Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

Objek Dakwah (mad’u): Mudah menerima, menghayati, dan


mengamalkan pesan
Dosen Pengampu : Ais Istiana, M.Pd

Disusun oleh:

Kelompok 6:

Miranda Risang Ayu : 2041040315

Yuyun Puspita : 2041040334

PRODI BIMBINGAN KONSELING ISLAM


FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UIN RADEN INTAN LAMPUNG
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas seluruh nikmat yang telah diberikan-Nya sehingga
kami dapat menyusun makalah kami kelompok 6 mata kuliah Filsafat dakwah yang berjudul
“Objek Dakwah (Mad’u): Mudah menerima,menghayati,dan mengamalkan pesan.” Shalawat
serta salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW,Rasulullah terakhir yang
diutus dengan membawa syafaat yang mudah ,penuh rahmat dan membawa keselamatan
dalam kehidupan dunia akhirat.

Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada beberapa pihak yang berperan
dalam penyusunan makalah ini. Dengan menggunkan makalah ini semoga kegiatan belajar
dalam memahami materi ini dapat lebih menambah sumber-sumber ilmu pengetahuan. Kami
sadar dalam penyusunan makalah ini saran tentu kami butuhkan,kami mohon maaf bila ada
kesalahan penulisan atau kutipan-kutipan yang kurang berkenan semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua , Aamiin yarabballalamin.

Tanggamus,26 Oktober 2021

Penulis
DAFTAR ISI

JUDUL MAKALAH
KATA PENGANTAR...............................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................3
BAB I.........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN......................................................................................................................4
1.1. Latar Belakang.............................................................................................................4
1.2. Rumusan Masalah.......................................................................................................6
1.2. Tujuan Masalah...........................................................................................................6
BAB II........................................................................................................................................7
PEMBAHASAN........................................................................................................................7
2.1. Hakikat Dakwah..............................................................................................................7
1. Pengertian Hakikat Dakwah........................................................................................7
3.2. Klasifikasi Mad’u........................................................................................................9
1. Klasifikasi Mad’u Menurut Sikapnya terhadap Dakwah............................................9
2. Pengolompokkan Mad’u Berdasarkan Antusiasnya Kepada Dakwah......................10
3. Kategori Mad’u Menurut Keyakinannya...................................................................11
2.2. Hak dan Kewajiban Mad’u...........................................................................................12
BAB III.....................................................................................................................................14
PENUTUP................................................................................................................................14
3.1. Kesimpulan................................................................................................................14
3.2. Saran..........................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................15
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dakwah merupakan bagian penting dalam mempertahankan kelangsungan hidup umat
beragama. Tetapi berlaku bagi seluruh pemeluknya, dakwah berarti menyeru, mengajak
orang lain baik yang sudah beragama maupun yang belum untuk bersama-sama menuju
keinsapan.

Objek dakwah merupakan manusia yang menjadi sasaran dari dakwah. Seorang da`i
merupakan subjek dalam dakwah yang bertugas untuk memperkenalkan Islam dengan segala
macam keyakinannya, seorang penyeru tentunya tidak akan mampu mencapai tujuan dari apa
yang dierunya apabila tidak ada yang menjadi sasaran seruan tersebut (objek seruan). Dalam
hal ini, ada objek yang disebut sebagai Mad`u yang menjadi sasaran dakwah tersebut. Mad’u
berasal dari bahasa Arab yang merupakan bentuk isim maf’ul dari kata da’aa yad’uu,
da’watan, yang artinya orang yang diajak, diseru, dipanggil, dalam hal ini dimaksudkan orang
yang didakwahi (objek/sasaran dakwah).

Objek dakwah ialah orang yang menjadi sasaran dakwah ,yaitu semua umat manusia.
Sebagainmana firman Allah:

ۤ
ِ َّ‫اس بَ ِش ْيرًا َّونَ ِذ ْيرًا َّو ٰل ِك َّن اَ ْكثَ َر الن‬
‫اس اَل يَ ْعلَ ُم ْو َن‬ َ ‫َو َمٓا اَرْ َس ْل ٰن‬
ِ َّ‫ك اِاَّل َكافَّةً لِّلن‬
“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan kepada semua umat manusia
sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia
tidak mengetahui.” ( Q.S As-Saba’: 28)

Mad’u adalah isim maf’ul yang berasal dari kata da’a, berarti orang yang diajak, atau
dikenakan perbuatan dakwah. Mad’u adalah objek dan sekaligus objek dalam dakwah yaitu
seluruh manusia tanpa terkecuali. Siapapun mereka, laki-laki maupun perempuan, tua
maupun muda, seorang bayi yang baru lahir ataupun orang tua menjelang ajalnya, semua
adalah mad’u dalam dakwah Islam. Dakwah tidak hanya ditujukan kepada orang Islam, tetapi
orang-orang di luar Islam, baik mereka itu atheis, penganut aliran kepercayaan, pemeluk
agama lain semua adalah mad’u.

Ibnu Katsir menjelaskan, bahwa Allah SWT telah memerintahkan Rasul-Nya, “Kami tidak
mengutusmu sebagai Rasul kepada sesuatu golongan atau sesuatu suku, tetapi Kami
mengutusmu sebagai Rasul kepada seluruh umat manusia, untuk memberi berita gembira
bagi orang-orang mukmin dan peringatan bagi orang-orang kafir, tetapi kebanyakan manisia
tidak mengetahui.”

Pembagian Objek Dakwah


1. Aspek Usia
 Anak-anak,
 Remaja, dan
 Orang tua.

2. Aspek Kelamin
 Laki-laki, ataupun
 Perempuan
3. Aspek Agama
 Islam, dan
 Kafir atau non muslim

4. Aspek Sosiologis
 Masyarakat terasing,
 Masyarakat pedesaan,
 Masyarakat kota kecil dan kota besar, serta
 Masyarakat marjinal dari kota besar

5. Aspek Struktur Kelembagaan


 Priyayi,
 Abangan, dan
 Santri

6. Aspek Ekonomi
 Golongan kaya,
 Golongan menengah, dan
 Golongan miskin

7. Aspek Mata Pencarian


 Petani,
 Peternak,
 Pedagang,
 Nelayan,
 Pegawai, dll.

8. Aspek Khusus
 Golongan masyarakat tuna susila,
 Golongan masyarakat tuna netra,
 Golongan masyarakat tuna rungu, dan
 Golongan masyarakat tuna wisma.

9. Aspek Komunitas Masyarakat


 Seniman,
 Pemusik,
 Peseni lukis,
 Pseni pahat,
 Peseni tari, dll.

Para Da'i tidak cukup hanya mengetahui objek dakwah secara umum dan secara khusus
tersebut, tetapi yang lebih penting lagi yang harus diketahui adalah hakikat objek dakwah
atau sasaran dakwah itu sendiri. Adapun hakikat objek dakwah adalah seluruh dimensi
problematika hidup objek dakwah, baik problem yang berhubungan dengan aqidah, ibadah,
akhlaq, mu'amalah, pendidikan, sosial, ekonomi, politik, budaya, dll.

1.2. Rumusan Masalah


2. Apa Hakikat Mad’u
3. Apa saja klasifikasi mad’u
4. Apa saja hak dan kewajiban mad’u

1.2. Tujuan Masalah


1. Untuk mengetahui hakikat mad’u
2. Untuk mengetahui apa saja klasifikasi mad’u
3. Untuk mengetahui apa saja hak dan kewajiban mad’u
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Hakikat Dakwah

1. Pengertian Hakikat Dakwah


Hakikat dakwah adalah suatu upaya untuk merubah suatu keadaan menjadi keadaan lain yang
lebih baik menurut tolok ukur ajaran Islam sehingga seseorang atau masyarakat
mengamalkan Islam sebagai ajaran dan pandangan hidup. Pengkondisian dalam kaitan
perubahan tersebut, berarti upaya menumbuhkan kesadaran dan kekuatan pada dari objek
dakwah. agar perubahan dapat menumbuhkan kesadaran dan kekuatan pada diri objek, maka
dakwah juga harus mempunyai makna bagi pemecahan masalahan kehidupan dan pemenuhan
kebutuhannya.

 Hakikat Dakwah dalam Islam :

a. Syahdatain

Setiap rasul, semenjak Nabi Adam a.s. hingga Nabi Muhammad saw., membawa misi
dakwah yang satu, yaitu syahadah. Apa yang diwahyukan kepada Rasulullah sama dengan
apa yang diwahyukan kepada nabi-nabi sebelumnya. Allah berfirman,

َ ‫ح َّوالنَّبِ ٖيّنَ ِم ۢ ْن بَ ْع ِد ٖ ۚه َواَوْ َح ْينَٓا اِ ٰلٓى اِب ْٰر ِه ْي َم َواِ ْسمٰ ِعي َْل َواِس ْٰح‬
‫ق‬ ٰ َ ‫اِنَّٓا اَوْ َح ْينَٓا اِلَ ْي‬
ٍ ْ‫ك َك َمٓا اَوْ َح ْينَٓا اِلى نُو‬
‫س َو ٰهرُوْ نَ َو ُسلَ ْيمٰ نَ ۚ َو ٰاتَ ْينَا د َٗاو َد َزبُوْ ر ًۚا‬ َ ُ‫ب َويُوْ ن‬ َ ْ‫ب َوااْل َ ْسبَا ِط َو ِعي ْٰسى َواَيُّو‬ َ ْ‫َويَ ْعقُو‬
“Sesungguhnya kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana kami telah
memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan kami telah
memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Isma’il, Ishak, Ya’qub dan anak cucunya, Isa,
Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. Dan kami berikan Zabur kepada Daud.” [QS. An-
Nisa’(4): 163].

Mereka semua mengajak manusia untuk mentauhidkan Allah semata dan hanya menyembah
kepada-Nya. Seperti yang diserukan Nuh a.s. kepada kaumnya.

Sesungguhnya kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya lalu ia berkata, “Wahai kaumku,
sembahlah Allah. Sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya (kalau kamu
tidak menyembah Allah), Aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat).” [QS.
Al-A’raf (7): 59].
b. Kebebasan

selam sebagai agama yang mengajak untuk memikirkan klaim terpenting tentang hidup, dan
mati. kebahagiaan dan siksaan, kebahagaiaan dunia dan siksaan. maka dakwah atau misi
harus dijalankan dengan penih integritas dari pendakwah dan objek dakwah. bila pihak-pihak
tersebut merusak integritas ini dengan cara mencari keuntungan atau memanfaatkan demi
tujuan selain kebenaran dari ALLAH merupakan kejahatan besar dalam dakwah. Dakwah
islam harus dilakukan dengan serius dan diharapkanditerima dengan komitmen yang sama
terhadap kebenaran. Objek dakwah harus merasa bebas sama sekali dari ancaman. harus
benar-benar yakin bahwa kebenaran ini meripakan hasil dari penilaiannya sendiri.
sebagaimana yang telah disebutkan dalam AL-Qur’an surah (Al-Baqoroh ayat 256)

‫ت َوي ُْؤ ِم ۢ ْن‬ِ ‫ٓاَل اِ ْك َراهَ فِى ال ِّدي ۗ ِْن قَ ْد تَّبَي ََّن الرُّ ْش ُد ِم َن ْال َغ ِّي ۚ فَ َم ْن يَّ ْكفُرْ بِالطَّا ُغ ْو‬
‫صا َم لَهَا َۗوهّٰللا ُ َس ِم ْي ٌع َعلِ ْي ٌم‬ َ ‫بِاهّٰلل ِ فَقَ ِد ا ْستَ ْم َس‬
َ ِ‫ك بِ ْالعُرْ َو ِة ْال ُو ْث ٰقى اَل ا ْنف‬
”Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang
benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan
beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat
kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Disitu disebutkan dengan jelas bahwa kegiatan dakwah itu tidak ada unsur paksaan. Dakwah
islam adalah ajakan yang tujuannya dapat tercapai hanya dengan persetujuan tanpa ada
paksaan dari objek dakwah. Karena tujuannya untuk menyakinkan objek dakwah bukan
memaksa objek dakwah, seseorang yang dengan suka rela atau prnuh kesadaran telah
memilih suatu agama maka yang bersangkutan telah berkewajiban untuk melaksanakan
ajaran tersebut secara sempurna.

c. Rasionalitas

Dalam islam, manusia merupakan makhluk Allah yang lebih unggul dibanding makhluk lain,
ketinggian dan kelebihan manusia terletak pada akal yang dianugrahkan Allah kepadanya,
akallah yang membuat manusia memiliki kebudayaan, dan peradaban yang tinggi, Begitu
penting peranan akal dalam kehidupan manusia maka kedudukan akal sangatlah penting
dalam berdakwah, Karena kalau kita menelaah AL-Qur’an dan hadits, sebagai sumber utama
materi dakwah,di samping wahyu, akal memiliki peranan yang besar dalam Islam. Dakwah
Islam merupakan ajaran untuk berfikir, berdebat, dan beragumen. Dakwah islam tidak bisa
disikapi dengan sinis, Dakwah harus disampaikan sesuai dengan akal pemikiran yang bisa
dibuktikan secara rasional
d. Universal

Universal dakwah artinya bahwa objek dakwah islam adalah semua manusia tanpa mengenal
batasan sedikit pun, Islam memandang bahwa semua orang memiliki kewajiban untuk
mendengarkan bukti dan menerima sebuah kebenaran. Islam mengandung ajaran-ajaran yang
berlaku untuk semua tempat dan zaman, Karakteristik dan kualitas dasar-dasar ajaran islam
yang mengandung nilai-nilai universal, antara lain berkaitan dengan tauhid, etika, moral,
bentuk dan sistem pemerintahan, sosial politik dan ekonomi, partisipasi dan demokrasi,
keadilan sosial, perdamaian, pendidikan dan intelektualisme, etos kerja, lingkungan hidup,
dan sebagainya.

3.2. Klasifikasi Mad’u


Secara umum mad’u menurut imam habib abdillah haddad dapat di kelompokan dalam
delapan 8 kelompok, yaitu :

o Para ulama
o ahli zuhd dan ahli ibadah
o penguasa dan pemerintah
o kelompok ahli perniagaan, industri dan sebagainya
o fakir miskin orang lemah
o anak istri dan kaum hamba sahaya
o orang awam yang taat dan yang berbuat maksiat
o orang yang tidak beriman kepada Allah dan Rosulnya.

1. Klasifikasi Mad’u Menurut Sikapnya terhadap Dakwah.


Pakar dakwah abdul Karim Zaida] dalam buku Ushul al-Dakwah, mengolompokkan manusia
dalam empat ketegori berdasarkan sikapnya terhadap dakwah. Empat kategori dakwah yang
dimaksud secara berturut-turut adalah;

a) al-mala (pembuka masyarakat), yaitu kelompok manusia yang memegang wewengan


atas keadilan masyarakat banyak;
b) Jumhur al-anas (mayoritas manusia), mereka itu terdiri dari kelompok alit masyarakat
yang memiliki kekuasaan penuh atas orang bayak;
c) Munafiqun (orang0orang munafik) adalah tife kelompok oportunis yang
menyembunyikan kekufuran di balik keislamannya. Menurut Zaidan, mereka itu
biasanya ditemukan dalam stuasi ketika kebenaran telah menjadi opini publik dan
keimanan telah menjadi identitas mayoritas;
d) Al-usat (para Pendurhaka) adalah ketegori orang-orang yang masih bimbang dalam
menerima kebenaran. Oleh karena itu iman mereka tidak tipis dinilai tidak cukup kuat
untuk menahannya dari perbuatan-perbuatan maksiat, sekalipun telah menyatakaan
keislamannya.
2. Pengolompokkan Mad’u Berdasarkan Antusiasnya Kepada Dakwah
Mengenai sikap mad’u terhadap seruan dakwah, al-qur’an menyebutkan tiga kelompok
Mad’u yaitu;

a. Kelompok yang bersegerah dalam menerima kebenaran (al-sabiquna bi al-khirat).


Menurut pakar tafsir kenamaan Wahbah al-Zuhayli yaitu golongan mad’u yang cenderung
antusias pada kebaikan dan tanggap terhadap seruan-seruan dakwah baik sunnah apa lagi
yang wajib. Sebaliknya dia amat takut mengerjakan hal-hal yang diharamkan agama, di
sambing berusaha sebisa mungkin menghindari yang dimakruhkan atau malah hal-hal yang
masih di bolehkan (mubah).

b. Kelompok pertengahan (muqthasid), sedangkan golongan yang kedua ini menurut


Zuhayli, adalah golongan pertengahan. Mereka merupakan orang-orang yang mengerjakan
kebijakan-kebijakan agama dan meninggalkan yang diharamkan dan kurang tanggap terhadap
kebaikan yang dianjurkan (sunah).

c. Kelompok yang menzalimi dirisendiri (zhalim linafsi) adalah kelompok yang sedang
melampaui batasan-batasan agama, kerap melakukan larangan-laranan agama. Menurut
alqa’i, kelompok ini yang justuru paling bayak ditemukan dalam masyarakat.
Pengelompokkan Mad’u Berdasarkan Kemampuannya Menagkap Pesan Dakwah

Adapun pengelompokkan mad’u berdasarkan

a. kemampuannya dalam menangkap pesan dakwah, dalam hal ini berdasarkan orang
yang sering bersinggungan dengan kebenaran dikarenakan pengetahuannya yang
mendalam. Kelompok ini terdiri dari para sarjana, pemikir dan ilmuan.
b. kelompok manusia yang tidak mampu mengendifikasi kebenaran kecuali setelah
melewati proses dialektika dan sintesis. Kelompok ini terdiri dari mereka yang
memiliki pengetahuan namun tidak sampai mendasar. Dengan kata lain, mereka inilah
kelompok yang sedang menelururi dan mencari hakikat kebenaran.
c. kelompok yang hanyamampu menegendifikasi kebenaran dalam bentuk-bentuknya
yang umum dasn parsial (common sense). Mereka itulah yang disebut kelompok
awam (kebanyakan orang) dan merekamenempati jumlah terbesar diantara kelompok
manuasia lainnya.

Dalam kategori ini, mad’u dikelompokkan secara hierarkis dimulai dari kelompok elit hingga
lepel bawah. Demikian itu, karena kemampuan seseorang untuk menangkap pesan dakwah
terkait erat dengan kedalamannya memahami agama secara hakikatnya. Memulai cara
pandang ini, filsuf kenamaan Ibn Rusd mengkategorikan manusia dalam tiga kelompok, ahl
al-burhan, ahl al-jidal, dan ahl-kitab. Dalam penyelasannya terhadap kelompok pertama, Ibn
Rusyd menyebutkan sebagai representasi dari pemuka agama yang umum dikenal dengan
sebutan ulama atau burhani, yaitu mereka dalam menagkap pesan-pesan dakwah didekati
dengan mengajuhkan bukti-bukti demonstratif yang tak terbantahkan.

Kelompok ahl-Jidal, adalah kelompok mad’u menengah terkait dengan tingkat pemahaman
agamanya. Dlam menerima pesan dakwah mereka belum mampu menyingkap hakikat-
hakikat terdalam agama, dan baru cukup didekati dengan dialog (jadal) melalui adu
argumentasi. Sedangkan kelompok ahl al khitab, menurut Ibn Rusyd, adalah kelompok
terbanyak dalam masyarakat. Karena tingkat pemahamman agamanya sangat rendah,
kelompok mad’u ini tidak terkait kepada pendekatan-pendekatan dialektis dan belim mampu
memahami hakikat terdalam agama. Untuk itu, cara retorik (Khitaby) melalaui tutur kata dan
nasihat yang baik dalam menyampaikan pesan dakwah dipandang sebagai jalan yang paling
bijak.

3. Kategori Mad’u Menurut Keyakinannya


Dakwah diakui sebagai ajakan universal, artinya ajakan dakwah tidak dibatasi hanya kepada
kelompok tertentu dan tidak yang lainnya. Terkait dengan aneka ragam keyakinan manusia di
muka bumi, dakwah juga memiliki kepentingan untuk menarik orang kejalan kepentingan
untuk mrnarik orang kejalan Tuhan. Untuk itu, tentu saja dakwah dituntut untuk menyiapkan
sterategi yang berbeda ketika dihadapkan dengan para kelompok mad’u yang beragama Islam
dan mad’u yang tidak beragama Islam. Tiga kategori mad’u yang penulis telah paparkan,
sebetulnya dimaksud untuk memilih-milih tipe mad’u yang masuk dalam kelompok mad’u
muslim. Dalam ruang diskusi ini, secara singkat penulis akan memaparkan mengenai
kelompok mad’u yang kedua, yaitu kelompok nonmuslim.

Dalam al-qur’an, nonmuslim dalam artian mereka yang tidak mengimani Muhammad sebagai
Rasul, juga digolongkan dalam banyak kelompok, misalnya ahl al-kitab, musyirikin dan
kafirun. Menurut Abdul Moqsith Gazali dalam kajiannya tentang al-qur’an, kelompok
musyirikun, sejauh pengguna istilah al-qur’an, disebut untuk mewakili kaum pagan Quraish
yang tidak mengimani Muhammad sebagai Rasul dan tidak memiliki pegangan kitab suci
pun. Adapun kelompok kafirun, disebut untuk menunjuk kepada mereka yang gemar
menutup-nutupi kebenaran dan memutarbalikkan fakta, baik dari golongan musyirikun
maupun ahl-Kitab. Khusus terkait dengan golonga tersebut terakhir, dalam tinjuan ulama
ditemukan polemik yang tidak mudah untuk dikompromikan. Dalam bahasan ini, penulis
menilai pendapat yang menyatakan bahwa ahl-kitab sebagai semua kelompok agama-agama
di dunia yang memiliki pedoman kitab suci dan tidak terbatas pada penganut Nasrani dan
Yahudi adalah yang dapat dipertanggung jawabkan.

Sejauh pandangan al-qur’an tentang kelompok ahl-kitab, begitu Moqsith menjelaskan, adalah
lebih positif ketimbang pandangan al-qur’an tentang musyirikun. Demikian, karena itu dinilai
sebagai kelompok yang beriman kepada para rasul dan memiliki pandangan hidup Islam,
(dalam artian pasrah kepada Tuhan semesta alam) seperti terejawantahkan dalam ajaran kitab
suci mereka, walaupun mereka tidak memiliki keyakinan Islam par excelence. Penilaian
tersebut, secara objektif, juga disertai oleh kritik dan keamaan al-qur’an terhadap sikap-sikap
tertentu yang dinlai telah menyimpang dari pandangan hidup yang benar. Begitupun al-quran
melalui ayat-ayatnya masih menaruh simpati terhadap kelompok ahl al-Kitab dikarenakan
banyaknya sisi kesamaan mereka denga orang-orang beriman pengikut nabi Muhammad.
Melalui pandangan yang positif dan optimis itu, al-qur’an sejatinya menaruh kepercayaan
besar pada kelompok ahl al-kitab dan menghidupkan gelobal yang lebih bermakna dan
bernilai. Adapun pandangan-pandangan negative yang keras terhadap ahl kitab yang selama
ini terdengar, sebetulnya lahir belakangan bersama dengan sejarah dinamika perkembangan
agama-agama yang menurut orientalis Bernard Lewis, lebih disebabkan oleh faktor kesamaan
antara agama-agama itu ketimbang perbedaannya.

2.2. Hak dan Kewajiban Mad’u


Hak-Hak Mad’u Dakwah Islam memiliki prinsip humanis. Jika logika ini ditarik lebih jauh
kemudian dikaitkan dengan hak-hak mad’u, maka sesungguhnya ia bukanlah hal yang lain
dari hak-hak manusia.Persoalan itu dapat ditinjau dari dua aspek, yaitu aspek sosial
antarpribadi (interpersonal relationship right) dan hak hubungan antar keterkaitan
komunikasi (communication interconnecting right). Hak manusia dalam tinjauan aspek
yang pertama, menekankan kecakapan kualitas pribadi seseorang dalam membangun
pola hubungan antarpersonal yang nyaman (comfortable) dan penuh keakraban
(friendliness/arab:al-rifq). Adapun hak dalam tinjauan aspek yang kedua,menekankan pola
hubungan ketergantungan (dependention) dan saling respons serta saling pengertian
(responsible dan understanding). Dari perspektif teori komunikasi tentang kaidah kesaling
tergantungan,maka selain kesadaran da’iakan haknya untuk menyampaikan dakwah, ia pun
harus mengerti bahwa mad’u juga memiliki hak untuk dipahami secara empati dan simpati
menjadi suatu kemestian yang mutlak. Tujuan yang ingin dicapai dari pemenuhanhak ini
adalah menjaga suasana kejiwaan mad’u agar tetap betah berada dalam ruang proses
komunikasi dakwah dalam tempo yang cukup panjang.Efek dakwah tidak mungkin
muncul hanya dalam sekali atau beberapa kali pertemuan. Efek yang diharapkan dengan
sendirinyamembutuhkan akumulasi pesan-pesan atau nilai dakwah agar mampu membentuk
dan melahirkan pengaruh yang lebih kuatdan permanen. Untuk itu, da’idituntut untuk
menjaga harga diri mad’u. Da’I dilarang keras berkata-kata yang dapat melukai hati atau
merendahkan harga diri mad’u yang dapat menghilangkan selera atau bahkan
keberlangsungan komunikasi.

Sedangkan kewajiban mad’u adalah menerima dakwah. Tidak ada pilihan kedua. Harus
menerima. Bila tidak, maka itu sama dengan mendustakan para pembawa panji dakwah, dan
dengan sendirinya mendustakan serta tidak menghargai pengutusnya, yaitu Allah Subhänah
wa Ta'äla . Perkataan yang harus ada/ keluar, sebagai simbol komitmen hati, adalah sami’na
wa atho’nabukan sami’na wa ‘ashoina . Mad’u harus mustajib (menerima) terhadap seruan
Allah dan Rasul-Nya .

Pengubahan sikap dalam dakwah:

1. Attention adalah perhatian terhadap pesan. Orang tidak akan berubah sikap
apabila tidak memperlihatkan pesan yang disampaikan. Oleh karena itu agar
penyampaian dakwah dapat diterima harus ada usaha untuk menarik orang
untuk memperhatikan dakwah yang disampaikan.

2. Comprehension adalah pemahaman terhadap pesan dakwah. Seseorang yang


telah memperhatikan pesan dakwah diharapkan akan mempunyai
pemahaman terhadap pesan yang disampaikan. Terjadi atau tidaknya
pemahaman terhadap pesan dakwah sangat ditentukan oleh bermacam-
macam hal, di antaranya teknik penyampaian pesan dakwah dan bahasa yang
dipakai dalam dakwah. Tanpa adanya perhatian (attention) terhadap pesan
dakwah tidaklah mungkin orang akan memahami isi dakwah.

3. Acceptance adalah penerimaan isi dakwah. dalam hal ini ditolak atau
diterimanya isi dakwah sebagai sikap hidup sangat ditentukan oleh
pemahaman terhadap pesan dakwah dan juga sejauh mana pesan dakwah
sesuai dengan kebutuhan dan nilai hidup pendengar. Dengan adanya
penerimaan pesan dakwah ini diharapkan orang akan menjalankan perintah-
perintah Islam yang disampaikan.
BAB III

PENUTUP
3.1. Kesimpulan

Objek dakwah merupakan manusia yang menjadi sasaran dari dakwah. Seorang da`i
merupakan subjek dalam dakwah yang bertugas untuk memperkenalkan Islam dengan segala
macam keyakinannya, seorang penyeru tentunya tidak akan mampu mencapai tujuan dari apa
yang dierunya apabila tidak ada yang menjadi sasaran seruan tersebut (objek seruan). Dalam
hal ini, ada objek yang disebut sebagai Mad`u yang menjadi sasaran dakwah tersebut. Mad’u
berasal dari bahasa Arab yang merupakan bentuk isim maf’ul dari kata da’aa yad’uu,
da’watan, yang artinya orang yang diajak, diseru, dipanggil, dalam hal ini dimaksudkan orang
yang didakwahi (objek/sasaran dakwah).

Pembagian Objek dakwah:

1. Aspek usia
2. Aspek kelamin
3. Aspek agama
4. Aspek sosiologis
5. Aspek struktur kelembagaan
6. Aspek ekonomi
7. Aspek mata pencaharian
8. Aspek khusus
9. Aspek komunitas masyarakat

3.2. Saran
Sebagai mad’u sebaiknya kita tidak hanya mendegarkan pesan apa yang disampaikan dai,tapi
kita juga harus memahami dan mengamlkannya dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA

Muhyiddin, Asep dan Agus Ahmad Safei, Metode Pengembangan Dakwah, Bandung:
Pustaka Setia, 2002. Munir, M dan Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah, Jakarta: Kencana,
2009. Rosyid, Moh., Samin Kudus Bersahaja di Tengah Asketisme Lokal, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2008. , Pendidikan Agama vis a vis Pemeluk Agama Minoritas, Semarang:
Unnes Press, 2009. , Kodifikasi Ajaran Samin, Yogyakarta: Kepel Press, 2010. , Konversi
Agama Masyarakat Samin Studi Kasus di Kudus, Pati, dan Blora. Semarang: Disertasi IAIN
Walisongo, Juni 2013. Syukir, Asmuni, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya: Al
Ikhlas, 1983. Sofwan, Ridin, Menguak Seluk-Beluk Aliran Kebatinan (Kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa), Semarang: Aneka Ilmu, 1999. Sulthon, M., Desain Ilmu Dakwah,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003. Sastroatmodjo, Soerjanto, Masyarakat Samin Siapakah
Mereka?,Yogyakarta: Nuansa, 2003.
https://amarsyaifullah.wordpress.com/2017/04/27/filsafat-dakwah-hakikat-objek-dakwah/

https://www.readcube.com/articles/10.20414%2Ftasamuh.v15i2.212

Anda mungkin juga menyukai