Laporan Pendahuluan Keluhan Lansia Dan Askep Teoritis Revisi
Laporan Pendahuluan Keluhan Lansia Dan Askep Teoritis Revisi
Disusun oleh :
201740138
1
KATA PENGANTAR
Rasa syukur yang dalam kami sampaikan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
kemurahan-Nya laporan kegiatan praktik stase keperawatan keluarga ini dapat saya
selesaikan sesuai yang diharapkan.
Dalam laporan makalah ini saya membahas “Laporan pendahuluan tentang keluhan lansia
dan asuhan keperawatan teoritis”, laporan ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman
mahasiswa/i dalam pengkajian asuhan keperawatan yang dapat diterapkan secara langsung
kepada klien.
Dalam hal ini, tentunya kami mengucapkan terimakasih atas bimbingan dan arahan. Untuk itu
rasa terimakasih yang dalam-dalamnya saya sampaikan kepada:
Demikian laporan ini saya buat sebaik-baiknya, semoga bermanfaat, dan dapat terus
diaplikasikan kepada klien.
Penyusun,
2
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep dekubitus
1. Pengertian Dekubitus
Dekubitus merupakan masalah akut yang terus-menerus dari situasi perawatan
pemulihan. Dekubitus adalah nekrosis jaringan lokal yang cenderung terjadi
ketika jaringan lunak tertekan di antara tonjolan tulang dengan permukaan
eksternal dalam jangka waktu lama (Potter & Perry dalam Okatiranti, 2013).
Dekubitus adalah kerusakan jaringan yang terlokalisir yang disebabkan karena
adanya kompresi jaringan yang lunak diatas tulang yang menonjol (bony
prominence) dan adanya tekanan dari luar dalam jangka waktu yang lama.
Kompresi jaringan akan menyebabkan gangguan suplai darah pada daerah yang
tertekan. Apabila berlangsung lama, hal ini akan menyebabkan insufisiensi aliran
darah, anoksia atau iskemia jaringan dan akhirnya dapat menyebabkan kematian
sel (Suriadi dalam Mahmuda, 2019).
2. Patofisiologi dekubitus
Tekanan akan menimbulkan daerah iskemik dan bila berlanjut terjadi nekrosis
jaringan kulit. Percobaan pada binatang didapatkan bahwa sumbatan total pada
kapiler masih bersifat reversibel bila kurang dari 2 jam. Seorang yang terpaksa
berbaring berminggu – minggu tidak akan mengalami dekubitus selama dapat
mengganti posisi beberapa kali perjamnya (Suriadi, dalam Mahmuda, 2019).
Pathway dekubitus
Jaringan hipoksia
Cedera iskemia
3
Iskemia otot
Dekubitus
3) Kelembaban
Kelembaban yang disebabkan karena inkontinensia dapat mengakibatkan
terjadinya maserasi pada jaringan kulit. Jaringan yang mengalami maserasi
akan mudah mengalamierosi. Selain itu kelembaban juga mengakibatkan kulit
mudah terkena pergesekan (friction) dan perobekan jaringan (shear).
Inkontinensia alvi lebih signifikan dalam perkembangan luka tekan daripada
inkontinensia urin karena adanya bakteri dan enzim pada feses dapat merusak
permukaan kulit.
4
4) Tenaga yang merobek (shear)
Merupakan kekuatan mekanis yang meregangkan dan merobek jaringan,
pembuluh darah serta struktur jaringan yang lebih dalam yang berdekatan
dengan tulang yang menonjol. Contoh yang paling sering dari tenaga yang
merobek ini adalah ketika pasien diposisikan dalam posisi semi fowler yang
melebihi 30 derajat. Pada posisi ini pasien bisa merosot kebawah, sehingga
mengakibatkan tulangnya bergerak ke bawah namun kulitnya masih tertinggal.
Ini dapat mengakibatkan oklusi dari pembuluh darah, serta kerusakan pada
jaringan bagian dalam seperti otot, namun hanya menimbulkan sedikit
kerusakan pada permukaan kulit.
5) Pergesekan ( friction)
Pergesekan terjadi ketika dua permukaan bergerak dengan arah yang
berlawanan. Pergesekan dapat mengakibatkan abrasi dan merusak permukaan
epidermis kulit. Pergesekan bisa terjadi pada saat penggantian sprei pasien
yang tidak berhati-hati.
6) Nutrisi
Hipoalbuminemia, kehilangan berat badan, dan malnutrisi umumnya
diidentifikasi sebagai faktor predisposisi untuk terjadinya luka tekan.
7) Usia
Pasien yang sudah tua memiliki risiko yang tinggi untuk terkena luka tekan
karena kulit dan jaringan akan berubah seiring dengan penuaan. Perubahan ini
berkombinasi dengan faktor penuaan lain akan membuat kulit menjadi
berkurang toleransinya terhadap tekanan, pergesekan, dan tenaga yang
merobek.
9) Stress emosional
Depresi dan stress emosional kronik misalnya pada pasien psikiatrik juga
merupakan faktor risiko untuk perkembangan dari luka tekan.
10) Merokok
Nikotin yang terdapat pada rokok dapat menurunkan aliran darah dan
memiliki efek toksik terhadap endotelium pembuluh. Beberapa penelitian
menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara merokok dengan
perkembangan terhadap luka tekan.
5
Peningkatan temperature merupakan faktor yang signifikan dengan risiko
terjadinya luka tekan (Suriadi dalam Mahmuda, 2019).
4. Klasifikasi dekubitus
Penilaian ulkus dekubitus tidak hanya derajat ulkusnya tetapi juga ukuran, letak
ulkus, derajat infeksi, dengan nyeri atau tidak (BGS dalam Mahmuda, 2019).
Menurut NPUAP (National Pressure Ulcer Advisory Panel) luka dekubitus dibagi
menjadi empat stadium, yaitu:
1) Stadium I
Adanya perubahan dari kulit yang dapat diobservasi. Apabila dibandingkan
dengan kulityang normal, maka akan tampak salah satu tanda sebagai berikut:
perubahan temperaturkulit (lebih dingin atau lebih hangat), perubahan
konsistensi jaringan (lebih keras ataulunak), perubahan sensasi (gatal atau
nyeri). Reaksi peradangan masih terbatas pada epidermis, tampak sebagai
daerah kemerahan/eritema indurasi atau lecet.
2) Stadium II
Reaksi yang lebih dalam lagi sampai mencapai seluruh dermis hingga lapisan
lemak subkutan, tampak sebagai ulkus yang dangkal, degan tepi yang jelas
dan perubahan warna pigmen kulit. Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu
epidermis atau dermis, atau keduanya. Cirinya adalah lukanya superficial,
abrasi, melepuh, atau membentuk lubang yang dangkal. Jika kulit terluka atau
robek maka akan timbul masalah baru, yaitu infeksi.
3) Stadium III
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis dari
jaringnsubkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada fascia. Luka terlihat
seperti lubang yangdalam. Ulkus menjadi lebih dalam, meliputi jaringan
lemak subkutan dan menggaung, berbatasan dengan fascia dari otot-otot.
Sudah mulai didapat infeksi dengan jaringan nekrotik.
4) Stadium IV
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang luas, nekrosis
jaringan, kerusakan pada otot, tulang atau tendon. Adanya lubang yang dalam
serta saluran atau sinus. Perluasan ulkus menembus otot, hingga tampak tulang
di dasar ulkus yang dapat mengakibatkan infeksi pada tulang atau sendi
(NPUAP dalam Mahmuda, 2019).
6
5. Proses penyembuhan luka dekubitus
1) Fase aktif (± 1 minggu)
Leukosit secara aktif akan memutus kematian jaringan, khususnya monosit
akan memutus pembentukan kolagen dan protein lainnya. Proses ini
berlangsung hingga mencapai jaringan yang masih bagus. Under mined edge
dianggap sebagai tanda khas ulkus yang masih aktif. Di samping itu juga,
terdapat transudat yang creamy, kotor, dengan aroma tersendiri. Kemudian
saat terikut pula debris dalam cairan tersebut, maka disebut eksudat. Pada fase
aktif, eksudat bersifat steril. Selanjutnya, sel dan partikel plasma berikatan
membentuk necrotix coagulum yang jika mengeras dinamakan eschar.
2) Fase proliferasi
Fase ini ditandai dengan adanya granulasi dan reepitelisasi. Jaringan granulasi
merupakan kumpulan vaskular (nutrisi untuk makrofag danfibroblast) dan
saluran getah bening (mencegah edema dan sebagai drainase) yang
membentuk matriks granulasi yang turut menjadi lini pertahanan terhadap
infeksi. Pada fase ini tampak epitelisasi di mana terbentuk tepi luka yang
semakin landai.
6. Penatalaksanaan
Pengobatan ulkus dekubitus dengan pemberian bahan topikal, sistemik ataupun
dengan tindakan bedah dilakukan sedini mungkin agar reaksi penyembuhan
terjadi lebih cepat.
1) Mengurangi tekanan lebih lanjut pada daerah ulkus
Secara umum sama dengan tindakan pencegahan yang sudah
dibicarakan di atas. Pengurangan tekanan sangat penting karena ulkus tidak
akan sembuh selama masih ada tekanan yang berlebihan dan terus menerus.
2) Mempertahankan keadaan bersih pada ulkus dan sekitarnya
Keadaan tersebut akan menyebabkan proses penyembuhan luka lebih
cepat dan baik. Untuk hal tersebut dapat dilakukan kompres, pencucian,
pembilasan, pengeringan dan pemberian bahan-bahan topikal seperti larutan
7
NaC10,9%, larutan H202 3%, larutan plasma dan larutan Burowi serta larutan
antiseptik lainnya.
Pranarka dalam Mahmuda, 2019 menyatakan bahwa pada dekubitus
Stadium I, kulit yang tertekan dan kemerahan harus dibersihkanmenggunakan
air hangat dan sabun, lalu diberi lotion dan dipijat 2-3 x/hari
untukmemperlancar sirkulasi sehingga iskemia jaringan dapat dihindari.
3) Mengangkat jaringan nekrotik
Adanya jaringan nekrotik pada ulkus akan menghambat aliran bebas
dari bahan yang terinfeksi dan karenanya juga menghambat pembentukan
jaringan granulasi dan epitelisasi. Oleh karena itu pengangkatan jaringan
nekrotik akan mempercepat proses penyembuhan ulkus. Terdapat 3 metode
yang dapat dilakukan antara lain: Sharp debridement (dengan pisau, gunting
dan lain-lain), enzymatic debridement (dengan enzim proteolitik, kolageno-
litik, dan fibrinolitik), mechanical debridement (dengan tehnik pencucian,
pembilasan, kompres dan hidroterapi).
4) Mengatasi infeksi
Antibiotika sistemik dapat diberikan bila penderita mengalami sepsis,
selulitis. Ulkus yang terinfeksi harus dibersihkan beberapa kali sehari dengan
larutan antiseptik seperti larutan H202 3%, povidon iodin 1%, seng sulfat
0,5%. Radiasi ultraviolet (terutama UVB) mempunyai efek bakterisidal.
Dilakukan pemeriksaan kultur sensitivitas untuk menentukan antibiotika
spesifik.
5) Merangsang dan membantu pembentukan jaringan granulasi dan epitelisasi.
Hal ini dapat dicapai dengan pemberian antara lain : bahan-bahan topikal
misalnya : salep asam salisilat 2%, preparat seng (Zn 0, Zn SO), oksigen
hiperbarik; selain mempunyai efek bakteriostatik terhadap sejumlah bakteri,
juga mempunyai efek proliferatif epitel, menambah jaringan granulasi dan
memperbaiki keadaan vaskular, radiasi infra merah; short wave diathermy,
dan pengurutan dapat membantu penyembuhan ulkus karena adanya efek
peningkatan vaskularisasi, terapi ultrasonik; sampai saat ini masih terus
diselidiki manfaatnya terhadap terapi ulkus dekubitus.
6) Tindakan bedah selain untuk pembersihan ulkus juga diperlukan untuk
mempercepat penyembuhan dan penutupan ulkus, terutama ulkus dekubitus
stadium III & IV dan karenanya sering dilakukan tandur kulit ataupun
myocutaneous flap (Suriadi dalam Mahmuda, 2019).
7) Mengkaji status nutrisi
Pasien dengan luka tekan biasanya memiliki serum albumin dan hemoglobin
yang lebih rendah bila dibandingkan dengan mereka yang tidak terkena luka
tekan. Mengkaji status nutrisi yang meliputi berat badan pasien, intake
makanan, nafsu makan, ada tidaknya masalah dengan pencernaan, gangguan
pada gigi, riwayat pembedahan atau intervensi keperawatan/medis yang
mempengaruhi intake makanan.
8) Mengkaji dan memonitor luka tekan pada setiap penggantian balutan luka
meliputi: a. Deskripsi dari luka tekan meliputi lokasi, tipe jaringan (granulasi,
nekrotik, eschar), ukuran luka, eksudat (jumlah, tipe, karakter, bau), serta ada
tidaknya infeksi.
8
b. Stadium dari luka tekan
c. Kondisi kulit sekeliling luka
d. Nyeri pada luka
9) Mengkaji faktor yang menunda status penyembuhan
a. Penyembuhan luka seringkali gagal karena adanya kondisi-kondisi seperti
malignansi, diabetes, gagal jantung, gagal ginjal, pneumonia.
b. Medikasi seperti steroid, agen imunosupresif, atau obat anti kanker juga
akan mengganggu penyembuhan luka.
10) Mengevaluasi penyembuhan luka
a. Luka tekan stadium II seharusnya menunjukan penyembuhan luka dalam
waktu 1 sampai 2 minggu. Pengecilan ukuran luka setelah 2 minggu juga
dapat digunakan untuk memprediksi penyembuhan luka. Bila kondisi luka
memburuk, evaluasilah luka secepat mungkin.
b. Menggunakan parameter untuk penyembuhan luka termasuk dimensi luka,
eksudat, dan jaringan luka.
11) Mengkaji komplikasi yang potensial terjadi karena luka tekan seperti abses,
osteomielitis, bakteriemia, fistula.
12) Mengatasi dan meminimalisir faktor resiko intrinsik dan ekstrinsik ulkus
dekubitus. Hal ini penting untuk memastikan tidak mudah terulangnya kasus
serupa (Suriadi dalam Mahmuda, 2019).
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
berlangsung aktual maupun pontensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respon klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi
yang berkaitan dengan kesehatan (SDKI, 2016:5). Diagnosa keperawatan Dekubitus
menggunakan SDKI (2018) adalah sebagai berikut:
1. Gangguan citra tubuh b.d perubahan fungsi tubuh (mis kelumpuhan dan
proses penyakit (D.0083).
2. Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri, kekakuan sendi, penurunan kekuatan
otot (D.0054).
3. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis (D.0077).
4. Gangguan memori b.d proses penuaan (D.0062).
5. Risiko jatuh b.d kekuatan otot menurun, usia ≥65 tahun (D.0143).
9
3. Perencanaan (intervensi)
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang
didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran
(outcome) yang diharapkan (SDKI, 2018:8).
No No Kode Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
dx
Edukasi
5. anjurkan mengikuti
kelompok pendukung.
6. anjurkan menggunakan
alat bantu (mis pakaian,
wig, kosmetik).
7. jelaskan kepada
keluarga tentang perawatan
perubahan citra tubuh.
10
ekspetasi menurun : intensitas nyeri
- keluhan nyeri menurun (5) 2. Identifikasi skala nyeri
- meringis menurun (5) 3. Identifikasi faktor
- gelisah (5) yang memperberat dan
memperingan nyeri
- pola tidur membaik (5)
- nafsu makan membaik (5) Terapeutik :
4. Fasilitasi istirahat dan
tidur
Edukasi :
5. Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu
nyeri
6. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
7. Anjurkan analgetik
secara tepat
8. Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa
nyeri
4. Monitor kondisi
umum selama
melakukan mobilisasi.
11
terapeutik
1. fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan alat
bantu (mis pagar tempat
tidur)
2. fasilitasi melakukan
pergerakan, jika perlu
Edukasi
2. anjurkan melakukan
mobilisasi dini
3. ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis duduk di
tempat tidur, duduk di sisi
tempat tidur, pindah dari
tempat tidur ke kursi roda)
12
jika perlu
5. atur stimulus sensorik
dan lingkungan (mis
kunjungan, suara,
pencahayaan, bau dan
sentuhan)
Edukasi
1. anjurkan perawatan diri
secara mandiri
2. anjurkan penggunaan
alat bantu (mis kacamata,
alat bantu dengar)
3. ajarkan keluarga dalam
perawatan orientasi realita
5 5 L.14138 Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatn selama 2x24 jam,
1. identifikasi faktor jatuh
diharapkan tingkat jatuh
dengan ekpektasi menurun. 2. identifikasi risiko jatuh
Kriteria hasil : setidaknya sekali setiap
shift atau sesuai dengan
- Jatuh dari tempat tidur
kebijakan institusi
menurun (5)
- Jatuh saat duduk menurun Terapeutik
(5)
- Jatuh saat dipindahkan 1. orientasikan ruangan
menurun (5) pada klien dan keluarga
Pastikan roda tempat tidur
dan kursi roda selalu dalam
kondisi terkunci
2. pasang handrall tempat
tidur
3. atur tempat tidur
mekanisme pada posisi
terendah
4. gunakan alat bantu
berjalan (mis kursi roda)
Edukasi
1. anjurkan memanggil
perawat jika membutuhkan
bantuan untuk berpindah
13
2. anjurkan melebarkan
jarak kedua kaki untuk
meningkatkan
keseimbangan saat berdiri
3. anjurkan alas kaki yang
tidak licin.
4. Pelaksanaan (implementasi)
Implementasi keperawatan adalah perilaku atau aktivitas spesifik yang dikerjakan
oleh perawat untuk mengimplementasikan intervensi keperawatan (SDKI, 2018:8).
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan
tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan (Asmadi, 2008).
DAFTAR PUSTAKA
Kholifah, Siti Nur. (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Gerontik. Jakarta Selatan:
Kementerian Kesehatan Rebuplik Indonesia.
Mahmuda, Iin Novita Nurhidyati. (2019). Pencegahan dan tatalaksana dekubitus pada
geriatri. Avalaible online at https://journals.ums.ac.id/index.php/biomedika,
Permalink/DOI: 10.23917/biomedika.v11i1.5966 Biomedika, ISSN 2085-8345.
PPNI. (2018). Standar intervensi keperawatan Indonesia: definisi dan tindakan keperawatan.
Edisi 1 cetakan II. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2016). Standar diagnosis keperawatan Indonesia: definisi dan indikator diagnostik.
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
14