Anda di halaman 1dari 59

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit

menular yang mengakibatkan kematian yang cepat bagi penderitanya dan

sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB)/Wabah.DBD ditularkan melalui

gigitan nyamuk dari genus Aedes, terutama Aedes aegypti (Infodatin, 2017).

Pada tahun 2017 kasus DBD tertinggi di daerah Asia Tenggara berada di

Indonesia, Myanmar, Bangladesh, dan India, Kepulauan Maladewa. Kasus DBD

di Indonesia pada tahun 2017 dilaporkan sebanyak 68.407 orang dengan jumlah

meninggal sebanyak 493 orang (IR: 26,12 per 100.000 penduduk). Tahun 2018

jumlah kasus DBD dilaporkan sebanyak 65.602 orang (IR: 24,73 per 100.000

penduduk) (Kementerian Kesehatan RI, 2018).

Kondisi yang memprihatinkan juga terjadi di Indonesia kasus DBD

menunjukan adanya peningkatan jumlah dari tahun ke tahun. Pada tahun 2017

jumlah kasus DBD di Indonesia dilaporkan sebanyak 68.407 orang, dengan

jumlah kematian sebanyak 493 orang . Kemudian tahun 2018 kasus DBD

dilaporkan sebanyak 65.602 orang. KLB DBD terjadi hampir setiap tahun

ditempat yang berbeda dan kejadian yang sulit diduga ( Kementerian Kesehatan,

2017 ).

Sejalan dengan kondisi DBD secara nasional prevalensi kasus DBD di

Provinsi Lampung pun terjadi peningkatan kasus dari tahun ke tahun. Pada tahun

2017 berjumlah 2.908 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 9 orang (IR

sebesar 35,08 per 100.000 penduduk dan CFR sebesar 31%) (Laporan Dinas

1
Kesehatan Propinsi Lampung 2018). Pada Kabupaten Lampung Selatan pun

terjadi peningkatan kasus dari tahun ke tahun. pada tahun 2017 adanya

peningkatan sebesar 392 kasus dengan angka kesakitan sebesar 39,49 / 100.000

penduduk dan pada tahun 2018 kasus DBD turun sebesar 241 dengan angka

kesakitan 18,9 / 100.000 penduduk, CFR sebesar 8 %.( Dinas Kesehatan Propinsi

Lampung tahun 2018).

Mewabahnya DBD tersebut lebih disebabkan oleh faktor lingkungan, yang

sangat mempengaruhi penyebaran nyamuk Aedes Aegypti di sekitar kita. Selain

itu perilaku masyarakat yang masih cenderung belum optimal menerapkan pola

hidup bersih dan sehat. Kondisi lingkungan meliputi tingkat kelembaban,

intensitas cahaya yang rendah, banyaknya naungan seperti pepohonan, adanya

predator, kepadatan rumah, jenis kontainer serta tepat penyimpanan air bersih

merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan spesies ini.

Perilaku adalah suatu respon seseorang atau organisme terhadap stimulus atau

objek yang berkaitan dengan sakit atau penyakit, system pelayanan kesehatan,

makanan, dan minuman serta lingkungan ( Fentia, 2017 ).

Kabupaten Lampung Selatan memiliki 27 unit Pusat Kesehatan Masyarakat

(Puskesmas). Dari data Dinas Kesehatan Lampung Selatan menunjukan bahwa

Wilayah Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari Natar berpotensi terjadinya

Demam Berdarah Dengue (DBD). Wilayah kerja puskesmas Rawat Inap Tanjung

Sari memiliki 5 desa yang merupakan daerah endemis DBD. Jumlah kasus DBD

dari tahun 2017-2019 selalu mengalami peningkatan. Menurut laporan puskesmas

Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari Natar pada tahun 2017 terdapat 41 kasus

DBD dan meningkat pada tahun 2018 yaitu 51 kasus dengan 1 orang meninggal

2
dunia, pada tahun 2019 meningkat menjadi 71 orang dengan 1 orang meninggal

dunia (Profil Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari Natar tahun 2019).

Wilayah desa Tanjung Sari Natar berdasarkan data puskesmas pada tahun

2019 periode Januari sampai dengan Desember termasuk daerah endemis dengan

kasus terbanyak dibandingkan dengan desa lain yaitu sebesar 71 kasus dengan

jumlah kematian 1 orang (Profil Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari Natar tahun

2019).

Pada Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari terdapat program program

pemberantasan DBD yaitu Gerakan Satu Rumah Satu jumantik, fogging, dan

Penyelidikan Epidemiologi (PE). Jumantik Rumah Tangga atau Gerakan 1 Rumah

1 Jumantik Adalah peran serta dan pemberdayaan masyarakat dengan melibatkan

setiap keluarga dalam pemeriksaan, pemantauan dan pemberantasan jentik

nyamuk untuk pengendalian penyakit menular melalui vektor khususnya DBD

melalui pembudayaan PSN 3M PLUS. Sampai dengan saat ini, gerakan ini

terbukti efektif dan direkomendasikan Kemenkes RI secara Nasional.

Pemasangan kawat kasa pada ventilasi rumah merupakan salah satu

pengendalian penyakit DBD secara mekanik. Pemakaian kawat kasa pada setiap

lubang ventilasi yang ada di dalam rumah bertujuan agar nyamuk tidak masuk ke

dalam rumah dan menggigit manusia (host/pejamu) (Anwar, 2016).

Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti gentong

air/tempayan, dan lain-lain (M2). Melakukan penutupan pada tempat

penampungan air sangat penting untuk menekan jumlah nyamuk yang hinggap

pada kontainer atau TPA, dimana kontainer tersebut menjadi media

berkembangbiaknya nyamuk Aedes aegypti (Suseno, 2019).

3
Berdasarkan survei awal yang telah dilakukan karena naiknya kasus DBD

pada tiga tahun terakhir diwilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Natar melalui

kegiatan Penyelidikan Epidemiologi (PE) yaitu kegiatan yang dilakukan setiap

terdapat laporan positif kejadian DBD didaerah tersebut dan faktor yang paling

berpengaruh yaitu lingkungan fisik dengan ditandai dengan masih banyaknya

masyarakat yang menggunakan reservoir atau tempat penampungan air rumah

tanpa ditutup sehingga menjadi tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti

sedangkan faktor lainnya yaitu faktor individu masyarakat yang masih kurang

dalam tindakan pencegahan DBD seperti penerapan 3M, ventilasi yang tidak

terdapat kawat kassa sehingga dapat memicu terjadinya kasus DBD.

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik mengadakan penelitian tentang

Hubungan Faktor Individu dan Lingkungan Fisik Terhadap Kejadian Demam

Berdarah Dengue di Wilayah Desa Tanjung Sari Natar Kecamatan Natar

Kabupaten Lampung Selatan

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas maka rumusan masalah pada

penelitian ini adalah : "Apakah terdapat hubungan Faktor Individu dan Lingkungan

Fisik dengan kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Desa Tanjung

Sari Natar Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan 2020.”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

4
Untuk mengetahui hubungan Faktor individu dan lingkungan fisik

dengan kejadian DBD di Wilayah Desa Tanjung Sari Natar Kecamatan

Natar Kabupaten Lampung Selatan tahun 2020.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui hubungan jenis penampungan air dengan kejadian

DBD di Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari Natar

Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan

b. Mengetahui hubungan faktor individu dengan kejadian DBD di

Wilayah Kerja di Wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Tanjung

Sari Natar Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan.

c. Mengetahui hubungan memasang kawat kasa dengan kejadian

DBD di Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari Natar

Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan

D. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :

1. Teoritis

Dapat memperoleh pengetahuan dan wawasan serta untuk

mengaplikasikan ilmu yang didapat sewaktu kuliah khususnya

mengenai penyakit DBD.

2. Aplikatif

a. Bagi institusi Puskesmas

Diharapkan dapat menambah informasi kajian khususnya dalam bidang

DBD dan dapat ditemukan solusi yang baik guna pencegahan.

b. Untuk institusi Universitas Malahayati

5
Hasil penelitian diharapkan menjadi sumber informasi mengenai

hubungan faktor pengetahun, faktor sikap dan faktor perilaku PSN

dengan kejadian DBD dan bermanfaat bagi pengembangan ilmu dan

juga untuk menambah kepustakaan.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Jenis penelitian adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan yang

digunakan yakni desain studi Cross sectional, penelitian ini dilaksanakan untuk

mengetahui hubungan perilaku (menguras tempat penampungan, menutup tempat

penampungan, mengubur/memusnahkan/ menyingkirkan barang-barang bekas

yang dapat menampung air hujan) dan lingkungan (jenis tempat penampungan

air) dengan kejadian DBD di Wilayah Desa Tanjung Sari Natar Kecamatan Natar

Kabupaten Lampung Selatan.

Penelitian akan dilakukan di Wilayah Desa Tanjung Sari Natar Kecamatan

Natar Kabupaten Lampung Selatan pada bulan September tahun 2020. Populasi

pada penelitian ini adalah seluruh rumah yang ada di wilayah Kelurahan Tanjung

Sari Natar Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan. Pengumpulan data

menggunakan kuisioner, sedangkan analisis data dilakukan secara univariat dan

bivariat.

6
BAB II

TINJAUN PUSTAKA

A. Pengertian Demam Berdarah Dengue (DBD)

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah jenis penyakit demam akut yang

disebabkan oleh salah satu dari empat serotipe virus dengan genus flavivirus yang

dikenal dengan nama virus dengue yang ditandai dengan demam berdarah 2

sampai 7 hari tanpa sebab yang jelas lemas, lesu, gelisah, nyeri ulu hati disertai

tanda perdarahan dikulit berupa bintik perdarahan (Ariani, 2016)

DBD merupakan sebuah penyakit infeksi yang disebabkan oleh infeksi

virus dengue yang dimiliki 4 serotipe yakni Den-1,Den-2,Den-3 dan Den4 DBD

adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue, yang masuk ke

peredaran darah manusia melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes, misalnya

Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Aedes aegypti adalah vektor yang paling

banyak ditemukan menyebabkan penyakit ini. Nyamuk dapat membawa virus

dengue setelah menghisap darah orang yang telah terinfeksi virus tersebut.

Sesudah masa inkubasi virus di dalam nyamuk selama 8-10 hari, nyamuk yang

terinfeksi dapat mentransmisikan virus dengue tersebut ke manusia sehat yang

digigitnya (Ayun, 2015).

DBD atau dalam bahasa asing dinamakan Dengue Hemorrhagic Fever

(DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh Arbovirus (arthro 52 podborn virus)

dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes (Aedes Albopictus dan Aedes

Aegepty). DBD sering disebut pula Dengue Haemoragic Fever (DHF)

7
. DHF/DBD adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang

tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh pesnderita melalui gigitan nyamuk

Aedes aegypti yang betina. DBD adalah penyakit yang terdapat pada anak-anak

dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya

memburuk setelah dua hari pertama terinfeksi virus (Ariani, 2016).

DBD adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan

manifestasi klinik demam, nyeri otot dan/atau sendi yang disertai leukopenia,

ruam, limfadenopati, trombositopenia dan dietesis hemokonsentrasi (peningkatan

hematocrit) atau penumpukan cairan dirongga tubuh. Sindrom renjatan dengue

(dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh

renjatan/syok.

A. Ciri-Ciri Nyamuk Aedes aegypti

Gambar 2.1

Nyamuk Aedes aegypti

(Sumber :www.longlivegem00.wordpress.com)

Menurut widoyono, 2011 Ciri-Ciri nyamuk Aedes aegypti adalah:

- Sayap dan badanya belang belang atau bergaris-garis putih

8
- Berkembang biak di air jernih yang tidak beralaskan tanah seperti

bak mandi, WC, tempayan, drum, dan barang barang yang

menampung air seperti kaleng, ban bekas, pot tanaman air, serta

tempat minum burung .

- Jarak terbang ±100 m

- Nyamuk betina bersifat ‘multiple biters’ (menggigit beberapa orang

karena sebelum nyamuk tersebut kenyang sudah berpindah tempat).

- Tahan dalam suhu panas dan kelembapan tinggi

B. Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti

Nyamuk Aedes mengalami empat tahapan dalam siklus hidupnya , yaitu

telur , jentik ,pupa (kepompong) dan nyamuk dewasa

Gambar 2.2

Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti

(Sumber :Depkes RI, 2007)

a. Stadium Telur

9
Gambar 2.3

Telur nyamuk Aedes aegypti

(Sumber : www.magelanghabsyi.blogspot.com)

Telur nyamuk Aedes diletakkan satu persatu diatas permukaan

air, biasanya pada dinding bagian dalam kontainer di permukaan air,

jumlah telur nyamuk untuk sekali bertelur dapat mencapai 300 butir

dengan ukuran ± 5 mm, telurnya berbentuk elips berwarna hitam dan

terpisah satu dengan yang lain. Pada kondisi yang buruk (dalam

kondisi musim kering yang lama ), telur dapat bertahan hingga lebih

dari satu tahun. Telur akan menetas menjadi jentik setelah 1-3 hari

terendam air (Sunarya, 2019)

b. Stadium Larva ( Jentik )

Setelah telur terendam 2-3 hari, selanjutnya menetas menjadi

jentik, jentik mengalami 4 tingkatan atau stadium yang disebut instar,

yaitu instar I,II,III,IV sebagai berikut :

a) Instar I : Berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm

b) Instar II :2,5 – 3,8 mm

c) Instar III : lebih besar sedikit dari larva instar II

d) Instar IV : berukuran paling besar 5mm

Jenis Aedes didalam air dapat dikenali dengan ciri –ciri berukuran

0,5 – 1 cm dan selalu bergerak aktif dalam air. Pada waktu istirahat

posisinya hampir tegak lurus dengan permukaan air untuk bernafas

10
(mendapat oksigen ). Selanjutnya jentik berkembang menjadi

kepompong (Sunarya, 2019 )

Ciri ciri jentik Aedes Aegypti :

1) Bentuk siphon besar dan pendek yang terdapat pada abdomen

terakhir

2) Bentuk comb seperti sisir

3) Pada bagian thorak terdapat stroot spine

Gambar 2.4

Jentik Nyamuk Aedes aegypti

(Sumber : www.medicalogy.com)

c. Stadium Pupa (kepompong)

Gambar 2.5

Pupa Nyamuk Aedes aegypti

(Sumber : Depkes RI, 2005)

11
Kepompong adalah periode puasa, membutuhkan waktu 1-2

hari. Kepompong berbentuk seperti koma dan lebih pendek

dibandingkan jentik, aktif bergerak dalam air terutama bila terganggu.

Pada tingkat kepompong ini tidak memerlukan makan, tetapi perlu

udara. Dalam waktu 1-2 hari perkembangan kepompong sudah

sempurna, maka kulit kepompong pecah dan nyamuk dewasa muda

segera keluar dan terbang. Pada umumnya nyamuk jantan menetas

lebih dahulu dari nyamuk betina (Ariani, 2016)

d. Nyamuk dewasa

Gambar 2.6

Nyamuk Aedes aegypti

(Sumber : www.pinterest.com)

Secara umum nyamuk Aedes terdiri dari tiga bagian, yaitu

kepala, thorax, dan abdomen, mempunyai dua pasang sayap dan tiga

pasang kaki. Nyamuk Aedes dewasa memiliki ukuran sedang dengan

tubuh berwarna hitam bercak putih. Tubuh dan tungkainya ditutupi

sisik tipis dengan bercak putih. Aegypti dibagian punggung tubuhnya

tampak dua garis melengkung vertikal di bagian kiri dan kanan

12
berwarna putih, sedangkan Ae. Albopictus di bagian punggung

tubuhnya tampak satu garis lurus tebal berwarna putih.

Kemampuan terbang nyamuk betina rata-rata 40 meter

maksimal 100 meter, namun secara pasif karena faktor angin atau

terbawa kendaraan dapat berpindah lebih jauh. Nyamuk ini dapat

hidup dan berkembang biak sampai ketinggian daerah sekitar 1000

meter dari permukaan laut, diatas ketinggian 1000 meter dengan suhu

udara terlalu rendah nyamuk tidak dapat berkembang biak sehingga

tidak memungkinkan bagi kehidupan nyamuk (Ariani, 2016)

C. Perilaku Nyamuk

1. Perilaku Mencari Darah

Setelah kawin,nyamuk betina memerlukan darah untuk bertelur.

Nyamuk betina menghisap darah manusia setiap 2-3 hari sekali . Menghisap

darah pada pagi hari sampai sore hari, dan lebih suka pada jam 09.00-10.00

dan jam 16.00-17.00, untuk mendapatkan darah yang cukup, nyamuk betina

sering menggigit lebih dari satu orang. Jarak terbang nyamuk sekitar 100

meter. Umur nyamuk betina dapat mencapai 1 bulan. (Ariani, 2016)

2. Perilaku istirahat

Nyamuk Aedessetelah menghisap darah akan beristirahat untuk proses

pematangan telur, setelah bertelur nyamuk beristirahat untuk kemudian

menghisap darah kembali. Nyamuk lebih menyukai beristirahat ditempat

13
yang gelap, lembab, tempat tersembunyi didalam rumah atau bangunan,

termasuk kolong tempat tidur, kloset, kamar mandi dan dapur. Selain itu juga

bersembunyi pada pada benda benda yang digantung seperti baju, tirai dan

dinding. Walaupun jarang, biasanya ditemukan diluar rumah, ditanaman atau

tempat terlindung lainya. Sedangkan nyamuk Aedes albopictus beristirahat

diluar rumah, seperti di tanaman, rerumputan, tanaman kering dll (Achmadi,

2010).

3. Jarak terbang

Penyebaran nyamuk betina dewasa rata rata 40 meter maksimal 100

meter, namun secara pasif karena angina atau terbawa kendaraan dapat

berpindah lebih jauh (Sari, 2018)

4. Berkembang biak

Nyamuk Aedes aegypti bertelur dan berkembang biak di TPA. Telur

diletakkan menempel pada dinding penampungan air, sedikit diatas

permukaan air. Setiap kali bertelur, nyamuk betina dapat mengeluarkan

sekitar 100 butir telur dengan ukuran sekitar 0,7 mm per butir. Telur ini

ditempat kering (tanpa air) dapat bertahan sampai 6 bulan. Telur akan

menetas menjadi jentik setelah 2 hari terendam air. Jentik nyamuk setelah 6-8

hari tumbuh menjadi pupa nyamuk. Pupa masih dapat aktif bergerak didalam

air, tetapi tidak makan dan setelah 1-2 hari akan memunculkan Aedes aegypti

yang baru (Ariani, 2016)

D. Etiologi

14
Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue dari kelompok Arbovirus

B, yaitu arthropod-borne virus atau virus yang disebarkan oleh artropoda.

Virus ini termasuk genus flavivirus dari family flaviviridae.

Ada empat serotipe yaitu DEN-1 , DEN-2, DEN-3, dan DEN-4.

Serotipe DEN-3 merupakan jenis yang sering dihubungkan dengan kasus

kasus parah. Infeksi oleh salah satu serotipe akan menimbulkan kekebalan

terhadap serotipe yang bersangkutan , tetapi tidak untuk serotipe yang lain.

Keempat jenis virus tersebut semuanya terdapat di Indonesia. Didaerah

endemik DBD, seseorang dapat terkena infeksi semua serotipe virus pada

waktu yang bersamaan.

Vektor utama penyakit DBD adalah nyamuk Aedes Aegypti (di daerah

perkotaan) dan Aedes Albopictus (Di daerah pedesaan). Nyamuk yang

menjadi vektor penyakit DBD adalah nyamuk yang menjadi terinfeksi saat

menggigit manusia yang sedang sakit dan veremia (terdapat virus dalam

darahnya). Menurut laporan terakhir, virus dapat pula ditularkan secara

transovarial dari nyamuk ke telur telurnya. Virus berkembang dalam tubuh

nyamuk selama 8-10 hari terutama dalam kelenjar airliurnya, dan jika

nyamuk ini menggigit orang lain maka virus dengue akan dipindahkan

bersama air liur nyamuk. Dalam tubuh manusia, virus ini akan berkembang

selama 4-6 hari dan orang tersebut akan mengalami sakit DBD. Virus dengue

memperbanyak diri dalam tubuh manusia dan berada dalam darah selama satu

minggu .

Orang yang didalam tubuhnya terdapat virus dengue tidak semuanya

akan sakit demam berdarah dengue. Ada yang mengalami demam ringan dan

15
sembuh dengan sendirinya, atau bahkan ada yang mengalami demam ringan

dan sembuh dengan sendirinya, atau bahkan ada yang sama sekali tanpa

gejala sakit. Tetapi semuanya merupakan pembawa virus dengue selama satu

minggu, sehingga dapat menularkan kepada orang lain di berbagai wilayah

yang ada nyamuk penularanya. Sekali terinfeksi, nyamuk menjadi infektif

seumur hidupnya sekali (Ariani, 2016)

E. Penularan Penyakit DBD

Gambar 2.7

Cara Penularan penyakit DBD

(Sumber : Depkes RI, 2005)

Menurut Ariani, 2016 waktu penularan terdiri dari 4 fase yaitu :

1. Fase suseptibel (rentan)

Fase suseptibel adalah tahap awal perjalanan penyakit dimulai

dari terpaparnya individu yang rentan (suseptibel). Fase suseptibel dari

demam berdarah dengue adalah pada saat nyamuk Aedes aegypti yang

tidak infektif kemudian menjadi infektif setelah menggigit manusia

yang sakit atau dalam keadaan viremia (masa virus bereplikasi cepat

dalam tubuh manusia). Nyamuk Aedes aegypti yang telah menghisap

virus dengue menjadi penular sepanjang hidupnya. Ketika menggigit

16
manusia nyamuk mensekresikan kelenjar saliva melalui proboscis

terlebih dahulu agar darah yang akan dihisap tidak membeku. Bersama

sekresi saliva inilah virus dengue dipindahkan dari nyamuk antar

manusia.

2. Fase Subklinis (asismtomatis)

Fase sublinis adalah waktu yang diperlukan dari mulai paparan

agen kausal hingga timbulnya manifestasi klinis disebut dengan masa

inkubasi (penyakit infeksi) atau masa laten (penyakit kronis). Pada fase

ini penyakit belum menampakkan tanda dan gejala klinis, atau disebut

dengan fase subklinis (asimtomatis). Masa inkubasi ini dapat

berlangsung dalam hitungan detik pada reaksi toksik atau

hipersensitivitas.

Fase subklinis dari demam berdarah dengue adalah setelah virus

dengue masuk bersama air liur nyamuk ke dalam tubuh, virus tersebut

kemudian memperbanyak diri dan menginfeksi sel-sel darah putih serta

kelenjar getah bening untuk kemudian masuk ke dalam sistem sirkulasi

darah. Virus ini berada di dalam darah hanya selama 3 hari sejak

ditularkan oleh nyamuk (Melani, 2019).

Pada fase subklinis ini, jumlah trombosit masih normal selama 3

hari pertama. Sebagai perlawanan, tubuh akan membentuk antibodi,

selanjutnya akan terbentuk kompleks virus-antibodi dengan virus yang

berfungsi sebagai antigennya. Kompleks antigen-antibodi ini akan

melepaskan zat- zat yang merusak sel-sel pembuluh darah, yang disebut

dengan proses autoimun (Ariani, 2016).

17
Proses tersebut menyebabkan permeabilitas kapiler meningkat

yang salah satunya ditunjukkan dengan melebarnya pori-pori pembuluh

darah kapiler. Hal tersebut akan mengakibatkan bocornya sel-sel darah,

antara lain trombosit dan eritrosit. Jika hal ini terjadi, maka penyakit

DBD akan memasuki fase klinis dimana sudah mulai ditemukan gejala

dan tanda secara klinis adanya suatu penyakit.

3. Fase klinis (proses ekspresi)

Tahap selanjutnya adalah fase klinis yang merupakan tahap

ekspresi dari penyakit tersebut. Pada saat ini mulai timbul tanda (sign)

dan gejala (symptom) penyakit secara klinis, dan penjamu yang

mengalami manifestasi klinis. Fase klinis dari demam berdarah dengue

ditandai dengan badan yang mengalami gejala demam dengan suhu

tinggi antara 39-40ºC.

Akibat pertempuran antara antibodi dan virus dengue terjadi

penurunan kadar trombosit dan bocornya pembuluh darah sehingga

membuat plasma darah mengalir ke luar. Penurunan trombosit ini mulai

bisa dideteksi pada hari ketiga. Masa kritis penderita demam berdarah

berlangusng sesudahnya, yakni pada hari keempat dan kelima.

Pada fase ini suhu badan turun dan biasanya diikuti oleh sindrom

shock dengue karena perubahan yang tiba-tiba. Muka penderita pun

menjadi memerah atau facial flush. Biasanya penderita juga mengalami

sakit kepala, tubuh bagian balakang, otot, tulang dan perut (antara pusar

dan ulu hati). Tidak jarang diikuti dengan muntah yang berlanjut dan

suhu dingin dan lembab pada ujung jari serta kaki (Ariani, 2016).

18
Tersangka DBD akan mengalami demam tinggi yang mendadak

terus menerus selama kurang dari seminggu, tidak disertai infeksi

saluran pernapasan bagian atas, dan badan lemah dan lesu. Jika ada

kedaruratan maka akan muncul tanda-tanda syok, muntah terus

menerus, kejang, muntah darah, dan batuk darah sehingga penderita

harus segera menjalani rawat inap. Sedangkan jika tidak terjadi

kedaruratan, maka perlu dilakukan uji torniket positif dan uji torniket

negatif yang berguna untuk melihat permeabillitas pembuluh darah

sebagai cara untuk menentukan langkah penanganan selanjutnya

(Ariani, 2016).

Manifestasi klinis DBD sangat bervariasi, WHO, 1997 membagi

menjadi 4 derajat, yaitu:

a. Derajat I : Demam disertai gejala-gejala umum yang tidak khas dan

manifestasi perdarahan spontan satu satunya adalah uji tourniquet

positif.

b. Derajat II : Gejala-gejala derajat I, disertai gejala-gejala perdarahan

kulit spontan atau manifestasi perdarahan yang lebih berat.

c. Derajat II : Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan

lemah, tekanan nadi menyempit (< 20 mmHg), hipotensi, sianosis

disekitar mulut, kulit dingin dan lembab, gelisah.

d. Derajat IV: Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan

tekanan darah tidak terukur.

4. Fase penyembuhan, kecacatan, atau kematian

19
Setelah terinfeksi virus dengue maka penderita akan kebal

menyeluruh (seumur hidup) terhadap virus dengue yang menyerangya

saat itu (misalnya, serotipe 1). Namun hanya mempunyai kekebalan

sebagian (selama 6 bulan) terhadap virus dengue lain (serotipe 2, 3, dan

4). Demikian seterusnya sampai akhirnya penderita akan mengalami

kekebalan terhadap seluruh serotipe tersebut. Tahap pemulihan

bergantung pada penderita dalam melewati fase kritisnya. Tahap

pemulihan dapat dilakukan dengan pemberian infus atau transfer

trombosit. Bila penderita dapat melewati masa kritisnya maka pada hari

keenam dan ketujuh penderita akan berangsur membaik dan kembali

normal pada hari ketujuh dan kedelapan, namun apabila penderita tidak

dapat melewati masa kritisnya maka akan menimbulkan kematian

(Ariani, 2016).

F. Gejala Klinis

Infeiksi virus meliputi demam biasa, demam berdarah (klasik), demam

berdarah dengue (hemoragik), dan sindrom syok dengue.

1. Demam berdarah (klasik)

Demam berdarah menunjukkan gejala yang umumnya berbeda-beda

tergantung usia pasien. Gejala yang umum terjadi pada bayi dan anak-anak

adalah demam dan munculnya ruam. Sedangkan pada pasien usia remaja dan

dewasa, gejala yang tampak adalah demam tinggi, sakit kepala parah, nyeri di

belakang mata, nyeri pada sendi dan tulang, mual dan muntah, serta

munculnya ruam pada kulit.

20
Penurunan jumlah sel darah putih (leukopenia) dan penurunan

keping darah atau trombosit (trombositopenia) juga seringkali dapat

diobservasi pada pasien demam berdarah. Pada beberapa epidemi, pasien juga

menunjukkan pendarahan yang meliputi mimisan, gusi berdarah, pendarahan

saluran cerna, kencing berdarah (haematuria), dan pendarahan berat saat

menstruasi (menorrhagia).

2. Demam berdarah dengue (hemoragik)

Pasien yang menderita DBD biasanya menunjukkan gejala seperti

penderita demam berdarah klasik ditambah dengan empat gejala utama, yaitu

demam tinggi, fenomena hemoragik atau pendarahan hebat, yang seringkali

diikuti oleh pembesaran hati dan kegagalan sistem sirkulasi darah. Adanya

kerusakan pembuluh darah, pembuluh limfa, pendarahan di bawah kulit yang

membuat munculnya memar kebiruan, trombositopenia dan peningkatan

jumlah sel darah merah juga sering ditemukan pada pasien DBD.

Salah satu karakteristik untuk membedakan tingkat keparahan DBD

sekaligus membedakannya dari demam berdarah klasik adalah adanya

kebocoran plasma darah. Fase kritis DBD adalah seteah 2-7 hari demam

tinggi, pasien mengalami penurunan suhu tubuh yang drastis. Pasien akan

terus berkeringat, sulit tidur, dan mengalami penurunan tekanan darah. Bila

terapi dengan elektrolit dilakukan dengan cepat dan tepat, pasien dapat

sembuh dengan cepat setelah mengalami masa kritis. Namun bila tidak, DBD

dapat mengakibatkan kematian.

3. Sindrom Syok Dengue

21
Sindrom syok adalah tingkat infeksi virus dengue yang terparah, di

mana pasien akan mengalami sebagian besar atau seluruh gejala yang terjadi

pada penderita demam berdarah klasik dan demam berdarah dengue disertai

dengan kebocoran cairan di luar pembuluh darah, pendarahan parah, dan syok

(mengakibatkan tekanan darah sangat rendah), biasanya setelah 2-7 hari

demam. Tubuh yang dingin, sulit tidur, dan sakit di bagian perut adalah

tanda-tanda awal yang umum sebelum terjadinya syok.

Sindrom syok terjadi biasanya pada anak-anak (kadangkala terjadi

pada orang dewasa) yang mengalami infeksi dengue untuk kedua kalinya. Hal

ini umumnya sangat fatal dan dapat berakibat pada kematian, terutama pada

anak-anak, bila tidak ditangani dengan tepat dan cepat. Durasi syok itu sendiri

sangat cepat. Pasien dapat meninggal pada kurun waktu 12-24 jam setelah

syok terjadi atau dapat sembuh dengan cepat bila usaha terapi untuk

mengembalikan cairan tubuh dilakukan dengan tepat. Dalam waktu 2-3 hari,

pasien yang telah berhasil melewati masa syok akan sembuh, ditandai dengan

tingkat pengeluaran urin yang sesuai dan kembalinya nafsu makan.

Masa tunas / inkubasi selama 3 - 15 hari sejak seseorang terserang

virus dengue, dan Kira-kira 1 minggu setelah menghisap darah penderita,

nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain (masa inkubasi

eksentrik). Virus akan tetap berada di dalam tubuh nyamuk sepanjang

hidupnya

G. Faktor Resiko

Timbulnya suatu penyakit dapat diterangkan melalui konsep segitiga

epidemiologi. Faktor tersebut adalah agent (agen), host (manusia),

22
Environment (lingkungan). Timbulnya penyakit DBD bisa disebabkan oleh

ketidakseimbangan antara faktor host (manusia) dengan segala sifatnya

(biologis, fisiologis, psikologis, sosiologis), adanya agent sebagai penyebab

dan environment (lingkungan) yang mendukung. Menurut Ariani (2016)

1. Pembawa Penyakit (Agent)

Agent adalah sesuatu yang bila ada atau tidak ada akan

menimbulkan penyakit. Agent yang menyebabkan demam berdarah dengue

tentunya adalah nyamuk Aedes aegypti. Hanya nyamuk betina yang dapat

menggigit dan menularkan virus dengue. Nyamuk ini umumnya menggigit di

siang hari (09.00-10.00) dan sore hari (16.00- 17.00). Nyamuk ini

membutuhkan darah karena darah merupakan sarana untuk mematangkan

telurnya. Virus Dengue yang ditularkan oleh nyamuk ini sendiri bersifat labil

terhadap panas (termolabil) ada 4 tipe virus yang menyebabkan DBD, yaitu :

DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Masing-masing virus dapat dibedakan

melalui isolasi virus di laboratorium.

Infeksi oleh salah satu tipe virus dengue akan memberikan imunitas

yang menetap terhadap infeksi virus yang sama pada masa yang akan datang.

Namun, hanya memberikan imunitas sementara dan parsial pada infeksi tipe

virus lainnya. Bahkan beberapa penelitian mengatakan jika seseorang pernah

terinfeksi oleh salah satu virus, kemudian terinfeksi lagi oleh tipe virus

lainnya, gejala klinis yang timbul akan jauh lebih berat dan seringkali fatal.

Kondisi ini yang menyulitkan pembuatan vaksin terhadap DBD.

2. Pejamu (host)

23
Pejamu (host) artinya adalah kelompok yang dapat terserang

penyakit ini. Dalam kasus penyakit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk

ini, tentu ada beberapa hal yang mempengaruhi pejamu (host) ini mudah

terserang penyakit DBD ini, diantaranya.

1) Pengetahuan

Pengetahuan yang kurang menyebabkan tindak lanjut yang terkadang

salah dan lambat. Masyarakat perlu diberikan penyuluhan khusus

mengenai sosok penyakit DBD itu sendiri lebih dini. Ada kriteria klinis

yang perlu diketahui oleh masyarakat terlebih di daerah endemik.

Sehingga diharapakan masyarakat dapat menindak lanjuti kasus DBD ini

lebih dini dan prevalensi penderita dapat ditekan

2) Sikap dan Perilaku

Perilaku manusia yang menyebabkan terjangkitnya dan menyebarnya

DBD khususnya diantaranya adalah mobilitas dan kebiasaan masyarakat

itu sendiri. Mobilitas, saat ini dengan semakin tingginya kegiatan manusia

membuat masyarakat untuk melakukan mobilisasi dari satu tempat ke

tempat lain. Dan hal ini yang mempercepat penularan DBD. Kebiasaan,

kebiasaan yang dimaksud adalah sebagaimana masyarakat di Indonesia

cenderung memiliki kebiasaan menampung air untuk keperluan sehari-hari

seperti menampung air hujan, menampung air di bak mandi dan keperluan

lainnya, yang menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti.

Kebiasaan lainnya adalah mengumpulkan barang-barang bekas dan kurang

melaksanakan kebersian dan 3M PLUS.

3. Lingkungan (Environment)

24
Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan yang memudahkan terjadinya

kontak dengan agent diantaranya :

a. Lingkungan fisik

Tindakan merupakan perwujudan nyata dari sikap seseorang yang

sudah ada sebelumnya. Dalam penelitian (Priesley, Reza, & Rusjdi, 2018)

menyatakan adanya hubungan yang bermakna antara perilaku PSN terhadap

kejadian DBD. Dalam penelitian (Aryati, dkk (2014) bahwa hasil tentang

tindakan pemberantasan nyamuk demam berdarah, sebagian besar responden

menyatakan telah melakukan 3M dan sejumlah responden menyatakan

dengan menjaga kebersihan lingkungan, gotong royong, melakukan tindakan

dengan mengubur ke dalam tanah, ada juga yang menyatakan dibakar dan

dijual ke pemulung. Akan tetapi ketika diamati secara langsung tindakan yang

dilakukan sehari hari tidak seusai dengan apa yang dikatakan. Hasil penelitian

tindakan yang kurang baik itu menyebabkan adanya kejadian DBD.

Lingkungan Fisik adalah segala sesuatu yang ada disekitar manusia

yang mempengaruhi timbulnya jentik nyamuk penyebab DBD, mencakup

pengelolaan sampah rumah tangga dan tempat penampungan air. Kondisi

lingkungan memiliki pengaruh besar terhadap penyebaran dan penularan

penyakit DBD. Oleh karena itu, menjaga kebersihan lingkungan

akanmengurangi semakin menyebarnya penyakit ini. (Fentia, 2017)

Lingkungan fisik ada bermacam-macam misalnya tata rumah, jenis

kontainer, ketinggian tempat dan iklim.

25
a) Jarak antara rumah Jarak rumah mempengaruhi penyebaran nyamuk dari

satu rumah ke rumah lain, semakin dekat jarak antar rumah semakin

mudah nyamuk menyebar kerumah sebelah menyebelah. Bahan-bahan

pembuat rumah, konstruksi rumah, warna dinding dan pengaturan

barang-barang dalam rumah menyebabkan rumah tersebut disenangi atau

tidak disenangi oleh nyamuk.

b) Kontainer

Termasuk macam kontainer disini adalah jenis/bahan kontainer, letak

kontainer, bentuk, warna, kedalaman air, tutup dan asal air

mempengaruhi nyamuk dalam pemilihan tempat bertelur.

c) Ketinggian

tempat Pengaruh variasi ketinggian berpengaruh terhadap syarat-syarat

ekologis yang diperlukan oleh vektor penyakit. Di Indonesia nyamuk Ae.

aegypti dan Aedes albopictus dapat hidup pada daerah dengan ketinggian

1000 meter diatas permukaan laut

d) Iklim

Iklim adalah salah satu komponen pokok lingkungan fisik, yang terdiri

dari: suhu udara, kelembaban udara, curah hujan dan kecepatan angina

(a) Suhu udara

Nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu rendah, tetapi

metabolismenya menurun atau bahkan terhenti bila suhunya turun

sampai dibawah suhu kritis. Rata-rata suhu optimum untuk

pertumbuhan nyamuk adalah 25ºC - 27ºC. Pertumbuhan nyamuk

akan terhenti sama sekali bila suhu kurang 10ºC atau lebih dari 40ºC.

26
(b) Kelembaban udara

Kelembaban udara yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan keadaan

rumah menjadi basah dan lembab yang memungkinkan

berkembangbiaknya kuman atau bakteri penyebab penyakit.

(c) Curah hujan

Hujan berpengaruh terhadap kelembaban udara dan tempat

perindukan nyamuk juga bertambah banyak.

(d) Kecepatan angin

Kecepatan angin secara tidak langsung berpengaruh pada

kelembaban dan suhu udara, disamping itu angin berpengaruh

terhadap arah penerbangan nyamuk.

b. Lingkungan Sosial

Kebiasaan masyarakat yang merugikan kesehatan dan kurang

memperhatikan kebersihan lingkungan seperti kebiasaan menggantung

baju, kebiasaan tidur siang, kebiasaan membersihkan TPA, kebiasaan

membersihkan halaman rumah, dan juga partisipasi masyarakat

khususnya dalam rangka PSN, maka akan menimbulkan resiko terjadinya

transmisi penularan penyakit DBD di dalam masyarakat.

H. Faktor Individu

Menurut benyamin bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan

membagi perilaku itu kedalam tiga domain (ranah/kawasan), diantaranya:

1) Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan yaitu diketahuinya situasi atau rangsangan dari luar .

pengetahuan adalah hasil ‘tahu’, dan inii terjadi setelah orang melakukan

27
pengindraan terhadap suatu objek tertentu. pengindraan manusia terjadi

melalui panca indra manusia yaitu indra penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa dan raba. (Notoadmodjo, 2014 ).

2) Sikap

Sikap yaitu tanggapan bathin terhadap keadaan atau rangsangan dari

luar diri subyek atau kecenderungan untuk berespon (secara positif dan

negative) terhadap orang banyak , objek dan situasi tertentu. Sikap

merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap

suatu stimulus objek (Notoadmodjo, 2014 ). Sikap tidak dapat langsung

terlihat tetapi hanya da pat diartikan terlebih dahulu dari perilaku yang

tertutup . sikap menunjukan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap

stimulus tertentu secara nyata.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak

langsung. Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau

pernyataan responden terhadap suatu obyek yang bersangkutan.

Pengukuran secara langsung dapat juga dilakukan dengan cara

memberikan pendapat dengan menggunakan kata “setuju” atau “tidak

setuju” terhadap pertanyaan-pertanyaan terhadap objek tertentu

(Notoadmodjo, 2014).

3) Tindakan

Tindakan / praktek (practice), sudah konkrit berupa perbuatan

terhadap situasi dan rangsangan dari luar. Dalam penelitian ini

tindakan yang dimaksud adalah kegiatan PSN DBD yang dinyatakan

oleh WHO (2009). Pengukuran tindakan secara tidak langsung dapat

28
dilakukan dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah

dilakukan beberapa jam, hari atau bulan yang lalu (recall). Sedangkan

pengukuran secara langsung dapat dilakukan dengan cara

mengobservasi tindakan atau kegiatan responden (Notoadmodjo,

2014)

Tindakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) merupakan cara

pengendalian vektor sebagai salah satu upaya yang dilakukan untuk

mencegah terjadinya penularan penyakit DBD. Menurut Profil Kesehatan

(2015), PSN DBD dilakukan dengan cara 3M Plus, 3M yang dimaksud

yaitu;

1) Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti bak

mandi atau wc sekurang-kurangnya seminggu sekali agar nyamuk

tidak dapat berkembangbiak ditempat itu

2) Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti gentong

air/tempayan, dan lain-lain (M2). Melakukan penutupan pada tempat

penampungan air sangat penting untuk menekan jumlah nyamuk yang

hinggap pada kontainer atau TPA, dimana kontainer tersebut menjadi

media berkembangbiaknya nyamuk Aedes aegypti (Suseno, 2019).

Memanfaatkan atau mendaur ulang barang-barang bekas yang dapat

menampung air hujan (M3) agar lingkungan tetap bersih dan terhindar

dari tempat perkembangbiakan nyamuk terutama nyamuk Aedes

aegypti. Selain itu ditambah (plus) dengan cara lainnya, seperti:

1) Mengganti air vas bunga, tempat minum burung atau membuang

air pada tempat-tempat lainnya seperti tempat penampungan air

29
pada dispender, kulkas, dan TPA sejenisnya seminggu sekali.

Selain itu, keberadaan pot tanaman hias di rumah khususnya

tanaman hias yang menggunakan media air umumnya terdapat

genangan air. Genangan air ini bisa dijadikan sebagai tempat

perindukan nyamuk Aedes aegypti. Upaya PSN dengan

memperhatikan kebersihan pot tanaman hias hendaknya terus

dilakukan oleh masyarakat, sehingga dapat mengurangi

kemungkinan pot tanaman hias menjadi sarang nyamuk (Anwar,

2016)

2) Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak

Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak ancar atau rusak

agar nyamuk Aedes aegypti tidak dapat berkembang biak di

tempat tersebut (Kemenkes, 2015).

3) Menutup lubang-lubang pada potongan bambu/pohon, tempurung

kelapa, pelepah pisang dengan tanah sehingga nyamuk Aedes

aegypti tidak dapat berkembang biak (Kemenkes, 2015).

4) Menaburkan bubuk larvasida, misalnya di tempat-tempat yang sulit

dikuras atau di daerah yang sulit air. Pemberantasan larva

dilakukan dengan larvasida yang dikenal dengan istilah abatisasi.

Larvasida yang biasa digunakan adalah temefos. Formulasi

temefos yang digunakan ialah granules (sandgranules). Dosis

digunakan 1 ppm atau 10 gram (+ 1 sendok makan rata) untuk

tiap 100 liter air. Abatisasi dengan temefos tersebut mempunyai

efek residu 3 bulan (Suseno, 2019).

30
5) Memelihara ikan pemakan jentik di kolam/bak-bak penampungan

air. Misalnya memelihara ikan ikan kepala timah, ikan guppy,

ikan gabus. Ikan-ikan tersebut merupakan pemangsa yang cocok

untuk larva nyamuk (Bestari, 2018).

6) Memasang kawat kasa pada ventilasi rumah merupakan salah satu

pengendalian penyakit DBD secara mekanik. Pemakaian kawat

kasa pada setiap lubang ventilasi yang ada di dalam rumah

bertujuan agar nyamuk tidak masuk ke dalam rumah dan

menggigit manusia (host/pejamu) (Anwar, 2016).

7) Menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam kamar.

Kebiasaan mengantung pakaian memiliki peluang bias terkena

penyakit DBD. Pakaian yang tergantung di balik lemari atau di

balik pintu sebaiknya dilipat dan disimpan dalam lemari karena

nyamuk Aedes aegypti senang hinggap dan beristirahat di tempat-

tempat gelap dan kain tergantung (Anwar, 2016).

8) Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai.

Ventilasi rumah adalah lubang tempat udara keluar masuk secara

bebas. Ventilasi biasanya dimanfaatkan oleh nyamuk untuk keluar

maupun masuk ke dalam rumah. Pada umumnya jentik dari

nyamuk Aedes aegypti dapat bertahan lebih baik di ruangan dalam

kontainer yang gelap dan menarik nyamuk betina untuk

meletakkan telurnya. Di dalam kontainer yang berintensitas

cahaya rendah atau gelap rata-rata berisi larva lebih banyak dari

31
kontainer yang intensitas cahayanya besar atau terang (intensitas

pencahayaan alam kurang dari 50 lux) (Anwar, 2016).

9) Memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk. Obat anti

nyamuk atau lotion merupakan penolak serangga atau

perlindungan diri yang umum digunakan masyarakat terhadap

nyamuk. Dapat disimpulkan bahwa orang yang menggunakan

obat anti nyamuk atau lotion tidak memiliki peluang untuk

terkena penyakit DBD, sebaliknya orang yang tidak pernah

menggunakan obat anti nyamuk atau lotion akan berpeluang

untuk terkena penyakit DBD (Sari dkk, 2017).

Menurut teori Lawrance Green, dkk (1980) menyatakan bahwa

perilaku manusia dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku

(behavior causes) dan faktor diluar perilaku (non behaviour causes).

Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor

yaitu:

1. Faktor predisposisi (predisposing factors), yang mencakup

pengetahuan, sikap dan sebagaimana.

2. Faktor pemungkin (enabling factor), yang mencakup lingkungan fisik,

tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas-fasilitas kesehatan.

3. Faktor penguat (reinforcement factor), faktor-faktor ini meliputi

undang undang, peraturan-peraturan, pengawasan dan sebagainya

(Notoatmodjo, 2014).

I. Lingkungan Fisik

Lingkungan fisik ada bermacam-macam diantaranya adalah:

32
a. Jarak antar Rumah Nyamuk Ae. aegypti betina memiliki jarak

terbang perhari sekitar 30- 50 meter, namun jarak terbangnya

tergantung pada tersedianya tempat untuk bertelur. Jika tempat

bertelur ada di sekitar rumah, maka nyamuk tidak terbang jauh.

Ratarata kemampuan terbang nyamuk betina adalah 40 meter dan

maksimal 100 meter. Akan tetapi secara pasif, misal karena

terbawa oleh angin atau kendaraan nyamuk dapat berpindah lebih

jauh Dikarenakan jarak terbang yang pendek, maka jarak antar

rumah dapat mempengaruhi penyebaran nyamuk Aedes aegypti

dari satu rumah ke rumah yang lainnya. Semakin dekat jarak antar

rumah, maka semakin mudah pula nyamuk menyebar ke rumah

yang saling bersebelahan (Depkes RI, 2005).

b. Keberadaan Tempat perindukan Tempat perindukan nyamuk Aedes

berada pada genangan air yang tertampung di suatu wadah yang

disebut dengan kontainer, bukan pada genangan air pada tanah.

Kontainer dibedakan menjadi 3 macam (Depkes RI, 2005), yakni:

- Tempat Penampungan Air yang Bersifat Tetap (TPA)

Penampungan ini dipakai sebagai keperluan rumah tangga

sehari-hari, umumnya keadaan airnya jernih, tenang, dan tidak

mengalir seperti bak mandi, bak WC, drum penyimpanan air,

dan sebagainya.

- Bukan Tempat Penampungan Air (non TPA). Merupakan

kontainer atau wadah yang dapat menampung air, namun tidak

untuk keperluan setiap hari seperti barang- barang bekas (ban,

33
kaleng, botol, pecahan piring/gelas), vas atau pot bunga, dan

sebagainya.

c. Suhu

Nyamuk merupakan binatang dimana proses- proses metabolisme

dan siklus kehidupannya tergantung pada suhu lingkungan.

Nyamuk tidak bisa mengatur suhunya sendiri terhadap perubahan

yang ada di luar tubuhnya. Suhu optimum untuk perkembangan

nyamuk berkisar antara 25-27o C. Apabila suhu kurang dari atau

lebih dari maka pertumbuhan nyamuk akan terhenti sama sekali.

Penularan VirDen, umumnya DBD terjadi pada daerah tropis dan

sub tropis, dikarenakan temperatur yang dingin selama musim

dingin membunuh telur dan larva Ae. aegypti (Depkes RI, 2005).

d. Kelembaban Kebutuhan kelembaban yang tinggi mempengaruhi

nyamuk mencari tempat yang lembab dan basah untuk tempat

hinggap atau istirahat. Pada kelembaban kurang dari 60 % umur

nyamuk menjadi pendek, sehingga tidak cukup untuk siklus

perkembangbiakan virden pada tubuh nyamuk (Depkes RI, 2005).

e. Pencahayaan Rumah harus cukup mendapatkan penerangan baik

pada siang maupun pada malam hari. Idealnya, penerangan didapat

dengan bantuan listrik dan setiap ruang diupayakan mendapat sinar

matahari terutama di pagi hari. Pada waktu pagi hari diharapkan

semua ruangan mendapatkan sinar matahari. Karena intensitas

cahaya yang rendah merupakan kondisi yang baik bagi nyamuk,

intensitas cahaya merupakan faktor terbesar yang mempengaruhi

34
aktivitas terbang nyamuk. Nyamuk terbang pada intensitas cahaya

di bawah 20 lux. Cahaya yang rendah dan kelembaban yang tinggi

merupakan kondisi yang baik bagi nyamuk (Ayun, 2016)

f. Jenis Tempat Penampungan Air

- Tempat penampungan air ( TPA ) untuk keperluan sehari - hari

seperti: drum, bak mandi/WC, tempayan, ember dan lain-lain

- Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari

seperti: tempat minuman burung, vas bunga, ban bekas, kaleng

bekas, botol bekas dan lain-lain

- Tempat penampungan air alamiah seperti: lubang pohon,

lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, pelepah pisang,

potongan bambu dan lain-lain (Kemenkes, 2017)

J. Pencegahan

Menurut Purnama, 2016 tahapan pencegahan yang dapat

diterapkan untuk menghindari terjadinya fassuseptibel dan fase

subklinis atau yang sering disebut dengan fase prepatogenesis ada dua,

yaitu:

1. Health Promotion

a) Pendidikan dan Penyuluhan tentang kesehatan pada masyarakat.

b) Memberdayakan kearifan lokal yang ada (gotong royong).

c) Perbaikan suplai dan penyimpanan air.

d) Menean angka pertumbuhan penduduk.

e) Perbaikan sanitasi lingkungan, tata ruang kota dan kebijakan

pemerintah.

35
2. Specific protection

1) Abatisasi

Program ini secara massal memberikan bubuk abate secara

cuma-cuma kepada seluruh rumah, terutama di wilayah yang

endemis DBD semasa musim penghujan.Tujuannya agar kalau

sampai menetas, jentik nyamuknya mati dan tidak sampai terlanjur

menjadi nyamuk dewasa yang akan menambah besar populasinya

(Achmadi, 2010).

2) Fogging focus (FF).

Fogging focus adalah kegiatan menyemprot dengan insektisida

(malation, losban) untuk membunuh nyamuk dewasa dalam radius 1

RW per 400 rumah per 1 dukuh (Achmadi, 2010).

3) Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB)

Pemeriksaan Jentik Berkala adalah kegiatan reguler tiga bulan sekali,

dengan cara mengambil sampel 100 rumah/desa/kelurahan.

Pengambilan sampel dapat dilakukan dengan cara random atau metode

spiral (dengan rumah di tengah sebagai pusatnya) atau metode zig-zag.

Dengan kegiatan ini akan didapatkan angka kepadatan jentik atau

House Index (HI).

4) Penggerakan PSN

Kegiatan PSN dengan menguras dan menyikat TPA seperti bak mandi

atau WC, drum seminggu sekali, menutup rapat-rapat TPA seperti

gentong air atau tempayan, mengubur atau menyingkirkan barang-

barang bekas yang dapat menampung air hujan serta mengganti air vas

36
bunga, tempat minum burung seminggu sekali merupakan upaya untuk

melakukan PSN DBD.

Menurut WHO cara pengendalian vector DBD yaitu dengan

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). PSN DBD dalam program

kesehatan dikenal dengan istilah 3M . Pelaksanaan 3M meliputi :

a) Menguras tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi, bak

WC,dll

b) Menutup rapat tempat-tempat penampungan air, seperti tong, drum

maupun yang lainya yang ada diluar maupun didalam rumah

c) Mengubur, memusnahkan atau menyingkirkan barang barang bekas

yang dapat menampung air seperti kaleng bekas dan plastik bekas

(WHO, 2016)

5) Pencegahan gigitan nyamuk

Pencegahan gigitan nyamuk dapat dilakukan dengan pemakaian

kawat kasa,menggunakan kelambu, menggunakan obat nyamuk (bakar,

oles), dan tidak melakukan kebiasaan beresiko seperti tidur siang, dan

menggantung baju.

Menurut Depkes RI (2005), pemberantasan terhadap jentik

Aedes aegypti dikenal dengan istilah Pemberantasan Sarang Nyamuk

Demam Berdarah Dengue (PSN DBD) dilakukan dengan cara:

1. Fisik

Pemberantasan jentik secara fisik dikenal dengan kegiatan 3M, yaitu:

a. Menguras (dan menyikat) semua tempat penampungan air (TPA)

seperti bak mandi, bak WC, dan lain-lain seminggu sekali secara

37
teratur untuk mencegah perkembangbiakan nyamuk di tempat

tersebut. Pengurasan tempat-tempat penampungan air (TPA) perlu

dilakukan secara teratur sekurang-kurangnya seminggu sekali agar

nyamuk tidak dapat berkembang biak di tempat tersebut.

b. Menutup tempat penampungan air rumah tangga (tempayan, drum,

ember, dan lain-lain).

c. Mengubur, menyingkirkan atau memusnahkan barang-barang

bekas (kaleng, ban, dan lain-lain) yang dapat menampung air hujan.

Selain itu, ditambah dengan cara lain seperti:

1) Mengganti air vas bunga, tempat minum burung atau tempat-

tempat lainnya yang sejenis seminggu sekali.

2) Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar atau

rusak.

3) Menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon

dengan tanah.

4) Menaburkan bubuk larvasida di tempat-tempat penampungan

air yang sulit dikuras atau dibersihkan dan di daerah yang sulit

air.

5) Memelihara ikan pemakan jentik di kolam atau bak

penampungan air.

6) Memasang kawat kasa.

7) Menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam kamar.

8) Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang

memadai.

38
9) Menggunakan kelambu.

10) Memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk.

Keseluruhan cara tersebut di atas dikenal dengan istilah 3M Plus

(Depkes RI, 2005). Pencegahan yang dilakukan pada fase klinis dan

fase penyembuhan atau yang sering disebut dengan tahap patogenesis

ada tiga, yaitu:

(1) Early Diagnosis dan Prompt Treatment

Konsep ini mengutamakan deteksi dini yakni deteksi virus

(antigen) secara dini dengan metode antigen capture (NS1 atau

non-structural protein 1) untuk mendeteksi adanya virus dalam

tubuh. Deteksi virus bisa dilakukan sehari sebelum penderita

menderita demam, hingga virus hilang pada hari ke sembilan.

Setelah diketahui ada nya virus, penderita diberi antiviral yang

efektif membunuh virus DBD (Pusat Data dan Surveilans

Epidemiologi, Kemenkes RI, 2010).

Beberapa metode lain untuk melakukan pencegahan pada tahap

Early Diagnosis dan Prompt Treatment antara lain sebagai berikut:

(a) Pelacakan penderita.

Pelacakan penderita (penyelidikan epidemiologis) yaitu

kegiatan mendatangi rumah-rumah dari kasus yang dilaporkan

(indeks kasus) untuk mencari penderita lain dan memeriksa angka

jentik dalam radius ±100 m dari rumah indeks (Kemenkes, 2014).

(b) Penemuan dan pertolongan penderita,

39
kegiatan mencari penderita lain. Jika terdapat tersangka kasus

DBD maka harus segera dilakukan penanganan kasus termasuk

merujuk ke Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) terdekat (Kemenkes,

2014).

b) Disability Limitation

Pembatasan kecacatan yang dilakukan adalah untuk menghilangkan

gangguan kemampuan bekerja yang diakibatkan suatu penyakit.

Dampak dari penyakit DBD yang tidak segera diatasi, antara

lain:Paru-paru basah. Hal ini bisa terjadi karena cairan plasma

merembes keluar dari pembuluh, ruang-ruang tubuh, seperti di antara

selaput paru (pleura) juga terjadi penumpukan. Pada anak-anak sering

terjadi bendungan cairan pada selubung paru parunya (pleural

effusion). Komplikasi pada mata, otak, dan buah zakar. Pada mata

dapat terjadi kelumpuhan saraf bola mata, sehingga mungkin nantinya

akan terjadi kejulingan atau bisa juga terjadi peradangan pada tirai

mata (iris) kalau bukan pada kornea yang berakhir dengan gangguan

penglihatan. Peradangan pada otak bisa menyisakan kelumpuhan atau

gangguan saraf lainnya

Pembatasan kecacatan dapat dilakukan dengan pengobatan dan

perawatan. Obat obatan yang diberikan kepada pasien DBD hanya

bersifat meringankan keluhan dan gejalanya semata. Obat demam,

obat mual, dan vitamin tak begitu besar peranannya untuk meredakan

penyakitnya. Jauh lebih penting upaya pemberian cairan atau tranfusi

darah, tranfusi sel trombosit, atau pemberian cairan plasma.

40
c) Rehabilitation

Setelah sembuh dari penyakit demam berdarah dengue, kadang-

kadang orang menjadi cacat, untuk memulihkan cacatnya tersebut

kadang-kadang diperlukan latihan tertentu. Oleh karena kurangnya

pengertian dan kesadaran orang tersebut, ia tidak akan segan

melakukan latihan-latihan yang dianjurkan. Disamping itu orang yang

cacat setelah sembuh dari penyakit, kadang-kadang malu untuk

kembali ke masyarakat. Sering terjadi pula masyarakat tidak mau

menerima mereka sebagai anggoota masyarakat yang normal. Oleh

sebab itu, pendidikan kesehatan diperlukan bukan saja untuk orang

yang cacat tersebut, tetapi juga perlu pendidikan kesehatan pada

masyarakat. Rehabilitasi pada penderita DBD yang mengalami

kelumpuhan saraf mata yang menyebabkan kejulingan terdiri atas:

a. Rehabilitasi fisik, yaitu agar bekas penderita memperoleh

perbaikan fisik semaksimal-maksimalnya. Misalnya dengan donor

mata agar saraf mata dapat berfungsi dengan normal kembali.

b. Rehabilitasi mental, yaitu agar bekas penderita dapat menyesuaikan

diri dalam hubungan perorangan dan sosial secara memuaskan.

Seringkali bersamaan dengan terjadinya cacat badaniah muncul

pula kelainan-kelainan atau gangguan mental. Untuk hal ini bekas

penderita perlu mendapatkan bimbingan kejiwaan sebelum kembali

ke dalam masyarakat.

c. Rehabilitasi sosial vokasional, yaitu agar bekas penderita

menempati suatu pekerjaan atau jabatan dalam masyarakat dengan

41
kapasitas kerja yang semaksimal maksimalnya sesuai dengan

kemampuan dan ketidak mampuannya.

d. Rehabilitasi aesthesis, perlu dilakukan untuk mengembalikan rasa

keindahan, walaupun kadang-kadang fungsi dari alat tubuhnya.

42
K. Kerangka Teori

Faktor Individu:
a. Pengetahuan
b. Sikap
c. Perilaku 3M plus
- Kebiasaan Menguras tempat
penampungan air
- Kebiasaan Menutup tempat
penampungan air
- Kebiasaan Mengubur,
memusnahkan/menyingkirkan
barang bekas
- Pemasangan kawat kassa pada
ventilasi rumah
- Menghindari kebiasaan Agent
menggantung pakaian dalam Nyamuk Aedes Aegypti
kamar
- Kebiasaan menggunakan
kelambu
- Kebiasaan menggunakan lotion
anti nyamuk

Kejadian DBD

Faktor Lingkungan Fisik :


a. Kelembaban
b. Temperatur
c. Tipe pemukiman
d. Sarana-prasarana:
- Jenis Reservoir (TPA)
- Ketersediaan tempat
penyimpanan air bersih

Gambar 2.8 Kerangka Teori

Sumber: ( Ariani, 2016 )

43
L. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Prilaku 3M plus
- Kebiasaan Menguras tempat
penampungan air
- Kebiasaan Menutup tempat
penampungan air
- Kebiasaan Mengubur,
memusnahkan/menyingkirkan
barang bekas
- Pemasangan kawat kassa pada
ventilasi rumah
Kejadian Demam
Berdarah Dengue
(DBD)

Faktor Lingkungan Fisik:


- Jenis Penampungan Air
(Reservoir)
- Ketersediaan Tempat
Penampungan Air

Gambar 2.9 Kerangka Konsep

44
M. Hipotesis

Ha 1 : Ada hubungan perilaku kebiasaan menguras tempat penampungan air

(reservoir) di Wilayah Desa Tanjung Sari Natar Kecamatan Natar

Kabupaten Lampung Selatan tahun 2020

Ha 2 : Ada hubungan perilaku kebiasaan menutup tempat penampungan air di

Wilayah Desa Tanjung Sari Natar Kecamatan Natar Kabupaten

Lampung Selatan tahun 2020

Ha3: Ada hubungan perilaku kebiasaan mengubur/memusnahkan/

menyingkirkan barang-barang bekas, di Wilayah Desa Tanjung Sari

Natar Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan tahun 2020

Ha 4: Ada hubungan perilaku pemasangan kawat kassa pada ventilasi rumah

di Wilayah Desa Tanjung Sari Natar Kecamatan Natar Kabupaten

Lampung Selatan tahun 2020

Ha 5: Ada hubungan lingkungan jenis tempat penampungan air (reservoir) di

Wilayah Desa Tanjung Sari Natar Kecamatan Natar Kabupaten

Lampung Selatan tahun 2020.

45
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

kuantitatif yaitu: penelitian yang menggunakan data berupa angka sebagai alat

untuk analisis variabel yang akan diteliti menggunakan statistik (Sugiyono, 2017).

Penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk mengetahui hubungan prilaku 3M

plus terdiri dari kebiasaan menguras tempat penampungan air, kebiasaan menutup

tempat penampungan air, kebiasaan mengubur, memusnahkan/menyingkirkan

barang bekas, kebiasaan memasang kawat kassa pada ventilasi rumah, faktor

lingkungan terdiri dari jenis tempat penampungan air.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2020

2. Tempat Penelitian

Penelitian ini di dilakukan di Wilayah Desa Tanjung Sari Natar

Kecamatan Natar Kabupaten lampung Selatan tahun 2020.

C. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian menggunakan metode survei analitik dengan

cross sectional yaitu studi epidemiologi yang mengukur beberapa variabel

dalam satu saat sekaligus (Sugiono, 2017). Penelitian ini dilakukan untuk

mengetahui faktor yang berhubungan dengan Kejadian Demam Berdarah

Dengue, faktor prilaku (kebiasaan menguras tempat penampungan air,

kebiasaan menutup tempat penampungan air, kebiasaan mengubur,

46
memusnahkan/menyingkirkan barang bekas, kebiasaan memasang kawat

kassa pada ventilasi rumah), faktor lingkungan ( jenis tempat penampungan

air) di Wilayah Kelurahan Tanjung Sari Natar Kecamatan Natar Kabupaten

Lampung Selatan tahun 2020.

D. Subyek Penelitian

1. Populasi Kasus

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh rumah yang berada di

Wilayah Kelurahan Tanjung Sari Natar Kecamatan Natar Kabupaten

Lampung Selatan yang berjumlah 3071 rumah.

2. Sampel

Salah satu metode yang digunakan untuk menentukan jumlah sampel

adalah menggunakan rumus (Lemeshow, Hosmer, Klar & Lwanga, 1991),

sebagai berikut :

Z2 .P (1-P) N

n=

d2(N-1) + Z2. P (1-P)

Keterangan :

n = Besar sampel minimal

N= Jumlah populasi

Z= Luas daerah dibawah kurva Z pada tingkat kepercayaan 95% =

1,96

47
d= Derajat tingkat ketepatan atau presisi sebesar 0,1

P= asumsi Proporsi 0,5

Dari rumus diatas, maka peneliti mengaplikasikan untuk mendapatkan

sampel minimal pada penelitian ini sebagai berikut:

1,96² x 0,5 (1- 0,5) x 3071


n=
(0,1)2 x (3071 -1) + (1,962 x 0,5 ( 1- 0,5)

3,8416 x 0,5 x 0,5 x 3071


n=
0,01 x 3070 + (3,8416x 0,5x 0,5)

2949,4
n=
30,7 + 0,9604

2949,4
n=
31,66
n= 93 Rumah

a. Kriteria Inklusi

1) Merupakan penduduk tetap di Wilayah Kelurahan Tanjung Sari

Natar Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan dan

menetap sekurang-kurangnya selama 1 tahun .

2) Warga yang berumur ≥17 tahun (karena sudah dianggap

mengerti dengan pertanyaan yang di berikan)

3) Memahami bahasa Indonesia

4) Bersedia untuk diwawancarai

b. Kriteria Ekslusi

48
Merupakan penduduk tetap di Wilayah Kelurahan Tanjung Sari

Natar Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan dan menetap

sekurang-kurangnya selama 1 tahun .

c. Teknik Sampling

Teknik sampling yang digunakan adalah Probability Sampling

pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi

setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota

sampel. Tehnik yang digunakan pada penelitian ini adalah : Simple

Random Sampling yaitu pengambilan sampel dari populasi yang

dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata dalam populasi

tersebut (Sugiono, 2017).

E. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel adalah :

1. Variabel Dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau yang

menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Variabel dependen pada

penelitian ini adalah kejadian Demam Berdarah Dengue.

2. Variabel Independen yaitu variabel ini sering disebut variabel bebas,

merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab

perubahannya atau timbulnya variabel independen ( terikat ). Variabel

independen pada penelitian ini adalah : faktor individu yaitu

pemasangan kawat kassa pada ventilasi rumah), faktor lingkungan

49
( jenis tempat penampungan air) di Wilayah Kelurahan Tanjung Sari

Natar Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan tahun 2020.

50
F. Definisi Operasional

Definisi Cara Alat


No Variabel Hasil Ukur Skala
Operasional Ukur Ukur

0 = Ada Kasus
(jika menderita
DBD pada
Kasus DBD bulan Januari-
yang dilihat Agustus 2020)
pada buku
Kejadian Lembar
1. registrasi Observasi 1 = Tidak ada Ordinal
DBD Observasi
dalam kurun Kasus (jika
waktu satu tidak
tahun terkahir menderita
DBD pada
bulan Januari-
Agustus 2020)
Kebiasaan
responden 0= tidak, jika
menguras dan tidak menguras
Menguras membersihka Mengisi seminggu
dan n TPA seperti kuesioner sekali
2 Kuesioner ordinal
membersihk bak mandi,
an TPA bak WC, dll. 1= Ya, jika
seminggu menguras
sekali secara seminggu
teratur. sekali

Kebiasaan 0= Tidak . jika


responden tidak menutup
Menutup menutup Mengisi nya dengan
3 TPA tempat Kuesioner kuesioner rapat Ordinal
penampunga
n air dengan 1= ya , jika
rapat menutupnya
dengan rapat
4 Mengubur, Kebiasaan Kuesioner Mengisi 0= tidak Ordinal
menyingkirk responden kuesioner dilakukan
an atau untuk ( jika tidak
memusnahka mengubur, dilakukan
n barang- menyingkirka minimal 1 kali
barang bekas n atau dalam
memusnahka seminggu )
n barang-
barang bekas 1= ya, (jika
(kaleng, ban, dilakukan
tempayan, minimal dalam

51
dll) yang
dapat
menampung
air hujan
sehingga
dapat 1 minggu)
menjadi
tempat
perkembang
biakan
nyamuk
Aedes.
Kegiatan
responden 0= Ya, jika
menutupi dipasang
Pemasangan lubang angin/ Mengisi
kawat kassa
5 kawat kasa ventilasi Kuesioner kuesioner Ordinal
dengan kawat 1= Tidak jika
kassa, agar tidak dipasang
nyamuk tidak kawat kassa
bisa masuk
6 Jenis tempat Ketersediaan Lembar Observasi 0= Ada Ordinal
penampung tempat Observasi Tempat
an air perkembangb penampungan
iakan air untuk
(Reservoir) nyamuk keperluan
Aedes sehari-hari
Aegypti yang seperti drum,
digunakan tangki
responden reservoir, bak
mandi/wc,
tempayan dan
ember.
1= Tidak ada
Tempat
penampungan
air bukan
untuk
keperluan
sehari-hari
seperti tempat
minum burung,
vas bunga dan
barang-barang
bekas ( ban,
botol dan

52
kaleng)

53
G. Pengumpulan Data

1. Sumber Data

a. Data Primer

Data Primer diperoleh dari hasil pengamatan (observasi) dan

wawancara (interview) pada masyarakat yang menderita DBD di

Wilayah Kelurahan Tanjung Sari Natar Kecamatan Natar Kabupaten

Lampung Selatan

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak Dinas

Kesehatan Kabupaten Lampung Selatan. Data Sekunder yang

diperoleh adalah data jumlah penderita DBD diwilayah Kelurahan

Tanjung Sari Natar Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan

2. Cara Pengumpulan Data

a. Wawancara

Metode wawancara ini dapat dilakukan menggunakan alat pengmpul

data berupa Kuisioner. Kuisioner adalah daftar pertanyaan yang

dilakukan untuk mendapatkan informasi tambahan pengetahuan

masyarakat tentang penyakit DBD.

b. Observasi

Metode observasi dapat dilakukan dengan menggunakan alat

Pengumpul data berupa ceklist.

54
H. Pengolahan Data

a. Editing merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian formulir

atau kuisioner apakah jawaban yang ada pada kuisioner sudah jelas,

lengkap, relevan dan konsisten.

b. Coding yaitu melakukan pembelian kode-kode tertentu dengan tujuan

mempersingkat dan mempermudah pengolahan data

c. Entry yaitu data yang telah diedit dan diberi kode kemudian diproses

kedalam program komputer.

d. Cleaning yaitu melihat kembali data yang telah dimasukkan atau sudah

dibersihkan dari kesalahan baik dalam pengkodean atau pada entry data.

e. Scoring adalah penentuan skor, dalam penelitian ini menggunakan skala

Ordinal. Oleh karena itu, hasil kuisioner yang telah diisi bila benar diberi

skor 1 dan bila salah diberi skor 0. Kemudian Analissoal dan dikalikan

100%.

f. Tabulating, menyusun data dalam bentuk tabel distribusi frekwensi.

I. Analisis Data

a. Analisis Univariat

Analisis Univariat dimaksudkan untuk melihat distribusi frekuensi dari

variable dependen.

b. Analisis Bivariat

Variabel Independen dan Variabel Dependen menggunakan uji statistic

Chi Square (x2) dengan derajat kepercayaan 95% (α =0,05 ¿ . Hubungan

55
dikatakan bermakna apabila P<0,05 dan melihat nilai Odds Ratio (OR)

untuk memperkirakan risiko masing-masing variabel yang diteliti.

56
DAFTAR PUSTAKA

Achmadi dkk, 2010. Buletin Jendela Epidemiologi. Pusat Data Surveilan

Epidemiologi Kemenkes RI. ISSN- 2087- 1546

Ariani, A. P., 2016. Demam Berdarah Dengue. Yogyakarta: Nuha Medika.

Ayun, L.L., Pawenang, E.T., 2017, Hubungan Antara Faktor Lingkungan Fisik

dan Perilaku Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) Di

Wilayah Kerja Puskesmas Sekaran, Kecamatan Gunungpati, Kota

Semarang. Skripsi

Departemen Kesehatan, (2005). Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi Dengue di

Sarana Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI

Departeen Kesehatan, (2015). Pencegahan Dan Pemberantasan Demam

Berdarah Dengue Di Indonesia, Jakarta: Depkes RI

Departemen Kesehatan, 2017. Profil Kesehatan Indonesia 2016.

http://www.depkes.go.id /resources/download/pusdatin/lain-lain/Data dan

Informasi Kesehatan Profil Kesehatan Indonesia 2016 - smaller size -

web.pdf – Diakses Agustus 2017.

Fentia l, 2017. Hubungan Faktor Lingkungan Fisik Dan Perilaku Keluarga

Terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue (Dbd) Di Wilayah Kerja

Puskesmas Payung Sekaki Kota Pekanbaru. STIkes Tengku Maharatu

Kementerian Kesehatan RI. (2017). InfoDatin Situasi Demam Berdarah Dengue.

https://doi.org/10.3376/1081-1710(2006)31

57
Lemeshow, S., Hosmer, D. W., Klar, J., & Lwanga, S. K. (1991). Adequacy of

Sample Size in Health Studies. Biometrics, 47(1), 347.

Melani, arya Tri. Hubungan Faktor Lingkungan Dan Perilaku Dengan Kejadian

DBD Pada Wilayah Kerja Puskesmas Raja Basa Indah Kota Bandar

Lampung Tahun(2019). Politeknik Kesehatan Tanjungkarang

Notoadmodjo, S. 2014. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Putri R, Zaira N, 2016. Hubungan Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan

Masyarakat dengan Perilaku Pencegahan Demam Berdarah dengue di

Desa Kemiri,Kecamatan Jayakerta, Karawang tahun 2016. Program

Studi Kedokteran, Fakultas Kedokteran dan Kesehatan, Universitas

Muhammadiyah Jakarta

Sari E, Nur E, Retno M, 2018. Hubungan Lingkungan Fisik Rumah Dengan

Kejadian Demam Berdara Dengue Di Semarang. Jurnal Kesehatan

Masyarakat (E-Journal) Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (Issn: 2356-

3346)

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:

Alfabeta.

Sucinah W, Sukesi T, 2019. Hubungan Kondisi Lingkungan Fisik dengan

Kejadian Demam BerdarahDengue di Wilayah Kerja Puskesmas

Kalasan Kabupaten Sleman . Jurnal Kesehatan Lingkungan 18 (1), 2019,

19 – 24

58
Sunarya, 2019. Hubungan Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Penyakit

Demam Berdarah Dengue (Dbd) Di Wilayah Kerja Puskesmas Sentosa

Baru Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan Tahun 2019. Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan

Suseno B, Rusfito R, 2019. Hubungan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk

Terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue (Dbd) Di Banjarnegara.

Hasil Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat IV Tahun 2019 LPPM

- Universitas Muhammadiyah Purwokerto ISBN: 978-602-6697-43-1

Umar Fahmi Achmadi dkk., 2010. Buletin Jendela Epidemiologi. Volume 2.

Agustus.

Piesley, F., Reza, M., & Rusjdi, S.R (2018). Hubungan Perilaku Pemberantasan

Sarang Nyamuk Dengan Menutup, Menguras, Dan Mendaur Ulang Plus

(PSN M Plus) Terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD)

Dikelurahan Andalas. Jurnal Kesehatan Andalas,7(1), 124-120

59

Anda mungkin juga menyukai