Anda di halaman 1dari 32

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI

SEKTOR TEKNOLOGI INFORMASI DAN


KOMUNIKASI

MENERAPKAN PROSEDUR
KESEHATAN, KESELAMATAN, DAN
KEAMANAN KERJA (K3)
TIK.JK01.006.01

BUKU INFORMASI
MATERI UNIT KOMPETENSI
MENERAPKAN PROSEDUR KESEHATAN, KESELAMATAN, DAN KEAMANAN
KERJA ( K3 )

1.1 Latar Belakang

Latar belakang dari diterapkannya Prosedur Kesehatan, Keselamatan dan


Keamanan Kerja ( K3 ) adalah dari standarisasi yang telah diterapkan di dunia
kerja internasional.

Semakin berkembangnya dunia industri di dunia, telah mendorong para


pekerja untuk bekerja lebih giat sesuai dengan kebutuhan pasar. Namun hal
itu tidak jarang menyebabkan pekerja menjadi cidera. Cidera yang terjadi di
lapangan sangat beragam, dari cidera otot sampai yang menghasilkan korban
jiwa. Dengan terganggunya perkembangan manusia sebagai salah satu modal
utama pembangunan, maka negara-negara berkembang pada saat itu mulai
peduli tentang kesehatan, keselamatan dan keamanan pekerja di negaranya
tersebut.

Prosedur kesehatan, keselamatan dan keamanan kerja berawal dari OSH (


Occupational Safety and Health ) yaitu: sebuah ilmu disiplin yang peduli dan
melindungi keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan orang yang bekerja di
tempat kerja.

Sejak tahun 1950 ILO ( International Labour Organization ) dan WHO ( World
Health Organization ) telah menetapkan definisi umum dari kesehatan kerja,
yaitu: Kesehatan kerja harus mencapai peningkatan dan perawatan paling
tinggi di bidang fisik, sosial sebagai seorang pekerja di bidang pekerjaan
apapun; pencegahan bagi setiap pekerja atas pengurangan kesehatan karena
kondisi kerja mereka, perlindungan bagi pekerja untuk mengurangi faktor-
faktor yang dapat merugikan kesehatan mereka; penempatan dan perawatan
bagi pekerja di lingkungan kerja sesuai dengan kemapuan fisik dan psikologi
dari pekerja dan meringkas adaptasi dari setiap pekerja ke pekerjaannya
masing-masing.

Tujuan awal dari pendirian standard keselamatan dan kesehatan di tempat


kerja antara lain:
 Moral – Seorang pekerja seharusnya tidak mempunyai resiko terluka
pada saat kerja atau yang berhubungan dengan lingkungan kerja.
 Ekonomi – Dengan mengurangi biaya yang harus dibayar jika terjadi
kecelakaan di tempat kerja; seperti gaji, denda, kompensasi kerusakan,
waktu investigasi, kurang produksi, kehilangan semangat dari pekerja,
pembeli atau pihak lainnya.
 Legal – Mendorong hukum agar menerapkan peraturan resmi agar dapat
dipatuhi oleh banyak pihak.

Beberapa resiko yang biasa dimiliki oleh pekerja:


 Resiko fisik ( terpeleset dan tersandung, jatuh dari ketinggian,
transportasi tempat kerja, mesin yang berbahaya, listrik, kebisingan,
getaran, radiasi ion ).
 Resiko kimia ( cairan pelarut, metal berat )
 Resiko psikologi ( stress, kekerasan, pemerasan )
 Resiko lingkungan ( temperatur, kelembapan, cahaya )
 Resiko cidera otot ( lingkungan kerja yang tidak ergonamis )
 Dll

1.2 Pengertian Ilmu Kesehatan, Keselamatan dan Keamanan Kerja ( K3 )

Ilmu Keselamatan dan Kesehatan Kerja ( K3 ) merupakan bagian dari ilmu


Kesehatan Masyarakat. Keilmuan K3 merupakan perpaduan dari multidisiplin
ilmu antara ilmu-ilmu kesehatan, ilmu perilaku, ilmu alam, teknologi dan lain-
lain baik yang bersifat kajian maupun ilmu terapan dengan maksud
menciptakan kondisi sehat dan selamat bagi pekerja, tempat kerja, maupun
lingkungan sekitarnya, sehingga meningkatkan efisiensi dan produktivitas
kerja.

Perkembangan dan kebutuhan ilmu/keahlian K3 berkembang sangat pesat


mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), percepatan
pembangunan melalui industrialisasi serta tuntutan kebutuhan pekerjaan yang
semakin meningkat dalam hal efisiensi, produktivitas, tingkat kesehatan dan
keselamatan. Perkembangan ini semakin dipacu dengan kebijakan dari
Pemerintah yang mendukung pendidikan tinggi untuk membuka program
pendidikan di bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan pendekatan
yang bersifat multidisipliner. Kebijakan di tingkat internasional dengan telah
dilansirnya ISO 18000 juga semakin mendorong percepatan ini.
Ilmu Keselamatan dan Kesehatan Kerja ( K3 ) bertujuan agar para pekerja di
lingkungan kerjanya masing-masing selalu dalam keadaan sehat, nyaman,
selamat dan terutama bekerja secara produktif dalam meningkatkan kinerja
Perusahaan serta meningkatkan kesejahteraan Karyawan Perusahaan.
Demikian pula untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan kemauan serta kerja
sama para karyawan agar menjunjung tinggi peraturan-peraturan Keselamatan
dan Kesehatan Kerja demi kesejahteraan Perusahaan yang berarti
kesejahteraan keluarga karyawan. Dengan keadaan karyawan melaksanakan
kegiatan operasinya dengan aman, nyaman, handal dan efisien, sehingga
kerugian Perusahaan dapat dicegah dan dikurangi.

Perencanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan salah satu kegiatan


preventif untuk mencegah hal-hal yang dapat mengancam keselamatan dan
kesehatan pekerja di lapangan. Isi dari Perencanaan Keselamatan dan
Kesehatan Krja, antara lain:
 Pembebanan dan pengangkutan material yang minimal
 Mempunyai ruang gerak yang aman dan tidak licin
 Mempunyai ruang yang cukup luas untuk peletakan antar mesin dan
peralatan
 Tersedianya fasilitas untuk efakuasi di lapangan verja
 Tersedianya ruangan yang terisolasi khusus untuk pengerjaan proses yang
berbahaya
 Tersedianya peralatan pencegah kebakaran disetiap mesin dan peralatan.

Daftar Peraturan Perundangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang berlaku di


Indonesia antara lain:

 UNDANG-UNDANG

1. Undang-undang Nomor 01 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja


2. Undang-undang Uap Tahun 1930 (STOOM ORDONNANTIE)

 PERATURAN PEMERINTAH

1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 11 Tahun 1979 tentang


Keselamatan Kerja Pada Pemurnian dan Pengolahan Minyak dan Gas Bumi
2. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan Atas
Peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida
3. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan
Pengawasan Keselamatan Kerja di Bidang Pertambangan
4. Peraturan Uap Tahun 1930 (STOOM VERORDENING)

 KEPUTUSAN PRESIDEN

1. Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993 tentang Penyakit Yang Timbul


Akibat Hubungan Kerja

 KEPUTUSAN DAN PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA &/ATAU


MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

1. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia


Nomor: Kep-75/MEN/2002 Tentang Pemberlakuan Standar Nasional
Indonesia (SNI) Nomor: SNI-04-0225-2000 Mengenai Persyaratan Umum
Instalasi Listrik 2000 (Puil 2000) di Tempat Kerja
2. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep-187/MEN/1999 tentang
Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya di Tempat Kerja
3. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep-187/MEN/1999 tentang Unit
Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja
4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-03/MEN/1999 tentang Syarat-
syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lift Untuk Pengangkutan Orang dan
Barang
5. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep-51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang
Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja
6. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-03/MEN/1998 tentang Tata Cara
Pelaporan Dan Pemeriksaan Kecelakaan
7. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-01/MEN/1998 tentang
Penyelenggaraan Pemeliharaan Kesehatan Bagi Tenaga Kerja dengan
Manfaat Lebih Baik dari Paket Jaminan Pemeliharaan kesehatan Dasar
Jaminan Sosial Tenaga Kerja
8. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per-04/MEN/1998 tentang
Pengangkatan, Pemberhentian dan Tata Kerja Dokter Penasehat
9. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per-05/MEN/1996 tentang Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
10. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-04/MEN/1995 tentang Perusahaan
Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja
11. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-02/MEN/1992 tentang Tata Cara
Penunjukan Kewajiban dan Wewenang Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja
12. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep-245/MEN/1990 tentang Hari
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional
13. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep-333/MEN/1989 tentang Diagnosis
dan Pelaporan Penyakit Akibat Kerja
14. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-02/MEN/1989 tentang
Pengawasan Instalasi Penyalur Petir
15. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-01/MEN/1989 tentang Kwalifikasi
Dan Syarat-syarat Operator Keran Angkat
16. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-01/MEN/1988 tentang Kwalifikasi
dan Syarat-syarat Operator Pesawat Uap
17. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep-1135/MEN/1987 tentang Bendera
Keselamatan Kerja
18. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-04/MEN/1987 tentang Panitia
Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja Serta Tata Cara Penunjukan Ahli
Keselamatan Kerja
19. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-03/MEN/1985 tentang Kesehatan
Dan Keselamatan Kerja Pemakaian Asbes
20. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-05/MEN/1985 tentang Pesawat
Angkat dan Angkut
21. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-04/MEN/1985 tentang Pesawat
Tenaga dan Produksi
22. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-02/MEN/1983 tentang Instalasi
Alarm Kebakaran Automatik
23. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-03/MEN/1982 tentang Pelayanan
Kesehatan Tenaga Kerja
24. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-02/MEN/1982 tentang Kwalifikasi
Juru Las
25. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-01/MEN/1982 tentang Bejana
Tekanan
26. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-01/MEN/1981 tentang Kewajiban
Melapor Penyakit Akibat Kerja
27. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-04/MEN/1980 tentang Syarat-
syarat Pemasangan Dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan
28. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-02/MEN/1980 tentang
Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja Dalam Penyelenggaraan Keselamatan
Kerja
29. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-01/MEN/1980 tentang
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Pada Konstruksi Bangunan
30. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-01/MEN/1979 tentang Kewajiban
Latihan Hygiene Perusahaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Bagi
Paramedis Perusahaan
31. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-03/MEN/1978 tentang
Penunjukan dan Wewenang Serta Kewajiban Pegawai Pengawas Keselamatan
dan Kesehatan Kerja dan Ahli Keselamatan Kerja
32. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-01/MEN/1978 tentang
Keselamatan Kesehatan Kerja Dalam Penerbangan Dan Pengangkutan Kayu
33. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-01/MEN/1976 tentang Wajib
Hyperkes Bagi Dokter Perusahaan

 INSTRUKSI DAN SURAT EDARAN MENTERI TENAGA KERJA &/ATAU


MENTERI TENAGA KERJA TRANSMIGRASI

1. Instruksi Menteri Tenaga Kerja RI No. Ins. 11/M/BW/1997 tentang


Pengawasan Khusus K3 Penanggulangan Kebakaran
2. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja RI No. SE-01/MEN/1997 tentang Ambang
Batas Faktor Kimia Di Udara Lingkungan Kerja

 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL

1. Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial Dan


Pengawasan Ketenagakerjaan No. Kep-311/BW/2002 Tentang Pemberlakuan
Sertifikasi Kompetensi Keselamatan dan Kesehatan Kerja Teknisi Listrik
2. Keputusan Direktur Jenderal Binawas No. Kep-407/BW/1999 tentang
Persyaratan, Penunjukan, Hak dan Kewajiban Teknisi Lift

1.3 Ergonamis

Salah satu syarat yang menjamin terjalannya prosedur kesehatan,


keselamatan dan keamanan kerja adalah terpenuhnya syarat ergonomis di
tempat kerja.

Terdapat beberapa pengertian ergonomi, antara lain:


 Ergonomi berasal dari bahasa Latin, yaitu ” ergo” yang artinya kerja dan
”nomos” yang artinya hukum alam, dan dapat didefinisikan sebagai studi
tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau
secara anatomi, fisiologi, psikology, engineering, manajemen dan design.
 Ergonomi adalah suatu cabang ilmu yang mempelajari tubuh manusia
dalam kaitannya dengan pekerjaan dengan memanfaatkan informasi-
informasi mengenai sifat, kemampuan, dan keterbatasan manusia untuk
merancang suatu sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja
pada sistem dengan baik, dengan demikian manusia dapat melakukan
pekerjaan dengan nyaman, aman, dan efektif sehingga mencapai
produktifitas yang optimal.

Tujuan dari ergonomi adalah untuk memaksimalkan perancangan terhadap


produk, alat dan ruangan dalam kaitannya dengan anthropometri secara
integral, sehingga mendapatkan suatu pengetahuan yang utuh dalam
menghadapi permasalahan-permasalahan interaksi manusia dengan technology
dan produk-produknya, sehingga dimungkinkan rancangan sistem manusia (
technology ) dapat menjadi optimal.

Terdapat beberapa aspek dari ergonomis yang harus dipertimbangkan, antara


lain adalah:
 Sikap dan posisi kerja
Beberapa jenis pekerjaan akan memerlukan sikap dan posisi tertentu yang
terkadang-kadang cenderung tidak mengenakkan dan kadang-kadang juga
harus berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Hal ini menyebabkan
pekerja cepat lelah, membuat banyak kesalahan atau menderita cacat tubuh.
Untuk menghindari hal tersebut di atas terdapat beberapa pertimbangan
ergonomis, seperti:
 Mengurangi keharusan operator untuk bekerja dengan sikap dan
posisi membungkuk dengan frekuensi yang sering atau jangka waktu
lama.
 Operator seharusnya menggunakan jarak jangkauan normal.
 Operator tidak seharusnya duduk atau berdiri pada saat bekerja
untuk waktu yang lama dengan kepala, leher, dada atau kaki berada
dalam sikap atau posisi miring.
 Operator tidak seharusnya bekerja dalam frekuensi atau periode
waktu yang lama dengan tangan atau lengan berada dalam posisi di
atas level siku yang normal.
 Anthropometri dan dimensi ruang kerja
 Persyaratan ergonomis mensyaratkan agar supaya peralatan dan
fasilitas kerja sesuai dengan orang yang menggunakan khususnya
menyangkut dimensi ukuran tubuh. Dalam menentukan ukuran
maksimum atau minimum

Ergonomi tidak pernah lepas dari Anthropometri. Anthropometri berasal dari


”antro” yang berarti manusia dan ”metri” yang berarti ukuran. Jari secara garis
besar anthropometri dapat didefinisikan sebagai satu studi yang berkaitan
dengan pengukuran dimensi tubuh manusia.

Anthropometri adalah sekumpulan data numerik yang berhubungan dengan


ciri-ciri fisik tubuh manusia, seberti: ukuran, bentuk dan kekuatan serta
penerapan dari data tersebut untuk penanganan masalah design.

Tujuan dari anthropometri adalah sebagai acuan yang ergonomis dalam segala
hal yang memerlukan interaksi manusia, dalam aplikasinya mengenai
perancangan area, alat, produk, maupun stasiun kerja, yang berkaitan dengan
bentuk, ukuran, dan dimensi yang tepat, sehingga para pengguna alat atau
ruangan fisik tersebut cocok, dan diharapkan akan meningkatkan produktivitas.
Anthropometri secara luas akan digunakan sebagai pertimbangan-
pertimbangan ergonomis dalam memerlukan interaksi manusia. Data
anthropometri yang berhasil diperoleh akan diaplikasikan secara luas antara
lain dalam hal:
 Perancangan area kerja
 Perancangan peralatan kerja seperti mesin, perkakas, dsb.
 Perancangan produk-produk konsumtif, seperti pakaian, kursi dan meja
komputer
 Perncangan lingkungan kerja fisik
Perancangan dengan menggunakan data anthropometri secara umum
sekurang-kurangnya 90%-95% dari populasi yang menjadi target dalam
kelompok pemakai. Rancagan ini dimaksudkan agar sebagian besar dalam
kelompok pemakai dapat menggunakan alat tersebut. Rancangan produk yang
dapat diatur secara fleksibel akan jelas memberikan kemudahan dalam
operasinya, sehingga dapat dipergunakan meskipun oleh dimensi tubuh yang
berbeda-beda. Diharapkan anthropometri dapat digunakan dalam aplikasi alat-
alat yang dipakai secara nyaman oleh sebagian besar pemakai.

Data anthropometri yang akan digunakan dipilih berdasarkan kesesuaian


kegunaannya. Beberapa faktor yang mempengaruhi dimensi tubuh manusia
yang secara otomatis akan mempengaruhi tingkat kenyamanan pengguna
fasilitas kerja, yaitu:
 Umur
Secara umum dimensi tubuh manusia akan tumbuh dan bertambah besar
seiring dengan bertambahnya umur yaitu sejak awal kelahirannya sampai
dengan umur sekitar 20 tahunan. Setelah itu tidak lagi akan terjadi
pertumbuhan bahkan justru akan cenderung berbah menjadi penurunan
ataupun penyusutan yang dimulai sekitar umur 40 tahunan.
 Jenis kelamin
Dimensi ukuran tubuh laki-laki umumnya akan lebih besar dibandingkan
dengan wanita, kecuali untuk beberapa bagian tubuh tertentu seperti pinggul,
dan sebagainya.
 Suku/bangsa
Setiap suku bangsa memiliki kekhasan dimensi fisik tersendiri.
 Posisi tubuh

Sikap ataupun posisi tubuh akan berpengaruh terhadap ukuran tubuh oleh
sebab itu, posisi tubuh standard harus diterapkan untuk survei pengukuran.
Dalam kaitan dengan posisi tubuh dikenal 2 cara pengukuran, yaitu:
o Pengukuran dimensi struktur tubuh ( structural body dimension )
Di sini tubuh diukur dalam berbagai posisi standard dan tidak
bergerak ( tetap tegak sempurna ). Dimensi tubuh yang diukur
dengan posisi tetap antara lain meliputi berat badan, tinggi tubuh
dalam posisi berdiri maupun duduk, ukuran kepala, tinggi/panjang
lutut pada saat berdiri/duduk, panjang lengan dan sebagainya.

o Pengukuran dimensi fungsional tubuh ( functional body dimensions )


Di sini pengukuran dilakukan terhadap posisi tubuh pada saat
berfungsi melakukan gerakan-gerakan tertentu yang berkaitan
dengan kegiatan yang harus diselesaikan. Hal pokok yang ditekankan
dalam pengukuran dimensi fungsional tubuh ini adalah mendapatkan
ukuran tubuh yang nantinya akan berkaitan erat dengan gerakan-
gerakan nyata yang diperlukan tubuh untuk melaksanakan kegiatan-
kegiatan tertentu.

Selain faktor-faktor tersebut di atas masih terdapat pula beberapa faktor,


seperti:
 Cacat tubuh
Data Anthropometri di sini diperlukan untuk perancangan produk bagi
orang-orang cacat.
 Kehamilan
Data anthropometri di sini diperlukan untuk perancangan produk yang
sesuai dengan bentuk dan ukuran tubuh saat hamil.
 Tebal-tipisnya pakaian
Iklim yang berbeda memberikan variasi yang berbeda pula dalam bentuk
rancangan dan spesifikasi pakaian.

Pengukuran dibagi dua, yaitu:


 Pengukuran dimensi struktur tubuh
Di sini tubuh diukur dalam berbagai posisi standard badan tidak bergerak,
seperti berat badan, tinggi tubuh dalam posisi berdiri maupun duduk,
ukuran kepala, dll. Ukuran dalam hal ini diambil dengan persentil tertentu
seperti 5% atau 95%.
 Pengukuran dimensi fungsional tubuh
Di sini pengukuran dilakukan terhadap posisi tubuh pada saat berfungsi
melakukan gerakan-gerakan tertentu yang berkaitan dengan kegiatan
yang harus diselesaikan.

Dengan menciptakan ruang kerja yang ergonomis, maka akan dapat


mengurangi kelelahan yang dapat menurunkan kinerja dari pekerja itu sendiri.
Kelelahan yang mungkin terjadi dapat dibagi menjadi 4 macam: kelelahan
visual, kelelahan monoton, kelelahan fisik dan kelelahan mental.

1.4 Praktek Kesehatan, Keselamatan dan Keamanan di Tempat Kerja

Seperti yang sudah dibahas di atas dapat dilihat bahwa kesehatan, keselamatan
dan keamanan di tempat kerja merupakan hal yang tidak dapat disepelekan. Dapat
dilihat dari jumlah kecelakaan yang sering terjadi di tempat kerja dan penyakit-
penyakit yang sering diderita oleh pekerja karena pekerjaannya.

Hal itu semua dapat dicegah jika ada kerjasama dari 2 pihak utama di dunia kerja,
yaitu:
 Perusahaan:
o Menyediakan tempat kerja yang “bebas resiko”
o Dapat mencari bantuan konsultasi dan identifikasi
o Tidak dapat menghukum karyawan
 Pegawai:
o Mematuhi standard yang sudah ada
o Melaporkan masalah kepada atasan
o Dapat menuntut keamanan
Komitmen dari manajemen perusahaan merupakan kunci dari tercapainya keadaan
produktif penuh di perusahaan, badan khusus yang menangani tentang kesehatan,
keselamatan dan keamanan kerja harus terdapat di setiap perusahaan yang
berpegawai lebih dari 100 orang. Badan tersebut bertugas untuk menganalisa
kecelakaan kejadian dan menetapkan tujuan spesifik keselamatan yang dapat
dicapai.

Badan khusus tersebut menganalisah penyebab kurangnya tingkat produktif yang


terdapat di perusahaan, yang pada umumnya terjadi atas beberapa faktor umum:
 Kejadian yang tidak terduga
 Kondisi kerja rawan kecelakaan
o Pengoperasian peralatan yang sudah cacat
o Kurangnya peralatan keselamatan
o Pekerjaan yang berbahaya
o Jadwal pekerjaan yang terlalu padat
 Kebiasaan perilaku karyawan yang dapat menimbulkan kecelakaan atau
penyakit
 Faktor keterbatasan manusia:
o Penglihatan
o Usia
o Persepsi
o Kemampuan motorik
Tingkat produktif di sebuat perusahaan dapat terus dipelihara dengan beberapa
cara, yaitu:
 Memperbaiki kondisi kerja menjadi sebuah kondisi yang ergonamis
 Mengurangi perilaku berbahaya karyawan dengan seleksi dan penempatan
kerja secara hati-hati
 Mengurangi perilaku berbahaya melalui:
 Penempelan poster dan propoganda lain
 Pemberian pelatihan
 Komitmen manajemen puncak
 Pemberian prioritas pada keselamatan
 Penyusunan kebijakan menyangkut keselamatan kerja
 Penempatan sasaran pengurangan biaya secara jeas
 Penyelenggaraan inspeksi
 Pemantauan load kerja dan tingkat stress karyawan

Beberapa contoh program yang dapat dilaksanakan oleh perusahaan untuk


mendukungnya prosedur kesehatan, keselamatan dan keamanan kerja antara lain:
 Membuat kondisi kerja aman
 Dengan membeli dan mempergunakan mesin-mesin yang dilengkapi alat-
alat pengaman, menggunakan peralatan-peralatan yang lebih baik,
mengatur layout tempat kerja dan penerangan sebaik mungkin, tempat
kerja yang ergonamis dan pemeliharaan fasilitas tempat kerja yang baik.
 Melakukan kegiatan-kegiatan pencegahan kecelakaan dengan mengendalikan
praktek-praktek manusia yang tidak aman
 Dengan mendidik para karyawan dalam hal keamanan, memberlakukan
larangan-larangan keras, memasang poster untuk selalu mengingatkan
tentang kesehatan, keselamatan dan keamanan kerja.
 Seorang atasan sebaiknya: memberikan pujian kepada karyawannya,
mendengarkan keluhan bawahannya, menjadi contoh yang baik,
mengunjungi tempat kerja secara teratur, menjaga komunikasi tentang
keamanan secara terbuka, kaitkan bonus dengan kemajuan keamanan.
 Membuat pelatihan tentang kesehatan, keselamatan dan kemanan kerja,
dilanjutkan secara periodik dengan demonstrasi dan test.
 Memasang poster-poster yang memberikan keterangan tentang
kesehatan, keselamatan dan keamanan kerja.
 Melakukan inspeksi dan evaluasi tentang kesehatan, keselamatan dan
keamanan di tempat kerja secara teratur.
 Penciptaan lingkungan kerja yang ergonamis
 Membuat tempat kerja yang meminimalisasi kelelahan pekerja.
 Untuk menjaga kesehatan para karyawan dari gangguan-gangguan
penglihatan, pendengara dan kelelahan, dll.
 Memberikan pelayanan kesehatan
 Dengan penyediaan dokter organisasi dan klinik kesehatan organisasi

Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat ergonamis di tempat kerja atau
kantor adalah posisi kerja dari pekerja itu sendiri. Dengan posisi kerja yang baik
akan dapat menjaga kesehatan tubuh, dan mencegah timbulnya kelelahan sewaktu
bekerja.

Posisi kerja yang baik antara lain harus memenuhi syarat berikut:
 Leher lurus dengan bahu dan leher dalam keadaan santai
 Posisi lengan berada di bawah bahu
 Sikut terletak dekat dengan badan dan tidak jauh maju ke depan atau
kebelakang
 Tinggi permukaan meja setinggi sikut atau sedikit di bawah
 Duduk dengan keadaan tulang ekor berbentuk S yang normal dan ditopang
dengan baik
 Kedua kaki berada di lantai
 Ketika duduk , lutut membentuk sudut 90ْ
Gambar Posisi Kerja yang Baik

Gambar Posisi Kerja yang Baik


Gambar Posisi Lengan yang Baik dan Tidak Baik

Gambar Contoh Postur yang Baik dan Tidak pada Saat Bekerja
Posisi Tidak Baik Posisi Baik
Para pekerja sebaiknya juga melakukan peregangan setelah beberapa lama bekerja
dengan posisi yang sama, peregangan ini berfungsi untuk menggerakaan otot-otot
yang sudah tegang setelah lama bekerja.

Gambar Latihan
Selain dari posisi tubuh, ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi tingkat
ergonamis tempat kerja, yaitu: tenaga yang dikeluarkan, gerakan kerja,
penglihatan ( cahaya dan tingkat ketelitian ), keadaan temperatur, keadaan
atomosfer, keadaan lingkungan, dan kelonggaran untuk kebutuhan pribadi.

Tenaga yang dikeluarkan menjelaskan tipe pekerjaan yang dilakukan; apakah


pekerjaan kantor dalam keadaan duduk atau pekerja bangunan yang harus selalu
berpindah-pindah tempat.

Gerakan kerja maksudnya adalah apakah gerakannya di dalam area yang sempit
yang terbatas saja; misalnya di meja atau luas; misalnya di studio atau sempit.

Kelelahan penglihatan maksudnya adalah seberapa kerja tersebut


mempengaruhi kelelahan mata, dari tingkat pencahayaan ataupun jenis
pekerjaan; jenis pekerjaan

yang kecil dan membutuhkan perhitungan presisi akan lebih cepat membuat mata
menjadi lebih lelah.

Keadaan temperatur yang normal untuk bekerja aalah 22°-28° C. Bila temperatur
di ruang kerja jauh di bawa atau di atas dari suhu normal tersebut, maka akan
mengganggu kinerja dari pekerja yang berada di ruangan tersebut.

Keadaan atmosfer merupakan tingkat kwalitas dari udara di tempat kerja; dari ada
tidaknya ventilasi dan ada tidaknya bau-bauan. Normalnya setiap ruangan memiliki
ventilasi agar menjaga pergerakan udara yang terdapat di dalam ruangan dan
udara harusnya tidak terdapat bau-bauan baik yang beracun maupun tidak.

Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi adalah keaadaan di mana karyawan dapat


bekerja seefektif mungkin dengan menghormati kebutuhan dasar dari karywan
tersebut sebagai manusia, seperti pergi ke belakang, makan, berkomunikasi, dll.
Beberapa resiko bahaya yang biasanya terdapat di tempat kerja:

Bahan Kimia Berbahaya Ancaman Bahaya Lainnya Bahaya Terhadap


Keselamatan
Pelarut / Pembersih Kebisingan Listrik
Asam / bahan yang Radiasi Kebakaran / Ledakan
menyebabkan iritasi
Debu ( Asbes, Silika, Gerakan yang berulang- Mesin-mesin tanpa
Kayu ) ulang pelindung
Logam berat ( timah Posisi tubuh yang tidak Mengangkat benda-benda
hitam, arsenik, air raksa ) nyaman yang berat
Polusi udara Panas / Dingin Pengaturan tempat kerja
( berantakan,
penyimpanan yang tidak
baik )
Pestisida Penyakit Menular Kendaraan bermotor
Resin Stress/ Pelecehan
Beban Kerja / Irama kerja

Beberapa cidera yang umumnya terjadi karena tempat kerja yang tidak memenuhi
persyaratan ergonamis:
Cidera Gejala Penyebab
Bursitis : meradangnya Rasa sakit dan bengkak Berlutut, tekanan pada
kantung antara tulang pada tempat cedera siku, gerakan bahu yang
dengan berulang-ulang
kulit, atau tulang dengan
tendon. Dapat terjadi di
lutut,
siku, atau bahu.

Sindroma pergelangan Gatal, sakit, dan kaku Membengkokkan


tangan : tekanan pada pada pergelangan berulang-
syaraf jari-jemari, terutama di ulang.
yang melalui pergelangan malam hari Menggunakan alat
tangan yang bergetar. Kadang
diikuti dengan
tenosynovitis.

Ganglion : kista pada Bengkak bundar, keras, Gerakan tangan yang


sendi dan berulang-ulang
atau pangkal tendon. kecil yang biasanya tidak
Biasanya menimbulkan sakit.
dibelakang tangan atau
pergelangan

Tendonitis : radang pada Rasa sakit, bengkak, dan Gerakan yang berulang-
daerah antara otot dan merah di tangan, ulang.
tendon pergelangan, dan/atau
lengan. Kesulitan
menggerakan tangan.

Cidera Gejala Penyebab


Tenosynovitis : radang Sakit, bengkak, sulit Gerakan yang berulang-
pada menggerakan tangan. ulang
tendon dan/atau pangkal dan berat. Dapat
tendon disebabkan oleh
peningkatan kerja yang
tiba-tiba, atau pengenalan
pada proses baru.

Tegang pada leher atau Rasa sakit di leher dan Menahan postur yang kaku
bahu: radang pada bahu
tendon dan atau
pangkal tendon
Gerakan jari yang Kesulitan menggerakkan Gerakan berulang-ulang.
tersentak : jari dengan pelan, dengan Terlalu lama mencengkam,
radang pada tendon atau tanpa rasa sakit terlalu keras atau terlalu
dan/atau sering
pangkal tendon di jari

1.5 Pengevaluasian Kesehatan, Keselamatan dan Keamanan di Tempat


Kerja

Aktivitas utama dalam mengevaluasi bahaya di tempat kerja adalah :


A. Pengamatan di lokasi kepada proses produksi dan cara kerja
B. Wawancara dengan perkerja dan supervisor
C. Survai terhadap lingkungan kerja, peralatan, dan pekerja
D. Penelaahan terdahap dokumen yang diperlukan dari perusahaan
E. Pengukuran dan monitor terhadap efek bahaya bagi pekerja
F. Pembandingan dari hasil monitor terhadap peraturan yang ada
dan/atau merekomendasikan petunjuk mengenai batas-batas
yang harus diikuti untuk meningkatkan keselamatan kerja
1.5.1. Pengamatan di Lokasi
Hal penting yang harus diingat dalam melakukan pengamatan kerja
adalah :
 Mengerti proses produksi dari awal hingga akhir
 Mengamati seluruh tahap kerja untuk setiap operasi beberapa kali untuk
dapat mengerti bagaimana pekerjaan dilakukan
 Mengidentifikasi bahaya yang mungkin timbul secara langsung atau dapat
menimbulkan gangguan kesehatan segera dan yang dapat mengakibatkan
gangguan kesehatan secara bertahap (kronis)
 Mendokumentasikan semua pengamatan yang dilakukan menggunakan :
- Daftar tertulis
- Menuliskan model dan nomor seri dari peralatan
- Mengukur peralatan yang ada dan membuat denah
lingkungan kerja
- Mengambil foto terhadap bagian tertentu dan lingkungan
Sekitarnya

1.5.2. Wawancara dengan Pekerja


Hal penting yang perlu diingat dalam mewawancara pekerja adalah :
 Berbicara dengan sedikitnya tiga atau empat pekerja pada tiap daerah
kerja sehingga lebih banyak informasi bisa didapat, dan juga agar tidak
ada pekerja yang disalahkan atau ‘ditandai’ oleh perusahaan karena
berbicara kepada inspektor
 Berbicara dengan supervisor dan pekerja untuk mengetahui apakah
perusahaan mengetahui masalah yang ada dan apa yang sudah
dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut
 Berbicara dengan bagian perawatan dan teknisi pabrik yang biasanya
mengetahui proses dan peralatan dengan baik dan mengerti masalah
yang terjadi
 Berbicara dengan staf bagian kesehatan yang biasanya mengetahui
jenis luka atau penyakit yang biasanya diderita oleh para pekerja
 Berbicara dengan dewan kesehatan dan keselamatan kerja (jika ada)
atau koordinator kesehatan dan keselamatan kerja
1.5.3. Survey Tertulis
Melakukan survey tertulis di tempat kerja biasanya amat berguna. Ada
tiga jenis survey yang dapat dilakukan, yakni :
1. Survey terhadap pekerja untuk mempelajari jenis luka atau
penyakit yang biasa diderita, siapa-siapa saja yang terluka atau
sakit, dan pelatihan dan peralatan pelindung yang diperoleh oleh
perkerja;
2. Survey terhadap peralatan pabrik untuk mempelajari jenis mesin
yang digunakan, bagaimana perawatan peralatan tersebut, dan
sistem perlindungan yang dipasang atau tidak dipasang pada
peralatan tersebut
3. Survey terhadap lingkungan kerja untuk mengetahui berapa
pekerja yang bekerja di tempat itu, mempelajari proses kerja
7 dan peralatan yang digunakan, serta potensi bahaya yang ada di
lingkungan tersebut.

1.5.4. Penelaahan terhadap Dokumen


Sebagai bagian dari inspeksi tempat kerja, perusahaan harus diminta
untuk memperlihatkan dokumen yang berhubungan dengan kesehatan
dan keselamatan kerja di tempat tersebut.
Dokumen tersebut antara lain :
 Catatan terhadap luka dan penyakit pekerja, di seluruh pabrik dan tiap
bagian (apabila catatan untuk tiap bagian tersedia), dari bagian SDM dan
klinik kesehatan
 Catatan penyelidikan kecelakaan seperti kebakaran, ledakan, atau
kebocoran bahan kimia
 Notulen dari rapat dewan kesehatan dan keselamatan kerja
 Catatan dari inspeksi yang dilakukan auditor pemerintah
 Catatan dari inspeksi yang dilakukan oleh auditor dari perusahaan asuransi

1.5.5. Pengukuran dan Monitor terhadap Pekerja


Inspektur pabrik (dari pemerintah, perusahaan asuransi, atau dari
perusahaan itu sendiri) mungkin tidak melakukan kesehatan industri
(higiene) ketika menginspeksi pabrik. Seharusnya, perusahaan melakukan
hal ini untuk mengetahui tingkat bahaya yang dihadapi oleh pekerja dan
untuk mengontrol bahaya yang ada. Disini, amat penting untuk
mengetahui bagaimana monitoring harus dilakukan dan apa arti dari hasil
yang didapat.
Ada dua jenis monitoring yang dapat dilakukan, yakni :
1) Pengukuran seketika terhadap efek pada pekerja ketika tes
dilaksanakan;
2) Pengukuran terhadap efek pada pekerja selama shift (8 jam, 10
jam, 12 jam, atau berapapun lamanya shift kerja)
Pengukuran seketika dilakukan dengan peralatan yang langsung dapat
dibaca (direct-reading instrument). Pengukuran selama shift dilakukan
menggunakan berbagai macam pengukur kualitas udara dan peralatan
lainnya. Contoh dari peralatan monitor tersebut antara lain :

Bahaya Peralatan Pengukuran Peralatan Pengukuran


Seketika Selama Shift
Kimia Tabung detector, Pompa udara, berbagai
pengukur gas, pengukur macam tabung dan filter
uap
Kebisingan Pengukur tingkat suara Dosimeter
Panas Pengukur “ WBGI “
Ventilasi Tabung asap, berbagai
macam pengukur arus
udara

Evaluasi terhadap bahaya kimia di udara cukup rumit dan memerlukan


orang yang terlatih dalam melakukan monitoring sehingga hasilnya betulbetul
menyatakan tingkat bahaya kimia yang dihadapi pekerja. Namun
demikian, monitor seperti ini dapat dilakukan dan merupakan tanggung
jawab dari perusahaan untuk mengetahui bahaya yang dihadapi
pekerjanya dalam melakukan pekerjaan. Perusahaan harus menggunakan
tenaga terlatih dan berpengalaman untuk melakukan monitoring sesuai
dengan ketentuan pemerintah dan pratek kesehatan industri.

1.5.6. Hal-hal Penting dalam Memonitor Kesehatan Industri :


 Semua jenis bahan kimia (gas, uap, cairan, padat, asap) dapat
dimonitor
 Setiap bahan kimia mempunyai metoda monitoring tersendiri yang
memerlukan peralatan khusus – tidak semua bahan kimia dapat
dimonitor dengan cara yang sama;
 Perlatan yang dipakai untuk mengukur tingkat bahan kimia harus
dikalibrasi dan dirawat dengan baik
 Contoh dapat diambil dari bererapa variasi waktu : contoh jangka
pendek (15 menit) dan contoh selama shift (8 jam atau lebih)
 Berbagai macam contoh dapat diambil, diantaranya :
- Contoh dari lingkungan yang diambil dari dari satu area atau
workstation
- Contoh dari ‘daerah pernapasan pribadi’ yang diambil dari alat
yang dipakai oleh pekerja
· Strategi lain dari pengambilan contoh dapat dilakukan, diantaranya :
- Contoh acak dari semua bagian kerja dan operasi
- Contoh dari jenis pekerjaan atau operasi yang dianggap terburuk
dari seluruh bagian.

Semua hasil monitor dari monitoring, kimia, kebisingan, radiasi atau


panas, akan berupa angka-angka. Angka ini akan dibandingkan dengan
batasan bahaya bagi pekerja yang ditetapkan oleh pemerintah, asosiasi
profesional atau organisasi sejenis yang lain.
Tingkat bahaya dalam bekerja ini didesain untuk memberi batasa
sehingga sebagian besar pekerja tidak akan mengalami gangguan
kesehatan dari kebisingan, zat kimia, dll. Jika hasil monitoring
menunjukkan angka yang lebih tinggi dari batas yang ditentukan,
kemungkinan besar para pekerja yang bersangkutan akan mengalami
gangguan kesehatan.

Lembaga-lembaga yang buat batasan tersebut mengakui bahwa tidak


semua pekerja akan terlindungi dari bahaya. Pekerja yang lebih sensitif
terhadap bahan kimia tertentu akan cenderung untuk mengalami
gangguan kesehatan bahkan jika batas bahaya yang dihadapinya masih
dibawah standar yang ada. Batasan bahaya dalam bekerja ini akan
berubah bersama waktu, biasanya menjadi lebih kecil karena penelitan
baru menunjukan bahwa gangguan kesehatan dapat terjadi pada tingkat
yang lebih rendah dari batasan yang ada.

Batasan bahaya bagi pekerja juga ditetapkan selama 8 jam sehari, 40 jam
seminggu dan lama kerja 30-40 tahun. Jika jam kerja lebih panjang dari 8
jam sehari dan 40 jam seminggu, maka batasan bahaya tersebut akan
lebih rendah perlindungan terhadap pekerja harus lebih banyak dilakukan.
Selain itu batasan tersebut hanya dibuat untuk pengaruh satu zat kimia,
sehingga apabila pekerja tersebut harus menghadapi lebih dari satu
macam zat kimia, maka batasan yang lebih rendah harus diberikan
padanya.

Batasan bahaya bagi pekerja tidak dibuat untuk semua jenis zat kimia
yang ada di dunia. Ratusan zat kimia baru ditemukan dan digunakan
ditempat kerja tiap tahunnya.
Sehingga, batasan bahaya bagi pekerja bukanlah batasan mutlak antara
daerah aman dan bahaya. Batasan ini hanyalah petunjuk bagaimana
perusahaan harus mengontrol bahaya yang dihadapi pekerjanya dan
memberikan metoda untuk menilai apakah bahaya yang terukur pada
monitoring akan menyebabkan gangguan kesehatan bagi kebanyakan
pekerjanya
Adalah penting untuk mengetahui bagaimana mengukur tingkat bahaya
dari bahan kimia yang dihadapi pekerja dan membandingkannya dengan
batasan bahaya yang ada.

Tabel dibawah ini adalah batasan yang dibuat oleh Divisi Kesehatan dan
Keselamatan kerja negara bagian California, yang dapat dibandingkan
dengan hasil monitor kesehatan industri yang dilakukan oleh perusahaan.
Unit yang digunakan adalah “parts of chemical per million part of air
(ppm)” yakni bagian dari zat kimia per sejuta bagian udara, atau
“milligram of chemical per cubic meter of air (mg/m3)” yakni miligram
dari zat kimia per kubik meter udara.

Nama zat Batas jangka Batas selama Batas Atas *** Komentar
kimia pendek * shift **
Aseton 1000 ppm 750 ppm 3000 ppm
Arsenik 0.01 mg/m3 Menyebabkan
Inorganik kanker
Etil Asetat 400 ppm
Timah Hitam 0.05 mg/m3 Bahaya
terhadap
system
reproduksi
Metil etil Keton 300ppm 200 ppm
Metilen klorida 125 ppm 25 ppm Menyebabkan
kanker

Nama zat Batas jangka Batas selama Batas Atas *** Komentar
kimia pendek * shift **
Toluena 150 ppm 50 ppm 500 ppm BAhaya
terhadap
system
reproduksi dan
kulit.
Toluena 0.02 ppm 0.005 ppm 0.02 ppm Bahaya
Diisosianat terhadap
( TDI ) system
pernapasan

*biasanya selama 15 menit


**sekitar 8 jam
***batas maksimum yang tidak boleh dilewati selama shift
DAFTAR PUSTAKA

Buku:
 Wignjosoebroto, Sritomo,”Ergonomi Studi Gerak dan Waktu”, PT. Guna
Widya, Jakarta, 1995.

Website:
 http://www.wikipedia.net
 http://www2.physics.utoronto.ca/service/health_and_safety/ergonomics.html
http://www.smartcomputing.com
 http://www.nismat.org/ptcor/ergo
 http://www.geocities.com/reni_rosari/msdm/SESI11-
KESEHATANKESELAMATAN.pdf
 http://www.ilo.org/public/english/region/asro/jakarta/download/pelatihan.pdf

Anda mungkin juga menyukai