Anda di halaman 1dari 6

ANALISIS DATA DAN INFORMASI

BENCANA BANJIR
PENGANTAR GEOGRAFI

Oleh :

Nama : Muhammad Fauzan


NIM : 3201421093
Nama Dosen :1.Dr.Purwadi Suhandini,
S.U.
:2.Dr. Juhadi, M. Si.

FAKULTAS ILMU SOSIAL


UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2021
1. Pendahuluan

Banjir besar yang menerjang wilayah Kalimantan Selatan pada 12-13 Januari 2021
memantik perdebatan panjang. Selain karena curah hujan ekstrem, tak sedikit pihak
menuding penyebab banjir karena masifnya pembukaan lahan. Faktor inilah yang
kemudian dianggap turut andil terciptanya banjir besar di Kalimantan. Manajer
Kampanye Walhi Kalimantan Selatan M Jefri Raharja menyebutkan, banjir di
Kalimantan Selatan sebagai bencana ekologi.
Sebab, terlepas dari tingginya curah hujan tinggi, banjir juga terjadi karena adanya
kontribusi dari dampak pembukaan lahan. Tak ayal, banjir kali ini pun lebih parah
dibandingkan periode-periode sebelumnya. Berdasarkan data yang dimiliknya, salah
satu peruntukan pembukaan lahan di Kalimantan adalah terciptanya perkebunan sawit.
Namun, pembukaan perkebunan sawit ini berlangsung secara terus-menerus. Dari
tahun ke tahun, luas perkebunan mengalami peningkatan dan mengubah kondisi
sekitar.
Pada rentang 2009 sampai 2011, terjadi peningkatan luas perkebunan sebesar 14
persen dan terus meningkat di tahun berikutnya sebesar 72 persen dalam 5 tahun.
"Sedangkan untuk tambang, bukaan lahan meningkat sebesar 13 persen hanya 2 tahun.
Luas bukaan tambang pada 2013 ialan 54.238 hektar," ujar Jefri, Jumat (15/1/2021).
Pihaknya pun menyesalkan kondisi hutan di Kalimantan yang kini beralih menjadi
lahan perkebunan. Pembukaan lahan atau perubahan tutupan lahan juga mendorong
laju perubahan iklim global. "Kalimantan yang dulu bangga dengan hutannya, kini
hutan itu telah berubah menjadi perkebunan monokultur sawit dan tambang batu
bara," terang dia. Perluasan lahan secara masif dan terus-menerus, menurut Jefri,
memperparah bencana terutama di kondisi cuaca ekstrem.
"Akhirnya juga memengaruhi dan memperparah kondisi ekstrem cuaca, baik itu di
musim kemarau dan musim penghujan," kata dia. Hingga Rabu (20/1/2021), banjir di
Kalimantan Selatan menyebabkan 21 orang meninggal dunia. Sebanyak 342.987 orang
terdampak, di mana 63.608 di antaranya mengungsi. Baca juga: Danrem: Banjir di
Kalsel Dampak Curah Hujan yang Tinggi Adapun infratsruktur yang terdampak
akibat bencana ini meliputi 66.768 rumah terendam, 18.294 meter jalan terendam, dan
21 jembatan rusak. Tak hanya itu, banjir ini juga menyebabkan 18.356 hektar lahan
pertanian di 11 kabupaten/kota di Kalimantan gagal panen. Curah hujan dan turunnya
luas hutan primer Sementara itu, analisis Lembaga Penerbangan dan Antariksa
Nasional (Lapan) menunjukkan, banjir di Kalimantan Selatan disebabkan tingginya
curah hujan dan turunnya lahan hutan primer. Dua faktor penyebab ini berdasarkan
data satelit penginderaan jauh resolusi menengah, di mana hasil pengamatan ini masih
bersifat estimasi dan belum dilakukan verifikasi. "Curah hujan ini menjadikan banjir
melanda Provinsi Kalimantan Selatan pada tanggal 13 Januari 2021," kata Kepala
Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh Lapan, M Rokhis, dalam keterangan tertulis
yang diterima Kompas.com, Minggu (17/1/2021). Sementara itu, hasil analisis
terhadap Daerah Aliran Sungai (DAS) Barito menunjukkan adanya penurunan luas
hutan.
Penurunan luas DAS Barito ini sejalan dengan kian meluasnya area perkebunan
secara signifikan. Baca juga: Menteri LHK Sebut Banjir Kalsel karena Anomali
Cuaca, Bukan Susutnya DAS Barito Dalam kurun waktu 10 tahun, tercatat ada
perluasan area perkebunan yang cukup signifikan, yakni sebesar 219.000 hektar.
Kendati demikian, Rokhis menyebut bahwa belum bisa dipastikan apakah perluasan
area perkebunan yang signifikan itu terjadi karena perkebunan kelapa sawit. "Karena
datanya dari data satelit resolusi menengah, belum dapat ditentukan sawit atau
perkebunan lainnya," katanya lagi. Dia menyebutkan, perubahan penutup lahan dalam
10 tahun ini dapat memberikan gambaran kemungkinan terjadinya banjir di DAS
Barito. Pemerintah membantah Kian menggelindingnya polemik penyebab banjir di
Kalimantan Selatan memaksa Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti
Nurbaya Bakar angkat bicara. Siti secara tegas membantah penyebab penyebab banjir
di Kalimantan Selatan karena menyusutnya DAS Barito wilayah Kalimantan Selatan.
Ia menegaskan asal-muasal banjir di Kalimantan Selatan karena terjadinya anomali
cuaca.
"Penyebab banjir Kalimantan Selatan (karena) anomali cuaca dan bukan soal
luas hutan di DAS Barito wilayah Kalimantan Selatan," ujar Siti dikutip dari akun
Twitter-nya, @SitiNurbayaLHK, Rabu (20/1/2021). Baca juga: UPDATE Banjir
Kalsel: 21 Orang Meninggal Dunia Siti menerangkan, Kalimantan secara keseluruhan
mempunyai area DAS seluas 6,2 juta hektar, di mana 1,8 juta hektar di antaranya
berada di DAS Barito wilayah Kalimantan Selatan. Dari keseluruhan DAS
Kalimantan, 94,5 persen dari total wilayah hulu DAS Barito berada di dalam kawasan
hutan. Merujuk data 2019, sebanyak 83,3 persen hulu DAS Barito masih bertutupan
hutan alam, sedangkan 1,3 persen sisanya merupakan hutan tanaman. Dengan
demikian, klaim Siti, hulu DAS barito masih bagus. "Dalam hal ini hulu DAS Barito
masih terjaga baik," kata Siti. Siti juga mengatakan, bagian DAS Barito yang berada
di wilayah Kalimantan Selatan secara kewilayahan hanya mencakup 40 persen
kawasan hutan. Sementara itu, 60 persen lainnya mencakup Areal Penggunaan Lain
(APL) atau bukan kawasan hutan. Ia menegaskan, kondisi DAS Barito di wilayah
Kalimantan Selatan tidak sama dengan DAS Barito Kalimantan secara keseluruhan.
DAS Barito di wilayah Kalimantan Selatan berada di lahan untuk masyarakat
yang didominasi pertanian lahan kering campur semak, sawah, serta kebun. Ia
menyebutkan, kejadian banjir pada DAS Barito di wilayah Kalimantan Selatan berada
di Daerah Tampung Air (DTA) Riam Kiwa, DTA Kurau, dan DTA Barabai

2. Analisis data dan imformasi

1. Pendekatan spasial
Pada rentang 2009 sampai 2011, terjadi peningkatan luas perkebunan sebesar 14
persen dan terus meningkat di tahun berikutnya sebesar 72 persen dalam 5 tahun.
"Sedangkan untuk tambang, bukaan lahan meningkat sebesar 13 persen hanya 2
tahun. Luas bukaan tambang pada 2013 ialan 54.238 hektar," ujar Jefri, Jumat
(15/1/2021). Pihaknya pun menyesalkan kondisi hutan di Kalimantan yang kini
beralih menjadi lahan perkebunan. Pembukaan lahan atau perubahan tutupan lahan
juga mendorong laju perubahan iklim global. "Kalimantan yang dulu bangga
dengan hutannya, kini hutan itu telah berubah menjadi perkebunan monokultur
sawit dan tambang batu bara," terang dia. Perluasan lahan secara masif dan
terus-menerus, menurut Jefri, memperparah bencana terutama di kondisi cuaca
ekstrem.
2. Pendekatan ekologi
"Akhirnya juga memengaruhi dan memperparah kondisi ekstrem cuaca, baik itu
di musim kemarau dan musim penghujan," kata dia. Hingga Rabu (20/1/2021),
banjir di Kalimantan Selatan menyebabkan 21 orang meninggal dunia. Sebanyak
342.987 orang terdampak, di mana 63.608 di antaranya mengungsi. Baca juga:
Danrem: Banjir di Kalsel Dampak Curah Hujan yang Tinggi Adapun infratsruktur
yang terdampak akibat bencana ini meliputi 66.768 rumah terendam, 18.294 meter
jalan terendam, dan 21 jembatan rusak. Tak hanya itu, banjir ini juga menyebabkan
18.356 hektar lahan pertanian di 11 kabupaten/kota di Kalimantan gagal panen.
Curah hujan dan turunnya luas hutan primer Sementara itu, analisis Lembaga
Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) menunjukkan, banjir di Kalimantan
Selatan disebabkan tingginya curah hujan dan turunnya lahan hutan primer.
3. Pendekatan regional kompleks
"Penyebab banjir Kalimantan Selatan (karena) anomali cuaca dan bukan soal
luas hutan di DAS Barito wilayah Kalimantan Selatan," ujar Siti dikutip dari akun
Twitter-nya, @SitiNurbayaLHK, Rabu (20/1/2021). Baca juga: UPDATE Banjir
Kalsel: 21 Orang Meninggal Dunia Siti menerangkan, Kalimantan secara
keseluruhan mempunyai area DAS seluas 6,2 juta hektar, di mana 1,8 juta hektar di
antaranya berada di DAS Barito wilayah Kalimantan Selatan. Dari keseluruhan
DAS Kalimantan, 94,5 persen dari total wilayah hulu DAS Barito berada di dalam
kawasan hutan. Merujuk data 2019, sebanyak 83,3 persen hulu DAS Barito masih
bertutupan hutan alam, sedangkan 1,3 persen sisanya merupakan hutan tanaman.
Dengan demikian, klaim Siti, hulu DAS barito masih bagus. "Dalam hal ini hulu
DAS Barito masih terjaga baik," kata Siti. Siti juga mengatakan, bagian DAS
Barito yang berada di wilayah Kalimantan Selatan secara kewilayahan hanya
mencakup 40 persen kawasan hutan. Sementara itu, 60 persen lainnya mencakup
Areal Penggunaan Lain (APL) atau bukan kawasan hutan. Ia menegaskan, kondisi
DAS Barito di wilayah Kalimantan Selatan tidak sama dengan DAS Barito
Kalimantan secara keseluruhan

3.Kesimpulan dan Penutup

Berdasarkan analisis diatas keseluruhan Banjir besar yang menerjang wilayah


Kalimantan Selatan pada 12-13 Januari 2021 disebabkan oleh curah hujan ekstrem, tak
sedikit pihak menuding penyebab banjir karena masifnya pembukaan lahan. Faktor
inilah yang kemudian dianggap turut andil terciptanya banjir besar di Kalimantan.
Manajer Kampanye Walhi Kalimantan Selatan M Jefri Raharja menyebutkan, banjir
di Kalimantan Selatan sebagai bencana ekologi.
Terlepas dari tingginya curah hujan tinggi, banjir juga terjadi karena adanya
kontribusi dari dampak pembukaan lahan. Tak ayal, banjir kali ini pun lebih parah
dibandingkan periode-periode sebelumnya. Berdasarkan data yang dimiliknya, salah
satu peruntukan pembukaan lahan di Kalimantan adalah terciptanya perkebunan sawit.
Namun, pembukaan perkebunan sawit ini berlangsung secara terus-menerus. Dari
tahun ke tahun, luas perkebunan mengalami peningkatan dan mengubah kondisi
sekitar.
Demikianlah laporan analisis bencana banjir di kalimantan selatan ini dikarenakan
curah hujan yang ekstrem dan pembukaan lahan.

Anda mungkin juga menyukai