Anda di halaman 1dari 5

TUGAS SESI 5

1. Apa saja yang bisa dianalisa design suatu pabrik layak atau tidak?, ditinjau dari apa
saja?
2. Evaluasi secara mass balance (secara teknis) layak atau tidak (design pabrik styrene
Appendix B Buku Turton) ?
3. Evaluasi 1 alat apakah perancangannya sudah sesuai dengan standard dan code atau
belum (design pabrik styrene Appendix B Buku Turton) ?
4. Preliminary cost estimation (design pabrik styrene Appendix B Buku Turton)

JAWABAN

1. Analisa kelayakan pabrik adalah cara untuk melihat apakah pendirian pabrik layak untuk
didirikan dari segi ekonomi dengan melihat tingkat keuntungan pabrik. Parameter-
parameter untuk menilai kelayakan pabrik yaitu:
 Profit on Sales (POS)
Profit on Sales adalah faktor yang ditentukan untuk mengetahui tingkat keuntungan
yang diperoleh tiap harga penjualan produk. POS dapat dihitung dengan persamaan:
Profit setelah pajak
POS = × 100%
Sales
 Return on Investment (ROI)
Return on Investment adalah tingkat keuntungan yang dapat dihasilkan dari tingkat
investasi yang dikeluarkan. ROI dapat dihitung dengan persamaan:
Rata − rata profit setelah pajak
ROI = × 100%
FCI
 Pay Out Time (POT)
Pay Out Time adalah waktu pengembalian modal yang dihasilkan berdasarkan
keuntungan yang dicapai. Perhitungan ini diperlukan untuk mengetahui dalam berapa
tahun investasi yang dikeluarkan akan kembali. POT dapat terlihat dari Cumulative
Cash Flow (CCF) yang ada dimana POT tercapai saat CCF bernilai positif.
 Internal Rate of Return (IRR)
Evaluasi kelayakan dengan IRR dilakukan dengan menghitung nilai waktu dari cash
flow. Harga IRR sering dibandingkan dengan suku bunga bank, dimana jika harga IRR
lebih besar dari suku bunga berarti investasi ke pabrik lebih menguntungkan daripada
menyimpan uang di bank. Nilai IRR dihitung dengan trial harga IRR hingga diperoleh
net present value dari cash flow (NPV) = 0 dengan persamaan:
F
P=
(1 + IRR)𝑛
Dimana:
P = present value
F = nilai uang pada tahun m
n = tahun
 Break Even Point (BEP)
Break even point merujuk kepada titik saat pendapatan sama dengan pengeluaran.
Keuntungan (revenue) dan biaya pengeluaran (expenses) diplotkan menggunakan
kapasitas produksi. Titik BEP adalah kapasitas produksi saat garis sales
(penjualan/revenue) memotong garis total expenses. Dengan break even point kita
dapat menentukan tingkat berapa harga jual dan jumlah unit yang dijual secara
minimum dan berapa harga serta unit penjualan yang harus dicapai agar mendapat
keuntungan. Biaya pengeluaran dibagi menjadi 2 yaitu fixed cost dan variable cost.
Fixed cost adalah biaya yang tidak terpengaruh dengan kapasitas produksi, sementara
variable cost adalah biaya yang terpengaruh kapasitas produksi.
 Shut Down Point (SDP)
Shut down point adalah titik dimana penjualan tidak dapat memenuhi pengeluaran
untuk fixed cost. Pada titik ini, aktivitas produksi harus dihentikan agar tidak bangkrut.
Titik SDP adalah saat garis sales memotong garis fixed cost.
2. Evaluasi secara mass balance

Input (kg/hr) Output (kg/hr)


Stream 1 13.052,2 Stream 21 12.507,1
Stream 4 72.353,7 Stream 22 54.045
Stream 23 255,6
Stream 25 18.308,7
Stream 26 289,5
Total 85.405,9 Total 85.405,9

Kesimpulan : neraca massa sudah balance


3. Evaluasi alat heat exchanger (E-406), Spesifikasi sebagai berikut:

 Pemilihan Material
Temperatur fluida yang masuk ke E-406 sekitar 70oC, maka dipilihlah material
konstruksinya adalah carbon steel. Hal ini sesuai dengan TEMA heat exchanger
(Tubular Exchanger Manufactures Association) dimana untuk material HE
standard adalah menggunakan carbon steel, selain itu carbon steel juga memiliki
maksimum temperature yaitu 399oC
 Penempatan fluida antara shell & tube
Berdasarkan buku Coulson & Richardson’s Chemical Engineering, ada 7 poin
dalam penempatan fluida yang masuk melalui shell/tube.
- Corrosion → Cairan yang lebih korosif harus ditempatkan di sisi tube. Karena
tube lebih mudah dibersihkan daripada shell selain itu juga dapat mengurangi
biaya konstruksi material
- Fouling → Cairan yang memiliki kecenderungan terbesar untuk (mengotori
permukaan perpindahan panas) maka harus ditempatkan di sisi tube. Ini akan
memberikan kontrol yang lebih baik atas kecepatan fluida, dan kecepatan yang
lebih tinggi yang diizinkan di dalam tube akan mengurangi terjadinya fouling.
Dan juga, tube akan lebih mudah dibersihkan
- Fluid Temperature → Jika suhu fluidanya cukup tinggi maka di tempatkan di
sisi tube. Pada suhu sedang, menempatkan cairan yang lebih panas di dalam
tube akan mengurangi suhu permukaan shell, dan oleh karena itu perlunya
lagging untuk mengurangi kehilangan panas, atau untuk alasan keamanan
- Operating Pressure → Aliran tekanan yang lebih tinggi harus ditempatkan di
sisi tube. Tube bertekanan tinggi akan lebih murah daripada shell bertekanan
tinggi.
- Pressure Drop → Untuk pressure drop yang sama, koefisien perpindahan
panas yang lebih tinggi akan diperoleh pada sisi tube daripada sisi shell, dan
fluida dengan pressure drop terendah yang diizinkan harus ditempatkan di sisi
tube
- Viscosity → Umumnya, koefisien perpindahan panas yang lebih tinggi akan
diperoleh dengan menempatkan fluida yang lebih kental ke sisi shell, sehingga
dapat terjadi aliran turbulen. Bilangan Reynolds kritis untuk aliran turbulen di
dalam shell adalah di daerah 200. Jika aliran turbulen tidak dapat dicapai di
dalam shell, lebih baik menempatkan fluida di dalam tube, karena koefisien
perpindahan panas di sisi tube dapat diprediksi dengan lebih pasti
- Stream Flow Rates → Menempatkan fluida dengan flow rate terendah di sisi
shell biasanya akan memberikan desain yang paling ekonomis.

Berdasarkan rule of thumb di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pada Heat
Exchanger E-406 fluida prosesnya ditempatkan di shell dan pendinginnya (cooling
water) ditempatkan di sisi tube. Dengan pertimbangan bahwa air pendingin (cooling
water) lebih korosif dibandingkan fluida proses, sehingga ditempatkan di sisi tube.

4. Preliminary cost estimation


Perhitungan di file excel→ Preliminary cost estimation styrene plant design

Anda mungkin juga menyukai