Anda di halaman 1dari 28

 

Kisah Seorang Penjual Koran 


Koran 

Di ufuk timur, matahari belum tampak. Udara pada pagi hari terasa dingin. Alam pun masih
diselimuti embun pagi. Seorang anak mengayuh sepedanya di tengah jalan yang masih
lengang. Siapakah gerangan anak itu? Ia adalah seorang penjual Koran, yang bernama Ipiin.

Menjelang pukul lima pagi, ia telah sampai di tempat agen koran dari beberapa penerbit. “Ambil
berapa Ipiin?” tanya Bang Ipul. “Biasa saja.”jawab Ipiin. Bang Ipul mengambil sejumlah koran
dan majalah yang biasa dibawa Ipiin untuk langganannya. Setelah selesai, ia pun berangkat.

Ia mendatangi pelanggan-pelanggan setianya. Dari satu rumah ke rumah lainnya. Begitulah


pekerjaan Ipiin setiap harinya. Menyampaikan koran kepada para pelanggannya. Semua itu
dikerjakannya dengan gembira, ikhlas dan rasa penuh tanggung jawab.

Ketika Ipiin sedang mengacu sepedanya, tiba-tiba ia dikejutkan dengan sebuah benda. Benda
tersebut adalah sebuah bungkusan plastik berwarna hitam. Ipiin jadi gemetaran. Benda apakah
itu? Ia ragu-ragu dan merasa ketakutan karena akhir-akhir ini sering terjadi peledakan bom
dimana-mana. Ipiin khawatir benda itu adalah bungkusan bom. Namun pada akhirnya, ia
mencoba membuka bungkusan tersebut. Tampak di dalam bungkusan itu terdapat sebuah
kardus.

“Wah, apa isinya ini?’’tanyanya dalam hati. Ipiin segera membuka bungkusan dengan hati-hati.
hati -hati.
 Alangkah terkejutnya
terkejutnya ia, karena di dalamnya terdapat kalung emas dan perhiasan lainnya.
“Wah apa ini?”tanyanya dalam hati. “Milik siapa, ya?” Ipiin membolak-balik
membolak -balik cincin dan kalung
yang ada di dalam kardus. Ia makin terperanjat lagi karena ada kartu kredit di dalamnya.
“Lho,…ini kan milik Pak Edison. Kasihan sekali Pak Edison , rupanya ia telah
kecurian.”gumamnya dalam hati. 
hati. 

 Apa yang diperkirakan


diperkirakan Ipiin itu memamg benar. Rumah Pak Edison telah kemasukan maling
tadi malam. Karena pencuri tersebut terburu-buru, bungkusan perhiasan yang telah
dikumpulkannya terjatuh. Ipiin dengan segera memberitahukan Pak Edison. Ia menceritakan
apa yang terjadi dan ia temukan. Betapa senangnya Pak Edison karena perhiasan milik istrinya
telah kembali. Ia sangat bersyukur, perhiasan itu jatuh ke tangan orang yang jujur.
Sebagai ucapan terima kasihnya, Pak Edison memberikan modal kepada Ipiin untuk membuka
kios di rumahnya. Kini Ipiin tidak lagi harus mengayuh sepedanya untuk menjajakan koran. Ia
cukup menunggu pembeli datang untuk berbelanja. Sedangkan untuk mengirim koran dan
majalah kepada pelanggannya, Ipiin digantikan oleh saudaranya yang kebetulan belum
mempunyai pekerjaan. Itulah akhir dari sebuah kejujuran yang akan mendatangkan
kebahagiaan di kehidupan kelak.
 

GADIS PENJAJA TIKAR 


TIKAR 

Suasana Kebun Raya Bogor dipenuhi dengan pengunjung. Laki-laki, perempuan, tua maupun
muda semuanya ada disana. Saat itu adalah hari libur panjang sekolah sehingga banyak
pengunjung yang pergi liburan. Mereka ingin menikmati suasana malam dan menghilangkan
kejenuhan.

Seorang anak kecil tiba-tiba datang. Dengan pakaian sederhana, ia menjajakan tikar dari plastik
kepada para pengunjung ke pengunjung lain, ia terus menawarkan
menawarkan tikarnya. “Pak, mau sewa
tikar?”katanya pada Pak Umar. “Berapa harga sewa satu lembar tikarnya?”tanya Pak Umar.
“Lima ribu rupiah, Pak!”jawabnya dengan suara lembut. “Bagaimana kalau Bapak ambil tiga
puluh ribu rupiah?”tanya Pak Umar lagi. Gadis itu  itu   diam sejenak. Kemudian ia pun
berkata,”Baiklah kalau begitu. Silahkan pilih, Pak!” 
Pak!”  

Pak Umar memilih tikar plastik yang akana disewanya. Dalam hati Pak Umar ada rasa tak tega
terhadap gadis itu. Gadis berusia delapan tahun harus bekerja keras untuk mendapatkan uang.
“Kamu sekolah?”tanya Pak Umar. “Sekolah, Pak! Saya kelas empat SD. “jawabnya.”Mengapa
kamu menyewakan tikar plastik ini?”tanya Pak Umar lagi. “Saya harus membantu ibu saya.
“jawab gadis itu. “Kemana ayahmu?”Pak Umar bertanya lagi. “Bapak telah lama meninggal
dunia. Untuk itu, saya harus membantu ibu untuk mencari uang,”jawab gadis itu pelan.
Mendengar cerita gadis tersebut, Pak Umar merasa terharu.

Pak Umar merasa kasihan terhadap anak tersebut. Diambilnya beberapa lembar uang dua
puluh ribuan lalu diberikannya kepada gadis kecil itu. “Pak maaf, saya tidak boleh menerima
uang jika tidak bekerja, “katanya sambil menggeleng-
menggeleng -gelengkan kepala. “Mengapa?”tanya Pak
Umar heran. “Kata ibu, saya boleh menerima uang kalau memamg hasil bekerja.  

Saya tidak boleh meminta belas kasihan dari orang. “Mendengar perkataan gadis itu, Pak Umar
makin terharu. Ia tahu kalau ibu gadis kecil itu seorang yang berbudi luhur. “Begini saja, kalau
memang harus bekerja, sekarang bantu Bapak beserta keluarga.

Tolong kamu
kamu bawakan rantang ini. Kita akan makan bersama di bawah pohon yang rindang itu!”
kata Pak Umar ramah. Pak Umar dan keluarga menuju ke bawah pohon yang rindang tersebut.
Mereka pun menggelar tikar plastik yang baru saja disewanya. Gadis kecil itu pun diajak untuk
makan bersama.
 

RINDU MERAH JAMBU 


JAMBU 

Otakku browsing ke masa tiga minggu lalu. Saat pertama melihatmu. Aku terkesiap, sama
sekali tak menyangka parasmu begitu rupawan. Laksana pangeran dalam impian. Dan
senyumnya menaburkan gula-gula di hatiku. Aku merasa mulai terpedaya dengan rasa suka.

Di rumah kita berbagi cerita. Dan engkau menabur banyak benih kekaguman di hatiku. Saat
kau shalat di rumah, desah khusyu memanggil Rab sungguh mengharu biru. Kuteriakkan dalam
hatiku, ” Rab, seperti inilah lelaki pujaanku!” 
pujaanku!”  
Lembut matamu memandangku. Kuteriakkan padamu,” jangan menatapku  menatapku  begitu, Ben. Daku
malu!” Kau pun tersenyum kemudian meminum teh botol yang kusuguhkan. 
kusuguhkan.  
Setelah itu kita sama-sama mengandung rindu. Tapi seperti jumpa perdana, pertemuan
berikutnya susah rasanya. Kau dijerat kesibukan luar biasa. Padahal jarak bukan masalah bagi
kita. Kau tidak lagi di Perancis sana. Kau ada di Jakarta. Dengan dua jam saja sebenarnya kita
bisa bersua.
“Aku rindu,” smsku hari itu. 
itu. 
“Aku juga sangat rindu padamu,” jawabnya.
ja wabnya.
“Jadi kapan kita dapat bertemu?” tanyaku menghiba. 
menghiba.  
“Secepatnya. Jika aku tidak sibuk tentu saja.” 
saja.”  
Uh, jadi sangat benci sekali dengan kata itu. Kata itu telah menjadi racun dalam kehidupanku.
Sibuk, sibuk dan sibuk.
Jika sibuk itu adalah sebuah bantal, tentu akan kupukul agar dia tidak jadi penghalang
pertemuanku lagi. Jika sibuk itu sebuah apel akan kulumat sampai habis, kalau perlu bijinya
kutelan sekalian. Tapi sibuk itu telah menjadi mahluk, pembatas rasa rindu kami. Jadinya
kuberdoa terus agar engkau tidak lebih mencintai mahluk bernama sibuk itu daripada diriku.
Lama-lama bosan juga melawan si sibuk itu. Kukatakan pagi itu lewat sms.
“Pagi ini kusegerakan shalat, berdoa di hadapan Rabku. Rab, jika Ben itu baik untukku maka
mudahkanlah pertemuanku dengannya. Tetapi jika ia tidak baik untukku, maka tolong jauhkan
ia dariku dan gantikan dengan yang jauh lebih baik darinya.” 
darinya.”  
Seperti kebakaran jenggot Ben membalasnya panjang lebar.
“Aku harap kamu mau mengerti kesibukanku. 
kesibukanku.  Akan kuusahakan sebisaku bertemu. Hari Rabu,
ya hari Rabu. Bagaimana, bisa tidak?” 
tidak?”  
Rabu adalah hari dimana kuharus memprogram semua kegiatan belajar murid-muridku. Rabu
adalah pekerjaanku yang utama. Tapi aku tahu, rindu memerlukan pengorbanan. Jadi
kukatakan padanya, “Ya, bisa saja tidak masuk kerja. Tapi bagaimana dengan pekerjaanmu?”  

Jawabnya sungguh di luar dugaan. “Bagaimana lagi, kalau rindu susah ditahan kan?” 
kan?”  
 Ah Ben, jadinya kumulai menghitung
menghitung hari sejak pertama kau katakan itu. Kubayangkan
Kubayangkan
melihatmu lagi. Senyummu, gaya berwibawamu dan semuamu.

Ya Tuhan, izinkan aku bertemu dengannya. Biarlah rindu merah jambuku mengantarku dalam
kebaikan bersamanya. Amin.
 

Cerpen AIDA ”KREOL” 


Cerpen Raudal Tanjung Banua

INI kepulangan yang mendebarkan, setelah lama ia bayangkan bakal menuntaskan kunjungan
ke sebuah kota "yang dibangun dari menara sekaligus terowongan bawah tanah". Ya, ini akan
menjadi kepulangan yang menuntaskan segala sesak di dada Aida, tentu bukan lantaran ia
punya sedikit gejala asma. Meski ia sendiri, sungguh celaka, tak sanggup merumuskan sesak
karena apa. Aneh memang, tiap kali ia mencari tahu apa yang bergolak dalam batinnya (yang
sesungguhnya tidak menyenangkan), yang muncul justru debar. Seolah ia menunggu sesuatu
entah apa, tapi dengan membayangkannya saja semuanya terasa menyenangkan.

 Ah, semoga benarlah semua bakal menyenangkan,


menyenangkan, ia berharap. Ya, mestinya memang
demikian. Ini kepulangan yang kedua kalau dihitung sejak ia bertunangan dengan Kudal, laki-
laki perantauan yang dicintainya. Serta kepulangan pertama sejak Aida menikah dan punya
seorang anak yang gemar melukis bis. Seharusnya pernikahan mereka di kampung juga, tapi
malaria yang menulari mereka di kapal, membuat mereka memasang nawaitu, membulatkan
tekad untuk segera menikah jika sembuh --padahal baru saja datang dari kampung yang jauh.

Maka begitu sembuh, jadilah mereka "pengantin malaria", berkah yang menuntaskan
pertunanganan menjadi perkawinan seketika, mengenyahkan sekian rumus rumit berumah
tangga. (Mengapa tak malaria di kampung saja kalau ternyata membuat kami menikah
sekarang juga? Kata Kudal garuk kepala. O, inilah rahasia jodoh, kata petugas nikah yang arif-
bijaksana). Batal menikah di kampung, tak apa, toh semuanya rampung dengan cepat, di mana
mereka sebagai pengantin pun kaget mendapatkan diri saling pandang di ranjang rumah
kontrakan. Sepasang mata mereka basah. Tapi lalu terbiasa. Termasuk menyiapkan
kepulangan kali ini, sebutlah "membayar hutang" kepulangan yang tertunda --o, mereka pun
arif-bijaksana!

*** Bersambung ***


 

PERSAHABATAN YANG RAPUH

 Alkisah ada persahabatan


persahabatan yang damai. Persahabatan itu hanya ada dua orang. Namanya Lina
dan Rika. Dua orang itu sangat berbeda, Rika sangat kaya dan sombong. Sedangkan Lina
seorang anak yang sederhana dan baik hati. Pada suatu hari Lina mengajak Rika berenang di
pantai. Sesampainya di pantai dia berganti baju dan berenang.

Rika menantang Lina, dia ingin berenang sampai ke bawah laut dan harus menemukan benda
yang berharga. Sesampainya di bawah laut Lina dan Rika mencari benda itu, Lina di kiri dan
Rika di kanan. Rina melihat banyak harta hingga matanya berkaca-kaca,
berkaca- kaca, begini katanya “Aku
harus bisa mengalahkan Lina”.

Dia langsung naik ke atas, sementara Lina masih di bawah.

Rika menunggu Lina sampai lama dan dia berteriak, “Lina 


“Lina  cepat naik ke atas”.

Lina pun menuruti perintah Rika tetapi dia belum mendapatkan benda satu pun. Sesampainya
di atas Rika pura  – 
 –  pura bertanya seperti ini “Lina mengapa kamu tidak membawa benda
berharga?”

“Kan sudah kamu panggil”, ujar Lina.

“Kalau  begitu, aku yang jadi pemenangnya dong”, kata Rika.


“Kalau

”Ya sudah kita pulang saja yuk,” ajak Lina.

“Ayo”.

Sesampainya di rumah Rika, Lina tidur siang sedangkan Rika bermain dengan benda yang
didapatkannya. Pada malamnya Lina dan Rika sedang menonton TV sambil mereka berbicara
banyak hal disertai dengan senda gurau yang membuat persahabatan mereka sungguh indah.

Pada waktu Lina dan Rika sedang asyik berbicara, tiba-tiba mama Rika memberikan pop corn
sambil berkata, “Anak-
“Anak-anak, ini untuk kalian berdua.” 
berdua.”  

”Iya Ma,” jawab Rika.

“Terima kasih, Tante,” ujar Lina.

Pada saat mama Rika pergi lalu keduanya berebutan pop corn hingga mereka bertengkar dan
lupa akan makna pembicaraan yang baru saja mereka bicarakan. Mereka saling dorong-
mendorong sehingga Rika terjatuh dan menangis. Datang mamanya Rika untuk mendamaikan
pertengkaran mereka.
 

“Rika, Lina, ayo kalian jangan bertengkar. Bertengkar bisa membuat persahabatan kalian
menjadi hancur serta saling marah. Marah itu teman setan. Kalian tidak mau jadi teman setan,
kan?” mama Rika menasehati keduanya.

“Tidak mau, Ma. Tapi Lina yang nakal mendorong saya hingga terjatuh,” Rika berkata sembari
terisak tangis.

“Saya juga tidak mau jadi teman setan, Tante,” Lina turut berbicara.”Saya tidak sengaja
mendorongnya,” tambah Lina seolah bersalah.

“Ya sudah, Mama tidak membela


membe la siapa-siapa. Siapa yang mau minta maaf lebih dulu disayang
Tuhan,” kata mama Rika dengan bijaksana. 
bijaksana.  
 

WAKTU UNTUK DIA

Telah ribuan juta detik waktu yang ku berikan setiap harinya hanya untuk memimpikan dia. Bahkan
berkali lipat dari itu aku selalu merindukan setiap senyum kecil itu, yang selalu menghiasi wajah tirus-nya.

 Ayu, mempesona, setiap hari yang aku ak u lalui tak pernah luput dari bayang itu. Segala gerak langkahnya
menghiasi malam yang aku lewati. “Sungguh, tiada waktu yang
waktu  yang lebih indah selain waktu yang kuhabikan
untuk dirinya”, ucapku lirih sambil memeluk bulan di peraduan. 
peraduan.  

Pagi, enam empat puluh tujuh menit aku selalu sudah duduk menanti dia di stasiun kereta itu. Disana aku
selalu melihat rabutnya yang terurai saling berkejaran. Beberapa buku di genggaman, seutas kabel
headset terlihat membelah menuju satu celana.

Indah, sejurus kemudian aku akan menyaksikannya duduk dibangku kereta dengan membaca sebuah
buku. Di balik jendela itu, selalu terlihat wajah yang sama setiap paginya.

Siang, di sela jam istirahat aku selalu sibuk menerka dan menebak apa yang sedang ia lakukan. “Ah,
mungkin dia sedang santai di mall”, pikirku, “tapi tidak mungkin, kelihatannya dia bukan tipe wanita
seperti itu”, lanjutku. 
lanjutku. 

Dari tampang dan penampilannya, memang dia bukan tipe wanita yang selalu bersolek atau terlalu
perduli dengan penampilan. Nyatanya, penampilannya sederhana, meski terlihat sangat cantik.

“Dia kan selalu membaca buku, mungkin dia sedang dikampus, belajar”, ucapku setengah berteriak. Ya,
wanita cantik itu, dalam setiap pertemuan rahasiaku, memang selalu dekat dengan buku. “Tapi….
Mungkin saja buku cerpen atau novel”, pikirku ragu untuk menebak.  

Di sore hari, berbeda dengan pagi dan siang, aku selalu menghabiskan waktu untuk menunggunya di
stasiun tempat ia berangkat. Selalu, sampai batas jam enam sore tak satu pun sosok yang mirip dengan
dirinya, “semoga hari ini ia pulang dengan kereta yang sama”, harapku cemas. 
cemas. 

Selalu saja begitu, satu kali dua puluh empat jam, waktu ku untuk dia tidak terganti dengan apapun.
Bahkan, perjalanan waktu itu telah menjadi catatan sejarah hidup yang tak lupa aku bukukan dalam
ingatan.

Selepas magrib, menyadari ia tak muncul di stasiun kereta itu, beberapa menit ku mengasap, menguap
entah kemana. Angan dan khayal ku membumbung, mencoba mencari kemanakah rimba gadis nan
rupawan itu saat ini.

 Aku benar-benar
benar- benar tak puas m
mendapat
endapat kenyataan bahwa aku
ak u hanya bisa bert
bertemu
emu dengann
dengannya
ya di pagi buta
itu, hanya sekejab, tanpa kata tanpa makna. Terus, aku mencari ke seluruh penjuru alam, bahkan sampai
ditempat-tempat yang paling kelam.

Riuh pasar ku datangi, sepi hutan ku lalui, hanya untuk mengejar bayang sang gadis pujaan, sampai
akhirnya aku letih dan tertatih. Deru kereta jam tujuh malam memaksaku terbangun dari mimpi,
membangkitkanku seolah berkata keras, “waktumu telah habis, sekarang kau harus pulang”.  

“Sial”, ucapku kaget. Kenapa begitu cepat hari berganti, kini hari telah gelap dan aku harus kembali
berjuang di gelapnya malam dalam jeruji dinding yang aku buat sendiri. Seindah apapun dinding kamar
itu aku buat, aku selalu terpenjara dalam sunyi dengan bayang wajahnya yang menghantui.
 

PETANI CABE SUKSES DI DESAKU

Untuk menjadi sukses itu impian semua orang contohnya saya, saya sangat ingin sukses seperti
tetanggaku. Dia sukses karena kegigihanya bekerja dengan disertai doa dan tekat yang kuat, petani cabe
di desaku bayak yang sukses.

 Aku ingin sekali seperti mereka yang sukses dengan hasil jerih payahnya sendiri. Dan sebenarnya aku
sangat iri dengan kesuksesan tetangga di desaku. Aku jadi terpancing untuk melakukanya, dia saja bisa
kenapa saya tidak.

 Aku mulai
m ulai m
mencari
encari inform
informasi
asi tentang tata cara bagaimana
bagaim ana penanaman cabai yang baik dan benar, agar
sebagai petani pemula bisa menanam dengan hasil yang baik.

Dan keberuntungan berpihak kepadaku aku diajak tetanggaku yang menanam cabai dan membantunya,
kesempatan emas bagiku agar aku tau akan tatacara penanaman cabai yang baik dan benar, sambil
mencari atau mengambil ilmunya.

“Sibuk apa di?” Tanya tetanggaku kepadaku.


kepadaku .

“Masih nganggur mas” ujarku? 


ujarku?  

Tanpa basa basi dia langsung mengajakku untuk membantunya. “Kamu mau tidak untuk membantuku
untuk menanam cabai” jawabnya 
jawabnya  

“Boleh, dari pada saya cuma lontang-


lontang -lantung di rumah tidak ada kerjaan saya mau” ujarku dengan wajah
yang berbinar.

Senang saya jadi bisa mengambil ilmunya tentang menanam cabai karena sudah sejak lama aku ingin
menanam cabai. Setelah beberapa hari aku membantunya. Ternyata menanam cabai itu tidak semudah
yang aku bayangkan.

Banyak hal hal yang perlu di ketahui untuk mananam cabai itu, missalnya obat obatan untuk tanaman
cabai, pupuk, ataupun pemilihan bibit cabai yang unggul.

Dalam peneneman cabai harus dengan keberanian yang tinggi dan tekat yang kuat agar mendapatkan
hasil yang memuaskan.

Dan perlu diketahui juga ternyata jadi petani cabai itu, sawah tempat menanam cabai jadi rumah kedua
banyak kegiatan yang dihabiskan di sawah hampir dua puluh empat jam kita habiskan disana.

Dalam perawatan tanaman cabai sangat lah sulit untuk pemula seperti saya apalagi saya belum banyak
mengetahuinya tatacara peneneman yang baik itu. Setelah dengan pemikiran yang cukup matang saya
mengurungkan niat saya untuk menanam.

Saya belum mengetatui banyak hal bagaimana perawatanya itu dan modal yang sangat besar juga saya
 juga belum memegang itu.

Kali ini saya akan mambantu tetangga saya sampai saya benar benar bisa dan mampu untuk mengikuti
 jejak seperti dia seperti dia.

Setelah cukup lama aku bersamanya dan saya sudah cukup dan memegang modal ilmu darinya saya
mencoba mandri akan menanam cabai sendiri, dan semoga berhasil seperti tetangga tetangga di desaku
yang sukses gara gara jadi petani cabai.

---oOo---
 

PEDAGANG UNTUNG BESAR KARENA GIAT

Dengan kerja keras dan tak pantang menyerah keuntungan akan diperoleh dengan mudahnya.
Contohnya pedagang ditempatku yang bekerja sangat giat dan dengan tekun keuntungan akam
menghampirinya dengan sangat cepat.

Pedagang ditempatku bernama Umi. Dia sangat giat dalam mencari lembaran rupiah untuk
kehidupanya dan keluarganya.

Umi bisa disebut dengan pedagang dadakan tidak setiap hari dia berdagang cumin hari hari
tertentu dan kalau ada sebuah pertunjuan di desa. Disetiap ada pertunjukan di mana saja, pasti
dia berdagang untuk menjemput rejekinya.

Suatu hari saya mengasih tahu kalau ada tontonan atau pertunjukan yang cukup jauh dari
desaku.

“Um, ada tontonan di desa tetangga” kataku 


kataku 

“Di mana? Katanya 


Katanya 

“Di lapangan desa sebelah” kataku lagi 


lagi  

“Kapan?”  
“Kapan?”

“Besok kayaknya?” 
kayaknya?” 

“Beneran gak nih”. 


nih”. 

“Lihat saja besok kalao ada berarti aku tidak berbohong” 


berbohong”  

Dan keesokan harinya benar saja dia sudah ada disana untuk menjemput rejekinya. Memang
baru baru ini saya lihat keuntunganya belum seberapa karena pembelinya tidak seberapa. Tapi
dia tidak pantang menyerah untuk menjemput rejekinya itu yang masih jauh.

Dia masih tetap saja mencari rejekinya yang tak kunjung didapatkannya itu.

Dia pantang menyerah untuk berdagang demi kebutuhanya dan keluarga dan semangatnya
perlu di apresiasi. Memang semangatnya begitu sangat besar.

Suatu hari dia berdagang dengan tekniknya dia kali ini mendapat untung sang sangat besar.
Dan setiap berdagang dia selalu untung besar, di setiap berdagang dia serlalu menyelipkan
teknik teknik dagang caranya sampai dia sukses dengan berdagang.

Dengan teknik berdagang dan strateginya mengatur keuangan dan barang dagangannya
sekarang dia sudah mendapat untung besar. Dengan keuntungan yang didapatnya tersebut dia
tidak lagi berdagang keliling.

Waktu ada tontonan atau pun pertuntukan dia sudah menetap dengan barang daganganya.

Karena dengan kejujuran yang dia miliki dan stategi berdagang dia mampu, jadi pembeli tidak
pindah ketempat lain. Di tokonyaa tambah banyak pembeli pembeli yang sesana.

Dia sangat ambisius dengan berdagang kalau suatu hari nanti dia bisa untung besar dan
sukses dengan hasilnya dia sendiri dia bisa mebuktikanya itu
 

KITA ADALAH SAHABAT

Teet.. Teet.. Teeet.. Bunyi bel sekolah tanda untuk masuk kelas. Vyo, vina dan yani memasuki
kelas
“vyo, si udik kemana, kok gak keliatan dari tadi?” kata vina sambil melihat seisi kelas  
“gak tau, tanya aja sama sahabatnya. Tuh.. Si yani.” kta vyo sambil menunjuk yani  
“aku juga gak tau, sakit mungkin” sahut yani 
yani  
“Ssst.. Mr. kasir dateng” kata vina 
vina  

Semua siswa tenang mendengarkan Mr. kasir, selain vyo vina, iqbal dan rangga, yaa.. Mungkin
kami sedikiit nakal Selang beberapa menit kemudian ada suara yang memecah keheningan
“maaf mister, saya terlambat, saya bangun kesiangan” kata aisah memelas 
memelas  
“ya sudah.. Letakan tas kamu di meja lalu berdiri satu kaki di depan kelas sampai jam pelajaran saya
habis” kata Mr. kasir
Mr. kasir seenaknya “yaah.. Gak bisa dinego ya pak?” tanya aisah  
“nego nego!” Hentak Mr. kasir  “iya iya pak!” aisah pun menyerah 
menyerah  “udah udik, alay, pemalas lagi. Aduh,
pake hidup segala” celoteh vyo 
vyo  “dasar udik” sahut rendra 
rendra  “udik dipelihara” fernanda pun ikut menyaut
ikut menyaut
semua menertawakan aisah dan menyorakinya “Sudah! Diam semua. Apa mau ikut dihukum?” Kata Mr.
kasir

Detik demi detik berlalu jam Mr. kasir pun berakhir, Aisah langsung diserbu anak-anak sekelas
menggunakan sampah yang dilemparkan ke mukanya, dan saat itu pula aisah berlari ke kamar mandi,
mungkin dia menangis. Penyebabnya dia dimusuhi adalah karena dia merusak kelas saat semua anak di
kelas menghias dan membersihkannya dengan susah payah, dia kotori dengan sepatunya yang kotor
arena menginjak lumpur saat berangkat sekolah, dan akhirnya kelas IX B tidak jadi juara kelas “yaah..
Beraninya lari, dasar pecundang!” Ejek vyo Vyo
vyo  Vyo dan vina pergi ke aula untuk mencari tau tugas yang
diberikan pak sumardi guru bahasa Indonesia “eh.. Ada si udik disini” kata vyo sambil menunjuk aisah
“iya, udik udiik.. Huh, udah kayak kuman kamu, bawa sial!” cemooh vina  Vyo dan vina pun kembali ke
kelas karna guru yang seharusnya mengajar tidak ada, suasana kelas sangat ricuh dan ramai tapi disitu
tidak ada aisah..

Keesokan harinya Sebelum masuk kelas sudah kebiasaan anak satu kelas nongkrong di kantin,
walau hanya sekedar ngerumpi. Bel kelas berbunyi kami semua memasuki kelas, tapi, ada sesuatu yang
berbeda, saat kami sampai di dalam kelas. Sangat bersih dan indah.. Kami menemukan tulisan di board:

“kawan, maafkan aku.. Hari itu memang kesalahanku. Tapi, itu belum penilaian terakhir, hari
inilah penilaian terakhir, aku sengaja sebelum pulang sekolah mempersiapkan ini semua.. Ku mohon
kalian bisa memaafkan ku” 
ku” 

tertanda: aisah Lantas kami pun tercengang melihat tulisan itu, kami sepakat untuk memaafkan
aisah, saat aisah masuk kelas semua tersenyum padanya

“good job!” puji bowo 


bowo 
“elo nggak ngecewain kita!” tandas udin 
udin  
“aisah! Loe emang nggak kuman!” kata vyo dan aisah 
aisah  

Saat pak. sumarno mengumumkan juara kelas, semua terdiam dan tenang
“juara kelas umum adalaah.. Sembilaan B” 
B”  

“Yeee…” Semua bersorak sorai dan untuk merayakannya kami anak IX B makan makan di mall
ternama di kota kami
 

SENDIRI ITU SANGALAH TIDAK MENYENANGKAN

Namaku Tiara. Biasanya aku selalu bersama temanku. Tapi aku membuat satu
kesalahan yang tak bisa dimaafkan mereka.

Mutia, musuhku, membuatku merobek data untuk acara Pensi sampai benar-benar
tinggal serpihan. Lalu Mutia menuduhku yang merobeknya ke sahabatku, Ana, Widya dan
Sarah. Aku tak bisa mengelak karena memang aku yang merobeknya. Tapi jika ku katakan
Mutia yang menyuruhku, mereka tidak akan percaya karena Mutia adalah ketua geng mereka,
sedangkan aku hanya ikut Ana ke geng mereka dan Mutia itu gak suka padaku dan berusaha
mengeluarkan aku dari gengnya.

Oke Mutia, apa kamu sudah puas? Melihatku sendiri di sini? Tanpa ada yang
menemaniku. Mungkin jika aku pergi, kau akan lebih bahagia lagi. Memang, aku akan pergi dari
hidupmu. Aku mengidap kanker kronis dan umurku tinggal 1 minggu lagi dan sekarang aku
sedang ada di rumah sakit.

6 hari sudah berlalu, aku ingin bertemu dengan Ana, Widya, Sarah dan Mutia. Aku ingin
minta maaf pada mereka dan ku katakan keinginanku pada ibuku. 30 menit kemudian, Ana,
Widya, Sarah dan Mutia sudah datang. Aku pun langsung minta maaf pada mereka. Ternyata,
kata Ana, Mutia sudah mengatakan bahwa ia yang menyuruhku merobek kertas itu. Dan
napasku mulai tersengal-sengal dan aku tidak ingat apa-apa lagi. Yang terakhir ku dengar
suara tangisan yang makin terisak-isak
terisak-isak dan Mutia yang mengatakan “Selamat jalan Tiara. Aku
mencintamu.”  
mencintamu.”
 

CINTA SEGITIGA

Beberapa hari yang lalu aku baru saja menjomblo lagi, dan belum bisa move on dari
mantan ku itu. Oh iya perkenalkan namaku Ivana, dan mantanku bernama Nicolas. Aku bingung
mengapa setelah aku putus dari Nicolas, aku susah sekali melupakannya dan menerima cowok
lain di hatiku ini. Dan ketika aku mulai menyukai seseorang yaitu kakak kelasku sendiri yang
bernama Ryan. Aku amat senang sekali, karena aku bisa melupakan dan mendapatkan
pengganti Nicolas. Lalu aku mencoba mendekati teman dekatnya Ryan, yaitu Riko aku curhat
ke dia kalau aku menyukai Ryan. Dan aku juga curhat ke Feby teman dekat Ryan juga
sekaligus mantan sih.

Lalu ketika istirahat mendadak ka Feby dan ka Riko mendatangi Ryan yang sedang di
kelas dan berlari dan berteriak “Ryan… Ryan..” lalu Ryan menjawab “Ada apaan sih? rame
banget?” lalu ka Feby bilang ke Ryan “ada yang suka sama lo yan” lalu kata Ryan “Hah? siapa?
si apa?
gua mau pacaran ntar aja ah kelas 2 SMK!” kata ka Feby “tuh si Ivana anak kelas 8″ lalu ka
Riko menyambung “iya tuh si Ivana suka sama lu, kasian tau kalau waiting terus” lalu kata Ryan
“tapi gue maunya ntar aja kelas 2 SMK baru pacaran lagi” lalu kata ka Feby dan ka Riko “Ya
udah deh terserah lu” 
lu” 

Dan ketika hari sabtu, aku curhat berduaan sama ka Feby. Lalu bell pulang sekolah pun
berbunyi *teet* Ryan pun mengeluarkan motor dari parkiran, di hadapanku dia bermuka kaku
tetapi ketika melihat ka Feby dia tersenyum. Dan ketika Ryan sudah pulang dengan ka Riko
disitu aku belum pulang dengan kak Feby. Dan kak Ana pun teman dekat Ryan juga, seperti
ingin bicara sesuatu kepada kak Feby. lalu kak Feby meninggalkan aku sebentar dan pergi ke
kak Ana. lalu kak Ana bilang kalau Ryan itu suka sama kak Feby lagi, lalu kak Feby balik ke aku
lagi. tetapi kak Feby bilang kalau kak Feby tidak dikasih tau apapun sama kak Ana.

Singkat cerita, beberapa hari kemudian kak Feby ditembak sama Ryan di belakang
sekolah, memang menyakitkan, tetapi Cinta memang gak bisa dipaksain!, aku mencoba tegar
dan melupakan Ryan, dan sekarang pun aku sudah mendapatkan penggantinya, Thanks God
 

PEMUDA DAN BELATINYA

Pada musim yang tak menentu, terlihat seorang pemuda pengelana waktu yang selalu
ditemani dengan gitar antiknya. Berkelana menyusuri tiap jengkal cahaya semesta, tiap bait
langkah yang terinjak meninggalkan beribu pertanyaan yang tak terjawab.

Kemudian ia bersandar pada dinding pohon rindang di teriknya siang. Ditemani dengan
sapaan angin dan burung-burung yang menari di atas ranting. Terhelap kemudian terhanyut
dalam mimpi sekejap, mimpi-mimpi para belati yang mencoba menari di tepian api.

Tak lama ia pun terbangun dengan penuh kejut. Mimpi sesaat yang tak akan pernah
mungkin dilupakan olehnya. Langkahnya pun kembali dilanjutkan, menyelusuri jembatan-
 jembatan renta,
renta, sungai-sungai
sungai-sungai berbatu
berbatu dan tebing-tebing
tebing-tebing curam
curam yang tak
tak bertuan.
bertuan.

Rasa lelah terkadang datang bertamu, namun tak ada tempat yang cukup nyaman untuk
bersinggah. Menahan kelalahan dengan senyum dan tawa kepahitan. Di tengah perjalanan, ia
menemukan sebuah danau yang membuahkan air jernih. Di tepian ia beristirahat untuk
melepas rasa lelah.

Dengan gitar antiknya ia mulai menarikan jari-jari di tipisnya senar-senar yang tersusun
dengan indah. Menikmati suasana alam yang begitu indah, tertawa dan tersenyum mengingat
begitu banyak hantaman-hantaman semesta yang tak pernah diduga.

Matahari pun mulai surut. Dengan bermodalkan tenda yang dibuat dari ranting-ranting
pohon, ia tertidur lelap di sunyinya malam.

Cahaya pagi telah menyinar, mata kantuknya terbuka lebar. Merenung sesaat karena
kembali telah mengingat semua alur yang telah dilaluinya. Kemudian ia kembali melanjutkan
perjalanannya.. kini ia tahu, bahwa setiap detik yang berputar adalah sebuah misteri, ya..
misteri dari kehidupan yang datang tanpa kata sapa. Apapun itu.. itulah jawaban… jawaban dari
sebuah misteri yang selalu ia tunggu.
 

PENYESALAN 5 ANAK MANUSIA 


MANUSIA 

Di sebuah daerah bernama desa Mori-mori yang dikelilingi sungai-sungai panjang nan
luas dan daratan yang hanya separuhnya hiduplah sekelompok anak yang berteman. Mereka
adalah Adi, Dodi, Nina dan Roni. Mereka selalu berangkat sekolah menaiki perahu kayuh
menuju sekolahnya yang berada Di desa sebelah yang bernama Mora. Mereka anak usia 8
tahun.

Perjuangan mereka untuk ke sekolah dengan jarak rumah yang sangat jauh harus
diacungi jempol. Mereka berangkat sekolah selalu bangun pagi sekali.

Suatu ketika salah satu dari mereka yang bernama Adi


A di berkata “Teman-teman
“Teman-teman aku
penasaran banget apa sebenarnya pekerjaan ayah dan ibu kita” (sambil mengangkat jari
telunjuk). Teman-temannya yang mendengar Adi berkata hanya mengangguk saja tanda
mengerti.

Keesokannya Adi dan teman-teman saat istirahat mereka menghambur hamburkan


uang dengan jajan banyak dan buang sampah sembarangan. Ketika mereka pulang perahu
yang mereka naiki terbawa arus. Mereka sangat ketakutan, saking ketakutannya mereka
memegangi sisi perahu dengan kuat. Akhirnya perahu mereka terdampar di sisi sungai yang
memiliki hutan dan entah apa daerahnya. Salah satu dari mereka yang serba ingin tahu yaitu
 Adi berjalan menyusuri hutan
hutan dan teman-temannya
teman-temannya mengikuti
mengikuti Adi.

Saat Adi melewati hutan dia melihat dari celah-celah pohon di sungai. Dia melihat
banyak sekali sekumpulan orang tua yang berkumpul disana. Karena sikap ingin tahunya
muncul Adi menerobos celah pohon dan teman-temannya yang lain mengikuti Adi menerobos
celah pohon

Mereka tercengang sekaligus menatap sedih mereka melihat Orangtua mereka


memulung sampah di sungai dengan penampilan basah dan kotor. Tanpa disadari Orangtua
Mereka pun menatap ke arahnya sambil tersenyum.

Sejak kejadian itu Adi, Nina, Dodi dan Roni berjanji tidak akan menghambur-hamburkan
uang dan tidak akan membuang sampah sembarangan.

Anda mungkin juga menyukai