Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH TATA KELOLA ZIS DAN WAKAF

Pengelolaan Lembaga Zakat : Analisis Pemberdayaan dan Produktifitas

Dosen Pengampu

Dr. Miftahul Huda

Disusun oleh

Hamdan Rizki
NIM : 501180006

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI PONOROGO

PASCASARJANA PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

TAHUN AJARAN 2018/ 2019


PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Semakin meningkatnya jumlah masyarakat miskin di Indonesia ternyata membawa
berbagai persoalan multi-dimensi bagi bangsa ini, untuk mengurangi atau jika bisa
menghilangkan kemiskinan ini diperlukan usaha keras yang harus didukung oleh seluruh
komponen bangsa. Dalam Islam salah satu dari usaha untuk mengurangi serta
mengentaskan kemiskinan adalah dengan adanya syariat zakat yang berfungsi sebagai
pemerataan kekayaan. Pendistribusian zakat bagi masyarakat miskin tidak hanya untuk
menutupi kebutuhan konsumtif saja melainkan lebih dari itu. Dari sinilah pola
pemberian zakat kepada para mustahiq tidak hanya bersifat konsumtif saja, namun dapat
pula bersifat produktif. Sifat distribusi zakat yang bersifat produktif berarti memberikan
zakat kepada fakir miskin untuk dijadikan modal usaha yang dapat menjadi mata
pencaharian mereka, dengan usaha ini diharapkan mereka akan mampu memenuhi
kebutuhan hidup mereka sendiri. Tujuan lebih jauhnya adalah menjadikan mustahiq
zakat menjadi muzzaki zakat.
Di antara tujuan diberikannya zakat adalah agar mereka dapat memperbaiki
kehidupan ekonominya menjadi lebih baik. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut
maka pendistribusian zakat tidak cukup dengan memberikan kebutuhan konsumsi saja,
model distribusi zakat produktif untuk modal usaha akan lebih bermakna, karena akan
menciptakan sebuah mata pencaharian yang akan mengangkat kondisi ekonomi mereka,
sehingga diharapkan lambat laun mereka akan dapat keluar dari jerat kemiskinan, dan
lebih dari itu mereka dapat mengembangkan usaha sehingga dapat menjadi seorang
muzakki.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian zakat produktif?
2. Bagaimana konsep pemberdayaan zakat produktif?
PEMBAHASAN

A. Pengertian Zakat Produktif


1. Pengertian dan Dasar Hukum Zakat
Secara etimologis, zakat memiliki arti kata berkembang (an-namaa), mensucikan
(at-thaharatu) dan berkah (albarakatu). Sedangkan secara terminologis, zakat
mempunyai arti mengeluarkan sebagian harta dengan persyaratan tertentu untuk
diberikan kepada kelompok tertentu (Mustahik) dengan persyaratan tertentu pula. Di
dalam UU no. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat terdapat beberapa pengertian
seperti yang tercantum pada Pasal 1 ayat (2) yang berbunyi: bahwa zakat adalah harta
yang wajib disisihkan oleh seseorang muslim atau badan yang dimiliki oleh
seseorang, sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak
menerimanya.1
Dasar hukum zakat terdapat dalam Alqur’an dan Hadits. Beberapa diantaranya
adalah:
a. QS. Al-Baqaraah ayat 43, yang artinya :
“Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat dan ruku’lah bersama dengan orang-
orang yang ruku”.
b. QS At-Taubah ayat 60, yang artinya :
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang
miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan
untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang
diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.

Zakat adalah satu-satunya ibadah yang memiliki petugas khusus untuk


mengelolanya, sebagaimana dinyatakan secara eksplisit dalam ayat diatas.
Pengelolaan zakat melalui institusi amil memiliki beberapa keuntungan, yaitu :

Mursyid, Mekanisme Pengumpuan Zakat, Infak dan Shadaqaha (Menurut Hukum Syara'
1

dan UU), (Yogyakarta: Magistra Insania Press,2006), 72.


a. Lebih sesuai dengan tuntunan syariah, shirah nabawiyyah dan shirah para sahabat
serta generasi sesudahnya.
b. Menjamin kepastian dan disiplin pembayar zakat.
c. Untuk menghindari perasaan rendah diri dari para mustahik apabila mereka
berhubungan langsung dengan muzakki.
d. Untuk mencapai efisiensi dan efektivitas pengelolaan dan pendayagunaan zakat.
e. Sebagai syiar Islam dalam semangat pemerintahan yang Islami.2
2. Pengertian Zakat Produktif
Zakat produktif merupakan pemanfaatan zakat sebagai modal usaha produktif
dengan memberikan dana bergulir kepada para mustahik yang produktif. Mustahik
dipinjami modal dan diharuskan melaporkan dan mempertanggungjawabkan
penggunaan modal kerja itu dalam waktu yang telah ditentukan, dengan kewajiban
mengembalikan modal usahanya secara angsuran. Dana zakat yang di salurkan ke
arah produktif ini harus di tangani oleh lembaga (bukan perorangan) yang mampu
melakukan pembinan, pendampingan, dan monitoring kepada para mustahik yang
sedang melakukan kegiatan usaha agar dapat berjalan dengan baik.3
Zakat produktif adalah pemberian zakat yang dapat membantu para
penerimanya menghasilkan sesuatu secara terus menerus, dengan harta zakat yang
telah diterimanya. Zakat produktif adalah berupa harta atau dana zakat yang diberikan
kepada para mustahik tidak dihabiskan akan tetapi dikembangkan untuk membantu
usaha mereka, sehingga dengan usaha tersebut mereka dapat memenuhi kebutuhan
hidup secara terus menerus). Sistem distribusi syariah mempunyai dua pedoman dasar
dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat di atas. Pertama, mengurangi
kesenjangan sosial diantara kelompokkelompok yang ada dalam masyarakat seperti
membuka atau memperluas lapangan pekerjaaan dan memberikan peluang bekerja,
sehingga masyarakat dapat memiliki pendapatan untuk pemenuhan kebutuhan dalam

2
Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern. Jakarta : Gema Insani
Press,2002), 67.
3
Asnaini, Zakat Produktif dalam Perspektif Hukum Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2006), 54.
hidupnya. Kedua, secara langsung memberikan santunan dan bantuan kepada warga
masyarakat miskin agar mereka secara terus menerus dapat meningkatkan mutu
kehidupannya.4
Harta zakat dapat di dayagunakan dengan dua cara, yaitu secara konsumtif dan
secara produktif. Konsumtif yang dimaksud di sini adalah harta zakat yang berikan
dapat langsung habis contohnya dapat berupa beras maupun uang, zakat jenis ini
diperuntukkan terutama untuk asnaf golongan fakir dan miskin. Harta zakat diarahkan
untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya seperti kebutuhan makanan, pakaian,
dan tempat tinggal secara wajar. Sedangkan cara kedua adalah zakat produktif yaitu
pendistribusian zakat yang bukan hanya dalam bentuk uang/beras namun berupa
modal kerja, lapangan pekerjaan, dan hal-hal lain yang dapat menumbuh kembangkan
harta zakat yang telah diberikan.5

B. Pemberdayaan Zakat Produktif


1. Konsep Pemberdayaan
Pemberdayaan berasal dari kata “daya” yang mendapat awalan ber- yang
menjadi kata “berdaya”. Didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Daya artinya
kekuatan, berdaya artinya memiliki kekuatan. Pemberdayaan artinya membuat
sesuatu menjadi berdaya atau mempunyai daya atau mempunyai kekuatan.
Pemberdayaan dalam bahasa Indonesia merupakan terjemahan dari kata
empowerment yang berasal dari bahasa inggris. Pemberdayaan sebagai terjemahan
dari empowerment menurut Merrian Webster dalam Oxford English Dictionary
mengandung dua pengertian, yaitu :
a. To give ability or enable to, yang diterjemahkan sebagai memberi kecakapan,
kemampuan atau memungkinkan.
b. To give power of authority to, yang berarti memberi kekuasaan.6
4
Ibid, 56.
5
Ibid, 57.

6
Riza Risyanti dan Roesmidi, Pemberdayaan Masyarakat, (Sumedang : Alqaprint Jatinagor,
2006), 43.
Dalam konteks pembangunan istilah pemberdayaan pada dasarnya bukanlah
istilah baru melainkan sudah sering dilontarkan semenjak adanya kesadaran bahwa
faktor manusia memegang peran penting dalam pembangunan. Konsep
pemberdayaan terbagi dalam dua bagian, yaitu :
a. Pemberdayaan sebagian dari kelompok yang berhak akan harta zakat. Pemberian
dimaksud selain untuk memenuhi kebutuhan hidup, juga sebagai modal usaha bagi
mereka yang terkendala dengan keterbatasan modal dalam berusaha. Dengan 
diberikan harta zakat dapat memberdayakan mereka sehingga  dapat memenuhi
kebutuhan mereka sendiri. Pemberian zakat berbeda-beda sesuai dengan profesi,
serta kebutuhan masing-masing mustahik.
b. Memberdayakan kaum fakir, yakni dengan memberikan sejumlah harta untuk
memenuhi kebutuhan hidup serta memberdayakan mereka yang tidak memiliki
keahlian apapun.7

Selain pemberdayaan bagi fakir miskin, zakat difungsikan untuk memberdayakan


mustahiq lainnya. Oleh karena ketidakmampuan mereka, maka pemberian zakat
merupakan pengahasilan baru (amil dan mualaf).  Bagi ibnu sabil dan budak, zakat
difungsikan untuk mencukupi kebutuhan mereka (sifatnya sekunder).8

Zakat terbagi menjadi dua jenis, pertama zakat fitrah dan yang kedua adalah
zakat mal atau zakat harta. Zakat fitrah hukumnya wajib bagi setiap muslim, zakat ini
dikeluarkan setiap tahun menjelang hari raya idul fitri. Sedangkan zakat mal atau
zakat harta adalah zakat yang dikeluarkan oleh setiap muslim apabila telah mencapai
nasabnya. Kedua jenis zakat tersebut sama-sama dapat mengurangi angka kemiskinan
di Indonesia atau dalam kata lain dapat mengentaskan kemiskinan di Indonesia.9

Untuk mengoptimalisi fungsi zakat sebagai salah satu solusi pengentasan


kemiskinan diperlukan langkah-langkah pemberdayaan diantaranya :

7
Didin Hafidhuddin, Zakat, 71.
8
Ibid, 47.
9
Ibid.
a. Pemberdayaan Organisasi Pengelola Zakat
Sesuai dengan QS At-Taubah ayat 60 bahwa zakat memiliki petugas khusus untuk
mengelolanya. Di Indonesia, zakat di kelola oleh banyak organisasi atau lembaga.
Namun, yang resmi diakui oleh Dierktorat Jendral Pajak (Ditjen Pajak) adalah
berjumlah 20 lembaga. Ke-20 lembaga tersebut meliputi : satu Badan Amil Zakat
Nasional, 15 Lembaga Amil Zakat (LAZ), tiga Lembaga Amil Zakat, Infaq, dan
Shaaqah (LAZIS) dan satu Lembaga Sumbangan Agama Kristen Indonesia.
Organisasi pengelola zakat perlu diberdayakan. Salah satu hal yang dapat
dilakukan adalah melalui pembinaan kepada karyawannya agarmereka dapat
bekerja lebih profesional.
b. Kewajiban Pemerintah dalam Pemenuhan Zakat
Dalam perspektif ekonomi Islam, zakat dipandang sebagai suatu hal yang sangat
penting. bahkan zakat dapat dijadikan instrumen utama kebijakan fiskal suatu
negara.  Apalagi kalau zakat dikelola secara baik akan menjadi solusi dari sasaran
akhir perekonomian suatu negara, yaitu terciptanya kesejahteraan bagi masyarakat.
Dengan demikian akan dapat mengentaskan kemiskinan.10

Dalam rangka mewujudkan tujuan pemenuhan zakat ini, pemerintah dituntut


untuk terlibat aktif. Apalagi telah mengeluarkan UU tentang Pengelolaan Zakat.  Oleh
karena UU tersebut yang substansinya hanya mengatur pengelolaan zakat, maka
pemerintah harus mengambil kebijakan dalam bentuk regulasi untuk
mengimplementasikan kewajiban membayar zakat bagi muzzaki.

2. Mekanisme Zakat Produktif


Penyaluran dana zakat secara produktif dapat dilakukan melalui:
a. Pemberian modal kerja dan pendampingan (dapat menggunakan Lembaga
Keuangan Syariah atau Lembaga Keuangan Mikro Syariah).
b. Penjaminan dana bagi mustadh‟afiin apabila usahanya bermasalah.
c. Pendirian sektor produksi/pabrik dan dikerjakan oleh mustadh’afiin.

10
Mursyid, Mekanisme Pengumpuan Zakat, 77.
d. Usaha-usaha produktif lainnya.11

Untuk memaksimalkan tujuan dari zakat produktif tersebut, perlu adanya regulasi
dan prosedur yang dibuat, prosedur ini dimulai dari persiapan usaha, pengawasan
usaha, dan pendampingan usaha :

a. Pembinaan usaha Pembinaan usaha adalah usaha amil untuk memberikan bekal
kepada asnaf agar dapat memiliki skill dan kemampuan memasuki dunia kerja.
Masalah yang sering dihadapi setiap orang untuk memulai usaha adalah tidak
adanya motivasi, kepercayaan diri, dan skill yang baik di setiap bidang usaha.
pembinaan ini harapannya dapat menumbuhkan rasa percaya diri mustahik untuk
memulai usaha dan melatih skill untuk menciptakan produk.
b. Pendampingan usaha Pendampingan usaha adalah keikutsertaan amil dalam
kegiatan usaha asnaf terutama dalam satu tahun pertama usaha tersebut dijalankan.
amil tidak serta merta melepasakan asnaf untuk menjalankan usahanya. Hal ini
untuk mengurangi kemungkinan tidak berjalannya lagi usaha disebabkan kendala
internal maupun eksternal. Kendala-kendala tersebut dapat ditangani dengan
bantuan amil.
c. Pengawasan usaha Setelah satu tahun pengawasan atau setelah terlihat
kemandirian asnaf dalam usahanya, amil dapat melepaskan diri namun tetap harus
mengawasi dalam tiga tahun awal setelah pelepasan. Pengawasan ini dapat
dilakukan periodik dalam jangka kuartal, ataupun semester. Hal ini juga bertujuan
agar dapat terlihat perkembangan usaha yang dilakukan asnaf dan untuk menilai
apakah asnaf tersebut masih dikategorikan asnaf ataupun sudah terbebas dan
bahkan wajib zakat.12

Pengelolaan zakat di Indonesia dilaksanakan oleh dua institusi yaitu Badan Amil
Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). BAZ dilaksanakan oleh pemerintah
dan mendapat instruksi langsung dari Presiden melalui Menteri Agama, sedangkan
LAZ adalah lembaga zakat swasta yang mendapat izin mengelola zakat dari
11
Asnaini, Zakat Produktif, 74.
12
Ibid, 75.
pemerintah. BAZ dan LAZ memiliki programprogram sendiri untuk menyejahterakan
asnaf dan tidak adanya program bersama secara nasional yang hasil bahkan dapat
berimbas secara signifikan.13

Disyaratkan bahwa yang berhak memberikat zakat yang bersifat produktif (Amil
zakat) adalah lembaga yang mampu melakukan pembinaan dan pendampingan
kepada para mustahiq agar kegiatan usahanya dapat berjalan dengan baik. Di samping
melakukan pembinaan dan pendampingan kepada para mustahik dalam kegiatan
usahanya, juga harus memberikan pembinaan ruhani dan intelektual keagamaannya
agar semakin meningkat kualitas keimanan dan keislamanannya.

Pihak-pihak yang terkait dalam pengembangan pemberdayaan zakat14 yaitu:


a. Pemerintah
Pemerintah dapat melakukan pendataan terhadap kaum mustahiq, selanjutnya
dana zakat didistribusikan melalui  badan atau lembaga amil zakat kepada kaum
mustahiq tersebut.
b. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
DPR selaku wakil rakyat dapat ikut serta dalam memberdayakan zakat dengan
cara membuat atau memperbaiki Undang-undang tentang zakat agar tidak
memberatkan organisasi pengelola zakat.
c. Badan atau Lembaga Amil Zakat
Badan atau lembaga amil zakat seyogyanya ikut mensosialisasikan mengenai
pentingnya berzakat kepada masyarakat. Salah satu cara yang dapat diIakukan
adalah dengan memberikan penyadaran kepada masyarakat melalui pendekatan
penanaman nilai-nilai yang ada pada zakat tersebut (Nilai Religius dan Nilai
Sosial).

d. Masyarakat

13
Ibid.
14
Mursyid, Mekanisme Pengumpuan Zakat, 79
Pemerintah, DPR, maupun Organisasi Pengelola Zakat (Badan atau lembaga amil
zakat) tidak akan berhasil programnya apabila masyarakatnya sendiri tidak
memiliki kesadaran untuk berzakat. Untuk itu, peran masyarakat dalam
pemberdayaan zakat ini sangat besar.

PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Secara etimologis, zakat memiliki arti kata berkembang (an-namaa),
mensucikan (at-thaharatu) dan berkah (albarakatu). Sedangkan secara
terminologis, zakat mempunyai arti mengeluarkan sebagian harta dengan
persyaratan tertentu untuk diberikan kepada kelompok tertentu (Mustahik)
dengan persyaratan tertentu pula. Zakat produktif merupakan pemanfaatan zakat
sebagai modal usaha produktif dengan memberikan dana bergulir kepada para
mustahik yang produktif. Mustahik dipinjami modal dan diharuskan melaporkan
dan mempertanggungjawabkan penggunaan modal kerja itu dalam waktu yang
telah ditentukan, dengan kewajiban mengembalikan modal usahanya secara
angsuran. Dana zakat yang di salurkan ke arah produktif ini harus di tangani
oleh lembaga (bukan perorangan) yang mampu melakukan pembinan,
pendampingan, dan monitoring kepada para mustahik yang sedang melakukan
kegiatan usaha agar dapat berjalan dengan baik.
2. Untuk mengoptimalisi fungsi zakat sebagai salah satu solusi pengentasan
kemiskinan diperlukan langkah-langkah pemberdayaan diantaranya:
Pemberdayaan Organisasi Pengelola Zakat dan .Kewajiban Pemerintah dalam
Pemenuhan Zakat. Penyaluran dana zakat secara produktif dapat dilakukan
melalui:
a. Pemberian modal kerja dan pendampingan (dapat menggunakan Lembaga
Keuangan Syariah atau Lembaga Keuangan Mikro Syariah).
b. Penjaminan dana bagi mustadh‟afiin apabila usahanya bermasalah.
c. Pendirian sektor produksi/pabrik dan dikerjakan oleh mustadh’afiin.
d. Usaha-usaha produktif lainnya.

B. Daftar Pustaka
Mursyid. Mekanisme Pengumpulan Zakat, Infak dan Shadaqah (Menurut Hukum
Syara' dan UU). Yogyakarta. Magistra Insania Press. 2006.

Didin Hafidhuddin. Zakat dalam Perekonomian Modern. Jakarta. Gema Insani


Press. 2002.
Asnaini. Zakat Produktif dalam Perspektif Hukum Islam. Yogyakarta. Pustaka
Pelajar. 2006.

Riza, Risyanti. Roesmidi. Pemberdayaan Masyarakat. Sumedang. Alqaprint


Jatinagor. 2006.

Anda mungkin juga menyukai