sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian itu tidak dapat ditarik
kembali, selain atas kesepakatan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh
undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.
Pertanyaan:
Pada Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara
sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Yang berarti bahwa kedua
belah pihak wajib melaksanakan perjanjian yang telah disepakati sebagaimana mentaati
undang-undang.
Hal ini disebutkan dalam Pasal 1338 ayat (2) KUHPerdata yaitu suatu perjanjian tidak dapat
ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh
undangundang dinyatakan cukup untuk itu. Disini makna yang dapat kita ambil adalah undang-
undang menjadi pengikat antara kedua belah pihak dalam sebuah perjanjian. Dan bagaimana
jika perjanjian tersebut menggangung tanpa kepastian proyek pengerjaan sesuai yang telah
dituangkan dalam perjanjian? Bagi saya, perjanjian tersebut tidak bisa dibatalkan secara
sepihak, sekalipun salah satu pihak menggantung tanpa kepastian. Karena berdasarkan
peraturan yang berlaku, sekalipun sebelah pihak menggantung, karena hal ini sudah diatur
dalam undang-undang yang berlaku yang tentunya akan ada sanksi bagi pihak yang
menggantungkan atau melanggar perjanjian tersebut. Karena di dalam sebuah perjanjian
tersebut sudah diatur kontrak apa yang harus dikerjakan dan bagaimana sanksi yang di dapat
jika salah satu pihak melanggar ataupun tidak menepati perjanjian tersebut.
Berlandaskan pada inti dari pasal tersebut “undang-undang sebagai pengikat”yang terdapat
pada nomor satu, apabila perjanjian disepakati masih boleh dibatalkan apabila kedua belah
pihak masih dalam proses membuat sebuah kontrak, selama belum terjadinya pertanda
tanganan kontrak maka masih bisa dilakukan pembatalan sepihak