Anda di halaman 1dari 7

LITERATUR REVIEW

ARINA ROSYADA

1911B0009

FAKULTAS KEPERAWATAN

INSTITUT ILMU KESEHATAN STRADA INDONESIA

2021
LITERATUR REVIEW I

Penulis Jurnal Roy dan Messie


Judul Jurnal KEBIJAKAN KESEHATAN:
PROSES, IMPLEMENTASI, ANALISIS DAN PENELITIAN
Halaman Jurnal 409-417
Teori Kebijakan kesehatan merupakan kebijakan publik. Konsep dari
kebijakan publik dapat diartikan sebagai adanya suatu negara
yang kokoh dan memiliki kewenangan serta legitimasi, di mana
mewakili suatu masyarakat dengan menggunakan administrasi
dan teknik yang berkompeten terhadap keuangan dan
implementasi dalam mengatur kebijakan. Kebijakan adalah suatu
konsensus atau kesepakatan terhadap suatu persoalan, di mana
sasaran dan tujuannya diarahkan pada suatu prioritas yang
bertujuan, dan memiliki petunjuk utama untuk mencapainya
(Evans & Manning, 2003). Tanpa ada kesepakatan dan tidak ada
koordinasi akan mengakibatkan hasil yang diharapkan sia-sia
belaka.
Metode Proses Kebijakan
Proses pengembangan kebijakan menurut Brehaut dan Juzwishin
adalah mengumpulkan, memproses, dan mendesiminasikan
informasi yang berhubungan dengan kebijakan yang akan
dikembangkan, mempromosikan pilihan-pilihan untuk langkah
yang akan diambil, mengimplementasi pada pengambil
keputusan; memberikan sanksi bagi yang tidak bisa mentaati dan
mengevaluasi hasil pencapaian (Brehaut & Juzwishin, 2005).
Agenda-agenda dari kebijakan kesehatan didominasi oleh hal-hal
yang spesifik yang berhubungan dengan kebutuhan yang
dirasakan dalam konteks sistem kesehatan untuk menjawab
persoalan kesehatan masyarakat, penyebab penyakit penyakit
atau hal-hal yang behubungan dengan organisasi dan manajemen
kesehatan. Contohnya, obat-obatan, peralatan, akses terhadap
fasilitas kesehatan dan lain sebagainya (Leppo, 2001).
Implementasi Kebijakan
Pendekatan pengembangan kebijakan oleh pembuat kebijakan
biasanya berdasarkan hal-hal yang masuk akal dan
mempertimbangkan informasi informasi yang relevan. Namun
demikian apabila pada implementasi tidak mencapai apa yang
diharapkan, kesalahan sering kali bukan pada kebijakan itu,
namun kepada faktor politik atau managemen implementasi yang
tidak mendukung (Juma & Clarke, 1995). Sebagai contoh,
kegagalan dari implementasi kebijakan bisa disebabkan oleh
karena tidak adanya dukungan politik, managemen yang tidak
sesuai atau sedikitnya sumber daya pendukung yang tersedia
(Sutton, 1999). Suatu kebijakan kesehatan dapat berubah saat
diimplementasikan, di mana bisa muncul output dan dampak yang
tidak diharapkan dan tidak bermanfaat untuk masyarakat (Baker,
1996).
Analisis Kebijakan
Dengan mempertimbangkan proses pengembangan kebijakan,
perhatian ditujukan kepada proses implementasi. Hal ini ditandai
dengan aksi terhadap output, outcome dan impak terhadap
kesejahteraan masyarakat. Institusi yang membuat suatu
kebijakan pada hakikatnya akan mengalihkan kepada pemegang
manajemen di tingkat bawah, dan diharapkan hasilnya dapat
berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat.
Ilustrasi analisis kebijakan yang dapat dikemukakan dalam
tinjauan kepustakaan ini adalah kebijakan kesehatan untuk
keluarga miskin.
Hasil penelitian Hal yang perlu diperhatikan pada skema di atas adalah
mendapatkan data yang berbasis bukti yang tentu saja melalui
suatu rangkaian penelitian, dan akan dimanfaatkan untuk
menghasilkan kebijakan. Pada langkah-langkah ini sangat
tergantung kepada pengalaman peneliti, teori, acuan kepustakaan
termasuk cara untuk mentransfer pengetahuan. Dengan kata lain,
kebijakan kesehatan yang berbasis bukti yang menggunakan
metode-metode untuk mentransfer pengetahuan kepada
pengambil kebijakan sangat diperlukan, agar supaya mereka
dapat memahami dan mengimplementasikannya (Fafard, 2008).
Pada tingkatan transfer pengetahuan, hasil-hasil dari penelitian
ditranslasikan ke dalam rekomendasi dari kebijakan dengan
mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan dari hasil penelitian.
Di sini penelitipeneliti membuat rekomendasi-rekomendasi
terhadap program-program, mulai dari pengesahan sampai pada
hal-hal yang membantah suatu kebijakan, yang tentu saja
berdasarkan bukti-bukti yang ada (CDC US, 2008). Jelasnya hasil
penelitian harus diberikan kepada penentu kebijakan agar dapat
dimanfaatkan. Walaupun perlu dipertimbangkan bahwa
pengambil keputusan tidak banyak yang memakai hasil penelitian
sebagai emperical evidence, karena mereka sering berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan lain termasuk mempertimbangkan
kultur dan politik dari masyarakat (CDC US, 2008). Basis bukti
untuk membuat kebijakan tidak selalu dimanfaatkan.
Kenyataannya kebijakan kesehatan sering kali hanya didasarkan
pada asumsi, pertimbangan politik, kelompok, perorangan serta
manajemen krisis yang bersifat kedaruratan. Testing dan evaluasi
dari kebijakan program- Program kesehatan yang dianggap efektif
dan efisien dapat menentukan hal-hal apa saja yang seharusnya
dilakukan, tentu saja yang berbasis bukti yang metodenya
dilakukan secara hati-hati dan ilmiah. Hal yang berbasis bukti
tersebut nantinya menjadi dasar dalam penerapan suatu kebijakan
dari pilihan program-program. Jelasnya empirical evindence
adalah menjadi pegangan yang sangat kuat, bukan sekedar bukti
untuk kebijakan.

LITERATUR REVIEW II
Penulis Jurnal Dona Budi Kharisma
Judul Jurnal SISTEM KESEHATAN DAERAH : ISU DAN TANTANGAN
BIDANG KESEHATAN DI INDONESIA
Halaman Jurnal 1-6
Teori sektor kesehatan di Indonesia menghadapi berbagai tantangan yang
semakin kompleks. Selain harus beradaptasi dengan berbagai
regulasi yang terkait dengan pembangunan kesehatan, pada saat
yang sama jug harus menyesuaikan dengan beberapa perubahan
strategis di bidang kesehatan dan menyelesaikan permasalahan
kesehatan di era desentralisasi. Salah satu perubahan lingkungan
strategis nasional yang turut mempengaruhi arah dan kebijakan
pembangunan kesehatan di Indonesia adalah program Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN).
Selain JKN, beberapa terobosan pemerintah di bidang kesehatan,
masih dikatakan belum cukup untuk meningkatkan akses dan mutu
layanan kesehatan di Indonesia. Berbagai upaya memang terus
diupayakan pemerintah dalam dua tahun terakhir. Selain dengan
terus menambah jumlah peserta JKN sebagai upaya untuk
mewujudkan Universal Health Coverage (UHC) dan mengatasi
deficit anggaran JKN berbagai inovasi terus digalakkan oleh
pemerintah.
Metode Dalam konteks sistem kesehatan, pembangunan kesehatan di
Indonesia sebenarnya sudah diatur dalam Peraturan Presiden No.
72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional (SKN). Dalam
Pasal 1 butir 2 Perpres tersebut dijelaskan bahwa SKN adalah
pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh semua
komponen bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung
guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya. SKN menjadi acuan dalam penyusunan dan
pelaksanaan pembangunan kesehatan yang dimulai dari kegiatan
perencanaan sampai dengan kegiatan monitoring dan evaluasi.
Dalam Pasal 2 ayat (2) Perpres No. 72 Tahun 2012,
mengamanatkan bahwa pembangunan kesehatan harus dilakukan
secara berjenjang baik di pusat maupun di daerah dengan
memperhatikan otonomi daerah dan otonomi fungsional di bidang
kesehatan. Pasal tersebut secara yuridis memiliki dua arti. Pertama,
bagi daerah, pembangunan kesehatan tidak cukup hanya dengan
menggunakan SKN. Daerah perlu memiliki acuan dan pedoman
dalam pembangunan kesehatan daerah yang sesuai dengan kondisi
spesifik, kebutuhan dan permasalahan kesehatan di masing-masing
daerah. Dengan kata lain, daerah perlu memiliki Sistem Kesehatan
Daerah (SKD).
Kedua, kontruksi regulasi yang diatur dalam SKD harus sesuai
dengan otonomi fungsional pemerintah daerah dibidang pemerintah
pusat dan pemerintah daerah dibidang kesehatan diatur dalam
Undang- Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
sebagaimana terakhir di ubah dengan Undang-Undang No.9 Tahun
2015 (Undang-Undang Pemerintahan Daerah). Undang – Undang
tersebut, telah memberikan peran yang cukup kuat bagi pemerintah
daerah untuk menyelenggarakan urusan kesehatan di wilayahnya.
Artinya bagi pemerintah daerah yang akan menyusun SKD sebagai
regulasi daerah, subtansi yang diatur dalam SKD tidak boleh
bertentangan dengan kewenangan pemerintah pusat.
Hasil penelitian Hak dan kewajiban Fasilitas Pelayanan Kesehatan (fasyankes)
dalam memberikan layanan kesehatan di daerah, alternatif model
penyelesaian sengketa medis yang terjadi antara pasien dengan
fasyankes juga dapat menjadi konstruksi pengaturan dalam SKD.
Hal ini bertujuan untuk mengatasi berbagai problematika dan isu
dalam layanan kesehatan di era JKN. Saat ini, isu disparitas dalam
layanan kesehatan dan isu transparansi kesehatan masih selalu
menjadi problematika dalam penyelenggaraan kesehatan di daerah.
Dengan demikian, tantangan yang juga dihadapi Indonesia saat ini
adalah bagaimana membangun kebijakan daerah yang diarahkan
pada upaya untuk menopang dan menguatkan SKN dan mendorong
pencapaian tujuan pembangunan kesehatan nasional. Berkaitan
dengan hal tersebut, di rekomendasikan bagi setiap daerah untuk
membangun Sistem Kesehatan Daerah (SKD) sebagai kebijakan
penyelenggaraan kesehatan di daerah dengan memperhatikan
otonomi daerah dan otonomi fungsional di bidang kesehatan.
Dengan adanya SKD, pemerintah daerah, rumah sakit, masyarakat,
dan swasta memiliki acuan dan metode penyelenggaraan
pembangunan kesehatan daerah bagi yang secara sinergis, berhasil
guna dan berdaya guna, sehingga tercapai derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya dan Indonesia sejahtera.

Anda mungkin juga menyukai