Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

NEFROTIK SINDROME AKUT PADA ANAK

Diajukan untuk memenuhi tugas Stase Anak

Dosen : TIM

Disusun Oleh :
Risza Apriani Fauziyah

JNR0200119

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
Daftar isi

Daftar isi .............................................................................................................................. i


A. Definisi........................................................................................................................ 1
B. Klasifikasi ................................................................................................................... 1
C. Anatomi Fisiologi ...................................................................................................... 2
D. Etiologi........................................................................................................................ 7
E. Tanda Dan Gejala ....................................................................................................... 8
F. Komplikasi .................................................................................................................. 8
G. Patofisiologi ................................................................................................................ 9
H. Pathway ..................................................................................................................... 11
I. Pemeriksaan Penunjang ............................................................................................ 12
J. Penatalaksanaan Medis ............................................................................................. 12
K. Konsep Asuhan Keperawatan ................................................................................... 13
L. Daftar Pustaka ........................................................................................................... 24

i
A. Definisi
Sindrom nefrotik adalah keadaan klinis yang terdiri atas proteinuria
masif, hipoalbuminemia (< 2,5 g/dL), edema, dan hiperkolesterolemia .
Sindrom nefrotik merupakan penyakit ginjal yang sering pada anak
(Sudung, 2017).
Sindrom nefrotik (SN) merupakan penyakit ginjal terbanyak
pada anak. Sindrom nefrotik ditandai dengan gejala edema, proteinuria
masif >40mg/m luas permukaan badan/jam atau 50 mg/kg/hari,
hipoalbuminemia jika kadar albumin ≤2,5g/dLdan dapat disertai
hiperkolesterolemia jika kadar kolesterol total >200mg/dL (Mainnah, N
et al., 2020).
Nefrotik Sindrom (NS) adalah salah satu penyakit glomerulus yang
paling sering terjadi pada anak-anak. Nefrotik Sindrom (NS) adalah
keadaan klinis yang ditandai proteinuria masif, hipoalbuminemia, edema
anasarka, dan hiperlipidemia (Dewi, 2019).
B. Klasifikasi
Secara klinis Nefrotik sindrom dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
1. Nefrotik Sindrom Primer atau Idiopatik
Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini
secara primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa
ada penyebab.
2. Nefrotik Sindrom Sekunder
Timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai akibat
dari berbagai sebab lain yang nyata. Penyebab yang sering dijumpai
antara lain :
a) Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis,
sindrom Alport, miksedema
b) Infeksi : hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis,
streptokokus, AIDS
c) Toksin dan alergen: logam berat (Hg), penisillamin, probenesid,
racun serangga, bisa ular

1
d) Penyakit sistemik bermediasi imunologik: lupus eritematosus
sistemik, purpura Henoch-Schönlein, sarkoidosis (Yuliandra, 2018)
C. Anatomi Fisiologi

(Sumber : Pratiwi, 2019)


Susunan Sistem Perkemihan Sistem perkemihan terdiri dari:
1. dua ginjal (ren) yang menghasilkan urin,
2. dua ureter yang membawa urin dari ginjal ke vesika urinaria
(kandung kemih),
3. satu vesika urinaria (VU), tempat urin dikumpulkan, dansatu
urethra, urin dikeluarkan dari vesika urinaria. Ginjal (Ren) terletak
pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum pada
kedua sisi vertebra thorakalis ke 12 sampai vertebra lumbalis ke-3.
Bentuk ginjal seperti biji kacang. Ginjal kanan sedikit lebih rendah
dari ginjal kiri, karena adanya lobus hepatis dexter yang besar.
4. Fungsi ginjal adalah
a) memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat
toksis atau racun,
b) mempertahankan suasana keseimbangan cairan,
c) mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari
cairan tubuh, dan

2
d) mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein
ureum, kreatinin dan amoniak.
5. Fascia Renalis terdiri dari: Fascia renalis terdiri dari
a) fascia (fascia renalis),
b) Jaringan lemak peri renal, dan
c) kapsula yang sebenarnya (kapsula fibrosa), meliputi dan
melekat dengan erat pada permukaan luar ginjal
6. Struktur Ginjal
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut
kapsula fibrosa, terdapat cortex renalis di bagian luar, yang
berwarna cokelat gelap, dan medulla renalis di bagian dalam yang
berwarna cokelat lebih terang dibandingkan cortex. Bagian
medulla berbentuk kerucut yang disebut pyramides renalis, puncak
kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang
kecil disebut papilla renalis. Hilum adalah pinggir medial ginjal
berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya pembuluh darah,
pembuluh limfe, ureter dan nervus.. Pelvis renalis berbentuk
corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi
menjadi dua atau tiga calices renalis majores yang masing-masing
akan bercabang menjadi dua atau tiga calices renalis minores.
7. Potongan membujur ginjal Jaringan ginjal.
Warna biru menunjukkan satu tubulus Struktur halus ginjal
terdiri dari banyak nefron yang merupakan unit fungsional ginjal.
Diperkirakan ada 1 juta nefron dalam setiap ginjal. Nefron terdiri
dari : Glomerulus, tubulus proximal, ansa henle, tubulus distal dan
tubulus urinarius.
8. Proses Pembentukan Urin
Tahap pembentukan urin
a) Proses Filtrasi ,di glomerulus Terjadi penyerapan darah,
yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali protein.
Cairan yang tersaring ditampung oleh simpai bowmen yang

3
terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat
dll, diteruskan ke tubulus ginjal. cairan yang di saring
disebut filtrate gromerulus.
b) Proses Reabsorbsi Pada proses ini terjadi penyerapan
kembali sebagian besar dari glikosa, sodium, klorida, fospat
dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif
(obligator reabsorbsi) di tubulus proximal. sedangkan pada
tubulus distal terjadi kembali penyerapan sodium dan ion
bikarbonat bila diperlukan tubuh. Penyerapan terjadi secara
aktif (reabsorbsi fakultatif) dan sisanya dialirkan pada
papilla renalis.
c) Proses sekresi. Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di
tubulus distal dialirkan ke papilla renalis selanjutnya
diteruskan ke luar.
9. Pendarahan Ginjal mendapatkan darah dari aorta abdominalis yang
mempunyai percabangan arteria renalis, arteri ini berpasangan kiri
dan kanan. Arteri renalis bercabang menjadi arteria interlobularis
kemudian menjadi arteri akuarta. Arteri interlobularis yang berada
di tepi ginjal bercabang menjadi arteriolae aferen glomerulus yang
masuk ke gromerulus. Kapiler darah yang meninggalkan
gromerulus disebut arteriolae eferen gromerulus yang kemudian
menjadi vena renalis masuk ke vena cava inferior.
10. Persarafan Ginjal Ginjal mendapatkan persarafan dari fleksus
renalis(vasomotor). Saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah
darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf ini berjalan bersamaan
dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal.
11. Ureter Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari
ginjal ke vesika urinaria. Panjangnya ± 25-30 cm, dengan
penampang 0,5 cm. Ureter sebagian terletak pada rongga abdomen
dan sebagian lagi terletak pada rongga pelvis. Lapisan dinding
ureter terdiri dari:

4
a) Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
b) Lapisan tengah lapisan otot polos
c) Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa Lapisan dinding
ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltic yang
mendorong urin masuk ke dalam kandung kemih.
12. Vesika Urinaria (Kandung Kemih) Vesika urinaria bekerja sebagai
penampung urin. Organ ini berbentuk seperti buah pir (kendi).
letaknya d belakang simfisis pubis dalam rongga panggul. Vesika
urinaria dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet.
Dinding kandung kemih terdiri dari:
a) Lapisan sebelah luar (peritoneum).
b) Tunika muskularis (lapisan berotot).
c) Tunika submukosa.
d) Lapisan mukosa (lapisan bagian dalam).
13. Uretra Merupakan saluran sempit yang berpangkal pada vesika
urinaria yang berfungsi menyalurkan air kemih ke luar. Pada laki-
laki panjangnya kira-kira 13,7-16,2 cm, terdiri dari:
a) Urethra pars Prostatica
b) Urethra pars membranosa (terdapat spinchter urethra
externa)
c) Urethra pars spongiosa. Urethra pada wanita panjangnya
kira-kira 3,7-6,2 cm (Taylor), 3-5 cm (Lewis). Sphincter
urethra terletak di sebelah atas vagina (antara clitoris dan
vagina) dan urethra disini hanya sebagai saluran ekskresi.
Dinding urethra terdiri dari 3 lapisan:
a) Lapisan otot polos, merupakan kelanjutan otot polos dari
Vesika urinaria. Mengandung jaringan elastis dan otot
polos. Sphincter urethra menjaga agar urethra tetap tertutup.
b) Lapisan submukosa, lapisan longgar mengandung
pembuluh darah dan saraf.
c) Lapisan mukosa.

5
14. Urin (Air Kemih) Sifat fisis air kemih, terdiri dari:
a) Jumlah ekskresi dalam 24 jam ± 1.500 cc tergantung dari
pemasukan (intake) cairan dan faktor lainnya. Kelompok 4,
S1 Keperawatan,
b) Warna, bening kuning muda dan bila dibiarkan akan
menjadi keruh.
c) Warna, kuning tergantung dari kepekatan, diet obat-obatan
dan sebagainya.
d) Bau, bau khas air kemih bila dibiarkan lama akan berbau
amoniak.
e) Berat jenis 1,015-1,020.
f) Reaksi asam, bila lama-lama menjadi alkalis, juga
tergantung dari pada diet (sayur menyebabkan reaksi alkalis
dan protein memberi reaksi asam).
Komposisi air kemih, terdiri dari:
a) Air kemih terdiri dari kira-kira 95% air.
b) Zat-zat sisa nitrogen dari hasil metabolisme protein, asam
urea, amoniak dan kreatinin.
c) Elektrolit, natrium, kalsium, NH3, bikarbonat, fospat dan
sulfat.
d) Pagmen (bilirubin dan urobilin).
e) Toksin.
f) Hormon.
15. Mikturisi Mikturisi ialah proses pengosongan kandung kemih
setelah terisi dengan urin. Mikturisi melibatkan 2 tahap utama,
yaitu:
a) Kandung kemih terisi secara progresif hingga tegangan
pada dindingnya meningkat melampaui nilai ambang batas
(Hal ini terjadi bila telah tertimbun 170-230 ml urin),
keadaan ini akan mencetuskan tahap ke 2.

6
b) Adanya refleks saraf (disebut refleks mikturisi) yang akan
mengosongkan kandung kemih.
Pusat saraf miksi berada pada otak dan spinal cord (tulang
belakang) Sebagian besar pengosongan di luar kendali tetapi
pengontrolan dapat di pelajari “latih”. Sistem saraf simpatis :
impuls menghambat Vesika Urinaria dan gerak spinchter interna,
sehingga otot detrusor relax dan spinchter interna konstriksi.
Sistem saraf parasimpatis: impuls menyebabkan otot
detrusor berkontriksi, sebaliknya spinchter relaksasi terjadi
mikturisi (normal: tidak nyeri). Ciri-Ciri Urin Normal :
a) Rata-rata dalam satu hari 1-2 liter, tapi berbeda-beda sesuai
dengan jumlah cairan yang masuk.
b) Warnanya bening oranye tanpa ada endapan.
c) Baunya tajam.
d) Reaksinya sedikit asam terhadap lakmus dengan pH rata-
rata 6.
D. Etiologi
Menurut Umboh (2019) Penyebab Nefrotik sindrom yang pasti
belum diketahui. Akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit
autoimun, yaitu suatu reaksi antigen antibody. Umumnya etiologi dibagi
menjadi:
1. Nefrotik sindrom bawaan Diturunkan sebagai resesif autosom atau
karena reaksi maternofetal. Resisten terhadap suatu pengobatan. Gejala
edema pada masa neonatus. Pernah dicoba pencangkokan ginjal pada
neonatus tetapi tidak berhasil. Prognosis buruk dan biasanya pasien
meninggal pada bulan-bulan pertama kehidupannya.
2. Nefrotik sindrom sekunder Disebabkan oleh :
a) Malaria quartana atau parasit lainnya
b) Penyakit kolagen seperti SLE, purpura anafilaktoid
c) Glomerulonefritis akut atau glomerulonefritis kronis, trombosis
vena renalis

7
d) Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam
emas, sengatan lebah, racun otak, air raksa.
e) Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis
membraneproliferatif hipokomplementemik.
E. Tanda Dan Gejala
1. Urine yang berbusa akibat adanya protein dalam urine.
2. Diare.
3. Mual.
4. Letih, lesu, dan kehilangan nafsu makan.
5. Bertambahnya berat badan akibat penumpukan cairan tubuh.
6. pembengkakan (edema) pada mata, kaki, dan pergelangan kaki,
F. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada sindrom nefrotik yaitu :
1. Keseimbangan Nitrogen Negatif
Proteinuria masif akan menyebabkan keseimbangan nitrogen menjadi
negatif, yang secara klinis dapat diukur dengan kadar albumin plasma.
Diet tinggi protein tidak terbukti memperbaiki metabolisme albumin
karena respon hemodinamik terhadap asupan yang meningkat adalah
meningkatnya tekanan glomerulus yang menyebabkan kehilangan
protein dalam urin yang semakin banyak. Diet rendah protein akan
mengurangi proteinuria namun juga menurunkan kecepatan sintesis
albumin dan dalam jangka panjang akan meningkatkan risiko
memburuknya keseimbangan nitrogen negatif.
2. Hiperkoagulasi
Komplikasi tromboemboli sering ditemukan pada sindrom nefrotik
akibat peningkatan koagulasi intravaskular. Kadar berbagai protein
yang terlibat dalam kaskade koagulasi terganggu pada sindrom
nefrotik serta agregasi paltelet ikut meningkat. Gangguan koaglasi
yang terjadi disebabkan oleh peningkatan sisntesis protein oleh hati
dan kehilangan protein melalui urin.
3. Hiperlidemia dan lipiduria

8
Merupakan keadaan yang serig menyertai sindrom nefrotik. Respon
hiperlipidemik sebagian dicetuskan oleh menurunnya tekanan onkotik
plasma, serta derajat hiperlipidemia berbanding terbalik dan
berhubungan erat dengan menurunnya tekanan onkotik. Kondisi
hiperlipidemia dapat reversibel seiring dengan resolusi dari
sindronefrotik yang terjadi baik secara spontan maupun diinduksi
dengan obat.
4. Gangguan metabolisme kalsium dan tulang
Vitamin D yang terikat protein maka akan diekskresikan melalui uring
sehingga terjadi penurunan kadar plasma. Kadar 25(OH)D dan 1,25
(OH)2D plasma juga ikut menurunan sedangkan kadar vitamin D
bebas tidak mengalamu gangguan.
5. Infeksi
Infeksi merupakan penyebab tersering terjadinya kematian pada
sindrom nefrotik terutama oleh organisme berkapsul. Infeksi pada
sindrom nefrotik terjadi akibat defek imunitas humoral, seluler dan
gangguan sistema komplemen. (Pratiwi, 2019)
G. Patofisiologi
1. Proteinuria
Ada tiga jenis proteinuria yaitu glomerular, tubular dan overflow.
Kehilangan protein pada sindrom nefrotik termasuk dalam proteinuria
glomerular. Proteinuria pada penyakit glomerular disebabkan oleh
meningkatnya filtrasi makromolekul melewati dinding kapiler
glomerulus. Hal ini sering diakibatkan oleh kelainan pada podosit
glomerular. Dalam keadaan normal membran basal glomerulus
mempunyai mekanisme penghalang untuk mencegah kebocoran
protein. Mekanisme penghalang pertama berdasarkan ukuran molekul
dan yang kedua berdasarkan muatan listriknya. Pada sindrom nefrotik
kedua mekanisme tersebut terganggu.proteinuria dibedakan menjadi
selektif dan non-selektif berdasarkan ukuran molekul protein yang
keluar melalui urin. Protein selktif apabila protein yang keluar terdiri

9
dari molekul kecil mialnya albumin, sedangkan yang non-selektif
apabila protein yang keluar terdiri dari molekul besar seperti
imunoglobulin.
2. Hipoalbuminemia
Pada keadaan normal, produksi albumin di hati adalah 12-14 g/hari
(130- 200 mg/kg) dan jumlah yang diproduksi sama dengan jumlah
yang dikatabolisme. Katabolisme secara dominan terjadi pada
ekstrarenal, sedangkan 10% di katabolisme pada tubulus proksimal
ginjal setelah resorpsi albumin yang telah difiltrasi. Pada pasien
sindrom nefrotik, hipoalbuminemia merupakan manifestasi dari
hilangnya protein dalam urin yang berlebihan dan peningkatan
katabolisme albumin. (Kharisma, 2017) Hilangnya albumin melalui
urin merupakan konstributor yang penting pada kejadian
hipoalbuminemia. Meskipun demikian, hal tersebut bukan merupakan
satu-satunya penyebab pada pasien sindrom nefrotik karena laju
sintesis albumin dapat meningkat setidaknya tiga kali lipat dan dengan
begitu dapat mengompensasi hilangnya albumin melalui urin.
3. Edema
Terdapat beberapa teori yang menjelaskan tentang timbulnya edema
pada sindrom nefrotik. Underfilled theory merupakan teori klasik
tentang pembentukan edema. Teori ini berisi bahwa adanya edema
disebabkan oleh menurunnya tekanan onkotik intravaskuler dan
menyebabkan cairan merembes ke ruang interstisial. Adanya
peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus menyebabkan albumin
keluar sehingga terjadi albuminuria dan hipoalbuminemia.
Sebagaimana diketahui bahwa salah satu fungsi vital dari albumin
adalah sebagai penentu tekanan onkotik. Maka kondisi
hipoalbuminemia ini menyebabkan tekanan onkotik koloid plasma
intravaskular menurun. Sebagai akibatnya, cairan transudat melewati
dinding kapiler dari ruang intravaskular ke ruang interstisial kemudian
timbul edema. (Kharisma, 2017)

10
4. Hiperkolesterolemia
Hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserid) dan lipoprotein
serum meningkat pada sindrom nefrosis. Hal ini dapat dijelaskan
dengan penjelasan antara lain yaitu adanya kondisi hipoproteinemia
yang merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, termasuk
lipoprotein. Selain itu katabolisme lemak menurun karena terdapat
penurunan kadar lipoprotein lipase plasma, sistem enzim utama yang
mengambil lemak dari plasma. Beberapa peningkatan serum
lipoprotein yang di filtrasi di glomerulus akan mencetuskan terjadinya
lipiduria sehingga adanya temuan khas oval fat bodies dan fatty cast
pada sedimen urin.
H. Pathway

idiopatik sekunder bawaan Fokal segmental

Nefrotik sindrom Kurang informasi

Gangguan pemben tukan glumelorus Deficit


(hipoalbuminemia) pengetahuan
n
Tekanan koloid turun,
hidrostatik naik

Cairan masuk ke ekstraseluler

Retensio cairan Retensio cairan seluruh


dirongga perut - asites tubuh

Menekan isi perut Edema anasarka


(mual/muntah)
Risiko ketidakseimbangan
Nafsu makan menurun elektrolit

Kondisi lemah Daya tahan tubuh


Deficit nutrisi
menurun
11
Intoleransi
aktivitas Risiko infeksi

(Sumber : Maharani, L. D., 2017)

I. Pemeriksaan Penunjang

Menurut (Mainnah, N et al., 2020) pemeriksaan penunjang untuk


mendukung diagnosis sindrom nefrotik, antara lain :

1. Urinalisis dan bila perlu biakan urin Biakan urin dilakukan apabila
terdapat gejala klinik yang mengarah pada infeksi saluran kemih
(ISK).
2. Protein urin kuantitatif Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan
urin 24 jam atau rasio protein/kreatinin pada urin pertama pagi hari.
3. Pemeriksaan darah
a) Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit,
trombosit, hematokrit, LED)
b) Albumin dan kolesterol serum
c) Ureum, kreatinin, dan klirens kreatinin

J. Penatalaksanaan Medis

Perawatan di rumah sakit pada penderita Nefrotik Sindrom penting


dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi pengaturan
diet, penanggulangan edema, memulai pengobatan steroid dan edukasi
orang tua.

1. Edukasi kepada pasien dan orang tua mengenai penyakit ini dan
prosedur apa yang dilakukan. Penjelasan mengenai penyakit Nefrotik
Sindrom bisa sembuh namun juga dapat kambuh lagi perlu
disampaikan dengan baik agar tidak tejadi kesalah pahaman.
2. Restriksi cairan dianjurkan selama edema berat. biasanya diberikan
loop diuretic seperti furosemid 1-2 mg/kgBB/hari, bila perlu
dikombinasikan dengan spironalokton (antagonis aldosteron, diuretik
hemat kalium) 2-3 mg/BBkg/hari. Pada pemakaian diuretik lebih lama

12
dari 1-2 minggu perlu dilakukan pemantauan elektrolit darah (kalium
dan natrium)
3. Medikamentosa Kortikosteroid sudah dipakai sebagai terapi lini
pertama Nefrotik Sindrom karena diyakini efektif dalam
menyembuhkan penyakit ini. Kortikosteroid merupakan terapi pilihan
utama Nefrotik Sindrom idiopatik pada anak kecuali jika ada
kontraindikasi. Steroid yang diberikan adalah jenis prednison dan
prednisolon. Pengobatan imunosupresif ini dapat menimbulkan remisi
proteinuria dan melindungi fungsi ginjal untuk beberapa jenis
glomerulonefritis primer (DR.Trihono, 2012).
4. Manajemen Non-Farmakologis
a) Manajemen Nutrisi dan Cairan Karena adanya mekanisme retensi
natrium pada sindrom nefrotik, maka beberapa literatur
merekomendasikan diet natrium yang dibatasi agar kurang dari 3
gram/hari dan diet cairan < 1500 ml/hari.
5. Manajemen Farmakologis
a) Diuretik
b) Terapi antibiotic

K. Konsep Asuhan Keperawatan

Menurut (Pratiwi, 2019) pengkajian pada anak terdiri dari:

1. Anamnesis
Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara.
Suatu anamnesis yang terarah dapat mempermudah penegakan
diagnosis sesuai dengan keluhan yang dikemukakan oleh anak atau
orang tua. Anamnesis terdiri dari :
a) Identitas pasien seperti nama,usia, jenis kelamin, agama, suku
bangsa, alamat,pendidikan, nama orang tua dan pekerjaan orang
tua.
b) Keluhan utama
Yaitu keluhan atau gejala yang menyebabkan pasien dibawa
berobat. Keluhan utama tidak selalu merupakan keluhan yang
pertama disampaikan oleh orang tua pasien. Pada gangguan cairan
keluhan utama yang muncul adalah edema pada tubuh sehingga

13
mengakibatkan penambahan berat badan. Edema terjadi pada
periorbital, edema pada genetalian eksterna, asites, distensi
abdomen, edema fasial atau pada wajah khusus daerah mata
terlihat bengkak.
c) Riwayat kesehatan sekarang Ditanyakan kapan edema mulai
tampak, apakah dimulai di tempat-tempat tertentu (kelopak mata,
pergelangan kaki) apakah kemudian menjalar, dan bagaimana
penjalaran seta apakah tergantung waktu (pagi,siang atau
sepanjang hari) ditanyakan pula perkembangan edema, apakah
progresif lambat atau cepat, atau menetap. Keluhan lain yang
ditanyakan apakah ada batuk, oliguria, sesak napas, cepat lelah,
berdebar, pucat, pernah sakit kuning dan sebagainya.
d) Riwayat penyakit yang pernah diderita Penyakit yang pernah
diderita anak sebelumnya perlu diketahui, karena mungkin ada
hubungannya dengan penyakit sekarang.
e) Riwayat kehamilan ibu Hal pertama yang perlu ditanyakan adalah
keadaan kesehatan ibu selama hamil, ada atau tidaknya penyakit,
serta upaya yang dilakukan untuk mengatasi penyakit tersebut.
f) Riwayat kelahiran Ikhwal kelahiran pasien harus ditanyakan
dengan teliti, termasuk tanggal dan tempat kelahiran, maa
kehamilan juga ditanyakan apakah cukup bulan, kurang bulan,
ataukah lewat bulan dan berat dan panjang lahir
g) Riwayat makanan Pada anamnesis diharapkan dapat diperoleh
keterangan tentang makanan yang dikonsumsi oleh anak, baik
jangka pendek (beberapa waktu sebelum sakit), maupun jangka
panjang (sejak bayi) 8) Riwayat imunisasi Status imunisasi pasien,
baik imunisasi dasar maupun imunisasi ulangan khususnya
imunisasi BCG, DPT, Polio, Campak dan Hepatitis B.
h) Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.

14
1) Riwayat pertumbuhan Status pertumbuhan anak terutama pada
usia balita dapat ditelaah dari kurva berat badan terhadap usia
dan panjang badan terhadap usia
2) Riwayat perkembangan menurut
(a) Perkembangan sosioemosional : anak berada pada fase pre
school pada masa ini anak dapat mengatakan apa yang
dirasakan. Selain itu emosi malu dan bangga mulai
berkembang. Bermain interaksi dengan teman sebaya
dengan cara bermain
(b) Perkembangan kognitif : kemampuan untuk mengenal
tempat, mengetahui jarak melalui peta, mengetahui sebab
akibat, kemampuan memahami ukuran walaupun bentuk
objek diubah, memahami angka matematika yaitu berhitung
(c) Respon hospitalisasi : pada anak prasekolah merasa takut
pada orang asing dan menyadari ketiadan keluarga mereka,
dari usia satu sampai lima tahun, anak seringkali
menunjukkan ansietas berat saat dipisahkan dari rumah dan
keluarga. Pada anak usia sekolah kendati seringkali
menyembunyikan banyak ketakutan. b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik anak berbeda dengan orang dewasa,
pada pemeriksaan fisik anak diperlukan cara pendekatan
tertentu agar pemeriksa dapat memperoleh informasi
keadaan fisik anak secara lengkap dan akurat. Cara tersebut
dimaksudkan agar anak tidak merasa takut, tidak menangis,
dan tidak menolak untuk diperiksa. Pada anak yang lebih
besar, pendekatan dapat dimulai dengan memberikan
salam, menanyakan nama, usia, sekolahnya, kelasnya dan
lain sebagainya. (Latief.dkk, 2014)
2. Pemeriksaan umum meliputi:
a) Keadaan umum mencakup kesan keadaan sakit, termasuk posisi
pasien, kesadaran, kesan status gizi

15
b) Tanda-tanda vital mencakup nadi, tekanan darah (terjadi
peningkatan sistolik dan diastolik), pernapasan, suhu tubuh
c) Berat badan
d) Tinggi badan
e) lingkar lengan atas normal >13,5 cm
f) IMT
g) Lingkar kepala
h) Head to toe:
1) Kepala : Bentuk kepala (normal, makrosefali, mikrosefali),
wajah (adanya pembengkakan wajah lokal disebabkan edema.
2) Mata : Pengkajian mata eksternal mengamati kelopak mata
mengalami pembengkakan konjungtiva (anemis, ananemis)
3) Telinga :Adakah tonjolan pada telinga dan 24 kebersihan
4) Hidung : Pernapasan cuping hidung, sianosis
5) Mulut : Pembengkakan,lesi, warna bibir , periksa lidahterhadap
gerakan dan bentuk, karies gigi, mukosa mulut.
6) Leher : Palpasi leher mengetahui ada tidaknya pembesaran
vena jugularis
7) Intergumen :Keadaann turgor kulit, edema periorbital, edema
(dependen) pada ekstermitas bawah dan bokong serta sensasi
rasa.
8) Dada
(a) Paru-paru : Inspeksi : Amati irama pernapasan, kedalaman,
Frekuensi pernapasan Palpasi : taktil fremitus dengan
menggunakan jari telunjuk atau permukaan telapak tangan.
Perkusi : perkusi pada dada anterior dan posterior.
Auskultasi: dengar ada bunyi tambahan
(b) Kardiovaskuler Inspeksi dan palpasi : ada atau tidak
pembesaran jantung, Perkusi : normal berbunyi redup
Auskultasi : bunyi jantung lup-dup

16
9) Gastrointestinal Inspeksi: Abdomen menonjol atau ada tidak
edema Auskultasi : Bunyi bising usus normal 10-30 detik
Palpasi: Nyeri tekan, pembesaran hati dan limfa Perkusi: Bunyi
timpani diseluruh permukaanabdomen,terdapat asites pada
penyakit sindrom nefrotik
10) Ekstermitas : menilai keadaan tulang,otot, serta
sendisendi,inspeksi terdapat edema pada ekstermitas.
11) Neurologis : kesadaran anak
12) Sistem perkemihan: urine normal pada anak dalam 24 jam:
Urine normal pada anak berdasarkan umur:
(a) 1-2 hari : 30-60 ml (a) 1-3 tahun : 500-600 ml
(b) 3 – 10 hari : 100-300 ml (b) 3-5 tahun : 600-700 ml
(c) 10 hari – 2 bulan : 250- (c) 5-8 tahun : 650-800 ml
450 ml (d) 8-14 tahun : 800-1400
(d) 2 bulan – 1 tahun : 400- ml
500 ml

3. Analisa data
Data Etiologi Masalah
ketidaktahuan Deficit
DS : keluarga mengatakan
menemukan pengetahuan
pasien selalu marah jika
informasi (D.0111)
dibeerikan obat
DO : menunjukan perilaku
yang berlebihan (missal :
apatis, agitasi, bemusuhan,
hysteria)
Peningkatan Deficit nutrisi
DS : keluarga mengatakan
kebutuhan (D.0019)
pasien nafsu makan
metabolisme
menurun

17
DO : membran mukosa
pucat, sariawan, diare,
bising usus hiperaktif
Kelemahan Intoleransi
DS : keluarga mengatakan
aktivitas (D.0056)
pasien lemah
DO : frekuensi jan tung
meningkat
Kettidakseimbangan Risiko
DS : Keluarga mengatakan
cairan ketidakseimbangan
pasien lemes
elektrolit (D.
DO : dehidrasi, crt > 2
0037)
detik, mem bran mukosa
pucat
Statis cairan tubuh Risiko infeksi
DS : Keluarga mengatakan
(D.0142)
pasien bengkak daerah
mata
DO : edema, kebersihan
tangan dan badan

4. Diagnosis Keperwatan
a. Deficit pengetahuan berhubungan dengan ketidaktahuan
menemukan informasi (D.0111)
b. Deficit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolisme (D.0019)
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan (D.0056)
d. Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan
kettidakseimbangan cairan (D.0037)
e. Risiko infeksi berhubungan dengan statis cairan tubuh (D.0142)

18
5. Intervensi

No. Diagnosis Tujuan Intervensi Rasional


keperawatan
1. Deficit Setelah dilakukan Edukasi kesehatan (I. 12383)  Mengajarkan
pengetahuan tindakan keperawatan Observasi pengelolaan factor
berhubungan 3x 24 jam, diharapkan :  Identifiksi kesiapan dan kemampuan risiko penyakit dan
dengan 1. Risiko komplikasi menerima informasi perilaku hidup
ketidaktahuan menurun  Identifikasi kebutuhan keselamatan bersih dan sehat
menemukan 2. Perilaku mengikuti berdasarkan tingkat fungsi fisik,
informasi program kognitif, kebiasaan
(D.0111) perawatan/  Identifikasi bahaya keamanan
pengobatan dilingkungan
membaik Terapeutik
3. Perilaku  Sediakan materi dan media penkes
menjalankan  Jadwalkan pendidikan kesehatan seuai
anjuran membaik kesepakatan
 Berikan kesempatan untuk bertanya

19
Edukasi
 Ajarkan perilaku hidup sehat dan bersih
 Jelaskan factor risiko yang dapat
mempengaruhi kesehatan
 Ajarkan strategi yang dapat digunakan
untuk meningkatkan perilaku hidup
bersih dan sehat
2.. Deficit nutrisi Setelah dilakukan Pemantauan Nutrisi (I.03123) Observasi  Keadekuatan asupan
berhubungan tindakan keperawatan  Identifikasi faktor yang mempengaruhi nutrisi untuk
dengan 3x 24 jam, diharapkan : asupan gizi memenuhi
peningkatan 1. Pola makanan  Identifikasi kelainan pada kulit kebutuhan
kebutuhan yang dihabiskan  Identifikasi kelainan pada rambut metabolism
metabolisme 2. Sariawan  Identifikasi pola makan  Mengumpulkan dan
(D.0019) berkurang  Identifikasi kelainan pada kuku menganalisis data
3. Perasaan cepat  Identifikasi Kemampuan menelan yang berkaitan
kenyang menurun  dengan asupan dan
Identifikasi kelainan pada rongga mulut
4. Nafsu makan status gizi
 Identifikasi kelainan eliminasi
meningkat
 Monitor mual muntah

20
5. Bising usus  Monitor asupan oral
membaik  Monitor warna konjungtiva
6. Membran  Monitor hasil laboratorium
mukosa membaik Terapeutik
(Status nutrisi  Atur interval waktu pemantauan sesuai
L.03030) dengan kondisi pasien
 Dokumentasi kan hasil pemantauan
Edukasi
 Informasi kan hasil pemantauan
3. Intoleransi Setelah dilakukan Pemantauan tanda vital (I.02060) Mengumpulkan dan
aktivitas tindakan keperawatan Observasi menganalisis data hasil
berhubungan 3x 24 jam, diharapkan :  monitor nadi ( frekuensi, kekuatan, pengukuran fungsi vital
dengan 1. Frekuensi nadi irama ) kardiovaskuler,
kelemahan membaik  monitor pernapasan ( frekuensi, pernafasan dan suhu
(D.0056) 2. Kemudahan dalam kedalaman ) tubuh
melakukan  monitor suhu tubuh
aktivitas sehari -  monitor oksimetri nadi
hari Terapeutik

21
3. Perasaan lemah  atur interval pemantauan sesuai kondisi
menurun pasien
4. Frekuensi napas  Dokumentasikam hasil pemantauan
membaik Edukasi
(Toleransi aktivitas  Jelaskan tujuan dan prosedur
L.05047) pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu
4. Risiko Setelah dilakukan Manajemen cairan (I.03098)  Mengidentifikasi
ketidakseimba tindakan keperawatan Observasi dan mengelola
ngan elektrolit 3x 24 jam, diharapkan :  Monitor status hidrasi (c/ nadi, akral, keseimbangan
berhubungan 1. Edema menurun membrane mukosa) cairan dan
dengan 2. Dehidrasi menurun  Monitor hasil pemeriksaan mencegah
ketidakseimba 3. Turgor kulit laboratorium komplikasi akibat
ngan cairan membaik Terapeutik ketidakseimbangan
(D.0037) 4. Asupan makanan  Catat intake- output hitug balance cairan
membaik cairan 24 jam
(Keseimbangan cairan  Berikan asupan cairan

22
L.05020)  Berikan cairan IV
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian diuretic, jika
perlu
5. Risiko infeksi Setelah dilakukan Pencegahan infeki (I.14539)  Mengidentifikasi
berhubungan tindakan keperawatan Observasi dan menurukan
dengan statis 3x 24 jam, diharapkan :  Batasi jumlah pen gunjung risiko terserang
cairan tubuh 1. bengkak menurun  Berikan perawatan kulit pada area organisme
(D.0142) 2. Nafsu makan edema pathogenik
meningkst  Cuci tangan sebelum dan sesudah
3. Kebershan tangan kontak dengan pasien dan lingkungan
dan badan pasien
meningkat  Pertahankan teknik aseptic pada pasien
(Tingkat infeksi berisiko tinggi
L.14137) Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala infeksi
 Ajarkan teknik mencuci tangan yang
benar

23
L. Daftar Pustaka
Dewi, D.A.D.P., Suarta, K., & Nilawati. (2019). Risk Factors of steroid
resistant nephrotic syndrome in children. Medicina, 50(1),67-71.
http://medicinaudayana.org/index.php/medicina/article/view
Kharima. (2017). Tinjauan umum penyakit sindrom nefrotik. Repository
Unisba. Bandung : Fakultas Kedokteran UNISBA, 1-26.
Http://repository.unisba.ac.id/
Maharani, L. D. (2017). Asuhan Keperawatan Pada An. D Dengan
Sindrom Nefrotik Di Ruang Kanthil Rumah Sakit Umum Daerah
Banyumas (Doctoral Dissertation, Universitas Muhammadiyah
Purwokerto).
Http://repository.ump.ac.id/3917/3/linda%20dwi%20maharani%20b
ab%20ii.pdf
Mainnah, N. M., Hendriyono, F. X., & Muljanto, S. (2020). Gambaran
Kadar Kalsium Total Dan Vitamin D Pada Anak Sindrom Nefrotik
Di Rsud Ulin Banjarmasin. Homeostasis, 2(3), 451-460.
http://ppjp.ulm.ac.id/journals/index.php/hms/article/download/1693/
1343
Pardede, S. O. (2017). Tata Laksana Non Imunosupresan Sindrom
Nefrotik Pada Anak. Sari Pediatri, 19(1), 53-62.
Https://Saripediatri.Org/Index.Php/Sari-Pediatri/Article/View/1133
PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI):
Definisi dan Indikator Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP
PPNI.
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI):
Definisi dan Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta:
DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI):
Definisi dan Kreteria Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta:
DPP PPNI.
Pratiwi, Ni Komang Dian (2019) Asuhan Keperawatan Gangguan
Pemenuhan Kebutuhan Cairan Dan Elektrolit Pada Anak Dengan
Penyakit Sindrom Nefrotik Di Ruang Alamanda Rsud Dr. H. Abdul
Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2019. Diploma thesis, Poltekkes
Tanjungkarang. http://repository.poltekkes-tjk.ac.id/377/
Sudung, O. (2017). Tata Laksana Non-imunosupresan Sindrom Nefrotik
pada Anak RS Dr. Ciptomangunkusumo Jakarta. Fakultas
Kedokteran UI. Saripediatri.
Http://saripediatri.org./index.php/sari:pediatri/article/view/1133

Umboh,Valentine. (2019). Luaran pada anak –anak dengan Sindroma


nefrotik sensitive steroid di RSUP.Dr.Kandau Manado. JKK (Jurnal
Kedokteran Klinik).
Http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkk/article/view/

24

Anda mungkin juga menyukai