Anda di halaman 1dari 23

FORMAT LAPORAN PENDAHULUAN

ASKEP PASIEN DENGAN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Gagal Ginjal Kronik merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal
yang progresif dan irreversible dari berbagai penyebab dimana terjadi
ketika tidak mampu mengangkut sampah metabolik tubuh atau melakukan
fungsi regulernya (Suharyanto dan Majid, 2017).
CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi
dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif,
irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam
mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit,
sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer, 2017). Gagal ginjal
adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal
yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti
ginjal tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Setiati, 2014).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa CKD adalah
penyakit ginjal yang tidak dapat lagi pulih atau kembali sembuh secara
total seperti sediakala, dimana CKD merupakan penyakit ginjal tahap akhir
yang dapat disebabkan oleh berbagai hal.

2. Klasifikasi
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju
Filtration Glomerulus) atau glomerulus filtration rate (GFR) dimana nilai
normalnya adalah 125 ml/min/1,73m2 dengan rumus Kockroft – Gault
sebagai berikut :
Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau ringan 60-89
3a Penurunan sedang fungsi ginjal 45-59
3b Penurunan sedang fungsi ginjal 30-44
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau berat 15-29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis
Sumber: (The Renal Association, 2013)

Nilai GFR menunjukkan seberapa besar fungsi ginjal yang dimiliki


oleh pasien sekaligus sebagai dasar penentuan terapi oleh dokter. Semakin
parah CKD yang dialami, maka nilai GFRnya akan semakin kecil
(National Kidney Foundation, 2010). Penurunan fungsi ginjal ditandai
dengan peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum. Penurunan GFR
dapat dihitung dengan mempergunakan rumus Cockcroft-Gault (Suwitra,
2009). Penggunaan rumus ini dibedakan berdasarkan jenis kelamin
(Willems et al., 2013).

♂=

Selain itu fungsi ginjal juga dapat dilihat melalui pengukuran Cystatin
C. Cystatin C merupakan protein berat molekul rendah (13kD) yang
disintesis oleh semua sel berinti dan ditemukan diberbagai cairan tubuh
manusia. Kadarnya dalam darah dapat menggambarkan GFR sehingga
Cystatin C merupakan penanda endogen yang ideal (Yaswir & Maiyesi,
2012).

3. Etiologi
Penyebab tersering terjadinya CKD adalah diabetes dan tekanan darah
tinggi, yaitu sekitar dua pertiga dari seluruh kasus (National Kidney
Foundation, 2015).
Menurut teori, hipertensi pada pasien gagal ginjal dapat terjadi karena
adanya penyempitan pembuluh darah yang disebabkan oleh penumpukan
lemak di dalam pembuluh darah akibat dari tingginya kadar natrium dan
cairan yang tidak seimbang, jika hal tersebut terjadi pada pembuluh darah
ginjal maka ginjal akan mengalami kerusakan yang berakibat pada gagal
ginjal, selain itu ginjal memproduksi enzim renin angiotensin yang diubah
menjadi angiotensin II yang menyebabkan pembuluh darah mengkerut dan
mengeras (Asriani et al, 2012). Diabetes Melitus terjadi dengan adanya
gangguan pada pankreas kemudian meningkatkan kadar glukosa, lalu
terjadi gangguan metabolisme karbohidrat sehingga karbohidrat tidak
dapat menjadi sumber energi secara sempurna, maka lemak dan protein
yang menjadi sumber energinya. Sel-sel tubuh juga tidak dapat
menyimpan gula dalam bentuk glikogen (Senthilkumar et al., 2017).
Ureum merupakan produk akhir dari metabolisme asam amino, dalam
katabolisme protein dipecah menjadi asam amino dan deaminasi amonia,
amonia dalam proses ini disintesis menjadi urea. Reaksi kimia sebagian
besar terjadi di hati dan sedikit terjadi di ginjal. Kadar normal ureum
adalah 10-40 mg/dL dan ureum dieksresikan rata-rata 30 gram sehari
(Bhagaskara, Liana, & Santoso, 2015). Pemeriksaan ureum ini dapat
dijadikan sebagai skrining awal Penyakit Ginjal Kronik (PGK). Namun
diperlukan waktu 5-10 tahun untuk menjadi masalah kerusakan ginjal
(Loho, Rambert, & Wowor, 2016).

4. Patofisiologi
Faktor pencetus terjadinya gagal ginjal kronik yaitu dimulai dari zat
toksik, vaskular infeksi dan juga obstruksi saluran kemih yang dapat
menyebabkan arterio sclerosis, kemudian suplay darah dalam ginjal
menurun yang mengakibatkan GFR (Glomerular Filtration Rate)
menurun, saat GFR menurun memicu adanya retensi natrium dalam tubuh,
ketika sudah terjadi retensi natrium dalam tubuh maka cairan juga akan
menumpuk dan berpengaruh pada beban jantung sehingga jantung harus
bekerja lebih keras lagi dan jika cardiac output menurun maka aliran darah
dalam ginjal akan menurun, maka akan terjadi retensi Na dan cairan yang
akan menyebabkan ke lebihan volume cairan (Amin & Hardhi, 2015).
Apabila kelebihan volume cairan pada tubuh tidak segera diatasi maka
akan berdampak pada beberapa masalah lain yaitu, adanya edema perifer
karena terjadi perubahan tekanan hidrostatik atau osmotic kapiler dan juga
dapat menyebabkan hipertensi, hipertensi dapat terjadi akibat dari
peningkatan aktifitas renin angiotensin, peningkatan resistensi vaskular,
kelebihan volume cairan dan penurunan prostaglandin. (Pricilla,2016).
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah, sehingga
terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak
timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala
uremia membaik setelah dialisis (Brunner & Suddarth, 2013).
1. Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari
penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan
penurunan klirens substansi darah yang sebenarnya dibersihkan oleh
ginjal. Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi
dengan mendapatkan urin 24- jam untuk pemeriksaan klirens
kreatinin. Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya
glomeruli) klirens kreatinin akan menurun dan kadar kreatinin akan
meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah biasanya meningkat.
Kreatinin serum merupakan indicator yang paling sensitif dari fungsi
karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak
hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan
protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC), dan
medikasi seperti steroid.
2. Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidak mampu untuk mengkonsentrasi atau
mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir,
respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan
elektrolit sehari-hari tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium dan
cairan, meningkatka resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif ,
dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis renin
angiotensin dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi
aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kehilangan
garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode
muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang
semakin memperburuk status uremik.
3. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis
metabolic seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan
muatan asam (H+) yang berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama
akibat ketidakmampuan tubulus gjnjal untuk menyekresi amonia
(NH3‾) dan mengabsopsi natrium bikarbonat (HCO3) penurunan
ekskresi fosfat dan asam organic lain juga terjadi.
4. Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan
kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik
pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal,
produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai
keletihan, angina dan sesak napas.
5. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah
gangguan metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan
fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya
meningkat, maka yang satu menurun. Dengan menurunnya filtrasi
melalui glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar serum fosfat
dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar
kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar
paratiroid. Namun, pada gagal ginjal tubuh tak berespon secara
normal terhadap peningkatan sekresi parathormon dan mengakibatkan
perubahan pada tulang dan penyakit tulang. Selain itu juga metabolit
aktif vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang secara normal
dibuat di ginjal menurun.
6. Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks
kalsium, fosfat dan keseimbangan parathormon.
5. Pathway
6. Manifestasi Klinis
Menurut Brunner & Suddarth (2013) setiap sistem tubuh pada gagal
ginjal kronis dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan
menunjukkan sejumlah tanda dan gejala. Keparahan tanda dan gejala
bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, usia pasien dan
kondisi yang mendasari. Tanda dan gejala pasien gagal ginjal kronis
adalah sebagai berikut :
1) Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari
aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki,
tangan, sakrum), edema periorbital, Friction rub perikardial,
pembesaran vena leher.
2) Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus,
ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
3) Manifestasi Pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan kusmaul
4) Manifestasi Gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut,
anoreksia, mual, muntah, konstipasi dan diare, pendarahan saluran
gastrointestinal
5) Manifestasi Neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang,
kelemahan tungkai, panas pada telapak kaki, perubahan perilaku
6) Manifestasi Muskuloskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop
7) Manifestasi Reproduktif
Amenore dan atrofi testikuler
7. Komplikasi
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan
mengalami beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer
(2017) antara lain adalah :
1) Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik,
katabolisme, dan masukan diit berlebih.
2) Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi
produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3) Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem
renin angiotensin aldosteron.
4) Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5) Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal
dan peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan
ion anorganik.
6) Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7) Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
8) Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9) Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.

8. Pemeriksaan Penunjang
1) Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.
a. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal
dan adanya massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan
bagianatas.
b. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel
jaringan untuk diagnosis histologis.
c. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
d. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidak seimbangan
elektrolit dan asam basa.
2) Foto Polos Abdomen
Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain.
3) Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan
faal ginjal pada usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.
4) USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi sistem
pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal,
anatomi sistem pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih dan
prostat.
5) Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi gangguan (vaskuler,
parenkhim) serta sisa fungsi ginjal
6) Pemeriksaan Radiologi Jantung
Mencari adanya kardiomegali, efusi perikarditis
7) Pemeriksaan radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks /jari) kalsifikasi
metatastik
8) Pemeriksaan radiologi Paru
Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.
9) Pemeriksaan Pielografi Retrograde
Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible
10) EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-
tanda perikarditis, aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)
11) Biopsi Ginjal
dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis
atau perlu untuk mengetahui etiologinya.
12) Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal
a. Laju endap darah
b. Urin
Volume: Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine
tidak ada (anuria).
Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh
pus / nanah, bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat, sedimen kotor,
warna kecoklatan menunjukkan adanya darah, miglobin, dan
porfirin.
Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan
tubular, amrasio urine / ureum sering 1:1.
c. Ureum dan Kreatinin
Ureum:
Kreatinin: Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10
mg/dL diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).
d. Hiponatremia
e. Hiperkalemia
f. Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
g. Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia
h. Gula darah tinggi
i. Hipertrigliserida
j. Asidosis metabolik

9. Penatalaksanaan Medis
Tujuan utama penatalaksanaan pasien GGK adalah untuk
mempertahankan fungsi ginjal yang tersisa dan homeostasis tubuh selama
mungkin serta mencegah atau mengobati komplikasi (Smeltzer, 2017).
Terapi konservatif tidak dapat mengobati GGK namun dapat
memperlambat progres dari penyakit ini karena yang dibutuhkan adalah
terapi penggantian ginjal baik dengan dialisis atau transplantasi ginjal.
Ketika terapi konservatif yang berupa diet, pembatasan minum, obat-
obatan dan lain-lain tidak bisa memperbaiki keadaan pasien maka terapi
pengganti ginjal dapat dilakukan. Terapi pengganti ginjal tersebut berupa
hemodialisis, dialisis peritoneal dan transplantasi ginjal (Rahardjo et al,
2009).
1. Hemodialisis
Hemodialisis adalah suatu cara dengan mengalirkan darah ke
dalam dialyzer (tabung ginjal buatan) yang teridiri dari 2 komparten
yang terpisah yaitu komparetemen darah dan komparetemen dialisat
yang dipisahkan membran semipermeabel untuk membuang sisa-sisa
metabolisme (Rahardjo et al, 2009). Sisa-sisa metabolisme atau racun
tertentu dari peredaran darah manusia itu dapat berupa air, natrium,
kalium, hidrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain.
Hemodialisis dilakukan 3 kali dalam seminggu selama 3-4 jam terapi
(Brunner dan Suddarth, 2013).
2. Dialisis peritoneal
Dialisis peritoneal merupakan terapi alternatif dialisis untuk
penderita GGK dengan 3-4 kali pertukaran cairan per hari
(Prodjosudjadi dan Suhardjono, 2014). Pertukaran cairan terakhir
dilakukan pada jam tidur sehingga cairan peritoneal dibiarkan
semalaman (Price, Sylvia A & M. Wilson, 2015). Terapi dialisis tidak
boleh terlalu cepat pada pasien Dialisis Peritoneal (DP). Indikasi medik
yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun),
pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular,
pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila
dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien
dengan stroke pasien dengan residual urin masih cukup, dan pasien
nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality.
3. Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan cara pengobatan yang lebih
disukai untuk pasien gagal ginjal stadium akhir. Namun kebutuhan
transplantasi ginjal jauh melebihi jumlah ketersediaan ginjal yang ada
dan biasanya ginjal yang cocok dengan pasien adalah yang memiliki
kaitan keluarga dengan pasien. Sehingga hal ini membatasi
transplantasi ginjal sebagai pengobatan yang dipilih oleh pasien (Price,
Sylvia A & M. Wilson, 2015).
Penatalaksanaan konservatif dihentikan bila pasien sudah memerlukan
dialisi tetap atau transplantasi. Pada tahap ini biasanya GFR sekitar 5-10
ml/mnt. Dialisis juga diiperlukan bila :
1. Asidosis metabolik yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
2. Hiperkalemia yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
3. Overload cairan (edema paru)
4. Ensefalopati uremic, penurunan kesadaran
5. Efusi perikardial
6. Sindrom uremia (mual, muntah, anoreksia, neuropati) yang
memburuk.
Menurut Sunarya, penatalaksanaan dari CKD berdasarkan derajat LFG
nya, yaitu:
ASKEP PASIEN DENGAN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Fokus Keperawatan
1) Demografi.
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun
ada juga yang mengalami CKD dibawah umur tersebut yang
diakibatkan oleh berbagai hal seperti proses pengobatan, penggunaan
obat-obatan dan sebagainya. CKD dapat terjadi pada siapapun,
pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai peranan penting sebagai
pemicu kejadian CKD. Karena kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri
yang terlalu lama dan lingkungan yang tidak menyediakan cukup air
minum / mengandung banyak senyawa/ zat logam dan pola makan yang
tidak sehat.
2) Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM,
glomerulo nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi
saluran kemih, dan traktus urinarius bagian bawah juga dapat memicu
kemungkinan terjadinya CKD.
3) Pola nutrisi dan metabolik.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam
kurun waktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah,
asupan nutrisi dan air naik atau turun.
4) Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input.
Tandanya adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi
peningkatan suhu dan tekanan darah atau tidak singkronnya antara
tekanan darah dan suhu.
5) Pengkajian fisik
a. Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri.
Kesadaran pasien dari compos mentis sampai coma.
b. Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi
meningkat dan reguler.
c. Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan
nutrisi, atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan
cairan.
d. Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat
kotoran telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut
bau ureum, bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan
lidah kotor.
e. Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
f. Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar.
Terdapat otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris,
terdengar suara tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat
pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada jantung.
g. Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut
buncit.
h. Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi,
terdapat ulkus
i. Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema,
pengeroposan tulang, dan Capillary Refill lebih dari 1 detik.
j. Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan
mengkilat / uremia, dan terjadi perikarditis.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada CKD adalah
sebagai berikut:
1) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran
urin dan retensi cairan dan natrium.
2) Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru.
3) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia mual muntah.
4) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai
O2 dan nutrisi ke jaringan sekunder.
5) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane
kapiler paru.
6) Nyeri akut berhubungan dengan agen injury.
10. Rencana Asuhan Keperawatan
NO Diagnosa Keperawatan Tujuan & KH Kode NIC Intervensi Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan Setelah dilakukan asuhan keperawatan 4130 Fluid Management :
b.d penurunan haluaran urin selama 3x24 jam volume cairan 1. Kaji status cairan ; timbang berat badan,keseimbangan
dan retensi cairan dan seimbang. masukan dan haluaran, turgor kulit dan adanya edema
natrium. Kriteria Hasil: 2. Batasi masukan cairan
NOC : Fluid Balance 3. Identifikasi sumber potensial cairan
- Terbebas dari edema, efusi, 4. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan
anasarka cairan
- Bunyi nafas bersih,tidak 5. Kolaborasi pemberian cairan sesuai terapi.
adanya dipsnea
- Memilihara tekanan vena 2100 Hemodialysis therapy
sentral, tekanan kapiler paru, 1. Ambil sampel darah dan meninjau kimia darah
output jantung dan vital sign (misalnya BUN, kreatinin, natrium, pottasium, tingkat
normal. phospor) sebelum perawatan untuk mengevaluasi respon
thdp terapi.
2. Rekam tanda vital: berat badan, denyut nadi, pernapasan,
dan tekanan darah untuk mengevaluasi respon terhadap
terapi.
3. Sesuaikan tekanan filtrasi untuk menghilangkan jumlah
yang tepat dari cairan berlebih di tubuh klien.
4. Bekerja secara kolaboratif dengan pasien untuk
menyesuaikan panjang dialisis, peraturan diet,
keterbatasan cairan dan obat-obatan untuk mengatur
cairan dan elektrolit pergeseran antara pengobatan
2 Gangguan nutrisi kurang Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1100 Nutritional Management
dari kebutuhan tubuh b.d selama 3x24 jam nutrisi seimbang dan 1. Monitor adanya mual dan muntah
anoreksia mual muntah. adekuat. 2. Monitor adanya kehilangan berat badan dan perubahan
Kriteria Hasil: status nutrisi.
NOC : Nutritional Status 3. Monitor albumin, total protein, hemoglobin, dan
- Nafsu makan meningkat hematocrit level yang menindikasikan status nutrisi dan
- Tidak terjadi penurunan BB untuk perencanaan treatment selanjutnya.
- Masukan nutrisi adekuat 4. Monitor intake nutrisi dan kalori klien.
- Menghabiskan porsi makan 5. Berikan makanan sedikit tapi sering
- Hasil lab normal (albumin, 6. Berikan perawatan mulut sering
kalium) 7. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet sesuai
terapi

3 Perubahan pola napas Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3350 Respiratory Monitoring
berhubungan dengan selama 1x24 jam pola nafas adekuat. 1. Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha
hiperventilasi paru Kriteria Hasil: respirasi
NOC : Respiratory Status 2. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan,
- Peningkatan ventilasi dan penggunaan otot tambahan, retraksi otot
oksigenasi yang adekuat supraclavicular dan intercostal
- Bebas dari tanda tanda distress 3. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,
pernafasan hiperventilasi, cheyne stokes
- Suara nafas yang bersih, tidak 4. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak
ada sianosis dan dyspneu 3320 adanya ventilasi dan suara tambahan
(mampu mengeluarkan Oxygen Therapy
sputum, mampu bernafas 1. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
dengan mudah, tidak ada 2. Ajarkan pasien nafas dalam
pursed lips) 3. Atur posisi senyaman mungkin
- Tanda tanda vital dalam 4. Batasi untuk beraktivitas
rentang normal 5. Kolaborasi pemberian oksigen
4 Gangguan perfusi jaringan Setelah dilakukan asuhan keperawatan 4066 Circulatory Care
berhubungan dengan selama 3x24 jam perfusi jaringan 1. Lakukan penilaian secara komprehensif fungsi sirkulasi
penurunan suplai O2 dan adekuat. periper. (cek nadi priper,oedema, kapiler refil, temperatur
nutrisi ke jaringan sekunder. Kriteria Hasil: ekstremitas).
NOC: Circulation Status 2. Kaji nyeri
- Membran mukosa merah muda 3. Inspeksi kulit dan Palpasi anggota badan
- Conjunctiva tidak anemis 4. Atur posisi pasien, ekstremitas bawah lebih rendah untuk
- Akral hangat memperbaiki sirkulasi.
- TTV dalam batas normal. 5. Monitor status cairan intake dan output
- Tidak ada edema 6. Evaluasi nadi, oedema
7. Berikan therapi antikoagulan.
5. Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3320 Oxygen therapy
berhubungan dengan selama 3x24 jam, klien gangguan 1. Observasi tanda pada oksigen yang disebabkan
perubahan membrane pertukaran gas teratasi hipoventilasi
kapiler paru Kriteria Hasil: 2. Pertahankan kepatenan jalan nafas
- Tekanan oksigen di darah 3. Anjurkan pasien untuk mendapatkan resep oksigen
arteri (PaO2) tambahan
- Tekanan karbondioksida di 4. Konsultsi dengan tenaga kesehatan lain mengenai
darah arteri (PaCO2) penggunaan oksigen saat aktivitas
- PH arterial
- Saturasi oksigen
- Keseimbangan perfusi
ventilasi
6. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1400 Pain Management
dengan agen injury selama 3x24 jam, nyeri teratasi 1. Tentukan dampak nyeri terhadap kualitas hidup klien
Kriteria Hasil: 2. Kontrol faktor lingkungan yang mungkin
Pain Control menyebabkan respon ketidaknyamanan klien
- Kenali awitan nyeri 3. Pilih dan terapkan berbagai cara (farmakologi, non
- Jelaskan faktor penyebab nyeri farmakologi)
- Gunakan obat analgesik dan 4. Observasi tanda-tanda non verbal dari
non analgesik ketidaknyamanan
- Laporkan nyeri yang
terkontrol
DAFTAR PUSTAKA

Bhagaskara, Liana, P., & Santoso, B. 2015. Hubungan Kadar Lipid dengan Kadar
Ureum & Kreatinin Pasien Penyakit Ginjal Kronik di RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang. Kedokteran Dan Kesehatan, 2(2), 223–
230
Brunner & Suddarth. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa:
Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli, Kuncara., I.made karyasa.
Jakarta: EGC

Le Mone, Priscilla. 2016. Buku ajar keperawatan medikal bedah. Jakarta: EGC
Loho, I. K. A., Rambert, G. I., & Wowor, M. F. (2016). Gambaran Kadar Ureum
Serum pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik Stadium 5 Non Dialisis. Jurnal
E-Biomedik, 4, 2–7Moorhead, Sue. 2015. Nursing Outcomes Classification
(NOC). Jakarta: mocomedia

National Kidney Foundation. 2015. About Chronic Kidney Disease. Diakses dari:
https://www.kidney.org/kidneydisease/aboutckd pada tanggal 28 Oktober
2021

Price, Sylvia A & M. Wilson, Sylvia A. & Lorraine M. Pprice, Sylvia A & M.
Wilson. 2012. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi
6 Volume 2. Jakarta : EGC
Rahardjo et al. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI, 2009

Smeltzer, S. 2017. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan


Suddarth. Volume 2 Edisi 12. Jakarta : EGC
Suharyanto dan Abdul, Madjid. 2017. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan

Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Trans Info Media

The Renal Association. 2013. CKD Stages. Diakses dari:


http://www.renal.org/information-resources/the-uk-eckd-guide/ckd-stages
pada tanggal 28 Oktober 2021

Anda mungkin juga menyukai