Anda di halaman 1dari 9

Bagaimana Proses Mendapatkan

Sertifikasi SNI untuk Produk


 

Bagaimana Proses Mendapatkan Sertifikasi SNI untuk Produk?

”Bagaimanakah caranya mendapatkan SNI ? “

”Apakah produk saya bisa mendapatkan SNI ? ”

”Apa saja persyaratan yang harus dilengkapi untuk bisa tersertifikasi ? ”

Proses sertifikasi produk adalah proses menilai apakah suatu produk


memenuhi persyaratan seperti yang tercantum dalam standar.  Untuk itu
yang harus dilakukan untuk  adalah :

1. Pastikan jenis produk apa yang ingin disertifikasi, ingat objek utama sertifikasi
produk adalah produknya bukan perusahaan, hal ini berbeda dengan sertifikasi
sistem manajemen yang menjadikan perusahaan objek sertifikasinya.
2. Cek apakah Produk yang anda ingin sertifikasi sudah ada Standar nya, dalam hal
ini apakah SNI nya sudah ditetapkan. (cek di sini ) jika SNI nya belum ada, maka
produk anda tidak dapat disertifikasi.
3. Setelah memastikan SNI nya, cek apakah ada Lembaga Sertifikasi Produk yang
sudah terakreditasi oleh KAN untuk SNI tersebut. (cek di sini). jika tidak ada
LSPro yang terakreditasi berarti produk anda belum dapat disertifikasi, namun
anda bisa meminta LSPro untuk menambah ruang lingkup akreditasinya kepada
KAN sehingga produk anda bisa disertifikasi. Khusus untuk SNI yang sudah
diwajibkan, beberapa kementerian mengatur tentang penunjukan sementara
LSPro yang belum diakreditasi untuk melakukan sertifikasi, namun dipersyaratkan
dalam jangka waktu tertentu harus sudah terakreditasi.
4. Anda dapat menghubungi Langsung LSPro terkait untuk detail persyaratannya.

Contoh Persyaratan Pendaftaran SPPT SNI Ke LSPro :

Dokumen Administrasi

1. Fotocopy Akte Notaris Perusahaan


2. Fotocopy SIUP, TDP
3. Fotocopy NPWP
4. Surat Pendaftaran Merek dari Dirjen HAKI / Sertifikat merek
5. Surat Pelimpahan Merek atau kerjasama antara pemilik merek dengan pengguna
merek (Hanya bila merek bukan milik sendiri)
6. Bagan Organisasi yang disahkan Pimpinan
7. Surat Penunjukkan Wakil Manajemen dan Biodatanya
8. Surat Permohonan SPPT SNI
9. Angka Penegenal Importir (API) (bila bukan produsen)

10.  Fotocopy Sertifikat Sistem Manajemen Mutu atau manajemen lainnya


(bila ada)

Dokumen Teknis

1. Pedoman Mutu yang telah disahkan


2. Diagram Alir Proses Produksi
3. Daftar Peralatan Utama Produksi
4. Daftar Bahan Baku Utama dan Pendukung Produksi
5. Daftar Peralatan Inspeksi dan Pengujian
6. Salinan Dokumen Panduan Mutu dan Prosedur Mutu

 
Catatan : Persyaratan diatas umumnya untuk produk dengan Skema
Sertifikasi Tipe 5

Skema Sertifikasi Produk

Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa kegiatan sertifikasi dilakukan oleh


Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro).  Perusahaan yang ingin produknya
disertifikasi mengajukan aplikasi ke LSPro dan mengikuti proses sertifikasi
yang ada di LSPro.

Dalam melakukan proses sertifikasi tersebut, Lembaga Sertifikasi Produk


(LSPro) haruslah mengoperasikan skema sertifikasi tertentu , dalam SNI
ISO/IEC 17067:2013 dikatakan bahwa skema sertifikasi ialah ‘Aturan,
prosedur dan manajemen untuk melakukan sertifikasi terhadap produk –
produk tertentu’.

Skema berisi tata cara/persyaratan-persyaratan dan mekanisme apa saja


yang diperlukan dan dilakukan dalam pelaksanaan sertifikasi produk
tertentu.  Dari mulai proses seleksi, determinasi, review, keputusan dan
atestesi.

Jadi dalam melakukan sertifikasi, LSPro haruslah memastikan bahwa


kegiatan sertifikasi yang dilakukannya sesuai dengan skema yang
dioperasikannya.

Lihat daftar skema sertifikasi (cek di sini).

 
Pada prinsipnya skema sertifikasi produk sangatlah bergantung dari jenis ,
karakteristik serta proses produksi produk tersebut.  Dalam SNI ISO/IEC
17067:2013 – Penilaian kesesuaian – Fundamental sertifikasi produk dan
panduan skema sertifikasi produk.  Disebutkan contoh-contoh skema
sertifikasi dari mulai tipe 1a,1b,2,3,4,5,6 dan tipe n. dari sekian banyak
contoh tipe sertifikasi tersebut, yang banyak digunakan oleh regulator
maupun lembaga sertifikasi adalah skema sertifikasi tipe 5 dan tipe 1b.

Skema sertifikasi tipe 5

Skema sertifikasi tipe 5 ini merupakan skema untuk sertifikasi produk yang
menggabungkan (jika diperlukan) antara assessmen proses produksi, audit
sistem manajemen yang relevan, pengujian serta survailen berupa
pengujian di pabrik ataupun di pasar, audit sistem manajemen dan
assessmen proses produksi.  Sertifikat untuk tipe 5 ini biasanya berlaku
untuk 2-4 tahun, dengan survailen dilakukan setiap tahun.
 

Skema sertifikasi tipe 1b

Skema sertifikasi tipe 1b merupakan skema untuk sertifikasi produk yang


hanya menilai kesesuaian produk per batch produksi/atau per-
shipment pengiriman, sehingga tidak diperlukan adanya audit sistem
manajemen, dan assessmen proses produksi, namun dengan pengujian
atau inspeksi setiap batch pengiriman dengan sampling yang sesuai
mewakili produk yang akan disertifikasi. Sertifikat hanya berlaku untuk
produk dalam batch yang sama, sedangkan untuk produk lain yang
berbeda batch harus dilakukan sertifikasi kembali.  Tidak ada mekanisme
survailen dalam skema sertifikasi tipe ini.

Sertifikasi berdasarkan SNI


 

Standar Nasional Indonesia (SNI), merupakan Standar yang ditetapkan


oleh BSN dan berlaku di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,
Standar ini dirumuskan komite–komite teknis yang terdiri dari multi stake
holder baik itu pemerintah, akademisi, kalangan industri serta para ahli
yang kompeten di bidangnya masing–masing. Setiap komite teknis
didukung oleh sekretariat komite teknis yang tersebar di hampir seluruh
Kementerian dan Lembaga Pemerintah.

Pada prinsipnya penerapan/sertifikasi SNI adalah sukarela, para pihak


yang ingin menerapkan SNI dipersilahkan menjadikan SNI sebagai rujukan
dalam kegiatan atau proses yang dilakukannya. Namun untuk membuktikan
dan mendapatkan pengakuan formal bahwa benar suatu
perusahaan/organisasi telah menerapkan SNI atau standar tertentu, perlu
proses penilaian kesesuaian yang dilakukan pihak ketiga. Proses penilaian
oleh pihak ketiga inilah yang disebut sebagai Sertifikasi, dan lembaga yang
melakukan kegiatan penilaian disebut sebagai lembaga sertifikasi.

Secara umum ada tiga (3) klasifikasi kegiatan sertifikasi berdasarkan SNI


yang dapat dilakukan:

1. Sertifikasi Sistem Manajemen, yaitu sertifikasi terhadap sistem manajemen


perusahaan misalnya berdasarkan SNI ISO (9001, 14001, 22000, HACCP,dll)
2. Sertifikasi Produk, yaitu sertifikasi terhadap produk yang dihasilkan perusahaan
berdasarkan SNI produk tertentu misalnya SNI 1811:2007 untuk Helm, SNI
3554:2015 untuk Air minum dalam kemasan, SNI 2054:2014 untuk baja tulangan
beton, dan produk – produk lainnya
3. Sertifikasi Personnel, yaitu sertifikasi terhadap kompetensi personel misalnya
Auditor, PPC, Tenaga Migas, Tenaga Kelistrikan, dll

 
Jadi Sertifikasi SNI adalah proses penilaian keseseuaian terhadap
produk/sistem manajemen/kompetensi suatu perusahaan/personel
berdasarkan persyaratan dalam SNI dalam rangka memperoleh pengakuan
formal.

Apakah Semua produk yang beredar di Indonesia Wajib SNI ?

Belakangan ini kita diramaikan dengan banyaknya razia kepada pedagang


yang mengatasnamakan SNI, kesan yang timbul ialah bahwa semua
produk yang beredar di wilayah Republik Indonesia ini harus memiliki SNI
baru boleh beredar di pasaran. Hal ini tentunya meresahkan masyarakat
khususnya para pedagang yang khawatir terkena razia dan barang
dagangannya disita. Lalu bagaimanakah yang sebenarnya?

SNI atau Standar Nasional Indonesia adalah standar yang ditetapkan oleh
Badan Standardisasi Nasional (BSN) dan berlaku di wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Pada dasarnya penerapan SNI adalah
sukarela, sebagai ilustrasi saat ini ada sekitar 6000 lebih SNI yang sudah
ditetapkan, meliputi berbagai macam hal dari metode pengujian, standar
produk, standar sistem pengujian, dan lain-lain.

Khusus untuk standar produk, tidak semua produk yang beredar sudah ada
SNI nya. dan kalaupun sudah ada SNI nya belum tentu ada lembaga
sertifikasi yang kompeten (dibuktikan melalui akreditasi KAN) untuk
melakukan sertifikasi untuk SNI tersebut karena dibutuhkan SDM yang
kompeten dan Laboratorium yang mampu melakukan pengujian untuk
semua parameter yang ada dalam SNI.  Sehingga secara teknis tidak
memungkinkan jika semua produk harus ber SNI.
 

Lalu apa itu SNI wajib?

Walaupun penerapan SNI pada prinsipnya sukarela, namun untuk


keperluan melindungi kepentingan umum, keamanan negara,
perkembangan ekonomi nasional, dan pelestarian fungsi lingkungan hidup,
pemerintah dapat  memberlakukan SNI tertentu secara wajib untuk produk
yang dijual di dalam negeri baik yang diproduksi di dalam negeri maupun
produk import. Penetapan SNI wajib ini bukan dilakukan oleh BSN,
melainkan oleh kementerian teknis seperti Kementerian Pertanian,
Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian
ESDM dan lain-lain melalui keputusan Menteri terkait.

Apabila SNI untuk jenis produk tertentu telah diwajibkan, produk dengan
jenis sama yang tidak bertanda SNI tidak boleh diedarkan atau
diperdagangkan di wilayah RI (inilah yang seharusnya terkena razia terkait
SNI).

Sedangkan produk yang tidak wajib, tidak ada masalah apabila belum
disertifikasi berdasarkan SNI. Tanda SNI pada produk yang belum wajib
SNI berfungsi sebagai tanda bahwa produk tersebut memiliki keunggulan
(value added) karena telah disertifikasi.

Berikut ini adalah daftar produk – produk yang telah diwajibkan SNI nya
oleh pemerintah (cek di sini).

 
Namun yang perlu jadi perhatian, walaupun baru sekitar 100 produk yang
wajib SNI, ada peraturan-peraturan lain yang tidak terkait dengan standar /
SNI yang juga mengatur mengenai peredaran produk misalnya, peraturan
tentang label dari kementerian perdagangan yaitu melalui Permendag
nomor 67/M-DAG/11/2013 (lihat peraturan ) tentang kewajiban
pencantuman label dalam bahasa Indonesia yang mewajibkan produk –
produk yang beredar di Indonesia (yang tercantum dalam lampiran
peraturan tersebut) memiliki label dalam bahasa Indonesia, serta
peraturan-peraturan lainnya.

Jadi jika Anda produsen/importir yang produknya dalam daftar wajib


SNI, pastikan bahwa produk anda sudah tersertifikasi SNI, Jika anda
pedagang dengan produk yang berada di daftar produk wajib SNI maka
pastikan kepada distributor anda bahwa produk tersebut sudah tersertifikasi
dan minta buktinya karena suatu saat bisa jadi akan ada pengawasan dari
otoritas yang berwenang terkait produk tersebut.  Jika anda pengguna dan
ingin membeli produk yang ada dalam daftar wajib SNI pastikan bahwa
anda membeli yang sudah ‘ber SNI’, kalau perlu laporkan jika ada yang
belum ‘ber SNI’, karena produk yang wajib SNI namun tidak memiliki SNI
adalah barang yang tidak legal dan berpotensi membahayakan.

Namun jika produk anda belum masuk dalam daftar wajib SNI maka tidak
usah khawatir, selama anda tidak melanggar peraturan terkait peredaran
barang (seperti peraturan label Kemendag dsb), ada atau tidak adanya SNI
tidak memiliki implikasi secara hukum.  Untuk daftar regulasi teknis cek di
sini. Dan untuk daftar SNI Wajib cek di sini. Terakhir, jadilah produsen,
distributor, pedagang dan pengguna yang cerdas. ***

Anda mungkin juga menyukai