Sebelum menghitung PPh 21 untuk karyawan tetap, ada baiknya untuk memahami
pengertiannya.
Dikutip dari situs DJP, karyawan tetap adalah karyawan yang menerima penghasilan dalam
jumlah tertentu secara teratur atau pegawai yang berstatus kontrak dalam jangka waktu yang
telah ditentukan, yang menerima penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur.
Berikut ini adalah contoh-contoh penghitungan PPh 21 untuk karyawan atau pegawai tetap
dengan memperhitungkan PTKP.
Perhitungan yang dilakukan secara manual maupun perhitungan otomatis menggunakan aplikasi.
Tanpa panjang lebar lagi, mari kita lihat contoh cara penghitungan PPh Pasal 21 secara manual:
Sita Rianti adalah karyawati pada perusahaan PT. Onix Komunika dengan status menikah dan
mempunyai tiga anak.
Suami Sita merupakan pegawai negeri sipil di Kementrian Komunikasi & Informatika. Sita
menerima gaji Rp 6.000.000 per bulan.
Di samping itu perusahaan membayarkan iuran Jaminan Hari Tua (JHT) karyawannya setiap
bulan sebesar 3,70% dari gaji, sedangkan Sita membayar iuran (JHT) setiap bulan sebesar
2,00% dari gaji.
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JK) dibayar oleh pemberi
kerja dengan jumlah masing-masing sebesar 0,24% dan 0,3% dari gaji.
Pada bulan Juli 2016, di samping menerima pembayaran gaji, Sita juga menerima uang lembur
(overtime) senilai Rp 2.000.000.
Pengurangan:
(581.620)
(54.000.000)
PPh Pasal 21 Bulan Juli: 1.770.450/12 147.538
Ilustrasi di atas berlaku bagi wajib pajak yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Sementara, bagi wajib pajak yang tidak memiliki NPWP, akan dikalikan 120%, sehingga PPh
Pasal 21 Bulan Juli menjadi Rp 147.538 x 120% = Rp 177.046.
Penjelasan:
(ii) Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) berkisar antara 0.24% – 1.74% sesuai kelompok
jenis usaha seperti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2007.
Di OnlinePajak, tarif iuran JPP yang diterapkan adalah tarif JKK yang paling umum dipakai
perusahaan-perusahaan yaitu 0.24%.
(v) Penghasilan Neto: Jika pegawai merupakan pegawai lama (lebih dari satu tahun) atau
pegawai baru yang mulai bekerja pada bulan Januari tahun itu, maka penghasilan neto
dikalikan 12 untuk memperoleh nilai penghasilan neto setahun.
Namun jika pegawai merupakan pegawai baru yang mulai bekerja pada bulan Mei (sekadar
contoh), maka penghasilan neto setahun dikalikan 8 (diperoleh dari penghitungan bulan dalam
setahun: Mei-Desember = 8 bulan).
Pada contoh ini diasumsikan pegawai merupakan pegawai baru yang mulai bekerja pada bulan
Januari.
Pada contoh ini WP sudah menikah dan memiliki tiga tanggungan anak, namun karena suami
WP menerima atau memperoleh penghasilan, besarnya PTKP WP Sita adalah PTKP untuk
dirinya sendiri (TK/0).
(vii) Penghasilan Kena Pajak harus dibulatkan ke bawah hingga nominal ribuan penuh, atau 3
angka di belakang (ratusan rupiah) adalah 0. Contoh: 56.901.200,00 menjadi 56.901.000.
Cara menghitung PPh 21 karyawan atau pegawai tetap yang menerima tunjangan pajak (gross
up) dari perusahaan tempatnya bekerja adalah dengan memperlakukan tunjangan pajak sebagai
penghasilan pegawai dan ditambahkan pada penghasilan yang diterimanya.
Contoh Perhitungan PPh 21 secara manual untuk karyawan yang menerima tunjangan pajak
adalah sebagai berikut:
Fahri bekerja pada PT Kartika Kawashima. Status-nya belum menikah dan tidak mempunyai
tanggungan dengan gaji bersih senilai Rp 5.500.000 sebulan.
Perusahaan tempatnya bekerja memberikan tunjangan pajak penuh kepada Fahri sejumlah Rp
35.167. Sementara, iuran pensiun yang dibayar Fahri adalah Rp 55.000 sebulan.
Jadi, Contoh Hasil Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 bulan Agustus 2016 bagi Fahri yang
tidak menerima penghasilan lain dari PT. Kartika Kawashima selain gaji adalah:
Pengurangan
3. (iv) JP (Jaminan Pensiun), 1% dari gaji pokok, jika ada 60.000
(331.758)
(54.000.000)
PPh Terutang
Jika wajib pajak tidak memiliki NPWP, maka PPh 21 perlu dikalikan 120%, sehingga PPh 21
terutangnya menjadi Rp 35.167 x 120% = Rp 42.200.
Sebelum memulai perhitungan, mari kita pahami lebih dulu apa yang dimaksud dengan pegawai
tidak tetap tidak berkesinambungan.
Mengutip situs resmi DJP, pegawai tidak tetap tidak berkesinambungan adalah orang pribadi
selain pegawai tetap dan pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas yang memperoleh penghasilan
dengan nama dan dalam bentuk apapun dari Pemotong PPh 21 dan/atau PPh 26 sebagai imbalan
jasa yang dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi penghasilan.
Berikut ini adalah cara menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21 pegawai tidak tetap yang
menerima penghasilan tidak berkesinambungan:
Ardi adalah pegawai tenaga lepas untuk desain grafis di PT. Cahaya Kurnia dengan
penghasilan Rp 5.000.000.
Bila Aditya tidak memiliki NPWP maka besarnya PPh Pasal 21 yang terutang adalah:
120% x 5% x 50% x Rp 5.000.000,00 = Rp 150.000.
Penjelasan:
Karena Ardi bukan pegawai tetap di PT. Cahaya Kurnia, maka PKP yang dikenakan sebesar 50%
dari jumlah penghasilan bruto.
Hal ini sesuai dengan peraturan PER-32/PJ/2015 Pasal 3 huruf c. Sedangkan tarif PPh Pasal 21
untuk penghasilan tahunan sampai dengan Rp 50.000.000 adalah 5%.
Terlebih bagi pengusaha yang mengurus kewajiban perpajakannya sendiri atau tidak memiliki
karyawan yang punya keahlian khusus mengurus perpajakan.
Lantas, apa saja keuntungan yang bakal Anda dapatkan dari aplikasi PPh 21 OnlinePajak? Di
bawah ini adalah poin-poin mengenai sebagian keuntungan tersebut:
Untuk batasan dan tarif pajak, seperti yang sudah banyak digunakan.
Penghasilan hingga Rp. 50.000.000 adalah 5%, Rp. 200.000.000 adalah 15%,
Rp. 250.000.000 adalah 25% dan di atas Rp. 500.000.000 adalah 30%.
= Rp. 95.300.000
Jadi total besaran PPh Pasal 21 yang harus dibayarkan wajib pajak tersebut
adalah sebesar Rp. 95.300.000 dalam satu tahun.