Anda di halaman 1dari 5

PATOFISIOLOGI

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu energi yang
didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah
glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan melalui fungsi paru-paru
dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Melalui proses oksidasi glukosa
dipecah menjadi CO2 dan air. Sel neuron dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari
permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal,
membran sel dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh
ion (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion Cl-. Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel
neuron tinggi dan konsentrasi ion Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron terjadi
sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka
terdapat perbedaan po-tensial yang disebut sebagai potensial membran dari sel neuron. Untuk
menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K
ATP-ase yang terdapat di permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah
oleh adanya perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular, rangsangan yang datangnya
mendadak misalnya mekanis, kimiawi, atau aliran listrik dari sekitarnya dan perubahan
pathofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan. Demam adalah
meningkatnya suhu tubuh diatas nilai normal (35,8°C - 37,2°C) dalam rentang waktu tertentu.
Demam merupakan salah satu keluhan dan gejala yang paling sering terjadi pada anak
dengan penyebab berupa infeksi dan non infeksi. Paling sering penyebabnya adalah infeksi,
dalam hal ini adalah infeksi saluran nafas disusul dengan infeksi saluran cerna pada anak-
anak. Pada keadaan demam, kenaikan suhu 10°C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme
basal 10%-15% dan kebutuhan O2 akan meningkat 20%. Pada anak usia 3 thn, sirkulasi otak
mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan pada orang dewasa yang hanya 15%. Jadi
pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel
neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion K+ maupun ion Na+ melalui membran
tersebut, dengan akibat akan terjadi lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian
besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke sel-sel tetangganya melalui
bantuan neurotransmiter dan terjadilah kejang. Tiap anak memiliki ambang kejang berbeda.
Tergantung dari ambang kejang yang dimilikinya, seorang anak menderita kejang pada
kenaikan suhu tertentu. Pada anak yang memiliki ambang kejang rendah, kejang dapat terjadi
pada suhu 38°C dan pada anak yang memiliki batas ambang kejang yang tinggi, kejang baru
terjadi pada suhu 40°C atau lebih. Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa kejang
demam lebih sering tejadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangan
perlu diperhatikan pada suhu berapa penderita kejang.

Meskipun mekanisme pasti terjadinya kejang tidak diketahui, beberapa faktor fisiologis
dianggap bertanggung jawab atas berkembangnya suatu kejang 1.
Untuk mempertahankan hidup sel atau organ otak, diperlukan suatu energi yang
didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk memetabolisme otak yang terpenting adalah
glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan
fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi
otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipid
dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui
dengan mudah oleh ion kalium (K +) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na +) dan
elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya kosentrasi K+ dalam sel neuron tinggi
dan konsentrasi Na+ menjadi rendah sedangkan di luar sel neuron terjadi keadaan sebaliknya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan
potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan
petensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat
pada permukaan sel.
            Keseimbangan petensial membran ini dapat diubah oleh adanya:
1.     Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler.
2.      Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik
dari sekitarnya.
3.     Perubahan dari patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada keadaan demam, kenaikan 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal
10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat sampai 20%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh
tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron, dan dalam waktu
yang singkat dapat terjadi difusi ion kalium listrik. Lepas muatan listrik ini demikian
besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran tetangganya dengan
bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai
ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang
anak menderita kejang pada kenaikan suhu tubuh tertentu. Pada anak dengan ambang kejang
yang rendah, kejang sudah dapat terjadi pada suhu 38oC, sedangkan pada anak dengan
ambang kejang yang tinggi, kejang baru dapat terjadi pada suhu 40oC atau lebih 4.
Pada kejang yang berlangsung lama biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya
kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet sedangkan otot pernafasan tidak
efisien sehingga tidak sempat bernafas yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea,
hipoglikemia, laktat asidosis disebabkan metabolisme anaerob, hipotensi artenal disertai
denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh yang semakin meningkat oleh karena
meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otot meningkat.
Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah mengakibatkan hipoksia sehingga
meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul oedem otak yang mengakibatkan kerusakan sel
neuron.
Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa berulangnya kejang demam lebih sering
terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga di dalam penanggulangannya perlu
diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita menjadi kejang.
Pada anak dengan ambang kejang yang rendah kenaikan suhu sampai 38 C sudah terjadi
kejang, namun pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu
diatas 40 C.
Terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada anak dengan ambang kejang rendah.
Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan
gejala sisa. Tetapi kejang demam yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai
dengan apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen dan enrgi ontuk kontraksi otot skelet yang
mengakibatkan hipoksemia, hiperkapnea, dan asidosis laktat.
Hipotensi arterial disertai dengan aritmia jantung dan kenaikan suhu tubuh disebabkan
meningkatnya aktivitas berakibat meningkatnya metabolisme otak.
Rangkaian kejadian di atas adalah factor penyebab terjadinya kerusakan neuron otak pada
kejang yang lama.
Factor yang terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia
sehingga berakibat meningkatnya permeabilitas vascular dan udem otak serta kerusakan sel
neuron.
Kerusakan anatomi dan fisiologi yang bersifat menetap bisa terjadi di daerah medial lobus
temporalis setelah ada serangan kejang yang berlangsung lama. Hal ini diduga kuat sebagai
faktor yang bertanggung jawab terhadap terjadinya epilepsi.

TATA LAKSANA KEJANG DEMAM :


Kejang demam biasanya berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang ke dokter, kejang
sudah berhenti. Apabila pasien datang dalam keadaan kejang, obat yang paling cepat untuk
menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam
intravena adalah 0,3-0,5 mg/kgBB perlahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam
waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg. Obat praktis yang dapat diberikan oleh
orangtua di rumah adalah diazepam per rektal dengan dosis 0,5-0,75 mg/kgBB, atau 5 mg
untuk anak dengan berat badan < 10 kg dan 10 mg untuk anak dengan berat badan > 10 kg.
Atau, diazepam rektal dosis 5 mg untuk anak usia < 3 tahun dan dosis 7,5 mg untuk anak usia
> 3 tahun. Bila setelah pemberian diazepam kejang belum berhenti, pemberian dapat diulang
lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali
pemberian diazepam pasien masih kejang, dapat diberikan fenitoin secara intravena dengan
dosis awal 10- 20 mg/kgBB dengan kecepatan pemberian 50 mg/menit. Bila kejang berhenti,
maka diberikan fenitoin dosis rumatan yaitu 4-8 mg/kgBB/hari yang mulai diberikan 12 jam
setelah dosis awal fenitoin. Namun, jika dengan pemberian fenitoin kejang belum berhenti,
maka pasien ditransfer untuk dirawat di ruang intensif. Tidak ditemukan bukti bahwa
penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di
Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Parasetamol sebagai antipiretik
dapat diberikan dengan dosis 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali/hari dan tidak lebih dari 5
kali. Juga dapat diberikan ibuprofen dengan dosis 5-10 mg/kgBB/kali dengan pemberian 3-4
kali/hari. Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat demam
menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30-60% kasus, begitu pula dengan diazepam
rektal dosis 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada suhu > 38,5 °C. Namun, dosis tersebut cukup
tinggi dan dapat menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39%
kasus. Fenobarbital, karbamazepin dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk
mencegah kejang demam. Pemberian obat antikonvulsan rumatan hanya diberikan bila
kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu): 1. Kejang lama > 15 menit 2.
Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang misalnya hemiparesis,
paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental, atau hidrosefalus 3. Kejang fokal 4. Kejang
berulang ≥ 2 kali dalam 24 jam 5. Kejang demam terjadi pada bayi usia < 12 bulan 6. Kejang
demam terjadi ≥ 4 kali/tahun Obat antikonvulsan yang dapat diberikan untuk pengobatan
rumatan yaitu fenobarbital atau asam valproat. Dosis asam valproat yaitu 15-40
mg/kgBB/hari diberikan terbagi dalam 2- 3 dosis, sedangkan dosis fenobarbital yaitu 3-4
mg/kgBB/hari diberikan dalam 1-2 dosis. Pengobatan rumatan diberikan selama 1 tahun. Jika
telah bebas kejang dalam waktu tersebut, obat dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.
Edukasi pada orangtua pasien yang dapat diberikan yaitu : 1. Meyakinkan bahwa kejang
demam umumnya mempunyai prognosis baik 2. Memberitahukan cara penanganan kejang 3.
Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali 4. Pemberian obat untuk
mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat adanya efek samping obat 5.
Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang : a. Tetap tenang dan tidak panik b.
Kendorkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher c. Bila tidak sadar, posisikan anak
terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung.
Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut d. Ukur
suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang e. Tetap bersama pasien selama kejang f.
Berikan diazepam rektal. Jangan diberikan jika kejang telah berhenti g. Bawa ke dokter atau
rumah sakit bila kejang berlangsung > 5 menit 6. Sejauh ini tidak ada kontra indikasi untuk
melakukan vaksinasi terhadap anak yang mengalami kejang demam. Kejang setelah demam
karena vaksinasi sangat jarang. Dianjurkan untuk memberikan diazepam oral atau rektal bila
anak demam, terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR. Beberapa dokter anak
merekomendasikan pemberian parasetamol pada saat vaksinasi hingga 3 hari kemudian.
Prognosis kejang demam yaitu sebagai berikut : - Kematian karena kejang demam tidak
pernah dilaporkan - Kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang ebelumnya
normal. Kelainan neurologis menetap dilaporkan pada sebagian kecil kasus, dan biasanya
terjadi pada kasus kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal - Kejang demam
dapat berulang pada sebagian kasus. Faktor risiko yang dapat menimbulkan kejang demam
berulang yaitu riwayat kejang demam dalam keluarga, usia pasien < 12 bulan, temperatur
yang rendah saat kejang, dan cepatnya kemunculan kejang setelah demam. Kemungkinan
kejang demam berulang paling besar pada tahun pertam

Anda mungkin juga menyukai