Anda di halaman 1dari 9

BAB III

RITUS: JENIS DAN FUNGSI

1. Jenis Ritus
Ritus dalam Kamus Besar bahasa Indonesia diartikan
sebagai tata cara di upacara keagamaan.1 Interpretasi yang lebih
luas mengenai ritus—yang kemudian menunjuk juga pada
definisi ritus—menurut Max Gluckman sebagaimana tergambar
dalam tulisan Van Genep mengenai The Rites of Passage.
Menurut Gluckman, Genep menginterpretasi ritus sebagai yang
mencerminkan struktur dari relasi sosial dan perubahan dalam
relasi tersebut.2 Singkatnya, Genep memahami ritus tidak hanya
berlangsung sebagai prosesi upacara keagamaan, tetapi juga
menyangkut prosesi hidup sebagai masyarakat; Bagaimana
masyarakat berelasi, memahami relasi yang berlangsung, dan
menerima perubahan-perubahan dalam relasi sebagai prosesi
ritual.3 Pada posisi demikian, ritus bagi Genep adalah tahapan
yang menggambarkan bagaimana realitas sosial dirajut.
Genep dalam The Rittes of Passage mengelompokkan
ritus dalam empat kategori besar, yakni ritus dinamistik dan
animistik, simpatik dan menular, langsung dan tidak langsung,
negatif dan positif. Ritus simpatik didasarkan pada kepercayaan
dalam tindakan timbal balik, suka pada suka, berlawanan pada
berlawanan, wadah pada isi, bagian pada keseluruhan, gambar
pada objek sesungguhnya, kata pada tindakan.4 Di sisi lain, baik
ritus simpatik maupun ritus menular tidak dengan mudah dapat

1
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus
Besar bahasa Indonesia Edisi Kedua, cetakan pertama (Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan balai pustaka, 199), 844.
2
Max Gluckman, Les Rites De Passage, dalam C.D. Forde, et al., Essays On the
Ritual of Social Relations (Oxford Road: Oxford University Press, 1962), 6.
3
Ibid, 7.
4
Arnold Van Genep, The Rites of Passage, terjemahan Monika B. Vizedom and
Gabrielle L. Caffe (London and HenLey: Routledge and Kegan Paul. 1977), 4.
49
50 Redefinisi dan Rekonstruksi Tou

disebut sebagai animistik dan dinamistik. Karena ritus simpatik


tidak sepenuhnya bercorak animistik, begitupun dengan ritus
menular tidak sepenuhnya bercorak dinamistik. Ritus langsung
dan tidak langsung berbeda pada dampak setelah pelaksanaan,
yakni ritus langsung memberi dampak otomatis dan ritus tidak
langsung sebaliknya. Sedangkan perbedaan ritus positif dan
negatif yakni pada kemauan positif dan negatif yang
diekspresikan dalam tindakan ritus.5
Dalam penjelasan selanjutnya, Genep menjelaskan
bahwa usaha mengkategorisasikan ritus dimaksudkan untuk
memahami dengan jelas tahap-tahapan setiap proses ritus.
Meskipun demikian, Genep juga menegaskan bahwa dalam
kenyataan seringkali sulit untuk mengkategorisasikan ritus
sebagai ritus tunggal, karena pada akhirnya proses ritus akan
terkait dengan tahap-tahapan jenis ritus lainnya.6 Genep
menjelaskan, bahwa hal demikian disebabkan oleh karena
beberapa ritus berbeda tidak begitu saja bisa diterima sebagai
ritus yang terpisah. Pada umumnya, ritus-ritus berbeda tersebut
terikat satu sama lain, bahkan merupakan kelanjutan tahapan
ritus. Genep selanjutnya menunjuk contoh ritus kelahiran,
inisiasi, perkawinan, yang menurutnya lebih dapat diterima
sebagai tahapan ritus dan bukan ritus yang terpisah satu sama
lain. 7
Genep juga menjelaskan mengenai ritus penerimaan
terhadap orang asing sebagai bagian dari komunitas atau suku.
Genep menunjuk atribut khusus—antara lain posisi legal dan
ekonomi yang dimiliki orang asing8 sebagai pintu masuk untuk
menjadi bagian komunitas atau suku. Artinya, penerimaan orang
asing dalam ritual juga ditentukan oleh bagaimana posisi
ekonominya dan posisi legalnya dalam komunitas atau suku dari

5
Ibid, 7,8.
6
Ibid, 10.
7
Ibid.
8
Ibid, 26,27.
Ritus: Jenis dan Fungsi 51

mana dia berasal. Genep juga menunjuk kecenderungan


penerimaan demikian, yakni yang memperhitungkan karakter
orang asing sebagai seorang yang aktif dan berkuasa di
komunitasnya. Karenanya, Genep menjelaskan bahwa
penerimaan terhadap orang asing dengan posisi demikian pada
umumnya dibanyak suku menjadi faktor penting untuk
diperhitungkan, misalnya orang asing dari kalangan militer,
pertimbangan jenis kelamin, dan juga hak-hak politiknya.9
Meskipun demikian, proses isolasi sebagai prosedur standard
penerimaan orang asing masih menjadi syarat penting sebelum
diterima sebagai bagian dari komunitas atau suku. Dalam isolasi,
orang asing harus terlebih dahulu membuktikan sejauh mana
ketertarikan mereka terhadap kehidupan suku. Keseriusan
orang asing akan dinilai oleh pemimpin suku dan juga para
prajurit dalam pertemuan bersama. Genep menyitir kajian
Grierson dalam The Silent Trade yang menjelaskan bahwa
proses isolasi (ritual isolasi) adalah juga moment untuk
membuat orang asing menjadi penuh kebajikan atau untuk
memberi dia kualitas yang spesial. Genep juga menggarisbawahi
lima kata penting yang biasa dipakai untuk menggambarkan
proses selama masa isolasi, yakni berhenti, menunggu, melewati
periode transisional, masuk dan menjadi bagian.
Hal menarik lain yang Genep kemukakan, yakni posisi
orang yang terlahir dalam komunitas atau suku, tetapi pada
waktu tertentu harus melalui proses isolasi sebagai orang asing
sebelum resmi menjadi bagian suku. Karenanya, proses isolasi
bagi orang asing semacam ini pada banyak suku dilihat sebagai
sesuatu yang kudus, karena diberkahi oleh kekuatan magico-
relegion. Di sisi lain, kekuatan magico-relegion dari orang asing
yang terlahir dalam komunitas suku, juga dipakai sebagai
prosesi inisiasi dalam relasi dengan orang asing yang tidak
terlahir dalam suku yang sama. Genep mencontohkan Ritual
Mylitta, yakni ritual yang mepresentasikan mengenai setiap

9
Ibid, 35.
52 Redefinisi dan Rekonstruksi Tou

perempuan dalam suku yang sekali dalam hidupnya memberi


dirinya pada orang asing. Menurut Genep, ritus ini menjadi
penting kemungkinan karena kekuatan suci dari orang asing
tersebut diharapkan dapat menjamin kesuburan para
perempuan muda. Di samping itu, Genep pun melihat ritual
prostitusi suci (demikian Genep menyimpulkan) tersebut lebih
merupakan bagian dari inisiasi orang asing dalam komunitas
suku.10
Terkait dengan ritual penerimaan tersebut Genep juga
menjelaskan mengenai ritual makan dan minum bersama. Bagi
Genep ritual tersebut adalah juga ritual penerimaan yang
dilaksanakan dibanyak suku sebagai perayaan bersama orang
asing. Bahkan menurut Genep, makan dan minum bersama
adalah salah satu dari empat yang utama—tiga yang lain, yakni
tindakan yang mengikat satu sama lain, saling mencium, dan
simbol dari tiruan alami-- yang menyimbolkan atau menjadi
penanda dari ritus penerimaan.
Saya memaparkan penjelasan para penulis di atas
tentang jenis-jenis ritus penerimaan, karena dengan memahami
kajian-kajian tersebut akan sangat menolong dalam melihat
bagaimana penerimaan para pendatang kemudian—yang juga
dimengerti sebagai orang asing atau yang datang dari luar
kumpulan taranak-- dalam komunitas Minahasa awal terkait
dengan bangunan berpikir mereka mengenai Tou.

2. Fungsi Ritus
Victor Turner dalam The ritual process menyitir hasil
study Godfrey Wilson terhadap agama Nyakyusa orang Tanzania,
yang melihat keterkaitan erat antara pelaksanaan ritual,
ekspresi dan nilai yang ditampilkan. Wilson menjelaskan bahwa,
ritus menjadi media bagi orang/komunitas untuk merefleksikan

10
Ibid, 169,170.
Ritus: Jenis dan Fungsi 53

sebagian besar gerakan mereka yang konvensional dan sudah


terpola (wajib). Tetapi ekspresi konvensional dan wajib itu
adalah juga nilai dari komunitas yang ditampilkan; itu adalah
kunci untuk memahami konstitusi yang esensial tentang
masyarakat manusia. Selanjutnya, Turner memakai kesimpulan
Wilson dan membandingkan dengan studi yang dia lakukan di
Afrika Barat dan Timur di masa sebelum dan sesudah
kemerdekaan. Bertolak dari perbandingan tersebut, Turner
menegaskan bahwa ekspresi dalam ritual tidak sekedar
menggambarkan relasi ekonomi, politik dan sosial. Ekspresi
dalam ritual pun bukan sekedar kunci yang menentukan dalam
rangka memahami bagaimana orang berpikir dan merasakan
hubungan tersebut, dan tentang alam serta lingkungan
masyarakat di mana mereka berada.11 Bagi, Turner fungsi ritual
adalah juga mengekspresikan mengenai konflik sosial yang
melekat kuat dengan masyarakat. Ritual selalau terkait atau
merupakan ekspresi komunitas mengenai apa yang mereka
alami, rasakan dan harapkan. Karenanya, Turner menilai
semakin tinggi frekuensi pelaksanaan ritual berkorelasi dengan
kompleksitas konflik yang dialami komunitas suku.12
Sejalan dengan Turner, Arnold Van Genep, menjelaskan
bahwa korelasi yang kuat antara ritus dengan realitas yang
dihadapi komunitas alamiah, karena memang tidak ada tahapan
hidup manusia yang tidak terkait dengan ritus. Sejak lahir
manusia sudah berhubungan dengan ritus sampai manusia
mati.13 Di sisi lain, Genep menjelaskan bahwa setiap ritus
memiliki fungsi berbeda, yang tidak hanya untuk kepentingan
personal, tetapi terutama berfungsi sosial. Genep memberi
contoh ritus kehamilan dan kelahiran anak. Kedua ritus ini
dilaksanakan terpisah tetapi terkait satu sama lain, karena
pertama-tama dimaksudkan untuk kepentingan proteksi dari

11
Victor Turner, The Ritual Process Structure and Anti-Structure, (Ithaca, New
York, Cornell University Press, 1966), 6.
12
Ibid, 6,10.
13
Genep, 3.
54 Redefinisi dan Rekonstruksi Tou

pengaruh-pengaruh jahat bagi ibu yang sedang hamil, bayi yang


dikandung dan selanjutnya pemulihan sesudah melahirkan.
Meskipun demikian, ritus dengan fungsi personal tersebut
dilaksanakan dalam dan bersama masyarakat, karena masa
mengandung adalah waktu bagi seorang perempuan dipisahkan
atau dihentikan sementara dari rutinitas masyarakatnya.
Karenanya, masa pemulihan sang ibu sesudah melahirkan
adalah juga persiapan bagi dirinya untuk kembali dan terlibat
dalam rutinitas masyarakatnya.14
Penjelasan sejajar mengenai fungsi ritus, dapat
disimpulkan juga dari pemikiran Durkheim dalam The
elementary forms of The Religious Life. Durkheim menjelaskan,
bahwa ritus menjadi wadah ekspresi atau ungkapan perasaan,
sekaligus sebagai upaya menetralisir perasaan-perasan negatif,
sedih, berduka yang sedang dialami komunitas. Di sisi lain, ritus
juga merupakan ungkapan solidaritas, penguatan vitalitas sosial,
pembaharuan kehidupan moral dan melestarikan identitas
karena ritus yang berulang-ulang dilakukan memberi ingatan
yang kuat dan juga memelihara hubungan komunitas dengan
masa lalu.15
Hal penting terkait dengan penjelasan Durkheim
mengenai ritus, yakni ritus pada masyarakat aborigin selalu
terkait dengan Totem. Prinsipnya, bagi suku-suku di Australia,
Totem memiliki posisi yang istimewa karena tidak hanya nama,
tetapi juga sebagai lambang atau tanda pengenal suku. Karena
itu, biasanya ada dekorasi-dekorasi Totemik yang diletakkan di
bagian dalam dan luar rumah, senjata, perahu, perabotan dan
makam, bahkan digambarkan pada tubuh manusia. Dekorasi-
dekorasi Totemik juga digunakan dalam upacara-upacara
religius dan menjadi bagian dari liturgi; karena itu, Totem tidak

14
Ibid., 3, 41-47.
15
Emile Durkheim, The Elementary Forms of the Religious Life (New York: The
Free Press a Division of Macmillan Publishing Co., Inc.1965), 516, 517.
Ritus: Jenis dan Fungsi 55

hanya menjadi lebel kolektif melainkan juga menjadi karakter


religius.
Ritus-ritus yang dilakukan oleh masyarakat adalah
manifestasi semangat kolektif yang mereka serap dari Totem.
Dalam pelaksanaan ritus, masyarakat secara bebas
mengungkapkan potensi-potensi emosionalnya dan lama
kelamaan pengungkapan yang dilakukan dalam kebersamaan
tersebut mengalami ekstasi; orang benar-benar terhanyut oleh
semua ekspresi emosional yang sangat bebas mereka lakukan,
termasuk yang dilarang untuk dilakukan dalam kehidupan
sehari-hari.
Durkheim melanjutkan penjelasannya, bahwa
kegembiraan dan suasana yang khas yang terekspresikan dalam
pelaksanaan ritual tersebut semakin didukung oleh benda-
benda seperti bumerang, tambur, tongkat bull roarer yang pada
saat itu umum dipakai dalam upacara, serta temaran api unggun
yang semakin melengkapi suasana religius tersebut. Kegiatan ini
menimbulkan kesan mendalam pada masyarakat Australia, dan
selanjutnya upacara demikian dilakukan berulang-ulang
sehingga ingatan terhadap kebersamaan yang terjadi sangat
membekas kuat dalam diri mereka.16
Apa artinya pelaksanaan ritus demikian? Ritus Totemik
menjadi kekuatan yang tidak hanya menyatukan suku dalam
pengalaman kolektif yang sama. Ritus Totem juga mengikat
mereka sebagai pelaku ritual untuk mengulang pengalaman
tersebut melalui pelaksanaan ritus. Durkheim beberapa kali
memberi penekanan pada penjelasannya mengenai semangat
bersama yang dibangun dalam ritual Totem. Totemisme
menempatkan representasi-representasi figuratif Totem pada
posisi tertinggi dari segala hal yang dianggap sakral, kemudian
posisi binatang dan tumbuhan yang menjadi nama marga, dan
posisi terakhir adalah anggota-anggota marga; Masing-masing

16
Ibid, 317-319.
56 Redefinisi dan Rekonstruksi Tou

sakral menurut tingkatan berbeda. Selanjutnya Durkheim


menulis, bahwa rasa gentar yang dirasakan terhadap masing-
masing objek tersebut bukan karena sifat khusus dan partikular
yang dimiliki objek-objek tersebut. Rasa getar itu tertuju pada
lambang-lambang totemik, anggota marga dan binatang atau
tumbuhan yang menjadi totem. Secara khusus, tertuju pada
kekuatan anonim dan impersonal yang dapat dikenali pada
objek-objek tersebut, tetapi tidak identik dengan mereka.17
Hal penting lainnya yang bisa digarisbawahi dari
pemikiran Durkheim dalam Elementary Form of The Religious
Life, yakni mengenai fungsi ritus terkait dengan subjek dari
ritual. Di suku Aborigin Australia, Durkheim mencatat mengenai
ritus penyembahan pada arwah nenek moyang. Sekilas orang
akan memahami bahwa ritus penyembahan adalah
penyembahan kepada roh nenek moyang. Ritus penyembahan
dilakukan sebagai penghormatan pada nenek moyang, tetapi
bukan dilakukan dalam pemahaman penyembahan kepada roh
orang yang telah mati. Melainkan karena nenek moyang telah
memiliki kekuatan supra-manusia semasa hidup.18 Intinya
prosesi ritual penyembahan dilaksanakan tidak diarahkan pada
tujuan dari praktek-praktek tersebut, tetapi pada pengaruh tak
terlihat di dalam kesadaran dan pada cara-caranya yang
mempengaruhi pikiran para anggota marga.19
Durkheim juga menjelaskan, sambil mengutip data
Strehlow, mengenai wawancara yang dilakukan dengan
masyarakat Arunta dan Lorija tentang alasan mereka
melaksanakan ritus pengurbanan. Masyarakat Arunta dan Lorija
menjelaskan, bahwa mereka melaksanakan ritus tersebut
karena leluhur melaksanakan demikian. Dari sini Durkheim
menyimpulkan, bahwa pelaksanaan ritus diperintahkan oleh
otoritas sama yang dimiliki tradisi dan tentu saja bersifat sosial.

17
Ibid, 279, 280.
18
Ibid. 102, 103.
19
Ibid., 517.
Ritus: Jenis dan Fungsi 57

Durhkeim selanjutnya menulis, bahwa ritus-ritus tersebut


dillaksanakan demi memelihara hubungan dengan masa lalu
dengan leluhur dan melestarikan identitas moral kelompok, dan
bukan karena tujuan tertentu.20
Teori-teori mengenai ritus-ritus penerimaan dengan
fungsinya serta ritus penyembahan pada nenek moyang saya
pilih sebagai acuan teori untuk menganalisis prosesi ritual
pemanggilan arwah leluhur atau kampetan yang dilakukan oleh
para pelaku budaya dipimpin oleh Tona’as. Sekaligus mengkaji
bagaimana signifikansi pelaksanaan ritual kampetan di tanah
Minahasa kini bagi penguatan identitas sosial (akan dibahas
dalam Bab V).

20
Ibid, 533.

Anda mungkin juga menyukai