Anda di halaman 1dari 14

RESUME MATA KULIAH (RMK) RPS-08

“TEORI-TEORI DYADIC DAN FOLLOWERSHIP”

Dosen Pengampu :
Dr. I Made Artha Wibawa SE., MM.

Oleh kelompok 5 :

05. Ni Luh Putu Dian Pandan Sari (1907521043)(79)


12. Kadek Ira Martavitha Sari (1907521201)(79)
19. I Made Wahyu Mahayoga (1907521241)(79)

PROGRAM STUDI MANAJEMEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
TAHUN AJARAN 2021/2022
PEMBAHASAN
1. Teori Pertukaran
Banyaknya teori dan penelitian mengenai perilaku pemimpin tidak memikirkan
bagaimana pemimpin berprilaku yang berbeda kepada bawahannya . Leader Member
Exchange (LMX) disini memberi gambaran mengenai cara seorang pemimpin
melakukan pengembangan hubungan dengan bawahannya karena dianggap
keduanya sangat mempengaruhi organisasi. Teori atribusi disini juga berperan penting
karena dengan teori ini dapat diketahui bagaimana cara pemimpin menguraikan kerja
para bawahan dan menentukan reaksi terhadap kerja tersebut. Terdapat juga
penelitian manajemen kesan yang digunakan untuk mengetahui usaha bawahan
dalam mempengaruhi pemimpin mengenai kompetensi dan juga motivasinya. Dari
beberapa teori diatas kemudian pendekatan beralih menjadi pendekatan
kepemimpinan berbasis pengikut.

Teori Pertukaran Pemimpin – Anggota


Pada teori pertukaran pemimpin – anggota (Leader Member Exchange)
digambarkan suatu proses penyusunan peran pemimpin dengan bawahannya,
(Dansereu, Graen & Haga, 1975; Graen & Cashaman, 1975). Dalam teori itu juga
digambarkan mengenai cara pemimpin melakukan pengembangan hubungan
pertukaran yang sepanjang waktu berbeda dengan bawahannya.
A. Bentuk awal Teori LMX
Pada teori ini berdasar pada pemikiran bahwa para pemimpin itu dalam
melakukan pengembangan hubungan pertukaran, mereka melakukannya secara
terpisah dengan bawahannya karena kedua pihak tersebut dapat saling
mendefinisikan peran bawahannya. Menurut Graen dan Cashman (tahun 1975)
hubungan pertukaran itu didasarkan pada kompatibilitas pribadi dan juga
kompetensi bawahan serta ketergantungan. Yang dimana seiring waktu yang akan
berjalan pemimpin cenderung akan membangun hubungan pertukaran yang lebih
tinggi ataupun rendah dengan bawahannya.
Teori itu menjelaskan bahwa para pemimpin sebagian besarnya akan
mengembangkan hubungan pertukaran yang tinggi dengan jumlah bawahan yang
sedikit namun terpercaya, yang dimana akan difungsikan sebagai lenan, asisten,
ataupun juga penasihat. Untuk membangun hubungan pertukaran yang tinggi
diperlukan kontrol pemimpin atas hasil yang diinginkan oleh para bawahannya.
Dimana hasil ini menghimpun hal seperti adanya penugasan untuk tuga yang
menarik, adanya pendelegasian mengenai tanggung jawab serta wewenang,
adanya infornasi yang lebih banyak, adanya partisipasi didalam keputusan
pemimpin, adanya penghargaan-penghargaan (naik gaji, jadwal kerja yang lebih
baik, kondisi kantor yang lebih luas dll). Manfaat yang didapatkan seorang
pemimpin dari hubungan pertukaran yang tinggi ini sudah cukup jelas terlihat.
Komitmen dari bawahan menjadi hal yang sangat penting ketika pemimpin
membutuhkan inisiatif dan juga usaha dari anggota agar pekerjaan dapat berjalan
dengan sukses. Namun pada hubungan pertukaran yang tinggi ini juga
memberikan kendala dan kewajiban bagi pemimpin. Solusi agar hubungan ini
dapat tetap berjalan adalah, pemimpin disini harus lebih perhatian kepada para
bawahannya, berusaha untuk mengetahui bagaimana perasaan dan apa
kebutuhan mereka, dan juga harus lebih mengetahui metode-metode yang dapat
memakan waktu seperti metode persuasi dan juga konsultasi. Sedangkan
hubungan pertukaran yang rendah disini akan diketahui dengan adanya tingkat
pengaruh secara timbal balik yang rendah.

B. Bentuk Perluasan Teori LMX


Adanya revisi dari teori LMX ini menjelaskan adanya pengembangan dalam
hubungan antara pasangan pemimpin dan juga bawahan. Pengembangan
hubungan ini dijelaskan dalam “model siklus hidup” , model siklus hidup merupakan
sebuah model yang memiliki tiga kemungkinan tahapan didalamnya. (menurut
Graen & Uhl-Bien,1991 ; Graen & Scandure,1978). Tahapan pertama yaitu dimulai
dengan fase pengujian antara pemimpin dan anggota, dalam hal ini mereka akan
saling melakukan evaluasi sikap, motif-motif, harapan bersama, serta banyaknya
sumber daya potensial yang ingin ditukarkan. Kemudian tahapan kedua yaitu tahap
disempurnakannya pengaturan serta pertukaran, dan dilakukannya
pengembangan terhadap rasa percaya kedua pihak, rasa hormat, dan juga
kesetiaan. Selanjutnya tahap ketiga yaitu tahap menuju kematangan, pada tahap
ini pertukaran dibuat berdasarkan pada adanya kepentingan pribadi yang akan
dirubah menjadi kepentingan serta komitmen bersama mencakup misi dan juga
tujuan kerja.
a. Pengukuran LMX (Leader Member Exchange)
Secara kasat mata definisi LMX telah memiliki variasi dari studi yang
satu ke studi-studi yang ada lainnya. Dimana kualitas dalam sebuah hubungan
pertukaran ini diduga akan melibatkan beberapa hal seperti rasa kasih sayang,
dukungan, rasa saling percaya, loyalitas, dan juga rasa menghormati. Namun
kadang LMX ini diharuskan untuk memasuki aspek lainnya pada hubungan
contohnya yaitu negosiasi ruang gerak, nilai-nilai bersama, serta adanya
pengaruh yang bertambah ataupun juga sifat-sifat individual dari seorang
pemimpin atau juga bawahannya (Schriesheim, castro & Colgiser 1999).
Terdapat lebih dari 15 ukuran LMX yang berbeda telah digunakan, yang paling
sering digunakan adalah skala tujuh item atau dapat disebut juga LMX-7.
Terdapat hanya sedikit studi yang telah menggunakan teori pemimpin dan
pengikut dalam mengukur LMX. Harapan agar kedua pihak menyetujui sesuatu
berdasarkan pada samanya kepentingan adalah wajar, namun dilain sisi yang
berlawanan dengan harapan ini, korelasi antara LMX pemimpin dengan LMX
bawahan cukup rendah untuk menjelaskan validasi kedua sumber.

b. Penelitian tentang korelasi LMX


Banyaknya penelitian yang menjelaskan teori dari LMX sejak studi
diawal tahun 1970-an ini telah membantu kita mengetahui bagaimana
hubungan antara LMX dengan variabel-variabel lain. Dimana penelitian ini
didalamnya menjelaskan tentang sejumlah eksperimen, sejumlah besar survei
lapangan, dua buah eksperimen lapangan, dan juga sejumlah kecil percobaan
laboratorium. Beberapa penelitian disini telah menganalisis dan juga
mengobservasi adanya pola dalam komunikasi pada hubungan LMX tinggi
dibandingkan rendah.
Saat ini terdapat banyak penelitian yang telah melakukan pengujian
antara hubungan LMX dan juga kepuasan dan kinerja bawahan. Dari pengujian
yang telah dilakukan oleh badan penelitian ini didapatkan bahwa adanya
hubungan pertukaran kebawah yang akan menguntungkan ini biasanya akan
memiliki korelasi dengan kejelasan peran yang lebih, adanya kepuasan yang
lebih tinggi, adanya komitmen organisasi yang kuat, serta adanya kinerja
bawahan yang baik. Hubungan pertukaran yang menguntungkan ini juga
sangat berkorelasi dengan kepercayaaan para bawahan. (Dirks & Ferrin,
2002). Didalam sebuah eksperimen lapangan yang langka, para pemimpin itu
akan terlatih dalam mengembangkan hubungan pertukaran yang
menguntungkan dengan bawahannya, mereka akan memiliki keuntungan
didalam kinerja objektif dan juga kepuasan bawahan mereka. Untuk dapat
menggabungkan hasil-hasil dari penelitian hasil dan juga teori yang direvisi ini
harus disertakannya saran bahwa seorang pemimpin ini akan berusaha untuk
membuat hubungan pertukaran yang lebih khusus dengan bawahannya bukan
hanya dengan orang yang disukainya saja.
c. Evaluasi Teori dan Penelitian LMX
Semakin berjalannya waktu, teori LMX yang awalnya deksriptif telah
berubah menjadi lebih prespektif. Apabila teori ini disempurnakan menjadi lebih
kompresif , hemat, dan tepat maka tentu saja akan diperoleh keuntungan dari
teori ini. Akan tetapi dilakukannya revisi pada teori LMX ini seringkali tidak
mendapatkan manfaat tersebut. Masih terdapat beberapa kelemahan pada
teori LMX ini sehingga akan membatasi kegunaannya. Adanya bentuk awal
teori itu tidak dapat menjelaskan secara cukup mengenai hubungan diadik yang
telah berkembang dari waktu kewaktu dan juga bagaimana pemimpin memiliki
hubungan diadik yang berbeda sehingga dapat mempengaruhi satu sama lain,
dan juga bagaimana bisa hubungan yang berbeda disini dapat mempengaruhi
seluruh kinerja yang dilakukan oleh unit kerja pemimpin. Disini adanya revisi-
revisi dari teori tersebut sudah semaksimal mungkin berusaha memperbaiki
adanya kekurangan ini, namun saat ini hanya diperlukan perbaikan tambahan
didalamnya.
Masalah yang tetap ada selama beberapa tahun yaitu masalah
ambiguitas mengenai hubungan pertukaran. Dalam hal ini skala LMX dan juga
proliferasi disini sangat tidak membantu mengurangi ambiguitas, dan belum
terdapat suatu kejelasan mengenai apakah sjaka LMX mengukur kualitas
hubungan yang bermakna sehingga secara konsep berbeda dengan konstruk
tradisional seperti kepercayaan pemimpin, identifikasi pemimpin, dan kepuasan
pemimpin atau tidak. Sebuah kesepakatan yang rendah diantaraa anggota
dalam meniai LMX berarti skala yang digunakan untuk mengukur persepsi
individu ini sangat dikacaukan dengan variabel yang lain.
Hubungan pertukaran yang berkembang dari waktu ke waktu ini
membutuhkan elaborasi yang lebih lanjut. Walaupun telah banyaknya beredar
penelitian tentang LMX, kita juga harus sedikit paham tentang proses
pembuatan suaty peran yang terjadi sebenarnya. Pada teori ini juga terdapat
makna tersirat didalamnya yaitu dari kesan awal hubungan pertukaran secara
mulus dan terus-menerus berkembang. Ada beberapa studi longitudinal yang
menunjukan hubungan LMX disini dapat terbentuk secara cepat dan juga stabil.
Adapun bukti yang menjelaskan bahwa hubungan diadik ini biasanya telah
berkembang melalui banyaknya pasang surut, sehingga untuk mengatasi
kondisi ini penelitian longitudinal diperlukan.
Teori ini dapat dilakukan peningkatan dengan cara melakukan sebuah
gambaran yang sangat jelas terkait cara hubungan dyadic yang berbeda dari
pemimpin akan sangat mempengaruhi kinerja kelompok secara
keseluruhannya. Terdapat sebuah titik dimana ada perbedaan yang meningkat
dari hubungan diadic yang mulai menciptakan adanya rasa penolakan antara
anggota pertukaran rendah (McClane, 1991; Yulk, 1899).
Teori LMX ini juga dapat ditingkatkan dengan melakukan
penggabungan proses yang akan menejaskan mengenai cara pemimpin dapat
menerjemahkan tidakan bawahan dan sebaliknya. Cara lainnya untuk
memperkaya teori ini adalah juga melakukan penyertaan konsepsi keadilan
secara prosedur dan disributif. Disini persepsi bawahan mengenai keadilan
memberikan tanggung jawab, dana, lokasi, dan penghargaan juga dapat
membantu untuk menjelaskan perkembangan pertukaran.
Pertukaran pemimpin-anggota yang universal disini merupakan teori
yang sedikit memperhatikan variabel situasional yang mempengaruhi proses
pertukaran. Adanya aspek dari situasi yang mungkin menjadi relevan itu
meliputi atribut demografis dari anggota kerja unit, karakteristik unit kerja
(besaran, fungsi, dan stabilitas anggota), karakteristik pekerjaan, dan juga jenis
organisasi. Variabel organisatoris disini juga dapat mempengaruhi adanya
hubungan dyadic yang terjadi, proses pertukaran, serta implikasi bagi individu
dan organisasi.

2. Pengaruh Pemimpin
Cara seorang bertindak terhadap bawahannya tentu sangat beragam. Hal ini dapat
bergantung pada bagaimana cara bawahan itu dipandang, apakah dipandang sebagai
bawahan yang kompeten dan setia atau sebaliknya. Penilaian mengenai kompetensi
serta kemampuan ini juga dapat diandalkan berdasarkan interpretasi dari perilaku serta
kinerja dari para bawahan.
a. Model atribut dua-tahap
Beberapa ahli yaitu Green dan Mitchell (tahun 1979) menggambarkan adanya
reaksi dari seorang manajer terhadap kinerja yang buruk disini sebagai proses dua
tahap. Pada tahap yang pertama manajer disini berusaha menentukan apa
penyebab dari terjadinya kinerja yang buruk , dan pada tahap yang kedua manajer
disini lebih berusaha untuk melakukan seleksi terhadap respons yang tepat untuk
dapat memperbaiki permasalahan itu.
Para manajer disini juga berusaha untuk menghubungkan penyebab utama dari
kinerja buruk tersebut dengan hal internal karyawannya (contohnya kurangnya
usaha-usaha, ataupun kemampuan) atau juga dengan permasalahan eksternal
yang berada diluar kendali para bawahannya (contohnya apabila tugas itu memiliki
halangan , sumber daya yang dimiliki tidak memadai, dan kurangnya informasi
yang cukup, serta terdapat orang lain yang gagal memberikan dukungan yang
diperlukan).
Jenis atribusi yang dipilih serta dilakukan oleh manajer disini juga dapat
mempengaruhi respon terhadap suatu masalah. Saat atribusi eksternal dilakukan,
disini manajer akan lebih mungkin untuk memberi respon untuk mengubah situsi,
seperti dengan memberi lebih banyak sumber daya , memberi bantuan untuk
menghilangkan adanya halangan-halangan, mengubah suatu tugas untuk
menghilangkan kesulitan, dan juga memberikan simpati atau tidak melakukan
apapun.
b. Penelitian Tentang Model
Terdapat beberapa studi yang telah mengkonfirmasikan proposisi yang paling
utama dari sebuah model. Meskipun ada beberapa ketidaksepakatan mengenai
pentingnya atribusi seorang pemimpin sebagai penentu perilaku pemimpin itu,
adanya penelitian disini mendukung model dasar dan juga pentingnya atribusi
seorang pemimpin. Model disini juga mendapat dukungan dari penelitian tentang
pengaruh sebuah kekuasaan posisi terhadap suatu perlakuan pemimpin terhadap
bawahannya. Semakin banyaknya kekuatan dari posisi seorang pemimpin, akan
semakin besar kemungkinan pemimpin itu akan mengaitkan perilaku yang sesuai
oleh bawahan dengan faktor-faktor ekstrinsiknya (contohnya melakukan sesuatu
hanya untuk mendapat penghargaan , atau juga menghindari adanya hukuman),
dari pada motivasi intrinsik.
c. Atribusi dan LMX
Penelitian yang juga mempelajari atribusi disini juga menunjukkan adanya
bahaya dalam memiliki hubungan pertukaran yang rendah dengan para bawahan
(Lord & Maher,1991). Terbentuknya jenis hubungan pertukaran disini akan
mempengaruhi interpretasi berikutnya dari seorang manajer atas perilaku orang
tersebut. Para pemimpin disini tidak terlalu kritis mengevaluasi kinerja bawahan
karena mereka memiliki hubungan pertukaran yang tinggi disini. Terlebih lagi,
atribusi mengenai alasan kinerja disini terlihat berbeda.
Perilaku seorang pemimpin terhadap bawahannya harus konsisten dengan
atribusi mengenai kinerjanya. Contohnya yaitu perilaku efektif seorang bawahan
disini memiliki pertukaran yang tinggi akan lebih dipuji, dan sebuah kesalahan oleh
bawahan yang memiliki pertukaran yang rendah akan lebih mungkin untuk dikritik.
Adanya prasangka manajer terhadap atribusi internal mengenai adanya kinerja
yang buruk oleh seorang bawahan akan mempersalahkan faktor internal atas
kesalahan dan kegagalan mereka. Prasangka ini dapat membuat menejer makin
sulit menangani permasalahan kinerja secara efektif.
3. Pengakuan Bawahan dan Teori Implisit
A. Pengakuan bawahan
Pengakuan bawahan merupakan suatu pengakuan yang tepat waktu, informal
dan formal atas perilaku, usaha, atau hasil bisnis seseorang yang mendukung tujuan
dan nilai suatu organisasi dan, melebihi ekspektasi normal atasannya. Pengakuan
telah dianggap sebagai suatu tanggapan yang konstruktif dan atas penilaian yang
dibuat tentang kontribusi seseorang yang tidak hanya kinerja tetapi juga dedikasi dan
keterlibatan peribadi secara teratur dan diungkapkan secara formal dan informal,
secara individua tau kolektif, dan secara moneter atau non moneter. Dalam pemimpin
membuat atribusi tentang kompetensi pengikut, pengikut membuat atribusi tentang
kompetensi dan niat pemimpin. Pengikut melakukan suatu infomasi tentang tindakan
pemimpin, perubahan kinerja tim atau organisasi.
B. Teori implisit
Teori kepemimpinan implisit merupakan keyakinan dan asumsi tentang
karakteristik pemimpin yang efektif. Teori ini melibatkan stereotype dan prototipe
tentang sifat, ketrampilan dan perilaku yang relevan dalam jenis posisi tertentu seperti,
(eksekutif vs pemimpin tingkat bawah, manajer vs perwira militer), secara konteks
(krisis vs nonkrisis situasi), dan individu (pemimpin pria vs wanita, pemimpim
berpengalaman vs pemimpin baru). Teori ini dipengaruhi oleh keyakinan individu , nilai-
nilai dan kepribadian pemimpin. Dalam keyakinan tipe pemimpin tertentu (prototipe)
mempengaruhi harapan yang dimiliki seseorang terhadap pemimpin dan bagaimana
eveluasi mereka terhadap tindakan pemimpin. Keyakinan pengikut pada kualitas
pemimpin yang diinginkan dipengaruhi oleh suatu harapan peran gender, stereotip
etnis, dan nilai-nilai budaya. Jenis perilaku pemimpin yang sama dapat dievaluasi lebih
atau kurang menguntungkan tergantung pada identitas suatu pemimpin.
Teori kepemimpinan implisit, prototipe, dan antribusi dapat mempengaruhi
peringkat kuesioner dalam perilaku kepemimpinan. Seperti, pemimpin yang disukai
dan juga efektif dapat dinilai lebih tinggi pada perilaku dalam konsepsi penilai tentang
pemimpin yang ideal dari pada perilaku yang tidak termasuk dalam propotipe, terlepas
dari penggunaan perilaku yang sebenarnya oleh pemimpin tersebut. Kinerja efektif
oleh kelompok pemimpin dapat dikaitkan dengan penggunaan perilaku yang dianggap
relevan oleh pemimpin dalam kinerja, walaupun responden tidak mengamati perilaku
tersebut. Dimana jika responden memiliki teori implisit yang serupa, mereka dapat
mempengaruhi struktur factor yang ditemukan untuk kuesioner perilaku pemimpin.
Teori implisit dipandang sebagai keyakinan individu tentang sifat dari atribut-
atribut yang dimiliki seseorang seperti, inteligensi dan keperibadian. Konsep dari teori
implisit ini memusatkan pada pandangan- pandangan tentang potensi individu untuk
berubah, tumbuh dan berkembang dan teori ini berperan dalam memjelaskan
performansi. Teori ini dikembangkan dan dimurnikan seiring waktu sebagai hasil dari
pengalaman aktual dengan para pemimpin, keterpaparan terhadap literatur tentanng
pemimpin yang efektif, dan pengaruh sosial budaya lainnya.

4. Manajemen kesan
Manajemen kesan merupakan proses mempengaruhi orang lain melihat anda.
Dalam taktik seperti ini alasan dan permimtaan maaf digunakan dengan cara defensive
untuk menghindari kesalahan atas kinerja yang lemah. Pada taktik manajemen kesan
sangat relavan untuk studi kepemimpinan di dyads yaitu :
a. Eksemplifikasi
Taktik ini melibatkan perilaku untuk menunjukan dedikasi dan kesetiaan pada
misi, organisasi dan pengikut. Taktik ini dapat digunakan untuk mempengaruhi bos
termasuk tiba lebih awal dan tinggal terlambat untuk bekerja di jam tambahan,
menunjukan perilaku yang efektif ketika tahu orang tersebut menonton, dan melakukan
tugas suka rela yang sangat terlihat. Taktik ini juga dapat mempengaruhi bawahan
dengan bertindak dengan cara konsisten dengan nilai- nilai yang dianut serta
melakukan pengorbanan diri untuk mencapai tujuan dan perubahan.
b. Ingratiasi
Taktik ini melibatkan suatu perilaku untuk mempengaruhi orang target untuk
menyukai agen dan juga menganggap agen sebagai seseorang yang memiliki kualitas
social yang diinginkan. Seperti, memberikan pujian, setuju dengan pendapat target,
menunjukan apresiasi atas pencapaian target dan menunjukan pertahanan dan rasa
hormat terhadap orang target.
c. Promosi diri
Taktik ini melibatkan suatu perilaku untuk mempengaruhi kesan yang
menguntungkan tentang bagaimana kompetensi dan nilai terhadap organisasi.
Perilaku ini dapat memberi tahu kepada orang-orang atas prestasi dan keterampilan.
Dalam bentuk promosi diri yang lebih halus dengan menampilkan ijazah, penghargaan,
dan piala di kantor untuk dilihat orang lain. Adapun bentuk promosi diri yang tidak
langsung dengan cara membuat orang lain berbicara tentang keterampilan dan
kesetian anda.
Manajemen Kesan oleh Pengikut
Manajemen kesan telah meneliti bagaimana pengikut berusaha mempengaruhi
bos. Wayne dan Ferris (1990) dalam mengembangkang kuesioner agen laporan diri
untuk mengukur bagaimana para bawahan melakukan taktik manajemen kesan untuk
pengaruh ke atas dalam suatu organisasi. Dalam studi mereka menemukan dukungan
untuk tiga model factor yaitu, taktik yang berfokus pada supervisor (mirip dengan
ingratasi),taktik yang berfokus pada pekerjaan (mirip dengan eksemplifikasi), dan
taktik yang berfokus pada diri sendiri (mirip dengan promosi diri). Adapun cara untuk
mengukur efektivitas manajemen kesan dengan cara bagaimana bos mengevaluasi
kompetensi bawahan dan sejauh mana para bawahan mendapatkan hasil karier yang
menguntungkan.
Ingratiasi dapat meningkatkan seberapa besar bawahan yang disukai bos dan juga
dapat meningkatkan seberapa besar penilaian kinerja para bawahan. Taktik
manajemen kesan agar efektif, dimana ingratasi harus tampak tulus. Pada hasil untuk
taktik promosi diri kurang konsisten, akan tetapi mereka menyarankan bahwa reaksi
negative lebih mungkin dari pada positif (Higgins et al., 2003). Bawahan yang
menggunakan taktik ini terlalu sering dengan cara yang menjengkelkan akan tidak
disukai oleh bos dan akan mendapatka penilaian kinerja yang rendah. Pada penelitian
efek manajemen kesan ke atas pada hasil pekerjaan memiliki keterbatasan yang akan
mempersulit interpretasi hasil. Seperti hasil promosi kerjaan mungkin lebih bergantung
pada keterampilan dan kinerja bawahan yang sebenarnya dari pada penggunaan taktik
promosi diri untuk memfokuskan perhatian pada kualifikasi ini. Adapun kesulitan dalam
menilai efek independent dari taktik manajemen kesan kecuali kemungkinan penentu
lain dari hasil pekerjaan juga diukur, yang jarang terjadi dalam suatu penelitian.
Manajemen Kesan oleh Pemimpin
Pemimpin menciptakan kesan bahwa mereka penting, kompeten, dan
mengendalikan suatu peristiwa. Manajemen kesan penting ketika kendala dan suatu
peristiwa yang tidak dapat diperediksi dapat menyulitkan para pemimpin untuk
memberikan suatu pengaruh atas kinerja organisasi. Taktik manajemen kesan, yang
mana taktik ini di gunakan untuk menarik peminatan orang dalam berbisnis di zaman
sekarang yaitu: Komunikasi , komunikasi massa, dan Political Public Relation. Cara
untuk menciptakan suatu kesan, seorang pemimpin berhadapan dengan masalah-
masalah dan melakukan suatu kemajuan menuju pencapaian organisasi. Seperti,
mengunjungi lokasi bencana untuk menunjukan keterlibatan aktif dan kepentingan
pribadi, mengganti orang-orang yang disalahkan karena suatu kegagalan dan
menerapkan kebijakan baru dengan tanggung jawab untuk mengatasi masalah yang
serius.
Manajemen kesan digunakan para pemimpin untuk menghindari suatu
kegagalan, mengalihkan kesalahan untuk itu kepada orang lain atau suatu peristiwa
yang tidak terkendali. Pemimpin akan berusaha untuk mendistorsi atau menutupi bukti
bahwa strategi yang dilakukan tidak berhasil (Pfeffer, 1981; Staw, McKechnie, & Puffer,
1983). Taktik manajemen kesan bisa manipulative, tetapi perilaku yang sama dapat
digunakan dengan cara yang positif oleh pemimpin. Dimana suatu pujian dapat
digunakan membangun kepercayaan diri dan meningkatkan kinerja para bawahan.
Dalam bentuk keteladanan, seperti melakukan suatu keberanian, membuat
pengorbanan pribadi, sukarela melakukan tugas ekstra, dan bertindak konsisten
dengan nilai-nilai yang dianut merupakan cara untuk memimpin dengan contoh dan
menginspirasi komitmen pengikut untuk visi atau strategi (Gardner, 2003).

5. Kontribusi Pengikut
Para pengikut memiliki kecenderungan untuk menghargai peristiwa yang
sukses kepada seorang pemimpin mengaburkan sebuah pastisipasi yang cukup
signifikan dari seorang pengikut. Seorang pengikut yang memiliki motivasi , semangat
serta kompeten sangat dibutuhkan dalam menunjang keberhasilan kinerja yang
dilakukan pada unit pemimpin sebuah organisasi atau perushaan. Seorang pengikut
dapat berkontribusi dalam efektivitas sebuah tim dalam organisasi dengan cara
menjaga hubungan atau relasi yang tanggap, kooperatif, memeberikan tanggapan
yang bisa dikatakan konstruktif dan saling berbagi mengenai fungsi kepemimpinan
atau mendukung dalam perkembangan sebuah kepemimpinan dalam organisasi.
Bagian-bagian tersebut mengkaji sebuah atribut seorang pengikut mempengaruhi
kotribusi mereka terhadap kinerja sebuah tim dalam perushaan.
Identitas dan Perilaku Pengikut
Identitas dan Perilaku pengikut sangat berpengaruh terhadap bagaiamana
sikap mereka terhadap tim atau kelompok yang ada di dalam sebuah organisasi atau
perushaan. Identitas pengikut dalam organisasi bisa dikatakan masih bersifat
kompleks dan dan belum bisa dikatakan konsisten, contohnya yaitu yaitu identitas diri
seorang anggota yang loyal atau setia terhadap suatu organisasi yang melaksanakan
semua norma atau kebijakan yang ada dalam organisasi mungkin saja belum
konsisten dengan identitas diri anggota. Seperti yang kita ketahui peneliti telah
mempelajari bagaimana identitas dan perilaku pengikut memandang pemimpin dan
bagaimana pengikut mengikuti atau menolak upaya pengaruh yang diberika oleh
seorang pemimpin.
Selanjutnya alas an mengapa pengikut berani untuk menunjukan
keefektifaannya dalam sebuah organisasi yaitu berasal dari fakta bahwa semua
pemimpin memiliki kekuatan dan juga kelemahan. Dalam sebuah kepemimpinan
terdapat beberapa kontribusi dalam efektivias kepemimpinan contohnya yaitu
(keyakinan, kepercayaan diri dan keyakinan untuk menjadi lebih baik) akan
menyebabkan seorang pemimpin akan rentan terhadap ambisi yang berlebihan,
pengambilan sebuah resiko dalam mengambil keputuan. Dalam posisi tersebut peran
seorang pengikut seharusnya juga ikut menangani masalah yang dialami seorang
pemimpin dibandingkan mengehuh dengan hal-hal yang dihadapi. Agar lebih efektif
lagi sebagai seorang pengikut harus bisa mengintregasikan dua peran pengikut yang
berbeda yaitu untuk bisa melaksanakan atau mengimplementasikan keputusan yang
dibuat seorang pemimpin dan bisa menentang keputusan yang salah arah atau dirasa
kurang pas. Seorang pengikut harus berani mengambil risiko yaitu ketidaksenangan
seorang pemimpin namun hal tersebut dapat diatasi dengan membangun hubungan
saling mempercayai sehingga saling menghargai satu sama lain, maka dengan hal
tersebut seorang pemimpin akan lebih mudah dalam mencapai tujuan Bersama dalam
organisasi tersebut.
Integrasi Peran Pemimpin dan Pengikut
Dalam sebuah organsisasi atau perusahaan, anggota sering kali memiliki peran
ganda yaitu sebagai pemimpin dan pengikut selain itu mereka dapat beralih antara
indentitas yang diperankan. Contohnya yaitu seorang manajer menjadi sebuah
pemimpin dalam tim, namun disisi lain manajer tersebut menjadi pengikut dalam
sebuah tingkatan jabatan yang lebih tinggi. Mengnai hal tersebut perlu cara agar lebih
efektif dalam menjalani kedua peran secara bersamaan ad acara untuk
mengintregasinya. Sebuah konflik dan dilema dalam peran membuat hal tersebut sulit
untuk diimplementasikan. Seorang bawahan mengharapkan kepada pemimpin bahwa
mereka yang mewakilin keputusan yang mereka buat sedangkan atasan berharap
pemimpin mewakili keputusan mereka. Seorang pemimpin dituntut untuk memberikan
jalan dan memandu perubahan dallam sebuah organisas, tetapi juga diharapkan
mendorong perubahan dari bawah sampai atas yang disarankan oleh pengikut.
Seorang pemimpin dianggap sebagi penwanggung jawab dalam sebuah kelompok
atau tim terhadap sesuatu yang terjadi dalam sebuah kelompok dan didorong untuk
memberdayakan pengikutnya atas dasar mereka sendiri dalam menghadapi masalah.
Pedoman Untuk Pengikut
Pedoman untuk pengikut merupakan dasar-dasar yang harus dilakukan oleh
seorang pengikut dalam sebuahb organisasi terhadap pemimpinnya, panduan tersebut
menyangkut isu-isu seperti bagaiamana cara membangun hubungan yang baik
dengan seorang pemimpin, bagaimana cara menentang kebijakan yang kutang
disetujui yang kemungkinan memberikan dampak yang buruk bagi organisasi. Berikut
pedoman-pedoman dalam menjadi pengikut seorang pemimpin :
- Mencari tahu apa yang diharapkan untuk dilakukan.
- Membuat suatu inisyatif untuk menyelesaikan masalah tanpa adanya perintah.
- Selalu menginformasikan tentang keputusan yang diambil kepada atasan.
- Memberikan keakuratan infromasi kepada atasan.
- Mendorong atasan agar memberikan umpan balik yang jujur kepada kita sebagai
bawahan.
- Membuat perubahan yang diperlukan.
- Mengkritik dan memberikan solusi atas rencana yang kurang pas.
- Belajar menggunakan strategi manajemen diri.
Daftar Pustaka
ALHADAR, F. M. (2017). DIFERENSIASI PERTUKARAN PEMIMPIN-ANGGOTADI
DALAM KELOMPOK: PENGARUH DIFERENSIASI PERSEPSI MENGENAI
KEKUASAAN PEMIMPIN DAN DAMPAKNYA PADA PERILAKU
KEWARGAAN ORGANISASIONAL KELOMPOK (Doctoral dissertation,
Universitas Gadjah Mada).
Gary A. Yukl, W. L. G. (2019). Leadership In Organization (9th ed.). Pearson. –
http://anthoposthink02.blogspot.com/2014/02/makalah-teori-pembuatan-peran-
dyadic.html (Diakses pada tanggal 6 November 2021)
Ravi, S. K. Gaya Kepemimpinan Sandiaga Uno.
Rosani, S. A., & Tarigan, M. (2019). VALIDASI INSTRUMEN FOLLOWERSHIP
MODEL KELLEY VERSI INDONESIA. JURNAL PSIKOLOGI INSIGHT, 3(2),
70-79.

Anda mungkin juga menyukai