Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN KELUHAN LANSIA

STASE KEPERAWATAN GERONTIK

DI PANTI PNIEL PONDOK JAYA

KOTA TANGERANG SELATAN

Disusun oleh :

Mutia Isma Priselin, S.Kep

201740138

STIKes IMC Bintaro


Komplek RS. IMC Bintaro Jaya No.9 Jl. Jombang Raya No. 56,
Jombang, Ciputat, Kota Tangerang Selatan, Banten 15414
Periode 2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang dalam kami sampaikan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
kemurahan-Nya laporan kegiatan praktik stase keperawatan keluarga ini dapat saya
selesaikan sesuai yang diharapkan.

Dalam laporan makalah ini saya membahas “Laporan pendahuluan tentang keluhan lansia
dan asuhan keperawatan teoritis”, laporan ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman
mahasiswa/i dalam pengkajian asuhan keperawatan yang dapat diterapkan secara langsung
kepada klien.

Dalam hal ini, tentunya kami mengucapkan terimakasih atas bimbingan dan arahan. Untuk itu
rasa terimakasih yang dalam-dalamnya saya sampaikan kepada:

Ns. Royani, M.Kep selaku pembimbing stase gerontik.

Demikian laporan ini saya buat sebaik-baiknya, semoga bermanfaat, dan dapat terus
diaplikasikan kepada klien.

Tangerang Selatan, 15 September 2021

Penyusun,

Mutia Isma Priselin

2
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep dekubitus
1. Pengertian Dekubitus
Dekubitus merupakan masalah akut yang terus-menerus dari situasi perawatan
pemulihan. Dekubitus adalah nekrosis jaringan lokal yang cenderung terjadi
ketika jaringan lunak tertekan di antara tonjolan tulang dengan permukaan
eksternal dalam jangka waktu lama (Potter & Perry dalam Okatiranti, 2013).
Dekubitus adalah kerusakan jaringan yang terlokalisir yang disebabkan karena
adanya kompresi jaringan yang lunak diatas tulang yang menonjol (bony
prominence) dan adanya tekanan dari luar dalam jangka waktu yang lama.
Kompresi jaringan akan menyebabkan gangguan suplai darah pada daerah yang
tertekan. Apabila berlangsung lama, hal ini akan menyebabkan insufisiensi aliran
darah, anoksia atau iskemia jaringan dan akhirnya dapat menyebabkan kematian
sel (Suriadi dalam Mahmuda, 2019).

2. Patofisiologi dekubitus
Tekanan akan menimbulkan daerah iskemik dan bila berlanjut terjadi nekrosis
jaringan kulit. Percobaan pada binatang didapatkan bahwa sumbatan total pada
kapiler masih bersifat reversibel bila kurang dari 2 jam. Seorang yang terpaksa
berbaring berminggu – minggu tidak akan mengalami dekubitus selama dapat
mengganti posisi beberapa kali perjamnya (Suriadi, dalam Mahmuda, 2019).

3. Faktor risiko dekubitus


Faktor risiko terjadinya dekubitus antara lain, yaitu:
1) Mobilitas dan aktivitas
Mobilitas adalah kemampuan untuk mengubah dan mengontrol posisi tubuh,
sedangkan aktivitas adalah kemampuan untuk berpindah. Pasien yang
berbaring terus menerus ditempat tidur tanpa mampu untuk merubah posisi
berisiko tinggi untuk terkena luka tekan. Imobilitas adalah faktor yang paling
signifikan dalam kejadian luka tekan.

2) Penurunan sensori persepsi


Pasien dengan penurunan sensori persepsi akan mengalami penurunan untuk
merasakan sensasi nyeri akibat tekanan di atas tulang yang menonjol. Bila ini
terjadi dalam durasi yang lama, pasien akan mudah terkena luka tekan.

3) Kelembaban

3
Kelembaban yang disebabkan karena inkontinensia dapat mengakibatkan
terjadinya maserasi pada jaringan kulit. Jaringan yang mengalami maserasi
akan mudah mengalamierosi. Selain itu kelembaban juga mengakibatkan kulit
mudah terkena pergesekan (friction) dan perobekan jaringan (shear).
Inkontinensia alvi lebih signifikan dalam perkembangan luka tekan daripada
inkontinensia urin karena adanya bakteri dan enzim pada feses dapat merusak
permukaan kulit.

4) Tenaga yang merobek (shear)


Merupakan kekuatan mekanis yang meregangkan dan merobek jaringan,
pembuluh darah serta struktur jaringan yang lebih dalam yang berdekatan
dengan tulang yang menonjol. Contoh yang paling sering dari tenaga yang
merobek ini adalah ketika pasien diposisikan dalam posisi semi fowler yang
melebihi 30 derajat. Pada posisi ini pasien bisa merosot kebawah, sehingga
mengakibatkan tulangnya bergerak ke bawah namun kulitnya masih tertinggal.
Ini dapat mengakibatkan oklusi dari pembuluh darah, serta kerusakan pada
jaringan bagian dalam seperti otot, namun hanya menimbulkan sedikit
kerusakan pada permukaan kulit.

5) Pergesekan ( friction)
Pergesekan terjadi ketika dua permukaan bergerak dengan arah yang
berlawanan. Pergesekan dapat mengakibatkan abrasi dan merusak permukaan
epidermis kulit. Pergesekan bisa terjadi pada saat penggantian sprei pasien
yang tidak berhati-hati.

6) Nutrisi
Hipoalbuminemia, kehilangan berat badan, dan malnutrisi umumnya
diidentifikasi sebagai faktor predisposisi untuk terjadinya luka tekan.

7) Usia
Pasien yang sudah tua memiliki risiko yang tinggi untuk terkena luka tekan
karena kulit dan jaringan akan berubah seiring dengan penuaan. Perubahan ini
berkombinasi dengan faktor penuaan lain akan membuat kulit menjadi
berkurang toleransinya terhadap tekanan, pergesekan, dan tenaga yang
merobek.

8) Tekanan arteriolar yang rendah


Tekanan arteriolar yang rendah akan mengurangi toleransi kulit terhadap
tekanan sehingga dengan aplikasi tekanan yang rendah sudah mampu
mengakibatkan jaringan menjadi iskemia. Studi yang dilakukan menemukan
bahwa tekanan sistolik dan tekanan diastolik yang rendah berkontribusi pada
perkembangan luka tekan.

9) Stress emosional
Depresi dan stress emosional kronik misalnya pada pasien psikiatrik juga
merupakan faktor risiko untuk perkembangan dari luka tekan.

4
10) Merokok
Nikotin yang terdapat pada rokok dapat menurunkan aliran darah dan
memiliki efek toksik terhadap endotelium pembuluh. Beberapa penelitian
menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara merokok dengan
perkembangan terhadap luka tekan.

11) Temperatur kulit


Peningkatan temperature merupakan faktor yang signifikan dengan risiko
terjadinya luka tekan (Suriadi dalam Mahmuda, 2019).

4. Klasifikasi dekubitus
Penilaian ulkus dekubitus tidak hanya derajat ulkusnya tetapi juga ukuran, letak
ulkus, derajat infeksi, dengan nyeri atau tidak (BGS dalam Mahmuda, 2019).
Menurut NPUAP (National Pressure Ulcer Advisory Panel) luka dekubitus dibagi
menjadi empat stadium, yaitu:
1) Stadium I
Adanya perubahan dari kulit yang dapat diobservasi. Apabila dibandingkan
dengan kulityang normal, maka akan tampak salah satu tanda sebagai berikut:
perubahan temperaturkulit (lebih dingin atau lebih hangat), perubahan
konsistensi jaringan (lebih keras ataulunak), perubahan sensasi (gatal atau
nyeri). Reaksi peradangan masih terbatas pada epidermis, tampak sebagai
daerah kemerahan/eritema indurasi atau lecet.

2) Stadium II
Reaksi yang lebih dalam lagi sampai mencapai seluruh dermis hingga lapisan
lemak subkutan, tampak sebagai ulkus yang dangkal, degan tepi yang jelas
dan perubahan warna pigmen kulit. Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu
epidermis atau dermis, atau keduanya. Cirinya adalah lukanya superficial,
abrasi, melepuh, atau membentuk lubang yang dangkal. Jika kulit terluka atau
robek maka akan timbul masalah baru, yaitu infeksi.

3) Stadium III
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis dari
jaringnsubkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada fascia. Luka terlihat
seperti lubang yangdalam. Ulkus menjadi lebih dalam, meliputi jaringan
lemak subkutan dan menggaung, berbatasan dengan fascia dari otot-otot.
Sudah mulai didapat infeksi dengan jaringan nekrotik.

4) Stadium IV
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang luas, nekrosis
jaringan, kerusakan pada otot, tulang atau tendon. Adanya lubang yang dalam
serta saluran atau sinus. Perluasan ulkus menembus otot, hingga tampak tulang

5
di dasar ulkus yang dapat mengakibatkan infeksi pada tulang atau sendi
(NPUAP dalam Mahmuda, 2019).

5. Proses penyembuhan luka dekubitus


1) Fase aktif (± 1 minggu)
Leukosit secara aktif akan memutus kematian jaringan, khususnya monosit
akan memutus pembentukan kolagen dan protein lainnya. Proses ini
berlangsung hingga mencapai jaringan yang masih bagus. Under mined edge
dianggap sebagai tanda khas ulkus yang masih aktif. Di samping itu juga,
terdapat transudat yang creamy, kotor, dengan aroma tersendiri. Kemudian
saat terikut pula debris dalam cairan tersebut, maka disebut eksudat. Pada fase
aktif, eksudat bersifat steril. Selanjutnya, sel dan partikel plasma berikatan
membentuk necrotix coagulum yang jika mengeras dinamakan eschar.

2) Fase proliferasi
Fase ini ditandai dengan adanya granulasi dan reepitelisasi. Jaringan granulasi
merupakan kumpulan vaskular (nutrisi untuk makrofag danfibroblast) dan
saluran getah bening (mencegah edema dan sebagai drainase) yang
membentuk matriks granulasi yang turut menjadi lini pertahanan terhadap
infeksi. Pada fase ini tampak epitelisasi di mana terbentuk tepi luka yang
semakin landai.

3) Fase maturasi atau remodeling


Saat inilah jaringan ikat (skar) mulai terbentuk. Perawatan kulit termasuk
pembersihan dengan memandikan setiap hari. Sesudah mandi keringkan
dengan baik lalu digosok dengan lotion yang mengandung emolien, terutama
dibagian kulit yang ada pada tonjolan – tonjolan tulang. Sebaiknya diberikan
massase untuk melancarkan sirkulasi darah, semua ekskreta atau sekreta harus
dibersihkan dengan hati-hati agar tidak menyebabkan lecet pada kulit
penderita. Menjaga kulit tetap bersih dari keringat, urin dan feces. Kulit yang
kemerahan dan daerah di atas tulang yang menonjol seharusnya tidak dipijat

6
karena pijatan yang keras dapat mengganggu perfusi ke jaringan (Suriadi
dalam Mahmuda, 2019).

6. Penatalaksanaan
Pengobatan ulkus dekubitus dengan pemberian bahan topikal, sistemik ataupun
dengan tindakan bedah dilakukan sedini mungkin agar reaksi penyembuhan
terjadi lebih cepat.
1) Mengurangi tekanan lebih lanjut pada daerah ulkus
Secara umum sama dengan tindakan pencegahan yang sudah
dibicarakan di atas. Pengurangan tekanan sangat penting karena ulkus tidak
akan sembuh selama masih ada tekanan yang berlebihan dan terus menerus.
2) Mempertahankan keadaan bersih pada ulkus dan sekitarnya
Keadaan tersebut akan menyebabkan proses penyembuhan luka lebih
cepat dan baik. Untuk hal tersebut dapat dilakukan kompres, pencucian,
pembilasan, pengeringan dan pemberian bahan-bahan topikal seperti larutan
NaC10,9%, larutan H202 3%, larutan plasma dan larutan Burowi serta larutan
antiseptik lainnya.
Pranarka dalam Mahmuda, 2019 menyatakan bahwa pada dekubitus
Stadium I, kulit yang tertekan dan kemerahan harus dibersihkanmenggunakan
air hangat dan sabun, lalu diberi lotion dan dipijat 2-3 x/hari
untukmemperlancar sirkulasi sehingga iskemia jaringan dapat dihindari.
3) Mengangkat jaringan nekrotik
Adanya jaringan nekrotik pada ulkus akan menghambat aliran bebas
dari bahan yang terinfeksi dan karenanya juga menghambat pembentukan
jaringan granulasi dan epitelisasi. Oleh karena itu pengangkatan jaringan
nekrotik akan mempercepat proses penyembuhan ulkus. Terdapat 3 metode
yang dapat dilakukan antara lain: Sharp debridement (dengan pisau, gunting
dan lain-lain), enzymatic debridement (dengan enzim proteolitik, kolageno-
litik, dan fibrinolitik), mechanical debridement (dengan tehnik pencucian,
pembilasan, kompres dan hidroterapi).
4) Mengatasi infeksi
Antibiotika sistemik dapat diberikan bila penderita mengalami sepsis,
selulitis. Ulkus yang terinfeksi harus dibersihkan beberapa kali sehari dengan
larutan antiseptik seperti larutan H202 3%, povidon iodin 1%, seng sulfat
0,5%. Radiasi ultraviolet (terutama UVB) mempunyai efek bakterisidal.
Dilakukan pemeriksaan kultur sensitivitas untuk menentukan antibiotika
spesifik.
5) Merangsang dan membantu pembentukan jaringan granulasi dan epitelisasi.
Hal ini dapat dicapai dengan pemberian antara lain : bahan-bahan topikal
misalnya : salep asam salisilat 2%, preparat seng (Zn 0, Zn SO), oksigen
hiperbarik; selain mempunyai efek bakteriostatik terhadap sejumlah bakteri,
juga mempunyai efek proliferatif epitel, menambah jaringan granulasi dan
memperbaiki keadaan vaskular, radiasi infra merah; short wave diathermy,
dan pengurutan dapat membantu penyembuhan ulkus karena adanya efek

7
peningkatan vaskularisasi, terapi ultrasonik; sampai saat ini masih terus
diselidiki manfaatnya terhadap terapi ulkus dekubitus.
6) Tindakan bedah selain untuk pembersihan ulkus juga diperlukan untuk
mempercepat penyembuhan dan penutupan ulkus, terutama ulkus dekubitus
stadium III & IV dan karenanya sering dilakukan tandur kulit ataupun
myocutaneous flap (Suriadi dalam Mahmuda, 2019).
7) Mengkaji status nutrisi
Pasien dengan luka tekan biasanya memiliki serum albumin dan hemoglobin
yang lebih rendah bila dibandingkan dengan mereka yang tidak terkena luka
tekan. Mengkaji status nutrisi yang meliputi berat badan pasien, intake
makanan, nafsu makan, ada tidaknya masalah dengan pencernaan, gangguan
pada gigi, riwayat pembedahan atau intervensi keperawatan/medis yang
mempengaruhi intake makanan.
8) Mengkaji dan memonitor luka tekan pada setiap penggantian balutan luka
meliputi: a. Deskripsi dari luka tekan meliputi lokasi, tipe jaringan (granulasi,
nekrotik, eschar), ukuran luka, eksudat (jumlah, tipe, karakter, bau), serta ada
tidaknya infeksi.
b. Stadium dari luka tekan
c. Kondisi kulit sekeliling luka
d. Nyeri pada luka
9) Mengkaji faktor yang menunda status penyembuhan
a. Penyembuhan luka seringkali gagal karena adanya kondisi-kondisi seperti
malignansi, diabetes, gagal jantung, gagal ginjal, pneumonia.
b. Medikasi seperti steroid, agen imunosupresif, atau obat anti kanker juga
akan mengganggu penyembuhan luka.
10) Mengevaluasi penyembuhan luka
a. Luka tekan stadium II seharusnya menunjukan penyembuhan luka dalam
waktu 1 sampai 2 minggu. Pengecilan ukuran luka setelah 2 minggu juga
dapat digunakan untuk memprediksi penyembuhan luka. Bila kondisi luka
memburuk, evaluasilah luka secepat mungkin.
b. Menggunakan parameter untuk penyembuhan luka termasuk dimensi luka,
eksudat, dan jaringan luka.
11) Mengkaji komplikasi yang potensial terjadi karena luka tekan seperti abses,
osteomielitis, bakteriemia, fistula.
12) Mengatasi dan meminimalisir faktor resiko intrinsik dan ekstrinsik ulkus
dekubitus. Hal ini penting untuk memastikan tidak mudah terulangnya kasus
serupa (Suriadi dalam Mahmuda, 2019).

A. Konsep asuhan keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dari proses keperawatan, kemudian saat sedang
mengkaji harus memperhatikan data dasar dari pasien atau klien, untuk informasi
yang diharapkan dari pasien atau klien (Iqbal dkk, 2011).

2. Diagnosa keperawatan

8
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
berlangsung aktual maupun pontensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respon klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi
yang berkaitan dengan kesehatan (SDKI, 2016:5). Diagnosa keperawatan Dekubitus
menggunakan SDKI (2018) adalah sebagai berikut:
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (D.0077).
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, kekauan sendi
(D.0054).
3) Itoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring, imobilitas (D.0056).
4) Gangguan memori berhubungan dengan faktor psikologis (D.0062).

3. Perencanaan (intervensi)
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang
didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran
(outcome) yang diharapkan (SDKI, 2018:8).

Diagnosa Tujuan & Kriteria


NO Intervensi
Keperawatan Hasil
1. Nyeri akut b.d Tujuan: Manajemen Nyeri (I.08238)
agen pencedera
Setelah dilakukan Definisi
fisiologis
intervensi
(D.0077) Mengdentifikasi dan
keperawatan 1 x 24
mengelola pengalaman
jam Tingkat Nyeri
sensorik atau empsional
dapat menurun
yang berkaitan dengan
L.08066
kerusakan jaringan atau
Kriteria Hasil: fungsional dengan onset
mendadak atau lambat dan
1. Keluhan nyeri
berintensitas ringan hingga
dapat menurun (5)
berat dan konstan.
2. Meringis dapat
menurun (5) Tindakan
3. Sikap protektif
Observasi
(5)

9
- Identifikasi lokasi,
karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
- Identifikasi skala
nyeri
- Identifikasi respons
nyeri non verbal
- Identifikasi
pengaruh pada kualitas
hidup
- Intervensi
keberhasilan terapi
komplementer yang
sudah diberikan

Terapeutik

- Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(Mis: TENS, hipnosis,
terapi musik,
aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
- Kontrol lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri (mis, suhu
ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
- Fasilitasi istirahat
dan tidur

10
- Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi

- Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
- Anjurkan teknik
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi

Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2. Gangguan Tujuan: Definisi
mobilitas fisik
Setelah dilakukan Memfasilitasi pasien untuk
b.d nyeri,
intervensi meningkatkan aktivitas
kekakuan sendi,
keperawatan 1 x 24 berpindah
penurunan
jam mobilitas fisik
kekuatan otot Tindakan
meningkat. (L.05042)
(D.0054) Observasi
Kriteria Hasil:
- identifikasi adanya nyeri
1. Pergerakan
atau keluhan fisik lainnya.
ekstremitas
kekuatan otot - identifikasi toleransi fisik

rentang gerak melakukan ambulasi

meningkat (5) - monitor frekuensi jauntung

11
2. Nyeri menurun (5) dan tekanan darah sebelum
3. Kecemasan memulai ambulasi
menurun (5)
- monitor kondisi umum
4. Kaku sendi
selama melakukan ambulasi
menurun (5)
5. Gerakan tidak Terapeutik

terkoordinasi - fasilitasi aktivitas ambulasi


menurun (5) dengan alat bantu (mis.
6. Gerakan terbatas Tongkat, kruk)
(5)
- fasilitasi melakukan
7. Kelemahan fisik
mobilisasi fisik, jika perlu.
menurun (5)
- libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi.

Edukasi

- Jelaskan tujuan dan


prosedur ambulasi
- Anjurkan melakukan
ambulasi dini
- Ajarkan ambulasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis. Berjalan
dari tempat tidur ke kursi
roda, berjalan dadri
tempat tidur ke kamar
mandi, berjalan sesuai
toleransi).

3. Toleransi Tujuan: Definisi


aktivitas
Setelah dilakukan Ketidakcukupan energi
berhubungan
intervensi untuk melakukan aktivitas
dengan tirah
keperawatan 1 x 24 sehari – hari.

12
baring, jam Toleransi aktifitas Tindakan
imobilitas meningkat L.05047
Observasi
(D.0056).
Kirteria Hasil:
- Identifikasi gangguan
1. Perasaan lemah fungsi tubuh yang
menurun (5) mengakibatkan
2. Keluhan lelah kelelahan
menurun (5) - Monitor pola dan jam
3. Warna kulit tidur.
membaik (5) - Monitor lokasi dan
ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas.

Terapeutik
- Sediakan lingkungan
nyaman dan rendah
stimulus (mis cahaya,
suara, kunjungan)
- Lakukan rentang gerak
pasif dan atau aktif
- Berikan aktivitas
distraksi yang
menyenangkan
- Fasilitas duduk disisi
tempat tidur, jika tidak
dapat berpindah atau
berjalan

Edukasi
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
- Anjurkan menghubungi

13
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang
- Ajarkan stategi koping
untuk mengurangi
kelelahan

Kolaborasi

- Kolaborasi dengan ahli


gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan

4. Gangguan Tujuan: Memori (L.09079)


memori
Setelah dilakukan Definisi
berhubungan
intervensi
dengan faktor Kemampuan mengingat
keperawatan 1 x 24
psikologis beberapa informasi atau
jam Gangguan
(D.0062) perilaku.
memori berhubungan
dengan factor
psikologis (L.09079) Tindakan

Kriteria Hasil: Observasi

1. Verbalisasi mudah - Monitor perubahan


lupa meningkat (1) orientasi
2. Melakukan - Monitor perubahan
kemampuan yang kognitif dan perilaku
dipelajari
meningkat (5) Terapeutik

3. Verbalisasi - Perkenalkan nama saat


kemampuan interaksi
mengingat perilaku - Orientasikan orang,
tertentu yang tempat dan waktu
pernah dilakukan - Sediakan lingkungan dan

14
meningkat (5) rutinitas secara konsisten
- Atur stimulus sensorik dan
lingkungan (misalkan
kunjungan, pemandangan,
suara, pencahayaan, bau
dan sentuhan)
- Berikan waktu istirahat
dan tidur yang cukup
sesuai kebutuhan
- Libatkan dalam kelompok
terapi orientasi

Edukasi

- Anjurkan perawatan diri


secara mandiri
- Anjurkan penggunaaan
alat bantu (mis kaca
mata, alat bantu
pendengaran, gigi palsu)
- Ajarkan keluarga dalam
perawatan orientasi
realita

4. Pelaksanaan (implementasi)
Implementasi keperawatan adalah perilaku atau aktivitas spesifik yang dikerjakan
oleh perawat untuk mengimplementasikan intervensi keperawatan (SDKI, 2018:8).

5. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan
tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan (Asmadi, 2008).

DAFTAR PUSTAKA

15
Kholifah, Siti Nur. (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Gerontik. Jakarta Selatan:
Kementerian Kesehatan Rebuplik Indonesia.
Mahmuda, Iin Novita Nurhidyati. (2019). Pencegahan dan tatalaksana dekubitus pada
geriatri. Avalaible online at https://journals.ums.ac.id/index.php/biomedika,
Permalink/DOI: 10.23917/biomedika.v11i1.5966 Biomedika, ISSN 2085-8345.
PPNI. (2018). Standar intervensi keperawatan Indonesia: definisi dan tindakan keperawatan.
Edisi 1 cetakan II. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2016). Standar diagnosis keperawatan Indonesia: definisi dan indikator diagnostik.
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

16

Anda mungkin juga menyukai