I. PENDAHULUAN
Senyawa kimia yang terdapat pada tanaman jarak pagar yaitu kursin,
forbol ester, trigliresida, dll, yang dapat dimanfaatkan sebagai insektisida nabati.
Ekstrak biji dan daun jarak pagar menunjukkan sifat antimoluska, anti serangga
dan anti jamur. Farbol ester dalam jarak pagar diduga merupakan salah satu racun
utamanya (Syah, 2006). Hampir semua bagian tanaman jarak pagar mengandung
senyawa kimia, misalnya pada daun, buah, biji dan getah. Namun yang
dimanfaatkan sebagai insektisida adalah dari biji, karena pada biji tersebut
mengandung berbagai senyawa alkaloid, saponin, dan sejenis protein beracun
yang disebut kursin. Biji mengandung 34-45% minyak lemak, yang terdiri dari
berbagai trigliserida, asam palmitat, stearate dan kurkanolat (Sinaga, 2010).
Kandungan bahan aktif yang terdapat pada daun gamal adalah tannin, dan ekstrak
daun gamal ini efektif untuk mengendalikan ulat dan hama penghisap.
1.4 Hipotesis
Didapatkan insektisida nabati dari ekstrak biji karet, biji jarak pagar, daun
gamal dan ketiga campuran bahan tersebut untuk mengendalikan larva ulatgrayak
(S. litura F.) di lapangan
1.5 Kontribusi
Penelitian ini diharapkan memberi kontribusi terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dalam pengendalian hama secara terpadu
kepada para petani dan masyarakat yang membutuhkan tentang penggunaan
insektisida nabati dari ekstrak biji karet dan biji jarak pagar untuk mengendalikan
ulatgrayak sebagai pengganti insektisida sintetik.
6
Genus : Spodoptera
Spesien : Spodotera Litura F.
Sebagai anggota ordo Lepidoptera, S. litura F. mempunyai tipe
metamorphosis sempurna dengan stadia perkembangan telur, larva, pupa dan
imago. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa produksi telur dapat
mencapai 3.000 butir tiap induk betina yang tersusun atas 11 kelompok dengan
rerata 350 butir telur tiap kelompok (Kalshoven, 1981).
2.2.1 Telur
Telur S. litura berbentuk hampir bulat dengan bagian dasar melekat pada
daun (kadang-kadang tersusun dua lapis), berwarna coklat kekuningan, diletakkan
berkelompok masing-masing 25-500 butir telur. Telur diletakkan pada bagian
daun atau bagian tanaman lainnya, baik pada tanaman inang maupun bukan inang.
Bentuk telur bervariasi. Kelompok telur tertutup bulu seperti beludru yang berasal
dari bulu-bulu tubuh bagian ujung ngengat betina, berwarna kuning kecoklatan
(Marwoto dan Suharsono, 2008).
Menurut Pracaya (2007) juga menyebutkan bahwa telur akan menetas
sesudah 3-5 hari. Setelah menetas ulat kecil masih tetap berkumpul untuk
sementara. Beberapa hari kemudian, ulat tersebar mencari pakan.
2.2.2 Larva
Larva mempunyai warna yang bervariasi, memiliki kalung (bulan sabit)
berwarna hitam pada segmen abdomen keempat dan kesepuluh. Pada sisi lateral
dorsal terdapat garis kuning. Larva yang baru menetas berwarna hijau muda,
bagian sisi coklat tua atau hitam kecoklatan dan hidup berkelompok. Bebearapa
hari setelah menetas (bergantung pada ketersediaan makanan), larva menyebar
dengan menggunakan benang sutera dari mulutnya. Pada siang hari, larva
bersembunyi didalam tanah atau tempat lembab dan menyerang tanaman pada
malam hari atau pada intensitas cahaya matahari yang rendah. Biasanya ulat
berpindah ke tanaman lain secara bergerombol dalam jumlah besar. Stadium larva
terdiri atas 5 instar (Marwoto dan Suharsono, 2008).
9
2.2.3 Pupa
Ulat berkepompong didalam tanah membentuk pupa tanpa rumah pupa
(kokon), berwarna coklat kemerahan dengan panjang sekitar 1,60 cm. Siklus
hidup berkisar antara 30-60 hari. Lama stadium pupa 8-11 hari (Marwoto dan
Suharsono, 2008).
Menurut Pracaya (2007) setelah cukup dewasa, yaitu lebih kurang berumur dua
minggu, ulat mulai berkepompong didalam tanah.
2.2.4 Imago
Sayap ngengat bagian depan berwarna coklat atau keperakan, dan sayap
belakang berwarna keputihan dengan bercak hitam. Kemampuan terbang ngengat
pada malam hari mencapai 5 km (Subiyakto, 1987).
Natawigena (1990) menyebutkan bahwa panjang tubuh ngengat betina
kurang lebih 17 mm, sedangkan jantan kira-kira 14 mm. warna ngengat abu-abu
dengan tanda bintik-bintik pada bagiaan sayapnya. Ngengat S. litura bertelur 2-6
hari. Rata-rata umur ngengat kurang lebih 4 hari.
yaitu protein 27%, lemak 32,3%, karbohidrat 15,9%, air 9,1% dan abu 3,96%,
dengan kandungan mineral per gram daging biji karet 0,85 mg Ca, 0,01 mg Fe
dan 9,29 mg Mg (Eka, et al, 2010).
satunya dengan cara perendaman (Wizna, dkk, 2000). Maksud dari perendaman
adalah supaya terjadi hidrolisa enzimatik pada ikatan sianida untuk
mengihilangkan atau memisahkan asam sianida dari biji karet karena salah satu
sifat dari sianida mudah larut dalam air (Law et al, 1967).
Teknik reduksi HCN pada biji karet dapaat juga melalui bebearapa
metode. Pemanasan merupakan salah satu cara autuk menurunkan kadar HCN
pada biji karet (Salimon,et al, 2012). Akan tetapi menurunkan kandungan asam
sianida dengan cara pemanasan tidak efektif karena kandungan sianida yang akan
digunakan sebagai bahan insektisida nabati ddapat hilang kareana proses
penguapan. Metode penurunan kadar HCN dapat dilakukan yaaitu dengan
pencucian atau peerendaman sehingga HCN larut dan terbuang dengan air
(Karima, 2015). Selain pada biji karet, Nebiyu and Gatachew (2011) melakukan
penelitian reduksi HCN pada ketela pohon, perendeman umbi ketela pohon
selama 24 jam terbukti dapat menurunkan kadar HCN pada umbi tersebut.
a. Alkaloid
Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organic yang terbanyak ditemukan di
alam. Hampir seluruh senyawa alkaloid berasal dari tumbuh-tumbuhan dan
tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan. Semua alkaloid yang ditemukan di
alam mempunyai keaktifan biologis tertentu, ada yang sangat beracun tetapi ada
pula yang sangat berguna dalam pengobatan. Alkaloid dapat ditemukan dalam
berbagai bagian tumbuhan seperti biji, daun, ranring, dan kulit batang.
Alkaloid merupakan senyawa yang mengandung nitrogen yang bersifat basa dan
mempunyai aktifitas farmakologis.
b. Steroid
Steroid merupakan hormone pertumbuhan yang mempengaruhi pergantian
kulit dengan adanya penambahan steroid yang berasal dari luar akan berpengaruh
pada penebalan dinding sel kitin pada tubuh serangga, sehingga serangga menjadi
abnormal.
c. Flavonoid
Tanaman gamal memiliki kandungan bahan aktif kumarin. Kumarin
merupakan senyawa golongan flavonoid. Flavonoid merupakan metabolit
sekunder dari tanaman hijau dengan struktur polifenol. Flavonoid pada tumbuhan
umumnya sebagai glikosa yang berperan penting dalam menentukan aktivitas
kerja tumbuhan tersebut. Flavonoid termasuk senyawa fenolik pada tumbuhan
yang potensial sebagai antioksidan.
Adanya kandungan senyawa flovanoid ini diketahui berpotensi sebagai
insektisida, karena kandungan flovanoid ini bersifat racun perut yang bekerja
apabila masuk dalam tubuh serangga maka akan mengganggu system
pencernaanya, flovanoid merupakan senyawa pertahanan tumbuhan yang bersifat
menghambat nafsu makan serangga.
d. Tanin
Senyawa tannin yang terdapat dalam tanaman secara alami memiliki
kemampuan untuk berinteraksi dengan protein dan membentuk protein kompleks,
demikian pula dengan senyawa pati. Tannin berperan sebagai pertahanan tanaman
terhadap serangga dengan cara menghalangi serangga dalam mencerna makanan.
Tannin dpat mengganggu serangga dalam mencerna makanan karena tannin akan
15
K1 K2 K3 K4 K5 K6
P2 P4 P1 P1 P3 P4
P4 P3 P2 P3 P4 P3
P3 P1 P4 P2 P2 P1
P1 P2 P3 P4 P1 P2
secara manual dibedengan dan sekitar bedengan. Setelah tanaman bayam berumur
1 bulan daunnya dapat digunakan sebagai pakan larva ulatgrayak.
untuk dibawa ke tanaman uji yang ada di lahan penelitian. Kemudian tanaman
tembakau yang sudah disiapkan di polybag disemprot menggunakan insektisida
nabati dari biji karet, biji jarak pagar dan daun gamal sebamyak 300 g/l air sesuai
dengan perlakuan yang sudah ditentukan untuk masing-masing polybag. Ketika
tanaman sudah kering maka ulatgrayak instar III tersebut ditaruh di tanaman
tembakau yang ada di polybag.
3.5 Pengamatan
Pengamatan serangga uji dilakukan setelah 24 jam selama 7 hari setelah
aplikasi (HSA) pengaplikasian insektisida nabati biji karet, biji jarak pagar dan
daun gamal, pengamatan ditujukan pada jumlah larva yang mati (mortalitas), lama
pembentukan pupa dan intensitas serangan ulatgrayak. Pengamatan dihentikan
setelah serangga uji memasuki stadium pupa.
22
Analisis ragam pengaruh insektisida ekstrak biji karet, biji jarak pagar dan
daun gamal terhadap mortalitas ulatgrayak, dapat dilihat pada Tabel 1.
Sumber
Db JK KT F Hitung
Keragaman F Tabel
Keragaman 5% 1%
Umum 23 224.56 9.76
Kelompok 5 44.11 8.82
0.77tn 2.90 4.56
Perlakuan 3 24.06 8.02
Galat 15 156.39 10.43
Keterangan : tn : Tidak Berbeda Nyata
Mortalitas
Perlakuan (%)
Biji karet (P1) 1.0
Biji jarak pagar (P2) 10.0
Daun gamal (P3) 10.0
Campuran (P4) 10.0
23
Pada tabel 3 dapat dilihat bahwa data diatas menunjukkan bahwa nilai
diatas tidak berbeda nyata, dengan kata lain ke empat ekstrak yang digunakan
dapat mengakibatkan kematian larva ulatgrayak instar 3. Menurut Sutoyo dan
Wirioadmodjo (1997), tanaman yang berinteraksi dengan serangga menyebabkan
adanya usaha mempertahankan diri sehingga tanaman mampu memproduksi
metabolit sekunder untuk melawan serangga hama. Dengan adanya zat bioaktif
yang dikandung oleh tanaman akan menyebabkan aktivitas larva terhambat,
ditandai dengan gerakan larva laman, tidak memberikan respon gerak, nafsu
makan kurang dan akhirnya mati.
Pada tabel diatas tampak angka kematian mencapai 100% pada perlakuan
Biji Karet (P1), Biji Jarak Pagar (P2), Daun Gamal (P3), dan Campuran ketiga
bahan (P4) ini terjadi karena semakin banyak dan cepatnya zat bioaktif yang
bekerja pada tubuh S. litura. Larva mati dikarenakan racun yang masuk melalui
makanan, kemudian dalam sel tubuh larva akan menghambat metabolisme sel
yaitu menghambat transfer electron dalam mitokondria, sehingga pembentukan
energy dari makanan sebagai sumber energy dalam sel tidak terjadi dan sel tidak
dapat beraktifitas, hal ini yang menyebabkan larva mati (Sa’diyah Purwani dan
Wijayanti, 2013).
F Tabel
Sumber Keragaman Db JK KT F Hitung
5% 1%
Umum 23 5.57 0.24
Kelompok 5 1.90 0.38
0.72tn 2.90 4.56
Perlakuan 3 0.47 0.16
Galat 15 3.21 0.21
Keterangan : tn : tidak berbeda nyata
24
Begitu pula dengan biiji jarak pagar yang memiliki jenis racun yang
bersifat toksik terhadap serangga. Biji jarak pagar mengandung senyawa racun
phorbolester dan cursin yang bersifat sangat toksik dalam mematikan sel hidup
(Wina et al., 2008). Senyawa phorbolester dapat menghambat enzim protein
kinase yang berperan dalam pertumbuhan sel dan jaringan (Aitken, 1986 dalam
Evans, 1986). Senyawa forbol masukkedalam tubuh larva kemudian terakumulasi
dalam tubuh dan dapat mengakibatkan terganggunya proses pencernaan. Selain
dapat menyerang system pencernaan, senyawa ini juga dapat menyerang system
saraf. Sedangkan senyawa cursin dapat menghambat penyerapan nutrien dan
mengurangi nitrogen endogenous sel (Fasina et al., 2004 dalam Wina et al., 2008).
25
V. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Afifah, F., Y. S. Rahayu, dan U. Faizah. 2015. Efektivitas Kombinasi Filtrat Daun
Tembakau dan Filtrat Daun Suren sebagai Pestisida Nabati Walang
Sangit pada Tanaman Padi. Journal Unesa LenteraBio 4(1):25–31.
Ardra, 2013. Biopestisida, Pestisida Hayati dan Pestisida Organik. (Diakses secara
online melalui http://ardra.biz/sain-teknologi/ pada tanggal 11 November
2017).
Ary, H. S., P. Yuswani, dan Lisnawita. 2015. Pengaruh Beberapa Jenis Termisida
dalam Mengendalikan Rayap (Captotermes curvignathus H.) di
Laboratorium. Jurnal Online Agroteknologi 3 (3) : 876-882
Atklistiyanti, C., R.R. Reza, S.S. Yoga, H. Alifiya, dan Y.S. Budi. 2013. Kajian
Teknik Reduksi Asam Sianida (HCN) pada Tempe Biji Karet dalam
Upaya Peningkatan Diversifikasi Protein Nabati. PKM Penelitian. Institut
Pertanian Bogor.
Cereda, M.P., and M.C.Y. Mattos. 1996. Linamarin The Toxic Compound of
Cassava. Journal of Venomous Animal and Toxins.
Eka, H. D., A.Y. Tajul, and N.W.A. Wan. 2010. Potensial Use Of Malaysian
Rubber (Hevea brasieliensis) Seed As Food, Feed And Biofuel.
International Food Research Journal. 17: 527-534
Evans, F. J. 1986. Naturally occurring phorbolesters. Boca Raton, FL: CRC Press,
hlm: 171-215.
Law, T.G., Samsudin, Husaini, and I. Tarwotjo. 1967. Nutritional value of rubber
seed protein. The American Journal of Clinical Nutritional
Louis, M.F. dan Bosch, R.V.D. 1990. Pengendalian Hama Terpadu. Yogyakarta:
Kanisius
Ly, J.C. Ty, and C. Phiny. 2001. Evaluation of nutrients of rubber seed meal in
Mong Cai Pigs. Livestock Research for Rural Development. 13:2
Pracaya. 1995. Hama dan Penyakit Tumbuhan. Jakarta : Akbar Media Eka Sarana.
Pracaya. 2007. Hama Dan Penyakit Tanaman Edisi Revisi. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Pratama, D. R. dkk. 2014. Efektivitas Ekstrak daun dan Biji Jarak Pagar
(Jatropha curcas) sebagai Antibakteri Xanthomonas campestris Penyebab
Penyakit Busuk Hitam pada Tanaman Kubis. Lentera Bio, Vol.
4(1):112118. ISSN: 2252-3979.
Rahmawan, O. dan Mansyur. 2008. Detoksifikasi HCN dari Bungkil Biji Karet
(BBK) Melalui Berbagai Perlakuan Fisik. Seminar Nasional Teknologi
Peternakan Dan Veteriner. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran:
Bandung.
Salimon, J., B.M. Abdullah, and N. Salih. 2012. Rubber (Hevea brasiliensis) seed
oil toxicity effect and linamarin compound analysis. Lipids Health Dis
Setyaningsih, D., Ovi Y.N., Sri, W. 2013. Kajian Aktivitas Antioksidan dan
Antimikroba Ekstrak Biji, Kulit Buah, Batang dan Daun Tanaman Jarak
Pagar (Jatropha curcas L.). Agritech, Vol. 34(2):126-137.
Sutoyo dan Wirioadmodjo, B. 1997. Uji Insektisida Botani Daun Nimba, Daun
Pahitan dan Daun Kenikir terhadap Kematian Larva S. litura F. pada
Tanaman Tembakau. Dalam Prosiding Kongres Perhimpunan Entomologi
Indonesia V dan Symposium Entomologi. Universitas Padjajaran,
Bandung.
Syah, A. 2006. Biodiesel Jarak Pagar Bahan Bakar Alternatif yang Ramah
Lingkungan. Jakarta : Agro Media Pustaka.
Thamrin, M., S. Asikin, Mukhlis, dan A. Budiman. 2006. Potensi Ekstrak Flora
Lahan Rawa Sebagai Pestisida Nabati. Balai Penelitian Pertanian Lahan
Rawan.
Tukimin dan Rizal, M. 2002. Pengaruh Ekstrak Daun Gamal (Gliricidia sepium)
Terhadap Mortalitas Kutu Daun Kapas Aphis gossypii Glover. Malang:
BALITTAS.
LAMPIRAN
32
Gambar 2. Kotak Rearing (Dokumen pribadi) Gambar 3 : alat semprot (dok. Pribadi)