Dosen Pengampu
Disusun oleh
Hamdan Rizki
NIM : 501180006
A. Latar Belakang
Semakin meningkatnya jumlah masyarakat miskin di Indonesia ternyata membawa
berbagai persoalan multi-dimensi bagi bangsa ini, untuk mengurangi atau jika bisa
menghilangkan kemiskinan ini diperlukan usaha keras yang harus didukung oleh seluruh
komponen bangsa. Dalam Islam salah satu dari usaha untuk mengurangi serta
mengentaskan kemiskinan adalah dengan adanya syariat zakat yang berfungsi sebagai
pemerataan kekayaan. Pendistribusian zakat bagi masyarakat miskin tidak hanya untuk
menutupi kebutuhan konsumtif saja melainkan lebih dari itu. Dari sinilah pola
pemberian zakat kepada para mustahiq tidak hanya bersifat konsumtif saja, namun dapat
pula bersifat produktif. Sifat distribusi zakat yang bersifat produktif berarti memberikan
zakat kepada fakir miskin untuk dijadikan modal usaha yang dapat menjadi mata
pencaharian mereka, dengan usaha ini diharapkan mereka akan mampu memenuhi
kebutuhan hidup mereka sendiri. Tujuan lebih jauhnya adalah menjadikan mustahiq
zakat menjadi muzzaki zakat.
Di antara tujuan diberikannya zakat adalah agar mereka dapat memperbaiki
kehidupan ekonominya menjadi lebih baik. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut
maka pendistribusian zakat tidak cukup dengan memberikan kebutuhan konsumsi saja,
model distribusi zakat produktif untuk modal usaha akan lebih bermakna, karena akan
menciptakan sebuah mata pencaharian yang akan mengangkat kondisi ekonomi mereka,
sehingga diharapkan lambat laun mereka akan dapat keluar dari jerat kemiskinan, dan
lebih dari itu mereka dapat mengembangkan usaha sehingga dapat menjadi seorang
muzakki.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian zakat produktif?
2. Bagaimana konsep pemberdayaan zakat produktif?
PEMBAHASAN
Mursyid, Mekanisme Pengumpuan Zakat, Infak dan Shadaqaha (Menurut Hukum Syara'
1
2
Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern. Jakarta : Gema Insani
Press,2002), 67.
3
Asnaini, Zakat Produktif dalam Perspektif Hukum Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2006), 54.
hidupnya. Kedua, secara langsung memberikan santunan dan bantuan kepada warga
masyarakat miskin agar mereka secara terus menerus dapat meningkatkan mutu
kehidupannya.4
Harta zakat dapat di dayagunakan dengan dua cara, yaitu secara konsumtif dan
secara produktif. Konsumtif yang dimaksud di sini adalah harta zakat yang berikan
dapat langsung habis contohnya dapat berupa beras maupun uang, zakat jenis ini
diperuntukkan terutama untuk asnaf golongan fakir dan miskin. Harta zakat diarahkan
untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya seperti kebutuhan makanan, pakaian,
dan tempat tinggal secara wajar. Sedangkan cara kedua adalah zakat produktif yaitu
pendistribusian zakat yang bukan hanya dalam bentuk uang/beras namun berupa
modal kerja, lapangan pekerjaan, dan hal-hal lain yang dapat menumbuh kembangkan
harta zakat yang telah diberikan.5
6
Riza Risyanti dan Roesmidi, Pemberdayaan Masyarakat, (Sumedang : Alqaprint Jatinagor,
2006), 43.
Dalam konteks pembangunan istilah pemberdayaan pada dasarnya bukanlah
istilah baru melainkan sudah sering dilontarkan semenjak adanya kesadaran bahwa
faktor manusia memegang peran penting dalam pembangunan. Konsep
pemberdayaan terbagi dalam dua bagian, yaitu :
a. Pemberdayaan sebagian dari kelompok yang berhak akan harta zakat. Pemberian
dimaksud selain untuk memenuhi kebutuhan hidup, juga sebagai modal usaha bagi
mereka yang terkendala dengan keterbatasan modal dalam berusaha. Dengan
diberikan harta zakat dapat memberdayakan mereka sehingga dapat memenuhi
kebutuhan mereka sendiri. Pemberian zakat berbeda-beda sesuai dengan profesi,
serta kebutuhan masing-masing mustahik.
b. Memberdayakan kaum fakir, yakni dengan memberikan sejumlah harta untuk
memenuhi kebutuhan hidup serta memberdayakan mereka yang tidak memiliki
keahlian apapun.7
Zakat terbagi menjadi dua jenis, pertama zakat fitrah dan yang kedua adalah
zakat mal atau zakat harta. Zakat fitrah hukumnya wajib bagi setiap muslim, zakat ini
dikeluarkan setiap tahun menjelang hari raya idul fitri. Sedangkan zakat mal atau
zakat harta adalah zakat yang dikeluarkan oleh setiap muslim apabila telah mencapai
nasabnya. Kedua jenis zakat tersebut sama-sama dapat mengurangi angka kemiskinan
di Indonesia atau dalam kata lain dapat mengentaskan kemiskinan di Indonesia.9
7
Didin Hafidhuddin, Zakat, 71.
8
Ibid, 47.
9
Ibid.
a. Pemberdayaan Organisasi Pengelola Zakat
Sesuai dengan QS At-Taubah ayat 60 bahwa zakat memiliki petugas khusus untuk
mengelolanya. Di Indonesia, zakat di kelola oleh banyak organisasi atau lembaga.
Namun, yang resmi diakui oleh Dierktorat Jendral Pajak (Ditjen Pajak) adalah
berjumlah 20 lembaga. Ke-20 lembaga tersebut meliputi : satu Badan Amil Zakat
Nasional, 15 Lembaga Amil Zakat (LAZ), tiga Lembaga Amil Zakat, Infaq, dan
Shaaqah (LAZIS) dan satu Lembaga Sumbangan Agama Kristen Indonesia.
Organisasi pengelola zakat perlu diberdayakan. Salah satu hal yang dapat
dilakukan adalah melalui pembinaan kepada karyawannya agarmereka dapat
bekerja lebih profesional.
b. Kewajiban Pemerintah dalam Pemenuhan Zakat
Dalam perspektif ekonomi Islam, zakat dipandang sebagai suatu hal yang sangat
penting. bahkan zakat dapat dijadikan instrumen utama kebijakan fiskal suatu
negara. Apalagi kalau zakat dikelola secara baik akan menjadi solusi dari sasaran
akhir perekonomian suatu negara, yaitu terciptanya kesejahteraan bagi masyarakat.
Dengan demikian akan dapat mengentaskan kemiskinan.10
10
Mursyid, Mekanisme Pengumpuan Zakat, 77.
d. Usaha-usaha produktif lainnya.11
Untuk memaksimalkan tujuan dari zakat produktif tersebut, perlu adanya regulasi
dan prosedur yang dibuat, prosedur ini dimulai dari persiapan usaha, pengawasan
usaha, dan pendampingan usaha :
a. Pembinaan usaha Pembinaan usaha adalah usaha amil untuk memberikan bekal
kepada asnaf agar dapat memiliki skill dan kemampuan memasuki dunia kerja.
Masalah yang sering dihadapi setiap orang untuk memulai usaha adalah tidak
adanya motivasi, kepercayaan diri, dan skill yang baik di setiap bidang usaha.
pembinaan ini harapannya dapat menumbuhkan rasa percaya diri mustahik untuk
memulai usaha dan melatih skill untuk menciptakan produk.
b. Pendampingan usaha Pendampingan usaha adalah keikutsertaan amil dalam
kegiatan usaha asnaf terutama dalam satu tahun pertama usaha tersebut dijalankan.
amil tidak serta merta melepasakan asnaf untuk menjalankan usahanya. Hal ini
untuk mengurangi kemungkinan tidak berjalannya lagi usaha disebabkan kendala
internal maupun eksternal. Kendala-kendala tersebut dapat ditangani dengan
bantuan amil.
c. Pengawasan usaha Setelah satu tahun pengawasan atau setelah terlihat
kemandirian asnaf dalam usahanya, amil dapat melepaskan diri namun tetap harus
mengawasi dalam tiga tahun awal setelah pelepasan. Pengawasan ini dapat
dilakukan periodik dalam jangka kuartal, ataupun semester. Hal ini juga bertujuan
agar dapat terlihat perkembangan usaha yang dilakukan asnaf dan untuk menilai
apakah asnaf tersebut masih dikategorikan asnaf ataupun sudah terbebas dan
bahkan wajib zakat.12
Pengelolaan zakat di Indonesia dilaksanakan oleh dua institusi yaitu Badan Amil
Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). BAZ dilaksanakan oleh pemerintah
dan mendapat instruksi langsung dari Presiden melalui Menteri Agama, sedangkan
LAZ adalah lembaga zakat swasta yang mendapat izin mengelola zakat dari
11
Asnaini, Zakat Produktif, 74.
12
Ibid, 75.
pemerintah. BAZ dan LAZ memiliki programprogram sendiri untuk menyejahterakan
asnaf dan tidak adanya program bersama secara nasional yang hasil bahkan dapat
berimbas secara signifikan.13
Disyaratkan bahwa yang berhak memberikat zakat yang bersifat produktif (Amil
zakat) adalah lembaga yang mampu melakukan pembinaan dan pendampingan
kepada para mustahiq agar kegiatan usahanya dapat berjalan dengan baik. Di samping
melakukan pembinaan dan pendampingan kepada para mustahik dalam kegiatan
usahanya, juga harus memberikan pembinaan ruhani dan intelektual keagamaannya
agar semakin meningkat kualitas keimanan dan keislamanannya.
d. Masyarakat
13
Ibid.
14
Mursyid, Mekanisme Pengumpuan Zakat, 79
Pemerintah, DPR, maupun Organisasi Pengelola Zakat (Badan atau lembaga amil
zakat) tidak akan berhasil programnya apabila masyarakatnya sendiri tidak
memiliki kesadaran untuk berzakat. Untuk itu, peran masyarakat dalam
pemberdayaan zakat ini sangat besar.
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Secara etimologis, zakat memiliki arti kata berkembang (an-namaa),
mensucikan (at-thaharatu) dan berkah (albarakatu). Sedangkan secara
terminologis, zakat mempunyai arti mengeluarkan sebagian harta dengan
persyaratan tertentu untuk diberikan kepada kelompok tertentu (Mustahik)
dengan persyaratan tertentu pula. Zakat produktif merupakan pemanfaatan zakat
sebagai modal usaha produktif dengan memberikan dana bergulir kepada para
mustahik yang produktif. Mustahik dipinjami modal dan diharuskan melaporkan
dan mempertanggungjawabkan penggunaan modal kerja itu dalam waktu yang
telah ditentukan, dengan kewajiban mengembalikan modal usahanya secara
angsuran. Dana zakat yang di salurkan ke arah produktif ini harus di tangani
oleh lembaga (bukan perorangan) yang mampu melakukan pembinan,
pendampingan, dan monitoring kepada para mustahik yang sedang melakukan
kegiatan usaha agar dapat berjalan dengan baik.
2. Untuk mengoptimalisi fungsi zakat sebagai salah satu solusi pengentasan
kemiskinan diperlukan langkah-langkah pemberdayaan diantaranya:
Pemberdayaan Organisasi Pengelola Zakat dan .Kewajiban Pemerintah dalam
Pemenuhan Zakat. Penyaluran dana zakat secara produktif dapat dilakukan
melalui:
a. Pemberian modal kerja dan pendampingan (dapat menggunakan Lembaga
Keuangan Syariah atau Lembaga Keuangan Mikro Syariah).
b. Penjaminan dana bagi mustadh‟afiin apabila usahanya bermasalah.
c. Pendirian sektor produksi/pabrik dan dikerjakan oleh mustadh’afiin.
d. Usaha-usaha produktif lainnya.
B. Daftar Pustaka
Mursyid. Mekanisme Pengumpulan Zakat, Infak dan Shadaqah (Menurut Hukum
Syara' dan UU). Yogyakarta. Magistra Insania Press. 2006.