Anda di halaman 1dari 16

Makalah Filsafat Ilmu

SARANA BERPIKIR ILMIAH


DISUSUN OLEH :

Ais Indah Lestari (190403044)

Wahyu Sujana (190403003)

Dandi Wahyudi (170403017)

Dosen Pengajar :

MAINUMUN FUADI, S,Ag., M.Ag.

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI UIN AR-RANIRY


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
MANAJEMEN DAKWAH
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
SARANA BERFIKIR ILMIA tepat pada waktunya.Adapun tujuan dari penulisan
dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada Mata Kuliah FILSAFAT
ILMU. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada BAPAK “MAINUMUN FUADI,
S,Ag., M.Ag.”selaku Dosen Bidang Studi Enterpreneurship yang telah memberikan
tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
bidang studi yang kami tekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan
kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Banda Aceh, 6 Oktober 2021

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i


DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Sarana Berpikir Ilmiah ........................................................... 2
2. Tujuan Sarana Berpikir Ilmiah .................................................................. 2
3. Fungsi Sarana Berpikir Ilmiah ................................................................. 3
4. Bahasa Sebagai Sarana Berpikir Ilmiah ................................................... 3
5. Logika Sebagai Sarana Berpikir Ilmia ...................................................... 6
6. Matematika Sebagai Sarana Berpikir Ilmia .............................................. 8
7. Statistika Sebagai Sarana Berpikir Ilmiah................................................. 9

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN ......................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Manusia makhluk yang berakal, akal membedakan manusia dengan
makhluk lainnya, seperti hewan dan tumbuhan bahkan jin dan malaikat. Manusia
mempunyai kemampuan untuk mencapai tujuan hidupnya dalam kehidupan sehari-
hari dengan menggunakan akalnya. Manusia dapat membuat peralatan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Kemampuan manusia membuat peralatan
bukanlah hal yang dapat dilakukan dengan begitu saja, tetapi telah melalui proses
pengalaman. Pengalaman-pengalaman yang telah dilalui menjadi dasar bagi
pembentukan pengetahuan. Dengan pengetahuan yang telah dimiliki manusia dapat
membuat peralatan tersebut.

Pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman untuk membuat alat


menyebabkan manusia terus mengembangkan pengetahuannya, untuk
mengembangkan pengetahuannya tersebut dibutuhkan juga alat. Alat yang baik
memungkinkan manusia memperoleh pengetahuan baru melalui aktivitas berpikir
yang benar.

Berpikir benar memerlukan sarana atau alat berpikir. Sarana ini bersifat
pasti, maka aktivitas keilmuan tidak akan maksimal tanpa sarana berpikir ilmiah
tersebut. Bagi seorang ilmuwan penguasaan sarana berpikir merupakan suatu
keharusan, karena tanpa penguasaan sarana ilmiah tidak akan dapat melaksanakan
kegiatan ilmiah yang baik (Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM, 2010:97). Penguasaan
sarana ilmiah sangat penting bagi ilmuwan agar dapat melaksanakan kegiatan
ilmiah dengan baik. Sarana berpikir ilmiah membantu

manusia menggunakan akalnya untuk berpikir dengan benar dan


menemukan ilmu yang benar. Makalah ini ditulis untuk membahas dan memahami
tentang sarana berpikir ilmiah, meliputi: pengertian sarana berpikir ilmiah, tujuan
sarana berpikir ilmiah, fungsi sarana berpikir ilmiah, bahasa sebagai sarana berpikir
ilmiah, logika sebagai sarana berpikir ilmiah, matematika sebagai sarana berpikir
ilmiah, dan statistika sebagai sarana berpikir ilmiah.

1
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian sarana berpikir ilmiah

Surisumantri (2003:165). Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat yang


membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh”. Sarana
ilmiah merupakan suatu alat, dengan alat ini manusia melaksanakan kegiatan
ilmiah. Pada saat manusia melakukan tahapan kegiatan ilmiah diperlukan alat
berpikir yang sesuai dengan tahapan tersebut. Manusia mampu mengembangkan
pengetahuannya karena manusia berpikir mengikuti kerangka berpikir ilmiah dan
menggunakan alat-alat berpikir yang benar.

Untuk mendapatkan ilmu diperlukan sarana berpikir ilmiah. Sarana berpikir


diperlukan untuk melakukan kegiatan ilmiah secara baik dan teratur. Sarana
berpikir ilmiah ada empat, yaitu: bahasa, logika, matematika dan statistika
(Suriasumantri, 2003:167). Sarana berpikir ilmiah berupa bahasa sebagai alat
komunikasi verbal untuk menyampaikan jalan pikiran kepada orang lain, logika
sebagai alat berpikir agar sesuai dengan aturan berpikir sehingga dapat diterima
kebenarannya oleh orang lain, matematika berperan dalam pola berpikir deduktif
sehingga orang lain lain dapat mengikuti dan melacak kembali proses berpikir
untuk menemukan kebenarannya, dan statistika berperan dalam pola berpikir
induktif untuk mencari kebenaran secara umum

2. Tujuan sarana berpikir ilmiah

Suriasumantri (2003:167), Tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah untuk


memungkinkan kita melakukan penelaahan ilmiah secara baik, sedangkan tujuan
mempelajari ilmu dimaksudkan untuk mendapatkan pengetahuan yang
memungkinkan kita untuk bisa memecahkan masalah kita sehari-hari.

Harus dibedakan antara tujuan mempelajari sarana ilmiah dan tujuan


mempelajari ilmu. Tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah agar dapat melakukan
kegiatan penelaahan ilmiah. Untuk memaksimalkan kemampuan manusia dalam

2
berpikir menurut kerangka berpikir yang benar maka diperlukan pengetahuan
tentang sarana berpikir ilmiah dengan baik pula. Manusia mempelajari ilmu agar
dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam
kehidupannya. Dengan ilmu yang telah dipelajarinya manusia dapat meningkatkan
kemakmuran hidupnya.

3. Fungsi sarana berpikir ilmiah

Suriasumantri (2003:167), ”... fungsi sarana ilmiah adalah membantu proses


metode ilmiah, dan bukan merupakan ilmu itu sendiri”. Sarana ilmiah mempunyai
fungsi-fungsi yang khas dalam kegiatan ilmiah secara menyeluruh dalam mencapai
suatu tujuan tertentu (Suriasumantri, 2003:165). Keseluruhan tahapan kegiatan
ilmiah membutuhkan alat bantu yang berupa sarana berpikir ilmiah. Sarana berpikir
ilmiah hanyalah alat bantu bagi manusia untuk berpikir ilmiah agar memperoleh
ilmu. Sarana berpikir ilmiah bukanlah suatu ilmu yang diperoleh melalui proses
kegiatan ilmiah.

4. Bahasa sebagai sarana berpikir ilmiah

Salah satu perbedaan manusia dengan makhluk lainnya adalah kemampuan


manusia berbahasa. Bahasa memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan
manusia, termasuk di dalamnya adalah kegiatan ilmiah. Kegiatan ilmiah sangat
berkaitan erat dengan bahasa. Menggunakan bahasa yang baik dalam berpikir
membantu untuk mengkomunikasikan jalan pikiran kepada orang lain. Berpikir
sebagai hasil kegiatan otak manusia tidak akan ada artinya apabila tidak diketahui
oleh orang lain. Cara untuk mengkomunikasikannya kepada orang lain adalah
menggunakan sarana bahasa.

Bahasa merupakan lambang serangkaian bunyi yang membentuk suatu arti


tertentu (Suriasumantri, 2003:175). Bahasa merupakan pernyataan pikiran atau
perasaan sebagai alat komunikasi manusia yang terdiri dari kata-kata atau istilah-
istilah dan sintaksis. Kata atau istilah merupakan simbol dari arti sesuatu,
sedangkan sintaksis merupakan cara menyusun kata-kata menjadi kalimat yang
bermakna (Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM, 2010:98)

3
Suatu obyek dapat dilambangkan dengan bunyi tertentu. Misalnya, suatu
alat berbentuk runcing yang diisi tinta dan digunakan untuk menulis dilambangkan
dengan bunyi ”pena”. Untuk melambangkan warna yang sama dengan darah
digunakan bunyi ”merah”. Dari kedua kata tersebut (pena dan merah) dapat dibuat
sebuah kalimat bermakna menjadi ”Andi membeli sebuah pena merah”.

Unsur-unsur yang terdapat dalam bahasa menurut Bakhtiar (2004:177-179) adalah:

a. Simbol-simbol
b. Simbol-simbol vokal
c. Simbol-simbol vokal arbitrer
d. Suatu sistem yang terstruktur dari simbol-simbol yang arbitrer
e. Dipergunakan oleh para anggota suatu kelompok sosial sebagai alat bergaul
satu sama lain

Bahasa mengandung unsur simbol, sesuatu yang diucapkan oleh manusia


merupakan kegiatan memberi simbol terhadap suatu obyek nyata dalam dunia
praktis. Agar simbol tersebut dapat memenuhi tujuan pembicara maka simbol
tersebut harus diucapkan dengan bunyi tertentu yang dapat didengar oleh orang
yang dituju sehingga memudahkan pendengar untuk mengetahui dengan jelas
obyek yang dimaksud oleh pembicara. Bunyi simbol suatu obyek tidak harus sama
antara ucapan dan makna yang dikandungnya, artinya makna suatu obyek dapat
diucapkan dengan kata yang berbeda untuk daerah atau komunitas yang berbeda.
Para anggota komunitas kelompok sosial menggunakan bahasa untuk dapat
berinteraksi satu sama lainnya.

“Bahasa mengkomunikasikan tiga hal yakni buah pikiran, perasaan, dan


sikap”. (Suriasumantri, 2003:175) Manusia dapat menyampaikan sesuatu yang
dipikirkan kepada orang lain menggunakan bahasa. Dengan bahasa, orang lain
dapat mengetahui dan mempelajari sesuatu yang sedang dipikirkan. Dengan bahasa,
manusia juga dapat mengekspresikan sesuatu yang dirasakannya kepada orang lain.
Orang lain dapat mengetahui seseorang sedang sedih atau senang melalui bahasa
yang disimbolkan.

4
Karya ilmiah pada dasarnya merupakan kumpulan pernyataan yang
mengemukakan informasi tentang pengetahuan maupun jalan pemikiran dalam
mendapatkan pengetahuan tersebut. Untuk mampu mengkomunikasikan suatu
pernyataan dengan jelas maka seseorang harus menguasai bahasa yang baik.
(Suriasumantri, 2003:182)

Ketika manusia telah memperoleh suatu pengetahuan melalui kegiatan


ilmiah yang dilakukan, maka harus mengkomunikasikan hasil yang telah diperoleh
tersebut agar pengetahuannya dapat bermanfaat bagi kemakmuran umat manusia.
Hal-hal yang harus dikomunikasikan tersebut meliputi jalan pemikiran untuk
memperoleh pengetahuan dan pengetahuan itu sendiri. Pengkomunikasian tersebut
dituangkan dalam sebuah karya ilmiah. Untuk dapat menyusun sebuah karya
ilmiah, dituntut kemampuan untuk menguasai bahasa yang baik dan benar. Tanpa
menguasai bahasa yang baik, tidak mungkin dapat menyusun sebuah karya ilmiah

Sumarna (2008:134), “Melalui bahasa manusia dengan sesama manusia


lainnya dapat saling menambah dan berbagi pengetahuan yang dimilikinya”.
Bahasa menjadi sarana untuk berbagi dengan sesama manusia. Seseorang dapat
memberitahukan sesuatu yang diketahuinya kepada orang lain dengan
menggunakan bahasa. Dalam proses berbagi tersebut manusia mengalami
penambahan pengetahuan, menjadi mengetahui sesuatu yang semula belum
diketahui.

Suriasumantri (2003:175), dalam komunikasi ilmiah menonjolkan fungsi


simbolik bahasa. Dalam komunikasi ilmiah proses komunikasi harus terbebas dari
unsur emotif agar pesan yang disampaikan dapat diterima secara reproduktif,
artinya sama dengan pesan yang dikirimkan.

Bahasa merupakan sarana komunikasi maka segala sesuatu yang berkaitan


dengan komunikasi tidak terlepas dari bahasa, seperti halnya berpikir sistematis
dalam memperoleh ilmu. Tanpa kemampuan berbahasa, seseorang tidak akan dapat
melakukan kegiatan ilmiah secara sistematis dan bena

Dalam komunikasi ilmiah harus memperhatikan fungsi simbolik bahasa,


karena komunikasi ilmiah dilakukan untuk menyampaikan informasi yang berupa

5
pengetahuan kepada orang lain. Agar komunikasi dapat berjalan dengan baik maka
harus menggunakan bahasa yang terbebas dari unsur emotif. Unsur emotif dalam
bahasa hanya akan mengacaukan komunikasi ilmiah sehingga pesan yang
disampaikan tidak dapat diterima dengan baik oleh penerima. Komunikasi simbolik
yang bebas dari unsur emotif dapat mencegah salah informasi.

Bahasa sebagai sarana ilmiah mempunyai kelemahan. Kelemahan tersebut menurut


Suriasumantri (2003:182-187) antara lain:

a. bahasa bersifat multifungsi,


b. bahasa memiliki arti yang tidak jelas dan eksak yang dikandung oleh kata-
kata yang membangun bahasa,
c. bahasa mempunyai beberapa kata yang memberikan arti yang sama, dan
d. konotasi bahasa yang bersifat emosional.

Keberadaan bahasa sebagai sarana berpikir ilmiah ternyata memiliki


kelemahan-kelemahan yang melekat pada bahasa tersebut. Bahasa sulit dilepaskan
dari emosi dan sikap seseorang, sedangkan bahasa sebagai sarana ilmiah dituntut
untuk obyektif agar informasi yang dikomunikasikan dapat diterima dengan baik
oleh orang lain. Kelemahan berikutnya adalah sulit untuk mendefinisikan suatu
obyek dengan sejelasjelasnya, terkadang karena keinginan untuk memberikan
penjelasan yang detil tentang suatu obyek, yang terjadi justru komunikasi yang
dilakukan terkesan bertele-tele dan menjadi tidak jelas

Kelemahan bahasa juga dapat dilihat dari keberadaan beberapa kata yang
yang memiliki arti sama atau sebaliknya beberapa arti cukup menggunakan satu
kata saja. Selain itu, ada kelemahan bahasa lain yaitu bahasa sulit dilepaskan dari
emosional seseorang. Ada makna-makna tertentu yang dapat ditambahkan pada
makna sebenarnya sebagai akibat emosional seseorang.

5. Logika sebagai sarana berpikir ilmia

Menurut Bakhtiar (2009:212), “Logika adalah sarana untuk berpikir


sistematis, valid dan dapat dipertanggungjawabkan. Karena itu, berpikir logis
adalah berpikir sesuai dengan atura-aturan berpikir, seperti setengah tidak boleh
lebih besar daripada satu”.

6
Logika merupakan kumpulan kaidah-kaidah yang memberi jalan (system)
berpikir tertib dan teratur sehingga kebenarannya dapat diterima oleh orang lain.
Logika akan memberi suatu ukuran (norma) yakni suatu anggapan tentang benar
dan salah terhadap suatu kebenaran. Ukuran kebenarannya adalah logis (Sumarna,
2008:141).

Logika adalah bidang pengetahuan yang mempelajari tentang asas, aturan,


dan prosedur penalaran yang benar. Dengan istilah lain logika sebagai jalan atau
cara untuk memperoleh pengetahuan yang benar (Susanto, 2011:143)

Sebagai sarana berpikir ilmiah, logika mengarahkan manusia untuk berpikir


dengan benar sesuai dengan kaidah-kaidah berpikir yang benar. Dengan logika
manusia dapat berpikir dengan sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya. Jika ingin melakukan kegiatan berpikir dengan benar maka harus
menggunakan kaidah-kaidah berpikir yang logis. Dengan logika dapat dibedakan
antara proses berpikir yang benar dan proses berpikir yang salah

Menurut Susanto (2011:146), ada tiga aspek penting dalam memahami


logika, agar mempunyai pengertian tentang penalaran yang merupakan suatu
bentuk pemikiran, yaitu pengertian, proposisi, dan penalaran. Pengertian
merupakan tanggapan atau gambaran yang dibentuk oleh akal budi tentang
kenyataan yang dipahami, atau merupakan hasil pengetahuan manusia mengenai
realitas. Proposisi atau pernyataan adalah rangkaian dari pengertian-pengertian
yang dibentuk oleh akal budi atau merupakan pernyataan mengenai hubungan yang
terdapat di antara dua buah term. Penalaran adalah suatu proses berpikir yang
menghasilkan pengetahuan.

Keberadaan ketiga aspek tersebut sangat penting dalam memahami logika.


Dimulai dari membentuk gambaran tentang obyek yang dipahami, kemudian
merangkainya menjadi sebuah hubungan antar obyek, dan terakhir melakukan
proses berpikir yang benar untuk menghasilkan pengetahuan. Tiga aspek dalam
logika tersebut harus dipahami secara bersama-sama bagi siapapun yang hendak
memahami dan melakukan kegiatan ilmiah. Tanpa melalui ketiga proses aspek
logika tersebut, manusia akan sulit memperoleh dan menghasilkan kegiatan ilmiah
yang benar.

7
Terdapat dua cara penarikan kesimpulan melalui cara kerja logika. Dua cara
itu adalah induktif dan deduktif. Logika induktif adalah cara penarikan kesimpulan
dari kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum dan
rasional. Logika deduktif adalah cara penarikan kesimpulan dari hal-hal yang
bersifat umum rasional menjadi kasus-kasus yang bersifat khusus sesuai fakta di
lapangan (Sumarna, 2008:150)

Kedua jenis logika berpikir tersebut bukanlah dua kutub yang saling
berlawanan dan saling menjatuhkan. Kedua jenis logika berpikir tersebut
merupakan dua buah sarana yang saling melengkapi, maksudnya suatu ketika
logika induktif sangat dibutuhkan dan harus digunakan untuk memecahkan suatu
masalah, dan pada saat lain yang tidak dapat menggunakan logika induktif untuk
memecahkan masalah maka dapat digunakan logika deduktif. Seseorang yang
sedang berpikir tidak harus menggunakan kedua jenis logika berpikir tersebut,
tetapi dapat menggunakan satu logika berpikir sesuai dengan kebutuhan obyek dan
kemampuan individunya.

6. Matematika sebagai sarana berpikir ilmia

Bahasa sebagai alat komunikasi verbal mempunyai banyak kelemahan,


karena tidak semua pernyataan dapat dilambangkan dengan bahasa. Untuk
mengatasi kelemahan-kelemahan bahasa tersebut maka digunakanlah sarana
matematika.

Suriasumantri (2003:191), “Matematika adalah bahasa yang berusaha untuk


menghilangkan sifat kubur (pen: kabur), majemuk dan emosional dari bahasa
verbal”.

Matematika sebagai sarana berpikir deduktif menggunakan bahasa artifisial,


yakni murni bahasa buatan manusia. Keistimewaan bahasa ini adalah terbebas dari
aspek emotif dan efektif serta jelas terlihat bentuk hubungannya. Matematika lebih
mementingkan kelogisan pernyataanpernyataannya yang mempunyai sifat yang
jelas (Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM, 2010:107).

Dengan matematika, sifat kabur, majemuk dan emosional dari bahasa dapat
dihilangkan. Lambang yang digunakan dalam matematika lebih eksak dan jelas,

8
lambang-lambang tersebut tidak bisa dicampuri oleh emosional seseorang, suatu
lambang dalam matematika jelas hanya mengandung satu arti sehingga orang lain
tidak dapat memberikan penafsiran selain dari maksud pemberi informasi.
Misalnya, seseorang yang mengatakan: “Saya punya satu orang adik perempuan”,
orang lain dapat menerima bahwa orang itu mempunyai satu adik, tidak mungkin
orang lain akan mempunyai penafsiran bahwa orang itu mempunyai dua atau tiga
orang adik.

“Matematika mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan kita


untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif” (Suriasumantri, 2003:193).
Matematika biasanya menggunakan bahasa numeric yang menafikan unsur emosi,
kabur dan majemuk seperti yang terdapat dalam bahasa biasa. Melalui unsur ini,
manusia dapat melakukan pengukuran secara kuantitatif yang tidak diperoleh dalam
bahasa yang selalu memberi kemungkinan menggunakan perasaan yang bersifat
kualitatif (Sumarna, 2008:143).

Matematika memungkinkan untuk melakukan pengukuran yang jelas.


Untuk membandingkan tinggi dua buah obyek yang berbeda, misal pohon jagung
dan pohon mangga. Dengan bahasa hanya dapat dikatakan bahwa pohon mangga
lebih tinggi dari pohon jagung, tetapi tidak tahu dengan jelas berapa perbedaan
tinggi kedua pohon tersebut. Dengan matematika maka perbedaan tinggi kedua
pohon tersebut dapat diketahui dengan jelas dan tepat. Misal, setelah diukur
ternyata tinggi pohon jagung 100 cm dan tinggi pohon mangga 250 meter, maka
dapat dikatakan bahwa pohon mangga lebih tinggi 150 cm dari pohon jagung.
Matematika memberikan jawaban yang lebih eksak dan menjadikan manusia dapat
menyelesaikan masalah sehari-harinya dengan lebih tepat dan teliti.

Matematika sebagai sarana berpikir deduktif, memungkinkan manusia


untuk mengembangkan pengetahuannya berdasarkan teori-teori yang telah ada.
Misal, jumlah sudut sebuah lingkaran adalah 3600. Dari pengetahuan ini dapat
dikembangkan, seperti besar sudut keliling lingkaran sama dengan setengah besar
sudut pusat jika menghadap busur yang sama.

7. Statistika sebagai sarana berpikir ilmiah

9
Suriasumantri (2003:225), “Statistika harus mendapat tempat yang sejajar
dengan matematika agar keseimbangan berpikir deduktif dan induktif yang
merupakan ciri dari berpikir ilmiah dapat dilakukan dengan baik”. Orang yang ingin
mampu melaksanakan kegiatan ilmiah dengan baik tidak boleh memandang sebelah
mata terhadap statistika. Penguasaan statistika sangat diperlukan bagi orang-orang
yang akan menarik kesimpulan dengan sah. Statistika harus dipandang sejajar
dengan matematika. Kalau matematika merupakan sarana berpikir deduktif maka
orang dapat menggunakan statistika untuk berpikir induktif. Matematika dan
statistika sama-sama diperlukan untuk menunjang kegiatan ilmiah yang benar
sehingga akan menghasilkan suatu pengetahuan yang benar pula.

Suriasumantri (2003:225), Statistika merupakan sarana berpikir yang


diperlukan untuk memproses pengetahuan secara ilmiah. Sebagai bagian dari
perangkat metode ilmiah maka statistika membantu kita untuk melakukan
generalisasi dan menyimpulkan karakteristik suatu kejadian secara lebih pasti dan
bukan terjadai secara kebetulan.

Statistika sebagai sarana berpikir ilmiah tidak memberikan kepastian namun


memberi tingkat peluang bahwa untuk premis-premis tertentu dapat ditarik suatu
kesimpulan, dan kesimpulannya mungkin benar mungkin juga salah. Langkah yang
ditempuh dalam logika induktif menggunakan statistika adalah:

a. Observasi dan eksperimen,


b. Memunculkan hipotesis ilmiah,
c. Verifikasi dan pengukuran, dan
d. Sebuah teori dan hukum ilmiah. (Sumarna, 2008:146)

Untuk mengetahui keadaan suatu obyek, seseorang tidak harus melakukan


pengukuran satu persatu terhadap semua obyek yang sama, tetapi cukup dengan
melakukan pengukuran terhadap sebagian obyek yang dijadikan sampel. Walaupun
pengukuran terhadap sampel tidak akan seteliti jika pengukuran dilakukan terhadap
populasinya, namun hasil dari pengukuran sampel dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya.

10
Setelah melakukan observasi dan eksperimen kemudian merumuskan suatu
hipotesis untuk dilakukan verifikasi dan uji coba terhadap data dan keadaan yang
sebenarnya di lapangan. Berdasarkan pengkajian-pengkajian terhadap data dan
keadaan di lapangan tersebut dapat dirumuskan suatu kesimpulan yang nantinya
menjadi sebuah teori atau hukum ilmiah. Artinya, kesimpulan yang ditarik
bukanlah sesuatu yang kebetulan terjadi, tetapi telah melalui tahap-tahap berpikir
tertentu dengan melibatkan data dan fakta yang terjadi di lapangan.

11
BAB II
PENUTUP

A. Kesimpulan

Sarana berpikir ilmiah merupakan alat untuk membantu kegiatan ilmiah


dalam berbagai langkah yang akan ditempuh agar memperoleh pengetahuan dengan
benar.

Tujuan mempelajari sarana berpikir ilmiah adalah agar dapat melakukan


kegiatan penelaahan ilmiah dengan baik untuk memperoleh pengetahuan yang
benar sehingga dapat meningkatkan kemakmuran hidup.

Keseluruhan tahapan kegiatan ilmiah membutuhkan alat bantu yang berupa


sarana berpikir ilmiah. Sarana berpikir ilmiah berfungsi hanyalah sebagai alat bantu
bagi manusia untuk berpikir ilmiah agar memperoleh ilmu.

Bahasa merupakan sarana mengkomunikasikan cara-cara berpikir


sistematis dalam memperoleh ilmu. Tanpa kemampuan berbahasa, seseorang tidak
akan dapat melakukan kegiatan ilmiah secara sistematis dan benar.

Logika sebagai sarana berpikir ilmiah mengarahkan manusia untuk berpikir


dengan benar sesuai dengan kaidah-kaidah berpikir yang benar. Logika membantu
manusia dapat berpikir dengan sistematis yang dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya. Jika ingin melakukan kegiatan berpikir dengan benar maka harus
menggunakan kaidah-kaidah berpikir yang logis. Logika dapat membedakan antara
proses berpikir yang benar dan proses berpikir yang salah.

Statistika tidak boleh dipandang sebelah mata oleh orang yang ingin mampu
melaksanakan kegiatan ilmiah dengan baik. Penguasaan statistika sangat
diperlukan bagi orang-orang yang akan menarik kesimpulan dengan sah. Statistika
harus dipandang sejajar dengan matematika. Kalau matematika merupakan sarana
berpikir deduktif maka orang dapat menggunakan statistika untuk berpikir induktif.
Berpikir deduktif dan berpikir induktif diperlukan untuk menunjang kegiatan ilmiah
yang benar sehingga akan menghasilkan suatu pengetahuan yang benar pula.

12
DAFTAR PUSTAKA

Bakhtiar, Amsal. 2009. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Sumarna, Cecep. 2008. Filsafat Ilmu. Bandung: Mulia Press.

Suriasumantri, Jujun S. 2003. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:


Pustaka Sinar Harapan.

Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM. 2010. Filsafat Ilmu Sebagai Dasar Pengembangan
Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Liberty.

Susanto, A. 2011. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT. Bumi Aksara

13

Anda mungkin juga menyukai