Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

HUKUM KEPENGACARAAN
PERAN ADVOKAD DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

DISUSUN OLEH

NAMA : TIRTHON DJAMI RIWU

NIM : 1802020009

DOSEN P.A : YOSSIE M JACOB,SH M.HUM

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
T.A 2021
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar belakang masalah.
Advokat adalah setiap orang yang berprofesi memberi jasa hukum dan bertugas
menyelesaikan persoalan hukum kliennya baik secara litigasi maupun nonlitigasi. Sejak dulu
keberadaan advokat selalu ada semacam perbedaan pandangan. Menurut Frans Hendra
Winata, tugas advokat adalah mengabdikan dirinya pada masyarakat, sehingga dia dituntut
untuk selalu turut serta dalam penegakan Hak Asasi Manusia, dan dalam menjalankan
profesinya ia bebas untuk membela siapapun, tidak terikat pada perintah klien dan tidak
pandang bulu siapa lawan kliennya, apakah dia dari golongan kuat, penguasa, pejabat bahkan
rakyat miskin sekalipun.

Fungsi advokat bukan hanya berperkara di Pengadilan, namun sangat penting,


mewakili kepentingan warga negara dalam hubungannya dengan pemerintah. Justru karena
profesi advokat mengerti akan bentuk, lembaga dan aturan negara dan bertugas untuk
mewakili warga negara kalau bertentangan dengan negara atau warga negara yang lainnya.

Dalam kondisi yang demikian banyak advokat dengan sendirinya muncul dalam
politik, urusan sosial, pendidikan, perjuangan perubahan politik atau ekonomi, dan sering
masuk menjadi pimpinan gerakan reformasi. Bukan hanya advokat tentunya, tetapi profesi itu
menonjol dalam sejarah negara modern sebagai sumber ide dan perjuangan modernisasi,
keadilan, hak asasi manusia, konstitusionalisme dan sejenisnya.

Profesi advokat sejak 2000 tahun yang lalu dikenal sebagai profesi mulia (Officium
Nobile) dan sekarang seakan sedang booming di Indonesia. Hampir setiap orang yang
menghadapi suatu masalah di bidang hukum di era reformasi ini cenderung untuk
menggunakan jasa profesi advokat, mulai dari perkara-perkara besar yang melibatkan orang-
orang kaya dan terkenal, seperti kasus KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme), kasus
perbankan, kasusnya para artis sampai kasus yang melibatkan rakyat kecil atau orang miskin,
seperti pencurian ayam, penggusuran rumah dan lain sebagainya juga menggunakan jasa
advokat.

Pasal 24 Ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan
kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan
keadilan. Selain pelaku kekuasaan kehakiman, yaitu Mahkamah Agung dan Mahkamah
Konstitusi, badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman juga
harus mendukung terlaksananya kekuasaan kehakiman yang merdeka. Salah satunya adalah
profesi advokat yang bebas, mandiri, dan bertanggungjawab, sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.

Ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat
memberikan status kepada Advokat sebagai penegak hukum yang mempunyai kedudukan
setara dengan penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan. Kedudukan
tersebut memerlukan suatu organisasi yang merupakan satu-satunya wadah profesi Advokat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003,
yaitu “Organisasi Advokat merupakan satu-satunya wadah profesi Advokat yang bebas dan
mandiri yang dibentuk sesuai dengan ketentuan UndangUndang ini dengan maksud dan
tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi Advokat”, oleh karena itu Organisasi Advokat,
seperti PERADI atau KAI, pada dasarnya adalah organ negara dalam arti luas yang bersifat
mandiri (independent state organ) yang juga melaksanakan fungsi negara.

Profesi advokat memiliki peran penting dalam upaya penegakan hukum. Setiap proses
hukum, baik pidana, perdata, tata usaha negara, bahkan tata negara, dapat melibatkan profesi
advokat yang kedudukannya setara dengan penegak hukum lainnya. Dalam upaya
pemberantasan korupsi, terutama praktik mafia peradilan, advokat dapat berperan besar
dengan memutus mata rantai praktik mafia peradilan yang terjadi. Peran tersebut dijalankan
atau tidak bergantung kepada profesi advokat dan organisasi 4 advokat yang telah dijamin
kemerdekaan dan kebebasannya dalam UndangUndang Nomor 18 Tahun 2003 tentang
Advokat Kemandirian dan kebebasan yang dimiliki oleh profesi advokat, tentu harus diikuti
oleh adanya tanggungjawab masing-masing advokat dan organisasi profesi yang
menaunginya. Ketentuan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat telah
memberikan rambu-rambu agar profesi advokat dijalankan sesuai dengan tujuan untuk
menegakkan hukum dan keadilan.

B.Rumusan Masalah.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis dapat merumuskan suatu


permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana peranan advokat dalam penyelesaian perkara pidana?


C.Tujuan Penulisan.

Berdasarkan perumusan masalah yang dikemukakan, maka tujuan dari penelitian ini
adalah:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis peran advokat dalam penyelesaian perkara


pidana.

2. Untuk menambah ensklopedia wawasan hukum di bagian kepengacaraan.


BAB II

PEMBAHASAN

A.Peran Advokat dalam penyidikan Tindak Pidana.

Penggunaan hukum pidana harus memperhatikan tujuan pembangunan nasional yaitu


mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata berdasarkan Pancasila. Sehubungan
dengan itu, maka penggunaan hukum pidana bertujuan untuk menanggulangi kejahatan dan
mengadakan peneguhan terhadap tindakan penanggulangan itu sendiri, demi kesejahteraan
dan pengayoman masyarakat. Mengenai penegakan hukum haruslah ditujukan pada nilai-nilai
kepastian, keadilan dan kemanfaatan. Sebagaimana telah dinyatakan dalam ketentuan Pasal
28 D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa : “Setiap orang berhak atas
pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama
dihadapan hukum.”

Advokat merupakan bagian dari penegak hukum yang sejajar dengan instansi penegak
hukum lainnya. Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat ditegaskan
bahwa seorang Advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin
oleh hukum dan peraturan perundang-undangan. Kewenangan Advokat sebagai Penegak
Hukum ialah guna memberikan bantuan hukum kepada kliennya yang bersangkutan dengan
masalah hukum yang dihadapi. Kewenangan Advokat adalah sebagai lembaga penegak
hukum di luar pemerintahan. Peranan seorang advokat dalam rangka menuju sistem peradilan
pidana terpadu sangat diperlukan hingga tercapai perlindungan terhadap hak-hak asasi
manusia.
Advokat seharusnya dapat berbuat secara konkret dalam menentukan arah
perkembangan hukum nasional yang disebut sebagai politik hukum, yang meliputi dua hal
yaitu :

1. Pembangunan hukum yang berintikan pembuatan dan pembaruan materimateri hukum


agar dapat sesuai dengan kebutuhan.
2. Pelaksanaan ketentuan hukum yang telah ada, termasuk penegasan fungsi lembaga
dan pembinaan para penegak hukum.

Profesi Advokat memiliki peran penting dalam upaya penegakan hukum. Setiap
proses hukum, baik pidana, perdata, bahkan tata usaha negara selalu melibatkan Profesi
Advokat yang kedudukannya setara dengan penegak hukum lainnya. Dalam upaya
pemberantasan korupsi, terutama praktik mafia peradilan, advokat dapat berperan besar
dengan memutus mata rantai praktik mafia peradilan yang terjadi. Peran tersebut dijalankan
atau 16 tidak bergantung kepada profesi advokat dan organisasi advokat yang telah dijamin
kemerdekaan dan kebebasannya dalam UU Advokat.

Peran Advokat Dalam Penyidikan Perkara Pidana Berdasarkan Kuhap Dan


Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat  disimpulkan:

1. Peran advokat dalam penyidikan tindak pidana adalah untuk memperjuangkan


penegakan hak-hak asasi tersangka agar hak-hak tersebut terjamin dan terlindungi,
dengan mengikuti jalannya pemeriksaan dengan cara melihat serta mendengar
pemeriksaan oleh penyidik. Dan dalam hal kejahatan terhadap keamanan negara
advokat dapat hadir dengan cara melihat tetapi tidak dapat mendengar pemeriksaan
terhadap tersangka. Dalam penyidikan suatu perkara pidana advokat mengikuti
jalannya pemeriksaan secara pasif.
Kududukan Penasihat Hukum di Tingkat PenyidikanPeran atau kedudukan penasihat
hukum dalam proses penyidikan diatur dalam Pasal 115 KUHAP yang berbunyi:
  (1)  Dalam hal penyidik sedang melakukan pemeriksaan terhadap tersangka,
penasihat hukum dapat mengikuti jalannya pemeriksaan dengan cara melihat serta
mendengar pemeriksaan;
(2)  Dalam hal kejahatan terhadap keamanan negara penasihat hukum dapat hadir
dengan cara melihat tetapi tidak dapat mendengar pemeriksaan terhadap tersangka.

B. Peran Advokat dalam pemeiksaan Tindak Pidana.


Peran advokat dalam memberikan jasa hukum bagi kepentingan klien diartikan bahwa
bagaimana advokat menjalankan profesinya sesuai dengan tugas dan fungsinya serta Kode
Etik dan Sumpah Advokat. Selain mengenai Sumpah Advokat. Advokat juga harus
mendalami keperanan advokat dengan kode etik tersebut, maka untuk mudah mendapat
pegangan tentang yang wajib ditaati dan dipenuhi oleh Advokat, Kode Etik Advokat
memberikan lebih jelas kepada anggota-anggotanya tentang praktek dalam profesi yang harus
dilakukan. Karena dalam Kode Etik Advokat telah diberikan petunjuk kepada anggotanya
tentang hal- hal sebagai berikut :
a. Soal tanggung jawab .
b. Soal keharusan yang mereka perbuat.
c. Menjaga kelakuan / perilaku sebagai seorang yang profesional dalam menjalankan
profesinya .
d. Integritas harus dijaga dalam menjalankan profesinya.
e. Menjaga reputasi.
Ini berarti yang menjadi sasaran atau obyek adalah agar kode etik ditaati dan
dijalankan oleh para profesional dalam menjalankan profesinya, dan sekaligus pula menjadi
tonggak tegaknya hukum dan keadilan. Dalam peranannya yang pertama, pembela
mengambil posisi berhadapan dengan peradilan. Tujuannya tidak lain adalah untuk
mempertahankan hak-hak kliennya. Dalam hubungan ini kedudukan pembela harus otonom
dan tidak bergantung. Ia juga harus menjaga agar tidak terjatuh dalam suasana kompromi.
Peran Advokat Dalam Pemeriksaan Perkara Pidana Berdasarkan Kuhap Dan
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat disimpulkan

1. Peran advokat dalam pemeriksaan perkara pidana berdasarkan Undang-undang


Advokat adalah sangat penting dengan memberikan jasa hukum terhadap tersangka,
terdakwa dan terpidana dari tegaknya keadilan berdasarkan hukum untuk
kepentingan masyarakat pencari keadilan, dan meningkatkan kesadaran masyarakat
atas hak-hak fundamentalnya di depan hukum, mulai dari penyidikan, penuntutan
sampai pada pemeriksaan di sidang pengadilan.
  Kedudukan dan kehadiran penasihat hukum mengikuti jalannya pemeriksaan
penyidikan adalah secara pasif. Demikian makna penjelasan Pasal 115 ayat (1) KUHAP,
yakni kedudukan penasihat hukum mengikuti jalannya pemeriksaan pada tingkat
penyidikan hanya sebagai “penonton”. Terbatas hanya melihat serta mendengar atau within
sight and within hearing. Selama kehadirannya mengikuti jalannya pemeriksaan, tidak
diperkenankan memberi nasihat. Seolah-olah kehadirannya berupa persiapan menyusun
pembelaan atau pemberian nasihat pada taraf pemeriksaan selanjutnya.
Kehadiran penasihat hukum pada setiap pemeriksaan penyidikan, besar sekali
manfaatnya. Kehadiran penasihat hukum pada setiap pemeriksaan penyidikan paling tidak
mencegah penyidik menyemburkan luapan emosi dan membuat suasana pemeriksaan lebih
manusiawi, kecuali memang pemeriksa sendiri lupa daratan dimabuk kecongkakan kekuasaan
dan sudah berteman dengan emosi dan telah kehilangan akal sehat.
Kehadiran yang pasif dalam kedudukan boleh melihat dan mendengar jalannya
pemeriksaan bagi penasihat hukum, hanya berlaku terhadap tersangka yang akan dituntut
dalam kejahatan tindak pidana di luar kejahatan terhadap keamanan negara. Jika tindak
pidana kejahatan yang disangkakan terhadap tersangka kejahatan atas keamanan negara,
kedudukan pasif penasihat hukum dikurangi semakin pasif. Dalam hal ini penasihat hukum
memang masih dapat mengikuti jalannya pemeriksaan, tapi terbatas melihat saja namun tidak
boleh mendegar. Barangkali hanya dapat melihat pemeriksaan tersangka dari dinding kaca di
dalam mana tersangka diperiksa.

C. Peran Advokat dalam penuntutan dan putusan perkara Tindak Pidana.


Bantuan hukum di Indonesia dikonsepsikan dengan suatu hak yang dapat dituntut
oleh setiap insan Indonesia. Hak ini dipandang sebagai bagian dari hak-hak asasi manusia
sehingga program bantuan hukum di Indonesia pada hakikatnya adalah program untuk
memperjuangkan penegakan hak-hak asasi manusia dalam rangka usaha untuk mewujudkan
program bantuan hukum sebagai program penegakan hak-hak asasi manusia, Undang-
Undang Dasar 1945 Pasal 27 ayat (1) biasa digunakan sebagai acuan dasarnya. Pasal 27 ayat
(1) UUD 1945 menyatakan bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam
hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak
ada kecualinya. Pasal ini merupakan bukti adanya pengakuan terhadap asas persamaan di
muka hukum (equality before the law). Dengan demikian program bantuan hukum di
Indonesia secara yuridiksi konstitusional telah mendapat landasan hukum yang mantap.
Dalam kaitan itu antara lain dikemukakan bahwa program-program untuk memberikan
informasi mengenai hak dan kewajiban di dalam hukum dan pentingnya peran advokat di
dalam melindungi hak-hak kebebasan fundamental harus selalu digelorakan. Mereka yang
miskin atau malang yang tidak dapat memperjuangkan sendiri haknya dibantu untuk
memperoleh bantuan hukum secukupnya
Asas bantuan hukum ditegaskan pada penjelasan umum angka 3 huruf f KUHAp
dengan redaksional bahwa setiap orang yang tersangkut pierkara berhak memperoleh bantuan
hukum yang semata-mata diberikan untuk melaksanakan kepentingan pembelaan. Selain itu,
asas bantuan hukum juga diatur dalam Bab XI Pasal 56 serta Pasal 57 ayat (1) dan (2)
Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 UU Kekuasaan Kehakiman yang dirumuskan dengan
redaksional, setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum,
kemudian negara menanggung biaya perkara bagi pencari keadilan yang tidak mampu,
berikutnya pada setiap pengadilan negeri dibentuk pos bantuan hukum kepada pencari
keadilan yang tidak mampu memperoleh bantuan hukum serta bantuan hukum tersebut
diberikan cuma-cuma pada semua tingkat pemeriksaan peradilan sampai putusan terhadap
perkara tersbeut telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Lebih lanjutn lagi, asas bantuan
hukum ini dapat dilihat pada KUHAP khususnya Pasal 56 dan 69 sampai dengan 74 KUHAP
dan imperatif sifatnya sebagaimana digariskan oleh Mahkamah Agung RI serta beberapa
yurispridensi Mahkamah Agung RI seperti Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 510
K/Pid/1988 tanggal 28 April 1988 dan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1565
K/Pid/1991 tanggal 16 September 1993.28 Bantuan hukum secara cuma-cuma ini meliputi
tindakan hukum untuk kepentingan pencari keadilan di setiap tingkat proses peradilan.
Bantuan hukum secara cuma-cuma berlaku juga terhadap jasa hukum di luar pengadilan.
Bantuan hukum dapat diberikan secara cuma-cuma oleh advokat, namun sesuatu yang
sering dipersoalkan adalah fenomena proses pemeriksaan perkara pidana terdakwa tidak
didampingi oleh advokat. Fenomena ini barangkali dapat dimaklumi jika muncul pada proses
peradilan pidana pada kota-kota kecil di mana tenaga advokat tergolong langka, namun
menjadi pertanyaan serius ketika fenomena ketidakadaan advokat dalam pemeriksaan perkara
pidana tampak juga di kota-kota besar. Pasal 56 KUHAP sendiri hanya mewajibkan
penunjukan penasehat hukum bagi tersangka atau terdakwa yang tidak memiliki advokat,
terbatas pada 2 (dua) kriteria :
a. Semua tersangka/terdakwa yang disangka/didakwa melakukan tindak pidana yang
diancam dengan hukuman mati, hukuman seumur hidup, atau hukuman penjara 15
(lima belas) tahun atau lebih.
b. Tersangka/terdakwa yang tidak mampu yang diancam hukuman penjara 5 (lima)
tahun atau lebih.
Dengan demikian, fasilitas bantuan hukum bagi negara (melalui prosedur penunjukan penasihat
hukum) tidak bersifat wajib bagi semua tersangka/terdakwa yang tergolong mampu dan
disangka/didakwa melakukan tindak pidana yang diancam hukuman di bawah 15 (lima belas) tahun
penjara atau tersangka/terdakwa yang tidak mampu yang diancam hukuman di bawah 5 (lima)
tahun penjara
Untuk menjamin hak-hak tersangka, undang-undang menetapkan kewajiban-
kewajiban penuntut umum setelah menerima berkas dari penyidik sampai dilimpahkannya
berkas kepada pengadilan, antara lain :
1. Tenggang waktu meneliti berkas dan membuat surat dakwaan
2. Menyampaikan turunan surat pelimpahan serta surat dakwaan.
3. Memberikan turunan berita acara pemeriksaan.
Penuntut umum wajib untuk meneliti berkas perkara yang diterima dari penyidik dalam
waktu 7 (tujuh) hari dan kewajiban segera membuat surat dakwaan. Tenggang waktu ini
adalah batas waktu bagi penuntut umum menetapkan apakan berkas sudah lengkap atau
belum. Kalau sudah lengkap segera membuat surat dakwaan, kalau belum lengkap
mengembalikan kepada penyidik agar diadakan penyidikan tambahan dengan petunjuk dari
penuntut umum (Pasal 138 ayat (1) dan (2) jo Pasal 140 ayat (1). Apabila tenggang waktu ini
dilampaui, maka telah terjadi pelanggaran hak tersangka, yaitu hak untuk mendapatkan
penyelesaian perkaranya secepatnya, sebagaimana ditetapkan di dalam Pasal 50 ayat (1) dan
ayat (2) KUHAP. Hak penyelesaian perkara secepatnya adalah hak tersangka untuk segera
mendapatkan pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya juga diajukan kepada penuntut
umum (Pasal 50 KUHAP). ntuk menjamin hak tersebut sangat penting bagi tersangka untuk
didampingi oleh advokat. Advoakt diberi hak oleh undang-undang, antara lain berhak
menghubungi tersangka sejak saat ditangkap/ditahan pada semua tingkat periksaan (dimulai
dari tingkat penyidikan).
Dalam penuntutan suatu perkara pidana, penuntut umum wajib menyampaikan turunan
surat pelimpahan beserta surat dakwaan kepada tersangka atau kuasanya atau penasehat
hukumnya (advokat), bersamaan dengan saat pelimpahan perkara ke pengadilan (Pasal 143
ayat (4) KUHAP). Hal ini juga berkaitan dengan persiapan tersangka atau terdakwa untuk
menyusun pembelaan di pengadilan. Keterlambatan penyampaian ini akan mengurangi
kesempatan tersangka atau terdakwa untuk mempersiapkan pembelaannya, termasuk memilih
pembelaannya. Menurut penjelasan Pasal 143 KUHAP, menyatakan bahwa surat pelimpahan
perkara adalah surat pelimpahan perkara itu sendiri lengkap beserta surat dakwaan dan berkas
perkara. Hal ini berarti turunan berkas perkara dari penyidik harus disampaikan kepada
terdakwa atau penasehat hukumnya. Menurut penjelasan pasal ini ada tiga bentuk yang harus
dikirim kepada terdakwa atau penasehat hukumnya, yaitu : 1. Turunan sura pelimpahan
perkara itu sendiri dalam arti surat pengantar, yang memuat permintaan agar pengadilan
segera mengadili perkara tersebut. 2. Turunan surat dakwaan. 3. Turunan berkas perkara.33
Timbul pertanyaan, apakah selama ini turunan berkas perkara ikirim kepada terdakwa atau
penasehat hukumnya bersamaan dengan pelimpahan perkara oleh penuntut umum. Disinipun
seorang advokat harus jeli melihat bunyi undang-undang dan menghubungkannya dengan
pelaksanaan di lapangan. Karena hal ini belum dilaksanakan, paling-paling terdakwa atau
penasehat hukum diberi waktu membaca berkas, itupun kalau diminta. Berarti penuntut
umum belum melihat pengiriman turunan berkas itu merupakan hak terdakwa, yang
merupakan kewajiban bagi penuntut umum berdasarkan undang-undang. Di sinilah letak
peranan advokat mendampingi terdakwa dalam penuntutan.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan.
Advokat hanya memiliki hak immunitas dalam kapasitas pembelaan di dalam sidang
Pengadilan. Akan tetapi dalam pasal lain sercara tersirat menyebutkan advokat bebas dalam
menjalankan tugas profesinya dengan tetap berpegang pada kode etik. Dapat disimpulkan
bahwa selama mejalankan tugasnya baik di luar sidang pengadilan advokat tetap dilindungi
oleh undang-undang. Selain aturan dalam UU Avokat, ada pula MoU (Memori of
Understanding) antara Organisasi Advokat dengan Kapolri berkaitan dengan tata cara
pemeriksaaan seorang advokat yang dilakukan oleh penyidik. Penyidik harus menghubungi
Organisasi Advokat terlebih dahulu sebelum melakukan penyidikkan. MoU tersebut
merupakan salah satu bentuk implementasi dari keistimewaan Advokat.
Penuntutan suatu perkara pidana dibatasi sejak berkas perkara tersangka diterima oleh
penuntut umum sampai dilimpahkan ke pengadilan berdasarkan surat dakwaan. Dakwaan
dapat disusun secara tunggal, kumulatif, alternatif, ataupun subsidair. Dakwaan merupakan
dasar penting dalam pemeriksaan perkara pidana karena menjadi dasar bagi hakim dalam
pemeriksaan di sidang pengadilan. Untuk itu dakwaan harus memenuhi syarat formal dan
syarat materil suatu surat dakwaan.
Peranan advokat dalam penuntutan suatu perkara pidana menurut Undang-undang
Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat adalah agar terdakwa memperoleh hak-haknya,
yakni hak untuk mendapatkan penyelesaian perkaranya secepatnya, hak untuk mendapatkan
turunan berita acara pemeriksaan dan turunan surat pelimpahan serta surat dakwaan.

Anda mungkin juga menyukai