN Sunan Kalijaga 9
2.5 Pengembangan Keilmuan di UIN Maliki Malang 10
BAB III PENUTUP
Kesimpulan 13
DAFTAR PUSTAKA 14

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.3 Latar Belakang
Perguruan Tinggi Islam merupakan salah satu stratum pendidikan islam yang
berada pada level tertinggi. Eksistensi pendidikan islam dalam ajang pendidikan
nasional di Indonesia memiliki urgensi besar, utamanya sebagai tonggak bagi
bangunan pendidikan islam secara menyeluruh.
Jumlah perguruan tinggi islam negeri maupun swasta makin banyak, akan
tetapi ternyata belum mengalami kemajuan dan masih tertinggal dengan lembaga
lain. Fasilitas dan tenaga dosen maupun daya dukung komponen lainnya yang
masih terbatas, baik dari jumlah maupun kualitasnya. Melihat realita seperti itu,
banyak orang yang berpikir bagaimana lembaga pendidikan islam dapat
menghadapi dunia yang semakin maju dan modern, semajin terbuka, rasional,
banyak persaingan dalam jangkauan yang luas dan selalu menuntut kualitas tinggi
yang bisa bertahan.
Beberapa persoalan penting perlu dibahas, setidaknya dalam rangka “melawan
lupa”, bahwa pembangunan paradigma keilmuan baru (new paradigm), akan dapat
ditemukan signifikansinya jika berlanjut dengan adanya tren baru, untuk tidak
dikatakan pola baru, dalam pengembangan keilmuan, baik yang berwujud tradisi
akademik, pola pengembangan riset, maupun dalam bentuk karya-karya sivitas
akademiknya. Sebab perkembangan ilmu, memang tidak hanya dengan meneliti
sebanyak mungkin gejala, tetapi juga dengan melakukan penelitian melalui sudut
pandang baru atau paradigma baru. Menggunakan istilah tren bukan pola
misalnya, karena kajian ini dimaksudkan untuk melihat perkembangan dan update
terkini tentang pengembangan keilmuan perguruan tinggi islam sebagai
konsekuensi paradigma integrasi-interkoneksi yang dicanangkannya. Selain itu,
juga dimungkinkan akan terus berkembang seiring dengan semakin mapannya
beberapa hal yang bersifat operasional, terutama aspek metodologi.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana dasar integrasi keilmuan umum dan agama?
2. Apakah yang dimaksud dengan hakikat integrasi keilmuan keislaman?

1
3. Bagaimana pengembangan diri mahasiswa di perguruan tinggi pada era
revolusi?
4. Bagaimana pengembangan keilmuan di UIN Kalijaga?
5. Bagaimana pengembangan keilmuan di UIN Maliki Malang?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui dasar integrasi keilmuan umum dan agama
2. Untuk mengetahui hakikat integrasi keilmuan keislaman
3. Untuk mengetahui pengembangan diri mahasiswa di perguruan tinggi pada
era revolusi
4. Untuk mengetahui pengembangan keilmuan di UIN Kalijaga
5. Untuk mengetahui pengembangan keilmuan di UIN Maliki Malang

2
BAB II
PEMBAHASAN
.1 Dasar Integrasi Keilmuan Umum dan Agama
Hingga kini, masih kuat anggapan dalam masyarakat luas yang mengatakan
bahwa “agama” dan “ilmu”, “madrasah” dan “sekolah” adalah dua entitas yang
tidak bisa dipertemukan. Keduanya mempunyai wilayah sendiri-sendiri, terpisah
antara satu dan lainnya, baik dari segi objek formal-material keilmuan, metode
penelitian, kriteria kebenaran, peran yang dimainkan oleh ilmuwan maupun status
teori masing-masing bahkan sampai ke institusi penyelenggaraannya. Dengan lain
ungkapan, ilmu tidak mempedulikan agama dan agama tidak mempedulikan ilmu.
Begitulah sebuah gambaran praktik kependidikan dan aktivitas keilmuan di tanah
air sekarang ini dengan berbagai dampak negatif yang ditimbulkan dan dirasakan
oleh masyarakat luas.
Sekarang ini pembaharuan-pembaharuan pendidikan di seluruh dunia Islam
lebih dipacu untuk membangun tiruan-tiruan terhadap tonggak intelektual Barat
daripada membentuk kembali sumber akalnya sendiri. Jika kita tidak
mendefinisikan kembali tingkattingkat konseptual yang sesuai dengan warisan-
warisan klasik kita, sebagaimana mendefinisikan kembali pandangan dunia Islam,
maka kita hanya akan menoreh luka-luka intelektual kita sebelumnya. Ummat
Islam dengan pandanan dunianya sendiri, memiliki dua tanggung jawab terhadap
dirinya sendiri. Pertama, untuk membuat dan menghasilkan dasar ilmunya sendiri,
yang merupakan sebuah sistem untuk menghasilkan pengetahuan pribumi yang
organis. Kedua, tanggung jawab moral terhadap umat manusia dan alam untuk
menjamin bahwa keduanya berada pada kondisi kesejahteraan material dan
spiritual yang terbaik.
Sementara itu, dalam dunia pendidikan Islam muncul dua fenomena: Pertama,
yang umum terjadi adalah pengajaran ilmuilmu agama Islam yang normatif-

3
tekstual terlepas dari perkembangan ilmu-ilmu sosial, ekonomi, hukum,
humaniora dan ilmu-ilmu agama (religious studies) pada umumnya. Kedua,
pendidikan ilmu-ilmu kealaman (Iptek) “dipaksa” kawin dengan ilmu-ilmu
keagamaan Islam yang normative tekstual dengan cara melekatkan dan
menempelkan ayat-ayat pada temuan dan keberhasilan Iptek, namun terlepas
begitu saja dari perkembangan ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Perbedaan itu
semakin hari semakin jauh ibarat deret ukur terbalik, dan membawa akibat yang
tidak nyaman bagi kehidupan intern dan lebih-lebih ekstern umat beragama. Pola
pikir yang serba dikotomis ini menjadikan manusia terasing dari nilai-nilai
spiritualitas-moralitas, rendah pemahaman etika sosialnya, terasing dari dirinya
sendiri, terasing dari keluarga dan masyarakat sekelilingnya, terasing dari
lingkungan alam dan ragam hayati yang menopang kehidupannya serta terasing
dari denyut nadi lingkungan sosial-budaya sekitarnya. Singkatnya, terjadi proses
dehumanisiasi secara pasif baik pada tataran kehidupan keilmuan, keagamaan,
sosial-politik dan sosial-ekonomi.
Merumuskan konsep pendidikan Islam memang bukanlah pekerjaan yang
ringan sebab rumusan tersebut harus mengkaitkan Islam sebagai disiplin ilmu.
Dalam upaya merekonstruksi pendidikan Islam, kita perlu memperhatikan prinsip-
prinsip pendidikan Islam, yang meliputi: pertama, Pendidikan Islam merupakan
bagian dari sistem kehidupan Islam, yaitu proses internalisasi dan sosialisasi nilai-
nilai moral Islam melalui sejumlah informasi, pengetahuan, sikap, perilaku dan
budaya. Kedua, Pendidikan Islam merupakan sesuatu yang integred artinya
mempunyai kaitan yang membentuk suatu kesatuan yang integral dengan ilmu-
ilmu yang lain. Ketiga, Pendidikan Islam merupakan life long process sejak dini
kehidupan manusia. Keempat, Pendidikan Islam berlangsung melalui suatu proses
yang dinamis, yakni harus mampu menciptakan iklim dialogis dan interaktif
antara pendidik an peserta didik. Kelima, Pendidikan Islam dilakukan dengan
memberi lebih banyak mengenai pesan-pesan moral pada peserta didik.
Adanya keterpisahan secara diametrikal antara keduanya dan sebab-sebab lain
yang bersifat politis-ekonomis, berakibat pada rendahnya kualitas pendidikan dan
kemunduran dunia Islam pada umumnya. Dalam ketiga revolusi peradaban

4
manusia, yaitu revolusi hijau, revolusi industri dan revolusi informasi, tak satupun
ilmuan Muslim tercatat namanya dalam lembaran tinta emas pengembang ilmu
pengetahuan. Perkembangan dan pertumbuhan ilmu-ilmu sekolahan-sekuler
sebagai simbol keberhasilan sekolah dan perguruan tinggi umum dengan berbagai
implikasinya pada tataran moral dan etik kehidupan manusia di seluruh dunia di
satu pihak, dan perkembangan dan pertumbuhan madrasah dan perguruan tinggi
agama yang hanya menekankan ilmu-ilmu keagamaan dan teks-teks keislaman
normatif-klasik dengan berbagai dampaknya pada penciptaan tenaga terampil
dalam dunia ketenagakerjaan di lain pihak, menjadikan kedua-duanya mengalami
proses pertumbuhan yang tidak sehat serta membawa dampak negatif bagi
kehidupan sosial-budaya, sosial-ekonomi, sosial-politik dan sosial-keagamaan di
tanah air.
Dari sini tergambar bahwa ilmu-ilmu sekuler yang dikembangkan di sekolah
dan di Perguruan Tinggi Umum dan ilmu-ilmu agama yang dikembangkan di
madrasah, pesantren dan Perguruan Tinggi Agama secara terpisah seperti yang
sekarang ini berjalan sedang terjangkit krisis relevansi (tidak dapat memecahkan
banyak soal), mengalami kemandegan dan kebuntuan (tertutup untuk pencarian
alternatif-alternatif yang lebih mensejahterakan) dan penuh bias-bias kepentingan
disana sini (filosofis, ortodoksi keagamaan, etnis, ekonomis, politik, gender,
peradaban). Dari latar belakang seperti itu, gerakan rapproachment (kesediaan
untuk saling menerima keberadaan yang lain dengan lapang dada) antara dua kubu
keilmuan adalah merupakan keniscayaan. Gerakan rapproachment, untuk dapat
menyebutnya juga sebagai gerakan integrasi epistemologi keilmuan adalah
sesuatu yang mutlak diperlukan untuk mengantisipasi perkembangan-
perkembangan yang serba kompleks dan tak terduga pada milenium ketiga serta
tanggungjawab kemanusiaan bersama secara global dalam mengelola sumberdaya
alam yang serba terbatas dan sumber daya manusia yang berkualitas sebagai
khalifah fi al-ardli.
Lebih luas lagi, Perguruan Tinggi Agama khususnya IAIN, STAIN dan UIN
secara sadar harus berani mengkaji ulang visi, misi dan paradigma keilmuan yang
dibangun dan dipeliharanya. Begitu juga Perguruan-Perguruan Tinggi Umum

5
yang sudah mapan dan berjalan selama ini. Ide dan usulan perlunya
dikembangkan ilmuilmu sosial politik dan Kajian Agama secara kontekstual di
Perguruan Tinggi Umum adalah merupakan tanda adanya keprihatinan yang
serius tentang arah pengembangan dan tujuan pembelajaran ilmu-ilmu agama
pada perguruan tinggi umum yang telah berjalan selama ini. Bangunan ilmu
pengetahuan yang dikotomik antara ilmu pengetahuan umum dan ilmu
pengetahuan agama harus diubah menjadi bangunan keilmuan baru yang lebih
integralistik atau paling tidak keduanya bersifat komplementer. Filsafat
Pendidikan Islam yang baru, yang perlu dijadikan acuan dan sekaligus tujuan
pendidikan UIN, IAIN dan STAIN sebagai produsen ilmu pengetahuan yang akan
menjadi feeder bagi tenaga guru madrasah dan sekolah, pengelola dan pengurus
yayasan yang dimiliki sekolah atau madrasah haruslah diorientasikan pada
lahirnya sarjana yang memiliki tiga kemampuan, yaitu kemampuan menganalisis
persoalan sosial-keagamaan secara akademik dan komprehensif (intelectual
capital building), kemampuan melakukan inovasi yang terencana dan
berkesinambungan (entre preneurial capital building), kemampuan memimpin
sesuai dengan tuntutan persoalan kemasyarakatan, keilmuan, maupun profesi yang
kemampuan membangun jaringan dan hubungan sosial kemasyarakatan yang luas
(social capital building).
.2 Hakikat Integrasi Keilmuan KeIslaman
Menyusun dan merumuskan konsep integrasi keilmuan tentulah tidak mudah.
Apalagi berbagai upaya yang selama ini dilakukan oleh beberapa perguruan tinggi
Islam, terutama di Indonesia, dengan cara memasukkan beberapa program studi
keIslaman diklaim sebagai bagian dari proses integrasi keilmuan. Dalam praktek
kependidikan di beberapa negara, termasuk di Indonesia, integrasi keilmuan juga
memiliki corak dan jenis yang beragam. Lagi pula merumuskan integrasi
keilmuan secara konsepsional dan filosofis, perlu melakukan kajian filsafat dan
sejarah perkembangan ilmu, khususnya di kalangan pemikir dan tradisi keilmuan
Islam. Untuk memberikan pemahaman yang memadai tentang konsep integrasi
keilmuan, yang pertama-tama perlu dilakukan adalah memahami konteks
munculnya ide integrasi keilmuan tersebut. Bahwa selama ini di kalangan umat

6
Islam terjadi suatu pandangan dan sikap yang membedakan antara ilmu-ilmu
keIslaman disatu sisi, dengan ilmu-ilmu umum disisi yang lain.
Ada perlakukan diskriminatif terhadap dua jenis ilmu tersebut. Umat Islam
seolah terbelah antara mereka yang berpandangan positif terhadap ilmu-ilmu
keIslaman sambil memandang negatif yang lainnya, dan mereka yang
berpandangan positif terhadap disiplin ilmu-ilmu umum sembari memandang
negatif terhadap ilmu-ilmu keIslaman. Kenyataan itu telah melahirkan pandangan
dan perlakuan yang berbeda terhadap ilmuwan. Inilah yang dimaksud M. Amir
Ali sebagai, “The definition of a scholar should be developed and applied to all
equally In our times agraduate of an Islamic madrassah may be equivalent to
bachelor degree holder but he is instantly called an ‘alim (scholar). On the other
hand a bachelor degree holder in chemistry or economics is not considered an
‘alim (scholar)”.
Definisi seorang ulama harus diterapkan dalam semua bidang keilmuan,
karena pada saat lulus dari sebuah sekolah Islam yang setara dengan gelar sarjana,
mereka langsung disebut ulama. Sedangkan pemegang gelar sarjana dalam bidang
kimia maupun ekonomi tidak dianggap sebagai ulama’. Dari konteks yang
melatari munculnya ide integrasi keilmuan tersebut, maka integrasi keilmuan
pertama-tama dapat dipahami sebagai upaya membangun suatu pandangan dan
sikap yang positif terhadap kedua jenis ilmu yang sekarang berkembang di dunia
Islam. M. Amir Ali kemudian memberikan pengertian integrasi keilmuan prinsip-
prinsip petunjuk Islam dan dengan menentukan prioritas penelitiannya serta
implementasi proyek atas dasar nilai-nilai tersebut. Fungsi nilai-nilai negatif
seperti haram, zhulm, dan dhiya ditegakkan untuk mempertahankan seluruh
aktivitas sains dalam kerangka tolok ukur yang bisa diterima etika. Manakala
batas-batas yang dibenarkan oleh sains Islam dilanggar, maka nilai-nilai negatif
ini ditegakkan untuk mempertahankan etika masyarakat Islam.
2.3 Pengembangan Diri Mahasiswa di Perguruan Tinggi pada Era Revolusi
Upaya pengembangan diri mahasiswa menjadi semakin urgent untuk
dilakukan mengingat fakta bahwa pendidikan tinggi tidak sepenuhnya menjadi
penentu keberhasilan mahasiswa untuk meraih pekerjaan yang diharapkan. Hal ini

7
terbukti bahwa jumlah sarjana yang menganggur atau berprofesi di luar
jurusannya semakin banyak. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain
kualitas sarjana tersebut. Yang dimaksud dengan kualitas adalah tingkat
pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dimiliki oleh seorang sarjana. Jika dia
memang memiliki kualitas yang dibutuhkan oleh sebuah profesi, maka besar
kemungkinan dia akan diserap oleh pekerjaan tersebut. Akan tetapi, jika tidak,
maka ia akan tersingkir sebelum bersaing dengan orang lain. Rendahnya kualitas
lulusan perguruan tinggi yang tidak sesuai dengan harapan dunia kerja disebabkan
oleh beberapa hal, misalnya kualitas proses pembelajaran selama di perguruan
tinggi yang dialami. Semakin berkualitas proses pendidikan yang ditempuh, maka
semakin besar potensi mahasiswa tersebut menjadi lebih berkualitas.
Proses pendidikan yang berkualitas sangat tergantung pada terpenuhi beberapa
aspek yakni (1) kualitas dosen, (2) ketersedian fasilitas dan sumber belajar, (3)
iklim belajar yang nyaman, (4) manajemen perguruan tinggi yang professional,
(5) ketersediaan pendanaan yang memadai, dan (6) terbukanya akses informasi
terkait dengan pengembangan mahasiswa. Terdapat satu faktor yang juga paling
menentukan yakni motivasi belajar atau semangat mahasiswa yang tinggi.
Meskipun keenam faktor tersebut sudah terpenuhi, namun mahasiswa tidak
memiliki niat yang besar untuk belajar, maka semuanya akan menjadi tidak
bermakna. Jadi, bisa disimpulkan bahwa mahasiswa yang menjadi penentu utama
peningkatan kualitas diri mereka. Manjadda wa jada (siapa yang bersungguh-
sungguh pasti bisa).
Banyak sisi yang perlu dikembangkan oleh mahasiswa selama kurun 3-4 tahun
kuiah dilevel sarjana. Jika dikelompokkan, maka mahasiswa perlu
mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang terkait dengan bidang
akademik dan non akademik. Bidang akademik maksudnya adalah segala aspek
yang ada hubungannya dengan program studi yang ditekuni oleh mahasiswa
bersangkutan. Misalnya, jika seorang mahasiswa mengambil program studi
pendidikan bahasa inggris, maka ia harus mengembangkan kemampuan
berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Pengembangan potensi akademik bisa
dilakukan bersamaan dengan pengembangan bidang non akademik.

8
.4 Pengembangan Keilmuan di UIN Sunan Kalijaga
Perguruan Tinggi Islam memiliki peran peting dalam membuat dan
mengembangkan peradaban. Perguruan tinggi membentuk para mahasiswanya
yang sangat ditunggu kehadirannya dalam memecahkan problematika umat.
Dalam hal keilmuan, masalah studi islam sangat penting untuk dibahas.
Kemunduran peradaban islam terjadi tidak jauh dari pemikiran yang membagi
antara agama dan ilmu yang menimbulkan banyak masalah, seperti masalah
kemanusiaan hingga keilmuan yang mengakibatkan ketidakselarasan dalam
menjawab tantangan global. Penyelesaian masalah hanya menggunakan satu
disiplin keilmuan, sehingga kajiannya tidak komprehensip dan malah membuat
masalah baru.
Pengembangan dan konvensi IAIN ke STAIN lalu ke UIN adalah suatu
proyek keilmuan. Proyek ini selain membenahi lingkungan fisik, juga membenahi
dan mengintegrasi sehingga terdapat kerjasama antara disiplin ilmu agama dan
ilmu umum yang lebih dekat. Sehingga tidak ada lagi studi islam yang menyendiri
dengan metodologi yang cenderung kaku dan tidak mau berubah, begitupula
dengan keilmuan umum yang tidak hanya terpaku dan menyendiri dari ajang
disiplin ilmu agama.
Dalam contoh kasusnya dapat dilihat dari usaha Amin Abdullah dalam
membangun Grand Design keilmuan di UIN, khususnya UIN Sunan Kalijaga.
Amin perlu merancang bangunan epistemologi keilmuan yang akan
mengiintegrasikan terbentuknya fakultas umum dan fakultas agama. Studi Islam
yang diintegrasikan dengan studi keilmuan umum merupakan fenomena baru di
Indonesia. Oleh karena itu diperlukan perumusan yang baru dalam
mengintegrasikan kedua ilmu tersebut.
Dalam realita saat ini, agama selalu dipandang sebagai subjek, sehingga harus
dipahami secara normatif. Akan tetapi, ketika pendekatan ilmu-ilmu sosial
berlangsung maka agama akan menjadi objek yang didekati secara objektif dan
empiris. Kajian-kajian dalam studi islam di UIN yang mengintegrasikan keilmuan

9
agama dan keilmuan umum merupakan upaya untuk menjadikan studi islam, yang
menurut Fazlur Rahman “Keluar dari proses ortodoksi”. Proses ortodoksi ini
merupakan suatu proses yang menjadikan studi islam menjadi tidak dapat dirubah
dan tidak dapat digugat. Bila proses ortodoksi terjadi, maka seolah-olah pemikiran
keagamaan muslim menurut Amin Abdullah “menjadi taken for granted dan
ghairu qabilin li al niqas serta immune untuk dikaji secara kristis historis-ilmiah”.
Dalam hal pengembangan pemikiran akademik tentang studi islam di
perguruan timggi, Amin Abdullah mengembangkan Spider Theory atau Thariqah
Al- ‘Ankabut (Teori Jaring Laba-laba). Dimana gambar metaforis “jaring laba-laba
keilmuan” itu mengisyaratkan adanya garis putus-putus, menyerupai pori-pori
yang melekat pada dinding pembatas antar disiplin keilmuan tersebut. Dinding
pembatas yang berpori-pori tersebut tidak hanya dimaknai dari segi batas-batas
disiplin ilmu, tetapi juga dari batas-batas ruang dan waktu (space and time), corak
berpikir (world view) atau ‘urf dalam istilah teknis keilmuan Islam. Yakni, antara
corak dan budaya berpikir era classical, medieval, modern dan post-modern. Pori-
pori tersebut ibarat lubang angin pada dinding (ventilasi) yang berfungsi sebagai
pengatur sirkulasi keluar-masuknya udara dan saling tukar informasi antar
berbagai disiplin keilmuan. Masing-masing disiplin ilmu, dan budaya pikir, tradisi
atau ‘urf yang menyertainya, dapat secara bebas saling berkomunikasi, bertukar
pikiran, mengirimkan pesan dan masukan temuan-temuan yang baru di bidangnya
ke disiplin ilmu lain di luar bidangnya. Didalamnya ada pertukaran informasi
keilmuan dalam suasana bebas, nyaman dan tanpa beban.
.5 Pengembagan Keilmuan di UIN Maliki Malang
Bangunan struktur keilmuan UIN Maliki Malang didasarkan pada
universalitas ajaran Islam. Metafora yang digunakan adalah sebuah pohon yang
kokoh, bercabang rindang, berdaun subur, dan berbuah lebat karena ditopang oleh
akar yang kuat. Akar yang kuat tidak hanya berfungsi menyangga pokok pohon,
tetapi juga menyerap kandungan tanah bagi pertumbuhan dan perkembangan
pohon. Akar yang menggambarkan landasan keilmuan universitas, yang
mencakup bahasa arab dan inggris, filsafat, ilmu-ilmu alam, ilmu sosial, serta
pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan. Pokok pohon digambarkan sebagai

10
jati diri mahasiswa universitas, yaitu Al-Qur’an dan sunnah, sirah nabawiyah,
pemikiran islam, dan wawasan kemasyarakatan islam. Dahan dan ranting
mewakili bidang-bidang keilmuan yang selalu tumbuh dan berkembang, yaitu
tarbiyah, syari’ah, humaniora dan budaya, psikologi, ekonomi, sains dan
teknologi. Bunga dan buah menjelaskan manfaat upaya pendidikan universitas,
yaitu, keberimanan, kesalehan, dan keberilmuan.
Perguruan Tinggi Islam diharapkan dapat mendorong tumbuh dan
berkembangnya nilai-nilai religius yang didapat diperoleh dengan melakukan
realisasi tiga nilai kehiduapan yaitu, creative values (nilai-nilai kreatif),
experimental values (nilai-nilai penghayatan), attitudinal values (nilai-nilai
bersikap). Menurut Sukidi, religiusitas pendidikan mendasarkan epistemologinya
pada dasar filsafat, tujuan, dan nilai serta orientasi pendidikan.
Berdasarkan ketiga kerangka konsep religiusitas pendidikan diatas dapat
diartikan bahwa religiusitas pendidikan menumbuhkan kecerdasan spiritual dalam
pendidikan dan kehidupan. Religiusitas pendidikan melalui kecerdasan spiritual
guide line kepada dosen untuk mengajarkan pentingnya religiusitas pendidikan
kepada mahasiswanya. Hal tersebut tentu saja tidak terlepas dari peran perguruan
tinggi islam beserta pengembangannya termasuk dalam mewujudkan budaya
religius kampus.
Contoh kampus religius yang berada pada tradisi yang selama ini terdapat di
UIN Maliki Malang, tradisi pendidikan di kampus ini antara lain, yang pertama
yakni perpaduan antara pendidikan tinggi dan pesantren (ma’had) dimana yang
berada dilingkungan kampus dan diwajibkan bagi mahasiswa pada tahun pertama.
Tradisi ini senantiasa dikembangkan untuk mengirimkan para lulusannya menjadi
manusia yang memiliki kedalaman spiritual, keluhuran akhlak, keluasan ilmu, dan
kematangan professional. Yang kedua, tradisi pendidikan tinggi memiliki tugas
pokok mewujudkan lulusan yang memiliki sikap keilmuan dan profesionalisme.
Karena itu, pengembangan seluruh komponen universitas diarahkan untuk
memperkuat kedudukan universitas sebagai lembaga pendidikan akademik dan
professional. Yang ketiga, tradisi pesantren memiliki tugas pokok mewujudkan
lulusan dengan perilaku taqwa dan berbudi pekerti mulia (akhlaqul karimah).

11
Yang keempat, tradisi pesantren juga dikembangkan sebagai media pendidikan
kepemimpinan umat, sosialisasi multicultural, dan pengembangan keterampilan
berbahasa arab dan inggris.
Pengamatan pertama pada suatu kampus dapat dilakukan pada budaya
perilaku mahasiswanya, karena hal tersebut akan menjadi control system
mahasiswa ketika sudah menjadi alumni. Dari pengamatan ini dapat diambil
langkah untuk memperbaiki proses pembinaan generasi bangsa yang lebih
bermutu. Perilaku religius mencerminkan kecerdasan spiritual seseorang dan
perilaku akademik mencerminkan kecerdasan intelegensia, keduanya harus
dimiliki sebagai mahasiswa UIN Maliki Malang sehingga kepribadian sebagai
seorang intelek dengan kesadaran ketuhanan yang dimiliki. Keduanya bisa saling
mempengaruhi dan saling membantu. Oleh karena itu, pengembangan perilaku
tradisi religius dan intelektual layak untuk dikembangkan dalam lingkungan UIN
dan juga sebagai wujud dari konsep integritas-interkoneksitas yang
dikembangkan kampus tersebut.

12
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Hingga kini, masih kuat anggapan dalam masyarakat luas yang
mengatakan bahwa “agama” dan “ilmu”, “madrasah” dan “sekolah” adalah dua
entitas yang tidak bisa dipertemukan. Keduanya mempunyai wilayah sendiri-
sendiri, baik dari segi objek formalmaterial keilmuan, metode penelitian, kriteria
kebenaran, peran yang dimainkan oleh ilmuwan maupun status teori masing-
masing bahkan sampai ke institusi penyelenggaraannya
Menyusun dan merumuskan konsep integrasi keilmuan tentulah tidak
mudah. Apalagi berbagai upaya yang selama ini dilakukanoleh beberapa
perguruan tinggi Islam, terutama di Indonesia, dengan cara memasukkan beberapa
program studi keIslaman diklaim sebagai bagian dari proses integrasi keilmuan.
Banyak sisi yang perlu dikembangkan oleh mahasiswa selama kurun 3-4
tahun kuiah dilevel sarjana. Jika dikelompokkan, maka mahasiswa perlu
mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang terkait dengan bidang
akademik dan non akademik
Usaha Amin Abdullah dalam membangun Grand Design keilmuan di UIN,
khususnya UIN Sunan Kalijaga. Amin Abdullah juga mengembangkan Spider
Theory atau Thariqah Al- ‘Ankabut (Teori Jaring Laba-laba) dimana masing-
masing disiplin ilmu, dan budaya pikir, tradisi atau ‘urf yang menyertainya, dapat
secara bebas saling berkomunikasi, bertukar pikiran, mengirimkan pesan dan
masukan temuan-temuan yang baru di bidangnya ke disiplin ilmu lain di luar
bidangnya.
Religiusitas pendidikan menumbuhkan kecerdasan spiritual dalam
pendidikan dan kehidupan. Religiusitas pendidikan melalui kecerdasan spiritual
guide line kepada dosen untuk mengajarkan pentingnya religiusitas pendidikan
kepada mahasiswanya. Hal tersebut tentu saja tidak terlepas dari peran perguruan
tinggi islam beserta pengembangannya termasuk dalam mewujudkan budaya
religius kampus. Contoh kampus religius yang berada pada tradisi yang selama ini
terdapat di UIN Maliki Malang.

13
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Amin. (2006). Islamic Studies. Bandumg: Pustaka Pelajar
Hadi, Marham Jupri. (2019). “Strategi Pengembangan Diri Mahasiswa di
Perguruan Tinggi di Era Revolusi 4.0”,
https://fkip.unwmataram.ac.id/artikel/strategi-pengembangan-diri-mahasiswa-di-
perguruan-tinggi-di-era-revolusi-4-0/ diakses pada 2 November 2021 pukul
13.27
Ikhwan, Afiful. (2016). Perguruan Tinggi Islam dan Integrasi Keilmuan Islam. At-
Tajdid: Jurnal Ilmu Tarbiyah, vol 5 no 2, 167-177
Jamal, Nur. (2017). Model-Model Integrasi Keilmuan Perguruan Tinggi
Keagamaan Islam. KABILAH: Journal of social Community, vol 2 no 1, 91-
93
Muslih, Mohammad. (2017). Tren Pengembangan Ilmu di UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta. Episteme, vol 12 no 1, 103-109

14

Anda mungkin juga menyukai