Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
LAPORAN AKHIR
PENELITIAN BANTUAN OPERASIONAL
PERGURUAN TINGGI NEGERI ( BOPTN )
JUDUL PENELITIAN
TIM PENGUSUL
UNIVERSITAS DIPONEGORO
NOVEMBER 2013
i
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR GAMBAR v
DAFTAR TABEL vii
ABSTRAK viii
BAB I. PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Tujuan Penelitian 4
1.3. Urgensi Penelitian 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 8
2.1. Komposisi Bahan Mampu Gesek 9
2.2. Kajian Serat Alam Sebagai Serat Mampu Gesek 10
2.3. Perlakuan Serat Alam 14
2.4. Pola Penyusunan Serat 15
2.5. Pemilihan Matrik 15
2.6. Sintering 16
2.7. Kapuk Randu 17
BAB III. METODE PENELITIAN 18
3.1. Diagram Alir Penelitian 18
3.2. Peralatan yang Digunakan 23
BAB IV. PELAKSANAAN PENELITIAN 31
4.1. Penyediaan Bahan Baku 31
4.2. Pengeringan Biji Kapuk 32
4.3. Pengujian Komposisi Biji Kapuk 32
4.4. Penggilingan Biji Kapuk 33
4.5. Pembuatan Abu 34
4.5.1. Penimbangan Serbuk Biji Kapuk 34
4.5.2. Pemanasan / Pembakaran Serbuk Biji Kapuk 34
4.5.3. Penimbangan Abu Biji Kapuk 35
4.6. Pengujian Kualitas Abu 36
4.7. Perlakuan Kimia Abu Biji Kapuk 37
iii
4.8. Pembuatan Spesimen 38
4.8.1. Pencetakan dan Kompaksi Abu 38
4.8.1. Sintering 39
4.9. Pengujian Spesimen 41
4.9.1. Pengujian Kekerasan 41
4.9.1. Pengujian Laju Keausan 42
4.9.1. Pengujian Lentur 42
BAB V. HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN 45
5.1. Hasil Pengujian 45
5.1.1 Hasil Pengujian Gesek 45
5.1.2. Hasil Pengujian Lentur 46
5.1.3. Hasil Pengujian Kekerasan 48
5.2. Pembahasan 49
5.2.1. Pengaruh Komposisi Resin terhadap Kelenturan Material 49
5.2.2. Pengaruh Komposisi Resin terhadap Kekerasan Material 51
5.2.3. Pengaruh Komposisi Resin pada Laju Keausan Spesimen 53
BAB VI. PENUTUP 55
6.1. Kesimpulan 55
6.1. Saran 55
DAFTAR PUSTAKA 56
Lampiran 1. Susunan Organisasi Tim Peneliti dan Pembagian Tugas 61
Lampiran 2. Biodata Peneliti 62
iv
DAFTAR GAMBAR
v
Gambar 5.2. Grafik Hasil Pengujian Lentur pada Spesimen Resin Epoxy 49
Gambar 5.3. Grafik Hasil Pengujian Kekerasan pada Spesimen Resin Polyester 51
Gambar 5.4. Grafik Hasil Pengujian Kekerasan pada Spesimen Resin Epoxy 51
Gambar 5.5. Grafik Hasil Pengujian Laju Keausan pada Spesimen Resin
Polyester 53
Gambar 5.6. Grafik Hasil Pengujian Laju Keausan pada Spesimen Resin Epoxy 53
vi
DAFTAR TABEL
vii
ABSTRAK
Indonesia merupakan negara kaya akan serat alam tanaman (natural fiber) dan serat
alam mineral/tambang. Serat alam tanaman dapat diperoleh dari hasil dan atau limbah
tanaman meliputi karet (getah, ampas biji), mete (chesew), kelapa (serabut, tempurung dan
pelepah), kelapa sawit (tandan kosong, ampas padat, kulit biji dan pelepah), kapuk randu
(kapas, ampas biji), bambu, sekam padi, janggel jagung, ampas tebu, limbah perkebunan dan
pertanian. Selanjutnya serat alam mineral dapat bersumber dari logam dan non logam. Serat
alam logam meliputi perunggu (cooper), kuningan (bronze), alumunium, tembaga, besi
tuang dan serat logam lain. Sedangkan serat alam non logam meliputi paduan (silika,
alumina, zirconia), batu alam, grafit, keramik dan batuan alam. Aplikasi serat alam dan serat
mineral terutama non logam sebagai bahan kampas rem secara bertahap dilakukan dengan
seleksi bahan serat (jenis), perlakuan (kimia dan fisik) awal bahan, uji kualitas bahan murni,
seleksi pengikat (binder), penentuan susunan serat, pembentukan bahan komposit, perlakuan
panas (heat treatment) dan uji kualitas bahan komposit. Serat alam (yang telah diurai) diberi
perlakuan secara kimia meliputi perlakuan permukaan (acetylation) (Rowell at al., 1998),
silane (Wang at. al., 2003) dan peroxide (Joseph at al., 1999). Perlakuan permukaan
dilakukan dengan reaksi acetic anhydride untuk memperbaiki kekuatan antar permukaan
(interfacial). Perlakuan silane dilakukan untuk meningkatkan kekuatan serat sisi dalam
(inner strength) di mana perlakuan diawali dengan perlakuan alkali untuk mengaktifkan
gugus OH dari selulose dan lignin. Selanjutnya perlakuan peroxide dilakukan untuk melapisi
serat dengan decumyl peroxide. Kemudian serat alam diberi perlakuan fisik melalui
pemanasan pada kondisi terukur, penempaan dan pendinginan dengan kondisi terukur.
Pengujian serat baik yang diberi perlakuan dan tidak diberi perlakuan dilakukan untuk
menentukan karakteristik dan kualitas serat alam murni ampas biji kapuk randu. Mekanisme
pembentukan bahan kampas rem dengan bahan serat alam, serat mineral non logam dan
pengikat meliputi butirisasi bahan, penentuan komposisi, pencampuran, pemadatan,
perlakuan panas (sintering) dan uji kualias produk. Uji kualitas bahan kampas rem dilakukan
secara bertahap meliputi pengujian serat alam murni, pengujian serat alam murni dengan
perlakuan dan pengujian spesimen komposit kampas rem. Pengikat spesimen komposit
kampas rem menggunakan phenolic resin, polyester dan akrilic. Dan uji unjuk kerja bahan
kampas rem untuk tahap awal lebih ditekankan pada koefisien gesek, kekuatan permukaan
(wear), sifat abrasive, kekerasan dan kekuatan tekan.
Key word: rem, kapuk randu, serat alam, abu, perlakuan, gesek, komposit
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1
alam sebagai bahan mampu gesek (kampas rem) skala industri masih terfokus
pada karet dan kulit mete.
Potensi serat kapuk randu dapat digali dari kapas, biji kapuk randu dan
bahan ikutan lain cukup besar di Indonesia. Sebelum Perang Dunia II, 80 persen
pasokan kapuk dunia berasal dari Indonesia dan 60 persennya berasal dari Jawa
Tengah (Budianto, 2006). Karena itulah di dunia internasional, Jawa Tengah
dikenal dengan sebutan "java kapuk" yang artinya kapuk asal Jawa. Antara tahun
1936-1937 ekspor kapuk dari Indonesia sekitar 28, 4 juta kilogram per tahun. Data
terbaru yang diperoleh dari Kabupaten Kudus, Agustus 2004, luas tanaman kapuk
randu tercatat 2.489,072 hektar. Di Kabupaten Pati luas tanaman kapuk randu
pada tahun 1989 mencapai 3.035.850 pohon yang ekuivalen dengan 20.239
hektar. Di Kabupaten Jepara pada awalnya luas tanaman kapuk randu hampir
sama dengan Pati. Selain di seputar Gunung Muria, kapuk randu juga ditanam di
perusahaan perkebunan Siluwok, Sawangan, dan Kabupaten Batang. Selain itu,
Provinsi Jawa Timur juga tercatat sebagai produsen kapuk randu terbesar kedua
setelah Jateng (Suprapto, 2004). Kabupaten Probolingga mempunyai areal kebun
kapuk randu seluas 4.301 ha pada tahun 2003, mengalami penurunan sebesar 98
Ha atau 2,23 %, bila dibandingkan dengan areal tahun 2002 sebesar 4.399 Ha.
Sedangkan Produksi Tahun 2003 sebesar 1.466,2 Ton, mengalami kenaikan
sebesar 56,2 Ton atau sebesar 3,99 %, bila dibandingkan dengan produksi tahun
2002 sebesar 1.410 Ton. Peningkatan produksi ini disebabkan oleh peningkatan
produktivitas dari 0,30 Ton/Ha pada tahun 2002 menjadi 0,45 Ton/Ha pada tahun
2003 (NN/Bapeda Kab. Probolinggo, 2004). Areal lahan kapuk randu 12.604 ha
dengan jumlah pohon 2.048.757 pohon dan hasil produksi mencapai 4.170 ton
dengan menghasilkan mencapai 7.900 ton biji kapuk (NN/KPDE, Kab. Pasuruan,
2006). Selanjutnya potensi serat alam lain meliputi ampas tebu, kelapa sawit,
serat alam limbah pertanian (jagung, jerami sekam padi, dan bijian lain) dan
rotan memiliki potensi yang hampir sama dengan kelapa dan ampas biji kapuk
randu.
Penelitian serat alam sebagai bahan kampas rem dilakukan pada beberapa
serat alam meliputi ampas tebu, serabut kelapa, ampas biji kapuk randu, hemp,
2
jute, flax, cotton, sisal dan kenaf. PT Rajawali II telah melakukan penelitian bahan
rem (lining brake) dengan mendasarkan unsur karbon yang bersumber dari limbah
ampas tebu (baggase) (Sumardjono, 2005; Sumardjono 2007). Pengujian
kekerasan dan koefisien gesek terhadap bahan kampas rem dari ampas tebu
(baggase) yang diproduksi anak perusahaan PT Pabrik Gula (PG) Rajawali II
menghasilkan kekerasan (BHN) 85 – 127 dan koefisien gesek 0,42 – 0,45
(Jayadheva, 2005). Savage (2007) meneliti serat hemp, jute, flax, cotton, sisal dan
kenaf sebagai bahan rem melalui proses butirisasi, pencampuran (blended),
pemadatan dan pemanasan temperatur 150oC. Hasil terbaik dicapai dengan serat
hemp dan jute. Xin at al, (2006) meneliti serat sisal (sisal fiber) sebagai bahan
mampu gesek dengan mencampur resin dan pengujian constant speed tester,
koefisien gesek dan wear characteristic mencapai titik optimum pada komposisi
serat dan resin dengan perbandingan 4:3. Selanjutnya Darmanto at. al (2006)
meneliti serabut kelapa dengan perekat phenolic resin sebagai kampas rem.
Pengujian koefisien gesek bahan rem dengan serat serabut kelapa menghasilkan
0,295. Kemudian Hariyadi at. al (2007) dan Novianto at al (2007) meneliti ampas
klenteng sebagai kampas rem dengan perekat phenolic resin. Pengujian koefisien
gesek bahan rem dengan ampas klenteng menghasilkan 0,25. Selanjutnya
Hariyadi at. al (2008) dan Purwono at al (2007) meneliti ampas kelapa sawit
sebagai kampas rem dengan perekat phenolic resin. Pengujian koefisien gesek
bahan rem dengan ampas kelapa sawit menghasilkan 0,30. Dan Satapathy at. al.
(2003) meneliti selulosa kertas (paper pulp cellulose) sebagai material gesek
dengan komposisi berat serat 3% dan barite 25% menghasilkan kepadatan 2.108
(g/cm3), acetone extractable 3.60 (%), heat swelling 2.28 (%), water swelling
11.20 (%), porosity/void content 8.80(%), tensile strength 11.21(MPa), flexural
strength 16.77(MPa), impact strength 27.55 (kgm/m), hardness (Rockwell-S) 85
± 12dan compressibility 3.73 (xlO~3 ).
3
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
Mengolah limbah ampas biji kapuk randu dan sejenisnya sebagai bahan
kampas rem.
Menentukan karakteristik serat alam murni biji kapuk randu dan
sejenisnya.
Menentukan perlakuan kimia dan fisik yang optimum untuk
meningkatkan sifat kekuatan serat biji kapuk randu dan sejenisnya
sebagai bahan kampas rem.
Menentukan perekat (matrix) yang cocok dengan serat biji kapuk randu
dan sejenisnya untuk bahan kampas rem.
Menentukan karakteristik bahan kampas rem dari serat biji kapuk randu
dan sejenisnya.
Kriteria sejenis dengan ampas biji kapuk randu didasarkan pada ukuran,
kandungan kimia (terutama silika), abu dan sumber asal (bahan pertanian).
4
terbuat dari bahan utama/pokok yakni logam (kuningan, perak, perunggu) dan
atau bahan non logam seperti asbestos dan partikel keramik. Untuk temperatur
operasional tidak lebih 400oF, bahan asbestos dapat diterapkan sebagai bahan
mampu gesek. PT Pabrik Gula Rajawali II telah melakukan penelitian awal bahan
rem (lining brake) dengan mendasarkan unsur karbon yang bersumber dari limbah
ampas tebu (baggase) (Sumardjono, 2005; Sumardjono 2007), ampas biji kapuk
randu (Darmanto dan Sugeng at al, 2007). Pada temperatur operasional 400 oF –
700oF, bahan mampu gesek perlu memakai bahan-bahan logam yang diberi
perlakuan (heat treatment / sintering). Sedangkan untuk aplikasi temperatur
operasional melebihi 700oF, bahan-bahan keramik perlu diterapkan pada bahan
mampu gesek. Dan mengingat Indonesia telah menjadi pangsa pasar otomotif di
Asia, maka pengembangan komponen-komponen mesin yang mekanisme kerja
dengan mendasarkan gaya gesek meliputi kampas rem, kopling gesek, pasak, ulir
(power screw), laker (bearing), ban dan poros akan memberikan manfaat yang
besar bagi lapangan kerja dan pendapatan negara.
Penelitian serat alam sebagai bahan yang mampu menerima beban gesek
mulai dilakukan lagi dalam skala laboratorium. PT Rajawali II telah melakukan
penelitian bahan rem (lining brake) dengan mendasarkan unsur karbon yang
bersumber dari limbah ampas tebu (baggase) (Sumardjono, 2005; Sumardjono
2007). Pengujian kekerasan dan koefisien gesek terhadap bahan kampas rem dari
ampas tebu (baggase) yang diproduksi anak perusahaan PT Pabrik Gula (PG)
Rajawali II menghasilkan kekerasan (BHN) 85 – 127 dan koefisien gesek 0,42 –
0,45 (Jayadheva, 2005). Savage (2007) meneliti serat hemp, jute, flax, cotton,
sisal dan kenaf sebagai bahan rem melalui proses butirisasi, pencampuran
(blended), pemadatan dan pemanasan temperatur 150oC. Hasil terbaik dicapai
dengan serat hemp dan jute. Xin at al, (2006) meneliti serat sisal (sisal fiber)
sebagai bahan mampu gesek dengan mencampur resin dan pengujian constant
speed tester, koefisien gesek dan wear characteristic mencapai titik optimum
pada komposisi serat dan resin dengan perbandingan 4:3. Selanjutnya Darmanto
at. al (2006) meneliti serabut kelapa dengan perekat phenolic resin sebagai
kampas rem. Pengujian koefisien gesek bahan rem dengan serat serabut kelapa
5
menghasilkan 0,295. Kemudian Hariyadi at. al (2007) dan Novianto at al (2007)
meneliti ampas klenteng sebagai kampas rem dengan perekat phenolic resin.
Pengujian koefisien gesek bahan rem dengan ampas klenteng menghasilkan 0,25.
Selanjutnya Hariyadi at. al (2008) dan Purwono at al (2007) meneliti ampas
kelapa sawit sebagai kampas rem dengan perekat phenolic resin. Pengujian
koefisien gesek bahan rem dengan ampas kelapa sawit menghasilkan 0,30. Dan
Satapathy at. al. (2003) meneliti selulosa kertas (paper pulp cellulose) sebagai
material gesek dengan komposisi berat serat 3% dan barite 25% menghasilkan
kepadatan 2.108 (g/cm3), acetone extractable 3.60 (%), heat swelling 2.28 (%),
water swelling 11.20 (%), porosity/void content 8.80(%), tensile strength
11.21(MPa), ASTM D 638, flexural strength 16.77(MPa), ASTM D
7907.6513.610.8013.90, impact strength 27.55 (kgm/m), ASTM D 256, hardness
(Rockwell-S) 85 ± 12dan compressibility 3.73 (xlO~3 ) , ISO 6310.
Karakteristik dasar bahan kampas rem untuk otomotif berhubungan erat
dengan nilai dan stabilitas koefisien gesek, durability, penurunan kebisingan
(noise) dan getaran (vibration) (Duboka at al, 2007; Engberg, 1995). Karakteristik
nilai dan stabilitas koefisien gesek berhubungan erat dengan kondisi operasi kerja.
Kondisi operasi kerja pengereman didefinisikan sebagai perubahan gaya tekan
(tekanan), kecepatan gesek (sliding speed) dan temperatur (heat desipation). Sama
seperti bahan mampu gesek lain, serat alam murni cenderung mempunyai
koefisien gesek yang baik pada kondisi normal dan akan menurun (drastis) pada
kondisi temperatur kerja semakin naik (tinggi). Nilai dan stabilitas koefisien gesek
bahan mampu gesek akan meningkat berkenaan dengan berat kendaraan, sistem
penggerak roda, perbedaan kecepatan maksimum kendaraan dan pengembangan
sistem pengereman (ABS, ESP, BAS dan ROP) (Duboka at al, 2007).
Pengembangan dan desain bahan yang mampu menerima beban gesek
baru perlu memperhatikan pengetahuan yang berhubungan dengan komposisi dan
proses pengerjaan. Ada 3 (tiga) jenis bahan dasar utama yang digunakan dalam
komposisi akhir material gesek meliputi abrasif (abrasive), pengikat
(resin/binder) dan pengisi/penguat (filler). Selain 3 bahan dasar, komposisi
kampas rem untuk otomotif dan truk didukung dengan bahan performance
6
modifier dan lubricant (Blau, 2001). Selanjutnya proses pengerjaan material gesek
didasarkan pada 2 (dua) aktifitas (perlakuan) utama meliputi formulasi kimia yang
benar dan definisi parameter proses pengerjaan (Costa at al, 2004).
Pengembangan serat alam sebagai bahan komposit di industri otomotif
mempunyai potensi yang besar. Selain untuk bahan yang mampu menerima beban
gesek, serat alam dapat diaplikasikan untuk bahan komposit pada komponen
bemper, dasboard, pelapis pintu, rumah kaca spion dan produk asesoris mobil.
Selain industri otomotif, komposit dengan penguat serat alam banyak di terapkan
di industri bangunan, gerabah, kimia & plastik dan industri lain berbasis bahan
baku serat alam. Pangsa pasar otomotif di Indonesia cukup besar di masa sekarang
dan akan datang. Dengan Indonesia menjadi pasar otomotif maka pengembangan
bahan komposit dari serat alam (termasuk serat dari kapuk randu) untuk
komponen pendukung kendaraan akan memberikan manfaat yang besar bagi
industri otomotif dan industri agro. Potensi pasar otomotif dapat dilihat dari
kebutuhan kendaraan di Indonesia. Dari data Gabungan Industri Kendaraan
Bermotor Indonesia (Gaikindo) menunjukkan bahwa penjualan kendaraan tahun
2010 mencapai 6,7 juta unit. Sedangkan total penjualan di luar anggota AISI
mencapai 8 juta unit sepanjang 2010 (Himawan, 2010). Sementara untuk kelas
mobil, data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo)
menunjukkan bahwa penjualan kendaraan roda empat mencapai 720.000 unit
untuk kendaraan pribadi jenis sedan, cary dan niaga (Trisula, 2010). Data di atas
belum termasuk kendaraan angkutan dan penumpang.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
8
diterapkan untuk mobil pribadi dengan system penggerak hidrolik. Sedangkan
untuk daya pengereman kecil yang biasa diterapkan di kendaraan roda dua dengan
menggunakan kawat/serabut besi/baja yang ditarik secara manual.
Kampas rem untuk industri otomotif terbuat dari bahan pokok kuningan,
perak, perunggu dan bahan non logam seperti asbestos dan partikel keramik.
Beberapa ilmuwan juga mengklasifikasikan bahan kampas rem sesuai
harapan/kebutuhan dengan mendasarkan sifat terkikis (abrasives), gesekan
(friction modifiers), penguat (filler/reinforment) dan pengikat (binder) (Blau,
2001). Untuk temperatur operasional tidak lebih 400 oF, bahan asbestos dapat
diterapkan sebagai bahan kampas rem. Pada temperatur operasional 400oF –
700oF, lining brake perlu memakai bahan-bahan logam yang diberi perlakuan
(heat treatment/sintering). Sedangkan untuk aplikasi pengeremen dengan
temperatur operasional melebihi 700oF, bahan-bahan keramik perlu diterapkan
pada bahan kampas rem (Deutchmen at. al., 1975).
9
2001). Selanjutnya bahan filler meliputi barium sulfate, aramid pulp, clay, iron
oxide, vermiculite, friction dust, chesew dust, calsium carbonate (Blau, 2001).
Kemudian bahan modifikasi kekuatan gesek meliputi MoS 2, graphite, Sb2S3,
ZrSiO4, potassium tetanite, bronze, metal sulfide, lead sulfide (Blau, 2001).
Bahan mampu gesek dalam aplikasi di otomotif tersusun oleh beberapa
unsur atau paduan. Penelusuran unsur/senyawa dasar sifat abrasive bahan
dipengaruhi oleh kandungan silika, alumina, besi (iron) dan zirconia. Selanjutnya
kajian unsur/senyawa dasar sifat friction modifier berhubungan dengan
kandungan unsur silika, alumina, Cu, Zn, copper, chesew resin, Pb, Mo, Sb, Bi,
metal oxide, metal sulfide dan ceramic. Kemudian kajian unsur/senyawa dasar
sifat pengisi/penguat berhubungan serat alam (cotton, rubber, chesew nut shell
oil), asbestos, barium sulfate, calcium carbonate dan zinc oxide. Penelusuran
senyawa asbestos terbentuk dari unsur magnisium dan silika (Blau, 2001).
Petroleum Energy Center pada tahun 1999 mengembangkan teknologi
proses pembuatan kampas rem dari material karbon (non logam) meliputi melt
spining, infusibilization, yarn, moulding/carbonizing, preform, densificatin/heat
treatment, carbon brake material dan friction test. Moulding/carbonizing
dilakukan pada temperatur 1000oC. Peneliti lain dari PT Pabrik Gula Rajawali II
mengembangkan proses carbonizing pada temperatur 600oC (Sumardjono, 2005).
Pemadatan (densification) diharapkan bisa mencapai 1.8 Mg/m 3. Testing material
kampas rem secara menyeluruh meliputi koefisien gesek, kompresi, kekerasan,
conduktifity termal dan tes kualifikasi akhir yang menggunakan kendaraan
bergerak dengan ukuran material kampas rem sebenarnya. Variasi level testing
material kampas rem meliputi vehicle road test, vehicle skid pad-test, vehicle
drive on dynamometer, initial dynamometer dan tribometer (Blau, 2001).
10
Indonesia, Srilangka, India, Malaysia dan Pilipina. Serat alam tumbuh-tumbuhan
dapat diperoleh dari pohon pisang, sabut kelapa, nanas, bambu (bamboo), rosella,
kulit buah mete dan sebagainya. Saat ini, serat alam tanaman mendapat perhatian
para ahli sehubungan dengan faktor-faktor sebagai berikut serat alam mempunyai
kekuatan spesifik yang tinggi dan berat jenis lebih rendah, mudah diperoleh,
sumber alam yang dapat diolah kembali, tidak beracun dan mempunyai
kemampuan untuk ditingkatkan kualitasnya.
Ada beberapa serat alam tanaman yang mempunyai sifat-sifat mekanik
cukup baik seperti ditunjukkan di table 1. Penelitian serat alam lain yakni bamboo
menunjukkan massa jenis 0,802 x10-3 kg/m3, tensile strength 16,8 kg/mm2,
modulus elastistas tarik 1076,78 kg/mm2 (Taurista at. all., 2005) dan tensile
strength 13,5 kg/mm2 (Manik at. all., 2004).
Keunggulan bahan asbestos sebagai bahan rem yang murah dan mudah
didapat menemui kendala kebijakan internasional. Ada indikasi material asbestos
menyebabkan penyakit kanker (Schenaider, 2003). Pengembangan material
kampas rem alternatif sebagai penganti asbestos telah dilakukan dan ditemukan
beberapa bahan baru meliputi calcium silicate, hydrated calcium alumunium
silicate, alumunium silicate, basalt fiber, rockwood, ceramic fiber,
polyacrylonitrile, polyester, chopped glass fiber dan aramid fiber (Nicholson,
1995), bahan karbon (NN, 1999) dan arang/karbon bersumber ampas tebu
(baggase) (Sumardjono, 2005). Penelitian terhadap material karbon dengan
kepadatan (density) 1,5 – 1,8 Mg/m 3, 25% bahan logam dan tahanan panas (heat
resistance) mencapai suhu 2000oC telah dikembangkan sebagai bahan rem
pesawat di Amerika dan Eropa (NN, 1999). PT Pabrik Gula Rajawali II telah
melakukan penelitian awal bahan rem (lining brake) dengan mendasarkan unsur
karbon bersumber dari limbah ampas tebu (baggase) dicampur dengan bakelit dan
phenolic resin dengan komposisi ampas tebu mencapai 60% (Sumardjono, 2005).
Peneliti lain menganalisa bahan kampas rem dengan serat karbon yang diperkuat
dengan serat besi dengan komposisi carbon fiber, steel fiber, chasew-modified
phenolic resin, phenolic particle dan BaSO4 dengan persentase volume masing-
masing 34,5% : 2,3 % : 34 % : 21,67 % (Bahadur, ).
11
Tabel 2.1. Sifat mekanik beberapa serat alam.
Penelitian serat alam sebagai bahan mampu gesek mulai dilakukan lagi
meskipun dalam skala laboratorium. PT Rajawali II telah melakukan penelitian
bahan rem (lining brake) dengan mendasarkan unsur karbon yang bersumber dari
limbah ampas tebu (baggase) (Sumardjono, 2005; Sumardjono 2007). Hasil uji
kampas rem dari ampas tebu (baggase) yang diproduksi anak perusahaan PT
Pabrik Gula (PG) Rajawali II oleh Laboratorium Teknik Metalurgi Institut
Teknologi Bandung (ITB) menghasilkan kualitas kampas rem yang mendekati
kualitas kampas rem suku cadang asli (genuine) dan menyamai kampas rem
kualitas I. Hasil nilai kekerasan dan koefisien gesek kampas rem (KR) Bagas
Kijang yaitu 84,3 dan 0,42 sementara KR Kijang kualitas I 71,0 dan 0,46, KR
Bagas Espass 127 dan 0,42 sementara KR Espass Genunie 130 dan 0,50, KR
Bagas Mitsubisi T.120 S 86,3 dan 0,45, KR T.120 kualitas I 79,0 dan 0,52.
(Jayadheva, 2005).
Savage (2007) meneliti serat hemp, jute, flax, cotton, sisal dan kenaf
sebagai bahan rem melalui proses butirisasi, pencampuran (blended), pemadatan
12
dan pemanasan temperatur 150oC. Hasil terbaik dicapai dengan serat hemp dan
jute. Xin at al, (2006) meneliti serat sisal (sisal fiber) sebagai bahan mampu gesek
dengan mencampur resin dan pengujian constant speed tester, koefisien gesek dan
wear characteristic mencapai titik optimum pada komposisi serat dan resin
dengan perbandingan 4:3. Darmanto at. al (2006) meneliti serabut kelapa dengan
perekat phenolic resin sebagai kampas rem. Pengujian koefisien gesek bahan rem
dengan serat serabut kelapa menghasilkan 0,395. Hariyadi at. al (2007) meneliti
ampas klenteng dan ampas kelapa sawit sebagai kampas rem dengan perekat
phenolic resin. Pengujian koefisien gesek bahan rem dengan ampas klenteng dan
ampas kelapa sawit menghasilkan masing-masing 0,35 – 0,20 dan 0,40 – 0,22
dengan pembangkitan kalor/panas mencapai temperatur masing-masing 264 oC
dan 272oC. Satapathy at. al. (2003) meneliti serat organik meliputi aramid
(Kevlar-49, Dupont), PAN (Sterling CFF V 110), carbon (Indcarf-12K) dan
cellulose (paper pulp) sebagai serat mampu gesek dengan komposisi berat 3%
sedangkan komposisi perekat dan material utama tetap. Perekat menggunakan
barium sulfat (BaSO4) sedangkan bahan utama terdiri dari NBR modified,
phenolic resin, graphite flakes, cashew dust, brass swarfs, calcined alumina,
expanded vermiculite. Sifat fisik dan mekanik material gesek tanpa serat organic
menghasilkan kepadatan 1.511 (g/cm3), acetone extractable 3.28%, heat swelling
1.22%, water swelling 1.77%, porosity/void content 2.78%, tensile strength 17.7
MPa, ASTM D 638, flexural strength 7.65 MPa, ASTM D
7907.6513.610.8013.90, Impact strength 33.46 kgm/m, ASTM D 256, kekerasan
(Rockwell-S) 92 ± 6 dan sifat kompresi (compressibility) 11.64 (xlO~3 ), ISO
6310. Penambahan selulosa kertas (paper pulp cellulose) sebagai material gesek
dengan komposisi berat serat 3% dan barite 25% menghasilkan kepadatan 2.108
g/cm3, acetone extractable 3.60%, heat swelling 2.28%, water swelling 11.20%,
porosity/void content 8.80%, tensile strength 11.21 Mpa, ASTM D 638, flexural
strength 16.77 MPa, Impact strength 27.55 kgm/m, kekerasan (Rockwell-S) 85 ±
12 dan sifat kompresi (compressibility) 3.73 (xlO~3 ). Penambahan serat aramid
atau PAN (Sterling CFF V 110) 3% akan meningkatkan kepadatan, water
sweeling, flexural strength dan sifat lain cenderung menurun. Selanjutnya
13
penambahan carbon (Indcarf-12K) 3% menghasilkan peningkatan kepadatan,
water sweeling, porosity, flexural strength kekerasan dan sifat lain cenderung
menurun.
14
160oC pada proses pembuatan komposit untuk bahan bangunan dengan bahan
baku serat bambu dan perekat phenol formadehide dan isocyanate. Serat sisal
diberi perlakuan panas pada kondisi temperatur mencapai 275oC (Mezey at. all.,
2002).
15
2.6 Sintering
Proses sintering merupakan metode pembuatan produk yang bersumber
dari bahan serbuk di mana produk/spesimen yang telah dipadatkan tersebut
dipanaskan hingga mendekati temperatur luluh (sedikit di bawah titik luluh) dan
ditahan (didiamkan) sesaat (Wikipedia, 2007; German, 1994). Tujuan sintering
adalah untuk menggabungkan /merekatkan dua partikel atau lebih menjadi
material yang padat (masive/compact) sehingga akan diperoleh material dengan
sifat teknik yang lebih baik. Sintering secara tradisional digunakan untuk
memproduksi produk-produk berbahan keramik. Dan perkembangan lebih lanjut,
sintering diaplikasikan untuk pengolahan dan pembuatan produk dari bahan
berbentuk serbuk.
Beberapa ahli telah menerapkan metode sintering untuk bahan dari logam
(tidak semua logam) untuk mendapatkan produk-produk yang membutuhkan
tingkat kemurnian tinggi dan kontaminasi bahan lain yang rendah. Beberapa
bahan non logam seperti glass, alumina, zirconia, silica, magnesia, lime,
beryllium oxide, ferric oxide, and various organic polymers (Wikipedia, 2007).
Sintering dapat memproduksi perbedaan yang besar sifat (properties) material.
Aplikasi metode sintering untuk produk yang berbahan serbuk mempunyai
keuntungan meliputi tingkat kemurnian material tinggi, kemudahan mendapatkan
bahan murni yang meskipun di alam tidak dalam bentuk murni, kestabilan bahan
yang baik dengan mengatur ukuran butir serbuk dan kemudahan dalam mengatur
deformasi untuk mendapatkan kualitas material yang lebih baik.
Perlakuan (treatment) bahan/produk setengah jadi yang berasal dari bahan
baku serbuk biasanya dilakukan dengan proses pemadatan (compaction) yang
disertai dengan mekanisme sintering (German, 1994). Aplikasi sintering pada
bahan komposit BaTiO3 menunjukkan bahawa proses pemadatan mengalami
percepatan, difusi dan konduktifity termal tidak seperti umumnya yang menurun
(Huang, 2005). Temperatur sintering juga berpengaruh terhadap sifat mekanik
bahan. Temperatur sintering bahan SiC di temperatur 1860oC mempunyai sifat
mekanik yang lebih tinggi (density, ketangguhan (toughness) dan kekuatan
bending) dari pada temperatur sintering 1950oC dan 2000oC (Zhong, 2005).
16
2.7 Kapuk Randu
Potensi produksi kapuk randu meliputi kapas, biji kapuk randu dan bahan
ikutan lain cukup besar di Indonesia. Sebelum Perang Dunia II, 80 persen pasokan
kapuk dunia berasal dari Indonesia dan 60 persennya berasal dari Jawa Tengah
(Budianto, 2006). Karena itulah di dunia internasional, Jawa Tengah dikenal
dengan sebutan "java kapuk" yang artinya kapuk asal Jawa. Antara tahun 1936-
1937 ekspor kapuk dari Indonesia sekitar 28, 4 juta kilogram per tahun. Data
terbaru yang diperoleh dari Kabupaten Kudus, Agustus 2004, luas tanaman kapuk
randu tercatat 2.489,072 hektar. Di Kabupaten Pati luas tanaman kapuk randu
pada tahun 1989 mencapai 3.035.850 pohon yang ekuivalen dengan 20.239
hektar. Di Kabupaten Jepara pada awalnya luas tanaman kapuk randu hampir
sama dengan Pati. Selain di seputar Gunung Muria, kapuk randu juga ditanam di
perusahaan perkebunan Siluwok, Sawangan, dan Kabupaten Batang. Selain itu,
Provinsi Jawa Timur juga tercatat sebagai produsen kapuk randu terbesar kedua
setelah Jateng (Suprapto, 2004). Kabupaten Probolingga mempunyai areal kebun
kapuk randu seluas 4.301 ha pada tahun 2003, mengalami penurunan sebesar 98
Ha atau 2,23 %, bila dibandingkan dengan areal tahun 2002 sebesar 4.399 Ha.
Sedangkan Produksi Tahun 2003 sebesar 1.466,2 Ton, mengalami kenaikan
sebesar 56,2 Ton atau sebesar 3,99 %, bila dibandingkan dengan produksi tahun
2002 sebesar 1.410 Ton. Peningkatan produksi ini disebabkan oleh peningkatan
produktivitas dari 0,30 Ton/Ha pada tahun 2002 menjadi 0,45 Ton/Ha pada tahun
2003 (NN/Bapeda Kab. Probolinggo, 2004). Areal lahan kapuk randu 12.604 ha
dengan jumlah pohon 2.048.757 pohon dan hasil produksi mencapai 4.170 ton
dengan menghasilkan mencapai 7.900 ton biji kapuk (NN/KPDE, Kab. Pasuruan,
2006).
17
BAB III
METODE PENELITIAN
Mula
i
Pengujian Komposisi
Penggilingan Biji Kapuk
Pembuatan Abu
Pengujian Kualitas
18
A
Katalis
Pengujian Spesimen
Rekomendasi
Selesa
i
Keterangan:
1. Studi literatur dari laporan
Studi literatur dilakukan untuk mencari materi dan teori yang berhubungan
dengan penelitian ini dan memudahkan dalam menentukan proses yang
akan dilakukan selama penelitian. Materi yang dibutuhkan antara lain
tentang material komposit khususnya yang menggunakan bahan baku serat
19
alam, perlakuan panas (heat treatment), sintering, uji tekan (compression
test), uji gesek (friction test) serta struktur mikro.
2. Perencanaan proses dan bahan
Perencanaan proses dan bahan dilakukan untuk mendapatkan referensi
alat, bahan baku yang digunakan, serta bahan pendukung yang diperlukan
dalam proses penelitian yang akan dilakukan mengacu kepada referensi
yang telah didapat.
3. Penyediaan bahan baku
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini berupa biji kapuk randu.
Penyediaan bahan baku dilakukan dengan mensurvei lokasi penyedia
sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan. Lokasi penyediaan bahan baku
terdapat di beberapa daerah, diantara Kendal, Purwodadi, dan Pati. Bahan
baku yang disiapkan sebanyak 2 karung dengan berat 150 kg.
4. Pengeringan biji kapuk
Pengeringan biji kapuk dilakukan dengan penjemuran biji kapuk dengan
wadah yang telah disiapkan di lingkungan terbuka dengan memanfaatkan
sinar matahari. Selain untuk mengeringkan, dalam penjemuran juga
dilakukan pembersihan biji kapuk dari pengotor berupa kapas, pasir, dan
lain-lain.
5. Pengujian komposisi
Sebelum kapuk randu dibentuk menjadi bentuk material serbuk yang akan
digunakan untuk membuat material komposit, biji kapuk harus diuji
kandungan komposisi kimianya agar dapat mengetahui proses pengerjaan
yang akan dilakukan dalam proses pembuatan material komposit nantinya.
Pengujian komposisi kimia dilakukan untuk mengetahui kandungan
daripada bahan baku biji kapuk randu yang akan dibuat menjadi material
serbuk.
6. Penggilingan biji kapuk
Penggilingan biji kapuk dilakukan dengan mengunakan mesin giling biji.
Penggilingan bertujuan agar biji kapuk dibuat menjadi bentuk serbuk,
hingga halus. Pembentukan serbuk biji kapuk dilakukan untuk
20
mempermudah proses pengerjaan selanjutnya dalam proses pembuatan
abu.
7. Penimbangan serbuk biji kapuk
Penimbangan serbuk biji kapuk dilakukan untuk mengetahui berat awal
dari serbuk biji kapuk serta berat akhir setelah menjadi abu. Penimbangan
dilakukan dengan timbangan digital di Laboratorium Metalurgi Fisik
Teknik Mesin Universitas Diponegoro.
8. Pembuatan abu
Proses ini dilakukan untuk membuat serbuk biji kapuk menjadi abu
dengan cara dipanaskan/dibakar hingga suhu 6000C dengan durasi waktu
90 menit. Pembuatan abu menggunakan tungku pemanas (furnace) di
Laboratorium Metalurgi Fisik Teknik Mesin Universitas Diponegoro.
9. Pengujian kualitas
Pengujian kualitas abu biji kapuk dapat dilihat dari bentuk butir dan
ukuran abu biji kapuk. Penyeragaman ukuran abu biji kapuk dilakukan
dengan mengambil sampel dari bahan baku abu biji kapuk lalu di sieving
menggunakan mesh. Pengujian ini dilakukan menggunakan alat mesh di
Laboratorium Bahan dan Konstruksi Teknik Sipil Universitas Diponegoro.
Selain itu, juga dilakukan pengujian massa jenis dari abu yang akan dibuat
menjadi material komposit, untuk mengetahui densitas dari abu yang telah
dibuat dari bahan baku biji kapuk.
10. Pembuatan spesimen
Pembuatan spesimen menggunakan bahan pendukung resin, berupa epoxy
dan polyester, dan ditambahan katalis untuk mempercepat reaksi dalam
proses pembuatannya.
11. Perlakuan panas & sintering
Proses sintering dilakukan dengan memanaskan bahan/spesimen hingga
mencapai hingga 70% temperatur luluh (melting) atau disekitarnya dan
ditahan (didiamkan) sesaat. Perlakuan panas (heat treatment)
bahan/produk setengah jadi yang berasal dari bahan baku abu dilakukan
21
dengan proses pemadatan (compaction) yang disertai dengan mekanisme
sintering.
12. Pengujian spesimen
Pengujian spesimen dilakukan untuk mendapatkan data hasil pengujian.
Pengujian spesimen dilakukan dengan beberapa jenis pengujian,
diantaranya ada pengujian lentur, pengujian kekerasan, dan pengujian laju
keausan.
13. Pengujian lentur
Uji lentur dilakukan untuk mengetahui kekuatan lentur dari material
komposit yang telah dibuat. Pengujian yang dilakukan three point
bending.
14. Pengujian kekerasan
Uji kekerasan dilakukan untuk mengetahui nilai kekerasan material
komposit yang telah dibuat. Nilai kekerasan dari spesimen tersebut dapat
menjadi pembanding dengan nilai kekerasan pada produk kampas rem
yang sudah dibuat dipasaran.
15. Pengujian laju keausan
Uji struktur mikro dilakukan dengan melihat struktur mikro pada spesimen
komposit yang telah dibuat yang telah diratakan permukaannya
menggunakan mesin amplas.
16. Analisa hasil pengujian
Mengolah data-data yang sudah didapatkan dengan mengacu pada materi
yang terdapat pada referensi dan menampilkan data-data tersebut dalam
bentuk gambar dan tabel yang dibuat dalam penulisan laporan.
17. Analisa teknis
Mengkaji proses - proses yang telah dilakukan dalam proses penelitian ini
terhadap hasil spesimen yang telah dibuat yaitu material komposit serat
alam untuk produk kampas rem.
18. Analisa kualitas
Mengkaji kualitas spesimen melalui data hasil pengujian yang telah
dilakukan. Kualitas produk kampas rem yang ada dipasaran menjadi tolak
22
ukur kualitas material komposit serat alam untuk produk kampas rem yang
dibuat.
19. Rekomendasi
Menarik kesimpulan dari hasil pengolahan data dan analisa. Dan memberi
rekomendasi saran untuk lanjutan dari penelitian ini.
b. Saringan Biji
Saringan biji digunakan dalam proses pengeringan biji kapuk.
Saringan digunakan untuk membersihkan pengotor berupa kapas, pasir,
dan lain-lain.
23
Gambar 3.3. Saringan Biji
d. Timbangan
Timbangan yang digunakan merupakan timbangan digital yang
mempunyai ketelitian tinggi sampai dengan 0,01 gram. Karena memiliki
ketelitian tinggi penggunaan timbangan ini memerlukan waktu pemanasan
sebelum dipakai untuk menimbang spesimen uji. Timbangan digunakan
untuk menimbang berat awal dari serbuk biji kapuk serta berat akhir
setelah menjadi abu.
24
Gambar 3.5. Timbangan
e. Tungku Pemanas (furnace)
Furnace merupakan suatu alat yang digunakan untuk
memanaskan / membakar serbuk biji kapuk menggunakan temperatur
600oC hingga menjadi abu dengan durasi waktu 90 menit. Pada penelitian
ini furnace yang digunakan adalah furnace sederhana dengan alat bantu
lainnya dalam proses pembakaran.
25
f. Burner
Burner merupakan salah satu alat pendukung yang digunakan
untuk memanaskan / membakar serbuk biji kapuk. Burner berfungsi untuk
pengatur besar kecilnya api yang digunakan dalam proses pembakaran.
g. Thermometer
Thermometer merupakan salah satu alat pendukung yang
digunakan untuk memanaskan / membakar serbuk biji kapuk.
Thermometer berfungsi untuk pengukur suhu pembakaran yang digunakan
dalam pembuatan abu biji kapuk.
h. Alat Sieving
26
Alat Sieving digunakan untuk memisahkan serbuk berdasarkan ukuran
mesh tersebut. Alat ini bekerja seperti ayakan berupa kisi-kisi dengan
ukuran tertentu sesuai dengan standar ASTM.
i. Density Meter
Density meter digunakan untuk mengetahui massa jenis abu biji kapuk
yang akan dibuat menjadi material komposit.
27
Proses sintering yang dilakukan di Laboratorium Bahan Teknik Mesin
Universitas Gadjah Mada.
28
Gambar 3.13 Brinell Hardness Tester
29
m. Alat Uji Keausan
Pengujian keausan bertujuan untuk mensimulasikan kondisi keausan
aktual. Pengujian laju keausan dinyatakan dengan kehilangan/pengurangan
spesimen tiap satuan luas bidang kontak dan lama pengausan.
Pengujian laju keausan dilakukan menggunakan mesin Ogoshi High Speed
Universal Wear Testing (Type OAT-U) di Laboratorium Laboratorium
Bahan Teknik Mesin Universitas Gadjah Mada.
30
BAB IV
PELAKSANAAN PENELITIAN
31
4.2 Pengeringan Biji Kapuk
Pengeringan biji kapuk dilakukan dengan penjemuran biji kapuk dengan
wadah yang telah disiapkan dengan memanfaatkan sinar matahari. Dalam
penjemuran juga dilakukan pembersihan biji kapuk dari pengotor berupa
kapas, pasir, dan lain-lain menggunakan saringan biji. Pengeringan dilakukan
di lapangan terbuka.
32
Tabel 4.1 Komposisi Biji Kapuk Randu
Unsur Persentase
Air 13%
Abu 6%
Serat kasar 20%
Lemak 6%
Protein 29%
Karbohidrat 20%
33
4.5 Pembuatan Abu
Pada penelitian ini sesudah biji kapuk digiling hingga berbentuk serbuk
yang halus, dilakukan pembakaran serbuk biji kapuk hingga berbentuk abu.
Dalam pembuatan abu biji kapuk dilakukan beberapa tahap dalam proses
pembuatannya. Berikut adalah proses yang dilakukan :
34
Gambar 4.6. Pembakaran Serbuk Biji Kapuk
35
4.6 Pengujian Kualitas Abu
Pengujian kualitas abu biji kapuk dapat dilihat dari bentuk butir dan
distribusi ukuran abu biji kapuk. Pengujian kualitas ukuran abu biji kapuk
melakukan sieving menggunakan mesh ukuran 200. Tujuan dari sieving untuk
mendapatkan material yang halus dan keseragaman ukuran. Pengujian dilakukan
di Laboratorium Bahan dan Konstruksi Teknik Sipil Universitas Diponegoro.
36
4.7 Perlakuan Kimia Abu Biji Kapuk
4.7.1 Perlakuan Alkali (NaOH)
NaOH atau sering disebut alkali digunakan untuk menghilangkan kotoran
atau lignin pada serat.
Dilakukan perlakuan alkali pada abu biji kapuk dengan 5 variasi
komposisi, dan diberi perlakuan dengan cara yang sama. Berikut tabel komposisi
perlakuan alkali pada abu biji kapuk.
Tabel 4.3. Komposisi Perlakuan Alkali pada Abu Biji Kapuk
A1 Komposisi 2%
A2 Komposisi 4%
A3 Komposisi 6%
A4 Komposisi 8%
A5 Komposisi 10%
Catatan : - Massa Abu 100 gram
- Arti 10% >> 100 gram per 1000 ml dikalikan 100%
- Pencampuran abu dengan larutan di dalam bejana gelas
- Kecepatan pengadukan lambat
- Pengeringan 50oC selama 30 menit
37
4.8 Pembuatan Spesimen
Berikut ini merupakan langkah-langkah pembuatan spesimen, dimulai
dari pencetakan spesimen hingga proses sintering :
Pencetakan dan kompaksi pada abu biji kapuk dilakukan untuk membuat
spesimen berbentuk silinder yang solid sehingga bisa dilakukan proses sintering.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam mencetak abu biji kapuk antara lain:
1. Melapisi wax ke dalam cetakan sebagai pelapis agar saat melepas spesimen
lebih mudah dan tidak rontok.
2. Memasukkan abu biji kapuk ke dalam cetakan yang telah dilapisi dengan wax
sedikit demi sedikit yang bertujuan pemadatan serbuk yang sempurna
kemudian menutupnya dengan silinder penekan.
3. Meletakkan cetakan berisi abu biji kapuk yang siap dikompaksi pada mesin
uji tekan kemudian melakukan kompaksi.
4. Setelah selesai proses kompaksi abu biji kapuk di dalam cetakan dikeluarkan,
kemudian membuat spesimen yang lain sesuai variasi komposisi dengan cara
yang sama.
38
4.8.2 Sintering
Proses sintering yang dilakukan di Laboratorium Bahan Teknik Mesin
Universitas Gadjah Mada. Masing-masing spesimen yang telah dikompaksi
dimasukkan ke dalam furnace untuk proses sintering pada temperatur 170 oC
untuk spesimen dengan resin polyester dan temperatur 210 oC untuk spesimen
dengan resin epoxy. Langkah-langkah yang dilakukan antara lain:
1. Sebelum spesimen tersusun di atas bantalan dalam furnace perlu ditaburkan
serbuk alumina yang bertujuan untuk menghindari lengketnya spesimen pada
furnace. Setelah itu spesimen disusun berdiri berjajar di dalam furnace.
2. Sintering dilakukan bergantian karena proses pemanasan sampai temperatur
170 oC untuk resin polyester dan 210 oC untuk resin epoxy dan membutuhkan
waktu 210 menit untuk spesimen dengan resin polyester dan 240 menit untuk
spesimen dengan resin epoxy. Setelah itu spesimen yang telah disintering
baru bisa diambil.
3. Pada spesimen dengan resin polyester pemanasan furnace dilakukan secara
bertahap yang pertama penahanan selama 30 menit pada temperatur 50 oC
dan yang kedua penahanan selama 30 menit pada temperatur 100 oC
bertujuan untuk menghilangkan air kemudian dinaikkan bertahap menjadi
150 oC ditahan selama 30 menit lalu dinaikan kembali sampai temperatur
sintering 170 oC yang ditahan selama 120 menit. Sedangkan pada spesimen
dengan resin epoxy pemanasan furnace dilakukan secara bertahap yang
pertama penahanan selama 30 menit pada temperatur 50 oC dan yang kedua
penahanan selama 30 menit pada temperatur 100 oC bertujuan untuk
menghilangkan air kemudian dinaikkan bertahap menjadi 150 oC dan 180 oC
masing-masing ditahan selama 30 menit lalu dinaikan kembali sampai
temperatur sintering 210 oC yang ditahan selama 120 menit. Pemanasan
secara bertahap ini dimaksudkan agar spesimen tidak rontok akibat perubahan
temperatur yang mendadak.
4. Proses selanjutnya adalah pendinginan spesimen dalam temperatur kamar
selama kurang lebih 120 menit.
39
5. Diagram proses pemanasan dan pendinginan selama proses sintering dapat
dilihat pada gambar di bawah ini :
170oC
120 menit
Laju pemanasan
150oC
10 oC
30 menit
100oC Laju pendinginan 20
o
C
30 menit
50oC
30 menit
Temperatur kamar
Temperatur kamar
210 oC
2 jam
180oC
30 menit
Laju pemanasan 150oC
10 oC
30 menit
100oC Laju pendinginan
20 oC
30 menit
50oC
30 menit
Temperatur
Temperatur kamar kamar
40
4.9 Pengujian Spesimen
4.9.1 Pengujian Kekerasan
Pengujian kekerasan dilakukan dengan metode Brinell, Metode Brinell
adalah suatu cara untuk memperoleh kekerasan yang mana indentor berbentuk
bola ditekan ke permukaan benda uji dan diameter hasil penekanan diukur setelah
identor dipindahkan dari benda uji. Pengujian kekerasan dilakukan menggunakan
alat uji N3 emcotest buatan Austria di Laboratorium Metalurgi Fisik Teknik
Mesin Universitas Diponegoro. Uji kekerasan dilakukan untuk mengetahui nilai
kekerasan material komposit yang telah dibuat. Untuk memperoleh nilai
kekerasan, maka data yang diperoleh pada saat pengidentasian dimasukkan
kedalam rumus kekerasan Brinell berikut :
............................. (4.1)
Di mana : HB = nilai kekerasan Brinell
P = beban yang diterapkan (kg)
D = diameter bola (mm)
d = diameter lekukan (mm)
41
4.9.2 Pengujian Laju Keausan
Keausan umumnya didefinisikan sebagai kehilangan material secara
progresif atau pemindahan sejumlah material dari suatupermukaan sebagai
suatu hasil pergerakan relatif antara permukaan tersebut dan permukaan
lainnya. Pengujian keausan dapat dilakukan dengan berbagai macam
metode dan teknik, yang semuanya bertujuan untuk mensimulasikan
kondisi keausan aktual. Salah satunya adalah dengan pengujian laju
keausan.
Pengujian laju keausan dilakukan menggunakan mesin Ogoshi High Speed
Universal Wear Testing (Type OAT-U) di Laboratorium Laboratorium
Bahan Teknik Mesin Universitas Gadjah Mada.
Pengujian laju keausan dinyatakan dengan kehilangan/pengurangan
spesimen tiap satuan luas bidang kontak dan lama pengausan. Laju
keausan dinyatakan dengan :
............................. (4.2)
Dengan : W = Laju keausan (g/mm2.detik)
Wo = Berat awal spesimen sebelum pengausan (gram)
W1 = Berat akhir spesimen setelah pengausan (gram)
A = Luas bidang kontak dengan pengausan (mm2)
t = Waktu / lama pengausan (detik)
42
Gambar 4.13. Three Point Bending
Sehingga kekuatan lentur dapat dirumuskan sebagai berikut :
............................. (4.3)
............................. (4.4)
............................. (4.5)
Pada perhitungan kekuatan lentur ini, digunakan persamaan yang ada pada
standar ASTM D790, sama seperti pada persamaan diatas, yaitu :
............................. (4.5)
Dengan : S = Tegangan Lentur (MPa)
P = Beban / Load (N)
L = Panjang Span / Support span (mm)
b = Lebar / Width (mm)
d = Tebal / Depth (mm)
43
Pengujian Lentur dilakukan menggunakan mesin Hydraulic Ultimate
Tensile Machine model WE-1000A di Laboratorium Bahan dan
Konstruksi Teknik Sipil Universitas Diponegoro.
44
BAB V
Contoh perhitungan laju keausan dengan data sebagai berikut : Berat awal
spesimen 6,54 g dilakukan pengujan laju keausan selama 1800 detik, beban
pengereman 10 kg dan putaran motor 100 rpm dengan luas daerah yang terkena
557,525 mm , sehingga spesimen tersebut mengalami penurunan berat menjadi
2
Penyelesaian :
Tabel 5.1. Hasil Pengujian Keausan pada Spesimen dengan Resin Polyester
Tabel 5.2. Hasil Pengujian Keausan pada Spesimen dengan Resin Epoxy
45
Berat Awal
(Wo) Berat Akhir Laju Keausan
Luas (A) Waktu
Komposisi gram (Wt) (W)
mm2 (t) detik
gram gr/mm2.detik
Penyelesaian :
= 23.21 N/mm2
46
Hasil Pengujian lentur dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 5.3. Hasil Pengujian Lentur pada Spesimen dengan Resin Polyester
S
Beban d b L
Komposisi (Tegangan lentur)
(N) (mm) (mm) (mm)
N/mm2
Tabel 5.4. Hasil Pengujian Lentur pada Spesimen dengan Resin Epoxy
S
Beban d b L
Komposisi (Tegangan lentur)
(N) (mm) (mm) (mm)
N/mm2
47
5.1.3 Hasil Pengujian Kekerasan
Hasil pengujian kekerasan dengan metode Brinell dapat dilihat pada tabel
dibawah ini :
Tabel 5.5. Hasil Pengujian Kekerasan pada Spesimen dengan Resin Polyester
Nilai Kekerasan
Komposisi
(HBN)
kom. 3 : 2 Abu A1 + Resin Polyester 17,7
Tabel 5.6. Hasil Pengujian Kekerasan pada Spesimen dengan Resin Epoxy
Nilai Kekerasan
Komposisi
(HBN)
kom. 5 : 3 Abu A1 + Resin Epoxy 31,51
5.2 Pembahasan
48
5.2.1 Pengaruh Komposisi Resin terhadap Kelenturan Material
Gambar 5.1. Grafik Hasil Pengujian Lentur pada Spesimen Resin Polyester
Gambar 5.2 Grafik Hasil Pengujian Lentur pada Spesimen Resin Epoxy
49
No Keterangan
1 Komposisi 3 : 2 Abu A1 + Resin Polyester
2 Komposisi 7: 9 Abu A2 + Resin Polyester
3 Komposisi 7 : 3 Abu A5 + Resin Polyester
4 Komposisi 7 : 4 Abu A5 + Resin Polyester
5 Komposisi 5 : 3 Abu B1 + Resin Polyester
6 Komposisi 7 : 5 Abu B3 + Resin Polyester
7 Komposisi 7 : 4 Abu B4 + Resin Polyester
8 Komposisi 5 : 3 Abu A1 + Resin Epoxy
9 Komposisi 7: 9 Abu A2 + Resin Epoxy
10 Komposisi 3 : 2 Abu A3 + Resin Epoxy
11 Komposisi 5 : 3 Abu B1 + Resin Epoxy
12 Komposisi 7 : 3 Abu B2 + Resin Epoxy
13 Komposisi 3 : 2 Abu B3 + Resin Epoxy
14 Komposisi 7 : 3 Abu B4 + Resin Epoxy
15 Komposisi 3 : 2 Tanpa perlakuan
50
Gambar 5.3. Grafik Hasil Pengujian Kekerasan pada Spesimen Resin Polyester
Gambar 5.4. Grafik Hasil Pengujian Kekerasan pada Spesimen Resin Epoxy
51
No Keterangan
1 Komposisi 3 : 2 Abu A1 + Resin Polyester
2 Komposisi 7: 9 Abu A2 + Resin Polyester
3 Komposisi 7 : 3 Abu A5 + Resin Polyester
4 Komposisi 7 : 4 Abu A5 + Resin Polyester
5 Komposisi 5 : 3 Abu B1 + Resin Polyester
6 Komposisi 7 : 5 Abu B3 + Resin Polyester
7 Komposisi 7 : 4 Abu B4 + Resin Polyester
8 Komposisi 5 : 3 Abu A1 + Resin Epoxy
9 Komposisi 7: 9 Abu A2 + Resin Epoxy
10 Komposisi 3 : 2 Abu A3 + Resin Epoxy
11 Komposisi 5 : 3 Abu B1 + Resin Epoxy
12 Komposisi 7 : 3 Abu B2 + Resin Epoxy
13 Komposisi 3 : 2 Abu B3 + Resin Epoxy
14 Komposisi 7 : 3 Abu B4 + Resin Epoxy
15 Komposisi 3 : 2 Tanpa perlakuan
52
5.2.3 Pengaruh Komposisi Resin pada Laju Keausan Spesimen
Gambar 5.5. Grafik Hasil Pengujian Laju Keausan pada Spesimen Resin Polyester
Gambar 5.6. Grafik Hasil Pengujian Laju Keausan pada Spesimen Resin Epoxy
53
No Keterangan
1 Komposisi 3 : 2 Abu A1 + Resin Polyester
2 Komposisi 7: 9 Abu A2 + Resin Polyester
3 Komposisi 7 : 3 Abu A5 + Resin Polyester
4 Komposisi 7 : 4 Abu A5 + Resin Polyester
5 Komposisi 5 : 3 Abu B1 + Resin Polyester
6 Komposisi 7 : 5 Abu B3 + Resin Polyester
7 Komposisi 7 : 4 Abu B4 + Resin Polyester
8 Komposisi 5 : 3 Abu A1 + Resin Epoxy
9 Komposisi 7: 9 Abu A2 + Resin Epoxy
10 Komposisi 3 : 2 Abu A3 + Resin Epoxy
11 Komposisi 5 : 3 Abu B1 + Resin Epoxy
12 Komposisi 7 : 3 Abu B2 + Resin Epoxy
13 Komposisi 3 : 2 Abu B3 + Resin Epoxy
14 Komposisi 7 : 3 Abu B4 + Resin Epoxy
15 Komposisi 3 : 2 Tanpa Perlakuan
BAB VI
54
PENUTUP
6.1. KESIMPULAN
Berdasarkan data dari hasil pengujian dan pembahasan, maka dari penelitian ini
dapat disimpulkan :
1. Sifat mekanik bahan kampas rem abu biji kapuk randu yang mempunyai
sifat kelenturan yang paling tinggi adalah Abu B3 + Resin Epoxy dengan
perbandingan komposisi 3 : 2 yaitu 35.41 N/mm2. Sedangkan nilai
kelenturan yang paling rendah adalah Abu A2 + Resin Polyester dengan
perbandingan komposisi 7: 9 yaitu 16.50 N/mm2
2. Sifat mekanik bahan kampas rem abu biji kapuk randu yang mempunyai
sifat kerasan yang paling tinggi adalah Abu A2 + Resin Epoxy dengan
perbandingan komposisi 7: 9 yaitu 35.78 HBN. Sedangkan nilai kekerasan
yang paling rendah adalah Abu A2 + Resin Polyester dengan perbandingan
komposisi yaitu 16.50 N/mm2.
3. Sifat mekanik bahan kampas rem abu biji kapuk randu yang mempunyai
laju keausan yang paling tinggi adalah Abu B1 + Resin Epoxy dengan
perbandingan komposisi 5 : 3 yaitu 2,87687E-07 gram/mm2 . Sedangkan
yang mempunyai laju keausan yang paling rendah adalah Abu A2 + Resin
Polyester dengan perbandingan komposisi 7 : 9 yaitu 8,12344E-08
gram/mm2.
6.2. SARAN
55
Asmi,T., Hidayat N. dan Harjanto E. Murni, Darmanto, S., 2007, ‘’ Kajian dan
Analisa Batang Pelepah Kelepa Sebagai Serat Komposit Bodi Kendaraan’’,
Laporan Kemajuan Penelitian PKM Dikti 2007.
Abidin, Z., 2003, ”Kota dengan Berjuta Kelapa”, Otonomi, Koran harian, Kamis,
7 Agustus 2003, on line www.kompas.go.id,.
Boz, M. dan Kurt, A, 2007,’’Effect of ZrSiO4 on the Friction Performance of
Automotive Brake Friction Materials’’, 1) Metallurgy Department, Z.K.U.
Karab¨uk Technical Education Faculty, 78200 Karab¨uk, Turkey, 2)
Metallurgy Department, Gazi University, Technical Education Faculty,
06500 Ankara, Turkey
Berglund, 2006,’’New Concepts in Natural Fiber Composites’’, Proceeding of the
27th Riso International Symposium on Material science.
Budianta, E., 2006, ” Galeri Pohon Industri ”, Trubus, 10 April 2006,
Http//:www.Trubus-online.com/mail.php
Blau, P.J., 2001, “Composition, Function and Testing of Friction Brake Material
and Additives”, Metal and Ceramic Division, US Deparment of Energy.
Bahadur, S., .., “Fundamental of friction and Wear of Automobile Brake
Material”, tutorial bahadur, Mechanical engineering of Iowa State
University, Ames,IA
Costa, C.A., and Luciano, M.A., 2004, ’’Information and Knowledge Models
Supporting Brake Friction Material Manufacturing’’, Department of
Mechanical Engineering University of Caxias do Sul, PO. Box. 1352,
95001-970 Caxias do Sul, RS. Brazil, cacosta@ucs.br, malucian@ucs.br.
56
Darmanto, S., dan Haryadi, G.D., 2006, Kajian Serabut Kelapa sebagai Bahan
Kampas Rem’’, Majalah Teknik, Vol. 27, No. 3, periode Desemberl 2006,
ISSN : 0852-1697.
Darmanto, S., Sediono, W dan Bambang Setyoko, 2007, ’’ Kajian Batang
Pelepah Kelapa sebagai Serat Komposit’’, Majalah Teknik, Vol 28, No.1 ,
Prd April, hal 16 – 20.
Deutschman, A.D., Michels, W.J and Wilson, C.E., 1975, “Machine Design”,
Macmillan Publishing Co., Inc, United States of America
57
(Indonesian Agency for Agricultural Research and Development), Jl.
Ragunan 29 Pasarminggu Jakarta Selatan 12540, Indonesia
Joseph, K., Filho, R.D.T., James, B., Thomas, S., dan Carvalho, L.H., 1999, ’’ A
Review on Sisal Fiber Reinforced Polymer Composites ’’, R. Bras. Eng.
Agric. Ambiental, Campina Grande, v.3, n.3, p. 367-379.
Jayadheva, B., 2005, “Kampas Rem Ampas Tebu Cukup Berkualitas” , Teknologi
dan Sains, Majalah Mingguan, On line Www.Gatara.com.
Lawrence T.D., Mohanty, A.K.Misra, M., dam Isa, J.P.L.D., 2003, ’’ Structural
Bio-Composite from Engineered Corn Straw Fiber and Novel Soy-based
resin ’’, Prpject Number GR01-037.
Manik, P., Eko Sasmita Hadi dan Dedi Cristianto, 2004, “Kajian Teknik
Penggunaan Serat Bambu Sebagai Bahan Komposit Pembuatan Kulit
Kapal”, Laporan Penelitian Dosen Muda, Dikti.
Mezey, Z., Danyadi, L., Tibor C. Dan Pukanszky, 2002,’’ Investigation of The
Mechanical properties of Sisal Fiber Reinforced Polypropylene Composites
’’, Budafest University of Technology and Economics, Hungary, E-mail
Poltex@eik.bme.hu
Nicholson.G, 1995, “ Fact abaout Friction”, P & W Price Enterprise, Inc,
Croydon, PA.
Novianto, A. KunowoA., Fega, A, , 2007,’’Analisa Ampas Biji Kapuk Randu
sebagai Bahan Kampas Rem’’, Laporan Penelitian Program Kreatifitas
Mahasiswa Dikti 2007.
NN/ Bapeda Kabupaten Probolinggo, 2004, ” Potensi Daerah”, Dinas Pertanian
Tanaman Pangan, Kehutanan dan Perkebunan, Bapeda Kabupaten
Probolinggo
NN/KPDE, Kab. Pasuruan, 2006,’’Potensi Daerah Pasuruan’’, Dinas Pertanian
Tanaman Pangan, Kehutanan dan Perkebunan, Bapeda Kabupaten
Pasuruan.
Purwono, A., Darmanto, S, Kunowo, A. dan Hartono, D, 2007, ’’Analisa
Ampas Kelapa Sawit sebagai Bahan Kampas Rem’’, Laporan Penelitian
Program Kreatifitas Mahasiswa Dikti 2007.
58
Rowell, R.M., 1998,’’Property Enhanced Natural Fiber Composite Materials
Based on Chenical Modification’’, Science Technology of Polymers and
Advanced Materials.
Savage, L., 2007,’’Eco-Friendly Brake Pads Promise Greener Ransport’’, Exeter
Advanced Technologies University of Exeter, School of Engineering &
Computer Science, Harrison Building, North Park Road Exeter EX4 4QF,
Tel: 01392 263698, Email: L.Savage@exeter.ac.uk, www.ecopad.org
Sumardjono, A., 2007, “Kanvas Rem dari Limbah Pabrik Gula”, Agrinex
Indonesia 2007, Kompas 16 Maret 2007 hal 59.
Sumardjono, A., 2005, “Kanvas Rem dari Limbah Pabrik Gula”, Otomotif, Kor. Har,
on line www.Kompas.com,.
Santulli, C., 2003,’’ Biomimetic Interest and Possibilities for Replacement of
Glass Fibres with Plant Fibres in Composite Materials: The Case of Impact
Damage’’, Proceeding of International School on Advanced Material
Science & Technology 2g – 29 agustus 2003 jesi-Ancona Italy.
Suprapto, 2004, "Java Kapuk" di Ambang Punah”, Ekonomi Rakyat, Kompas 28
Oktober 2004
Sediono, W., Darmanto, S. dan Bambang Setyoko, 2006, ‘’Menganalisa Pelepah
Kelapa Sebagai Serat Komposit Untuk Bodi Kendaraan’’, Lap. Penelitian
Dikrutin Undip 2006.
Stefanus, Syahfudin dan Ridwan, 2004, Pengaruh Susunan Serat Kaca terhadap
Kekuatan Komposit Plastik (Fiber Glass Reinforcement Plastic), Abstrak
skripsi, Universitas Gunadarma.
Scheneider.A, 2003, “US Imports of Asbestos brake material are on Rise”,
Sunday Post-Dispatch, vol 125 No. 229, hal 1
Subiyakto, B, .., Papan Bambu Komposit, UPT Balai Penelitian dan
Pengembangan Biomaterial, Jl. Raya Bogor Km 26 Cibinong, www.
Inovasi.lipi.go.id.
Taurista, A.Y., Agita O. R. dan Khrisna H. P., 2005,”Komposit Laminat Bambu
Serat Woven Sebagai Bahan Alternatif Pengganti Fiber Glass pada Kulit
Kapal”, Laporan (PKMI) Program Kreatif Mahasiswa, Dikti.
59
Trisula, B., 2010, “Produsen Optimis Target Terlampui”, Otomotif, Koran harian,
, On line http/:www.Republika.co.id.
Tjahjono, S., 1997,” Pengaruh Serat Nabati dan Fraksi Volume Serat Terhadap
Sifat Mekanik material Komposit”, Tugas Akhir Metalurgi Teknik Mesin,
fakultas Teknologi Industri, ITS Surabaya.
Umardhani, Y, Darmanto, S dan Kusumayanti, 2008,’’ Peningkatan Serat
Pelepah Kelapa untuk Komposit Otomotif dengan Perlakuan Fisk dan
Kimia’’, laboran Penelitian Hibah Bersaing Tahun 1 DP2M Dikti.
Utomo B. N. dan Widjaja, E., 2004, ’’Limbah Padat Pengolahan Minyak Sawit
Sebagai Sumber Nutrisi Ternak Ruminansia”, Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian Kalimantan Tengah, Jalan G. Obos km.5, Palangkaraya 73111,
Jurnal Litbang Pertanian, 23 (1), 2004
Xin, X., Cheng Guang Xu and Liu Fei Qing, 2006,’’ Friction properties of sisal
fibre reinforced resin brake composites’’,School of Energy & Power
Engineering, Xi’an Jiaotong University, Xi’an 710049, China.
Wang, B, Panigrahi, S, Tabil, L., Crerar, W dan Sokansanj, S.,
2003,’’Modification Flax Fiber by Chemical Treament ’’, Presentasi di
CSAE/SCGR 2003 Meeting Montreal Quebec.
Wood, K.A., 2005,’’Biofibres Industry Development Project for Eastern
Ontario’’, Submitted to Eastern Lake Ontario Regional Innovation Network
by Natural Capital Resources Inc. , ncr@ihorizons.net, www.ncronline.ca
60
Jam/mgg
1 DR. Eng. Universitas Rekayasa 15 Koordinasi,
Gunawan Dwi Diponegoro Material desain perlakuan
Haryadi, ST Jurusan fisik dan kimia,
MT T. Mesin pengujian,
pengolahan data
0023117005 dan pembuatan
laporan
2 Ir. Bambang Universitas Permesinan 12 Pembuatan
Sri Waluyo Diponegoro Kapal peralaan
Msi Jurusan perlakuan fisik,
Prog. D III pembuatan
0002054903 T. spesimen,
Perkapalan pembuatan
laporan
3 Ir. Senen MT Universitas Rekayasa 12 Karakterisasi
Diponegoro dan Energi serat alam,
0016035904 Jurusan peralatan
Prog. D III perlakuan kimia,
T. Mesin pengujian
teknik dan
pembuatan
laporan
61
Lampiran 2. Biodata Peneliti
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENELITI
A. Ketua Pelaksana
I IDENTITAS DIRI
1.1 Nama Lengkap (dengan gelar) DR. Eng. Gunawan Dwi Haryadi, ST.,
MT.
1.2 Jabatan Fungsional Lektor
1.3 Jabatan Struktural Penata/III-D
1.4 NIP/NIK/No. Identitas lainnya 197011231998021001
1.5 NIDN 0023117005
1.6 Tempat dan Tanggal Lahir Semarang, 23 November 1970
1.7 Alamat Rumah Jl. Duta Asri no. A5, Perum. Duta Bukit
Mas, Banyumanik, Semarang 50264
1.8 Nomor Telepon/Faks 024 76480023
1.9 Nomor HP 081329298898:08882650926
1.10 Alamat Kantor Jl. Prof Sudarto, SH, Jurusan Teknik
Mesin Kampus Tembalang Undip
Semarang
1.11 Nomor Telepon/Faks (024) 7460059/ (024)7460059 ext.102
1.12 Alamat e-mail gunawan_dh@engineer.com;
gunawn_dh@undip.ac.id
1.13 Lulusan yang Telah 30 Mhs. (S-1).
Dihasilkan
1.14 Mata Kuliah yang Diampu Material Teknik, Manajemen Perawatan,
Teknik Pengelasan, Perlakuan Panas &
Permukaan, Pemilihan Bahan & Proses.
II RIWAYAT PENDIDIKAN
S-1 S-2 S-3
Nama PT Universitas Diponegoro Universitas Gadjah Pukyong National
Mada University
Bidang Ilmu Teknik Mesin Teknik mesin Mechanical Design
Engineering
Tahun Masuk 1990 2001 2010
Tahun Lulus 1995 2003 2012
Judul Tugas Perencanaan dan Pengaruh Perlakuan Influences of Post
Akhir Pembuatan Mekanisme Panas T-82 Pada Al Weld Heat
Gerak Sumbu X dan 6013 Yang Telah Treatment on
hasil Pengujian Mengalami Proses Fatigue Crack
Ketelitian Geometrik Pengelasan Terhadap Growth Behavior of
Prototip Mesin Drilling Laju Perambatan TIG Welded 6013
PCB Retak Fatik T4 Aluminum Alloy
62
Joint
Nama Ir. Dwi Basuki Prof. Jamasri, PhD. Prof. Seon-Jin Kim
Pembimbing Wibowo, MS.
63
Perusahaan Penyewaan Pesawat
Terbang
Pelatihan Peningkatan Mutu Sistem
Fakultas Teknik
4 2009 Perawatan dan Pembuatan Database 75
Undip
Perawatan pada SPBU
64
65
Daftar Riwayat Hidup Peneliti
B. Anggota Peneliti 1
I. IDENTITAS DIRI
1.1. Nama Lengkap (dengan gelar) Ir. Bambang Sri Waluyo MSi
Jenis Kelamin Laki laki
1.2. Jabatan Fungsional Lektor
1.3. NIP/NIK/No. Identitas lainnya 195903161987031002
1.4. NIDN 0016035904
1.5. Tempat dan Tanggal lahir Boyolali, 16 – 03 - 1959
1.6. Alamat Rumah Ngagenan 55 Boyolali
1.7. Nomor Telepon/Fax 024 7471379
1.8. Nomor HP 085642037359
1.9. Alamat Kantor Prof Soedarto SH Tembalang Semarang
1.10. Nomor Telepon/Fax 024 7471379
1.11. Alamat e-mail
Mata Kuliah yang diampu Mekanika Teknik I
Mekanika Teknik II
Kapal Non Baja
Konstruksi Kapal
66
Stasionery Diesel Engine Pada Kapal Teknik Undip
Nelayan Tipe di Bawah 15 GT
3 2010 Kajian Investasi Kapal Penangkap Ikan Mandiri
Perseseine Berdasarkan GT Kapal (Tesis)
67
68
Daftar Riwayat Hidup Peneliti
C. Anggota Peneliti 2
I. IDENTITAS DIRI
I. RIWAYAT PENDIDIKAN
2.1. Program S1 S2 S3
2.2. Nama PT ITS Surabaya UNDIP Semarang -
2.3. Bidang Ilmu Teknik Mesin Teknik Mesin -
2.4. Tahun Masuk 1985 2010 -
2.5. Tahun Lulus 1988 2012 -
2.6. Judul Skripsi/ Pengendalian Pompa Karakteristik Blok -
Tesis/Diserta Banjir Stasiun Rem Kereta Api
si Kartini Kodya bebahan Besi Cor dan
Semarang Jawa AlSiC Berdasarkan
tengah kekuatan Uji tarik
dan Nilai Impak
2.7. Nama Ir. Suwandi DR. Ir. A.P. -
Pembimbing/ Bayuseno, MSc.
Promotor Sri Nugroho, ST,
MT, PhD
69
Salak dengan Perlakuan
Benzoylation (Anggota)
2 2010 Uji Performa Mesin Diesel DIPA Fakultas 4.825
Berbahan Bakar Biodiesel Minyak Teknik
Sawit Teroksidasi
3 2008 Uji Performance Refrigeran DIPA Fakultas 1.25
Hidrokarbon MC – 22 dan Teknik
Refrigeran R – 22 pada Air
Conditioner Type Split 1 PK
4 2007 Elektroplating Dekoratif – Protektif DIPA Fakultas 0.75
dengan kapasitas Urutan Elektrolit Teknik
Nikel 20 L dan Khrom 10 L
70
Kecamatan Limbangan Kabupaten Kendal
71
72