Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

SEJARAH AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH

Dosen Pembimbing : Ibnu Atho’illah M.pd

Dibuat Oleh :
1.     MISBAKHUL MUNIR : 201969040013
2.     TRIO ARISANDI EKO : 201969040051

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA


UNIVERSITAS YUDHARTA
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT dengan rahmat
dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat serta
salam semoga tetap tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW. Dalam
Resume Materi Kuliah  yang berjudul “Ahlusunnah Wal Jama’ah:
Tentang Sejarah Aswaja”
  Penulis bermaksud menjelaskan secara detail tentang materi penalaran.
Adapun tujuan pembuatan resume ini untuk memenuhi tugas mata kuliah
Agama (Ahlusunnah Wal Jama’ah). Penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun untuk perbaikan penulisan resume ini.

Pasuruan 19 Oktober 2019


Daftar Isi

Kata Pengantar ………………………………………………………. ii


Daftar Isi ……………………………………………………….. iii
Bab 1 ………………………………………………………. 1
Daftar Pustaka ……………………………………………………….. 6
BAB I

Pengertian ASWAJA

ASWAJA sesungguhnya identik dengan pernyataan nabi "Ma Ana 'Alaihi wa


Ashabi" seperti yang dijelaskan sendiri oleh Rasululloh SAW dalam sebuah
hadist yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, Ibnu Majah dan Abu Dawud
bahwa :"Bani Israil terpecah belah menjadi 72 Golongan dan ummatku akan
terpecah belah menjadi 73 golongan, kesemuanya masuk nereka kecuali satu
golongan". Kemudian para sahabat bertanya ; "Siapakah mereka itu wahai
rasululloh?", lalu Rosululloh menjawab : "Mereka itu adalah Maa Ana 'Alaihi
wa Ashabi" yakni mereka yang mengikuti apa saja yang aku lakukan dan juga
dilakukan oleh para sahabatku.

Dalam hadist tersebut Rasululloh SAW menjelaskan bahwa golongan yang


selamat adalah golongan yang mengikuti apa yang dilakukan oleh Rasululloh
dan para sahabatnya. Pernyataan nabi ini tentu tidak sekedar kita maknai
secara tekstual, tetapi karena hal tersebut berkaitan dengan pemahaman
tentang ajaran Islam maka "Maa Ana 'Alaihi wa Ashabi" atau Ahli Sunnah
Waljama'ah lebih kita artikan sebagai "Manhaj Au Thariqoh fi Fahmin Nushus
Wa Tafsiriha" ( metode atau cara memahami nash dan bagaimana
mentafsirkannya).

Dari pengertian diatas maka Ahli Sunnah Wal Jama'ah sesungguhnya sudah ada
sejak zaman Rasululloh SAW. Jadi bukanlah sebuah gerakan yang baru muncul
diakhir abad ke-3 dan ke-4 Hijriyyah yang dikaitkan dengan lahirnya kosep
Aqidah Aswaja yang dirumuskan kembali (direkonstuksi) oleh Imam Abu Hasan
Al-Asy'ari (Wafat : 935 M) dan Imam Abu Manshur Al-Maturidi (Wafat : 944 M)
pada saat munculnya berbagai golaongan yang pemahamannya dibidang
aqidah sudah tidak mengikuti Manhaj atau thariqoh yang dilakukan oleh para
sahabat, dan bahkan banyak dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan politik
dan kekuasaan.

Secara semantik arti Ahlussunnah wal jama'ah adalah sebagai berikut. Ahl
berartipemeluk, jika dikaitkan dengan aliran atau madzhab maka artinya
adalah pengikut aliran atau pengikut madzhab (ashab al-madzhab).
1. SEJARAH KEMUNCULAN ASWAJA (FAKTOR RELIGIUS, SOSIAL DAN POLITIK),
Ketika nabi wafat, kaum muslimin masih bersatu dalam agama yang
mereka jalani, kecuali orang-orang munafik yang luarnya menyatakan islam,
sedangkan hatinya menyembunyikan kemunafikan. Klasifikasi social yang ada
pada saat itu terdiri dari tiga golongan, orang muslim, orang kafir dan orang
munafik. Namun begitu nabi wafat, perselisihan dikalangan mereka segera
terjadi tentang seorang pemimpin yang akan menjadi pengganti nabi. Kaum
anshar menginginkan kepemimpinan berada ditangan pemimpin mereka yaitu
sa’ad bin ubadah. Sedangkan kaum muhajirin menghendaki kepemimpinan
berada di tangan abu bakar. Mereka pada kesepakatan untuk memilih abu
bakar al shiddiq sebagai khalifah.
Setelah abu bakar al-shiddiq wafat, khalifah berpindah ke tangan umar bin al
khaththab, sahabat nabi terbaik setelah abu bakar. Pada masa pemerintahan
umar, islam semakin kuat dan negri muslim semakin luas berkat proses
penyebaran islam yang berjalan dengan efektif dengan ditaklukanya negeri
Persia dan romawi, dua Negara terbesar didunia pada saat itu dan kemudian
ditaklukanya negeri-negeri di sekitarnya ke bawah naungan daulah islamiah
dalam proses sejarah yang dikenal dengan istilah al-futuhat al-islamiyyah
(penaklukan-penaklukan islam), hingga akhirnya khalifah umar menemui
ajalnya setelah ditikam oleh seorng budak Persia, yaitu abu lu’lu’ah al-majusi.
Setelah umar wafat, khalifah berpindah ketangan utsman bin affan,  menantu
nabi Muhammad SAW yang menyandang gelar Dzun nurain (pemilik dua
cahaya) yaitu satu-satunya orang yang mempunyai dua seorang putri soeorang
nabi, rukiayah dan umu kultsum. Dari jalur nasab, ustman masih termasuk
keponakan rasullah, melalui jalur ibunya, Arwah binti Kuraiz yang masih
sepupu rasullallah. Disamping itu uztman juga sahabat rasullallah terbaik
setelah wafatnya ummar.
Setelah 6 tahun dari masa pemerintahan utsman, gejolak politik seputar
kebijakan-kebijakan ustman mulai muncul kepermukaan dan menjadi sasaran
kritik sebagian masyarakat ustman dari jabatanya melalui gerakan yang
dibungkus dalam kemasan amar ma’ruf dan nahi munkar sehingga hal tersebut
berakhir dengan  terbunuhnya ustman dikaum pembrontak. Kemudian khalifah
berpindah ketangan ali bin abi thalib menantu dan sepupu rasullallah serta
sahabat terbaik setelah wafatnya ustman. Namun beragam kekacauan yang
terjadi pada masa ustman sangat berpengaruh terhadap pemerintahan ali bin
abi thalib.  
Lahirnya nama ahli sunnah wal jama’ah, sebagian kalangan berasumsi bahwa
nama aswaja muncul pada masa imam madzhab yang empat, ada pula yang
berasumsi, muncul pada masa al imam dan al mathuridi. Dan ada pula yang
berasumsi muncul pada sekitar abad ketujuh hijriyah. Tentu saja asumsi itu
keliru dan tidak memiliki landasan ilmiah yang dapat dipertanggung jawabkan
maka pada periode akhir generasi sahabat rasullallah istilah aswaja mulai
diperbincangkan sebagai nama bagi kaum mulimin yang masih setia kepada
ajaran islam yang murni dan tidak terpengaruh pada ajaran-ajaran baru.
Pada beberapa ulama salaf mengatakan bahwa aswaja adalah mereka yang
hanya memiliki hubungan dengan sunnah nabi rasullallah kita tidak akan
mampu memastikan sejak kapan titik permulaan aswaja itu kecuali apabila kita
mengakatan permulaan ajaranya adalah titik permulaan ajaran islam itu
sendiri,
Disisi lain istilah aswaja memiliki dua sasaran obyek yang berbeda
1.      Aswaja dalam kontek yang bersifat umum yaitu menjadi nama bagi mereka
yang bukan pengikut aliran si’ah seperti aliran Mu’tazilah, Murjiah, Karramiyah,
Wahhabi dan lai-lain.
2.      aswaja Dlam Konteks yang bersifat khusus yaitu menjadi nama bagi mereka
yang mengikuti ajaran rasullallah dan sahabat secara penuh seperti,
Mu’tazilah, Murjiah, Karramiyah, Wahhabi,Si’ah dan lai-lain

Historis Pembentukan ASWAJA


Ahlussunnah Wal Jama'ah (Aswaja) lahir dari pergulatan intens antara doktrin dengan
sejarah. Di wilayah doktrin, debat meliputi soal kalam mengenai status Al-Qur'an apakah ia
makhluk atau bukan, kemudian debat antara Sifat-Sifat Allah antara ulamaSalafiyyun
dengan golongan Mu'tazilah, dan seterusnya.
Di wilayah sejarah, proses pembentukan Aswaja terentang hingga zaman al-khulafa' ar-
rasyidun, yakni dimulai sejak terjadi Perang Shiffin yang melibatkan Khalifah Ali bin Abi
Thalib RA dengan Muawiyah. Bersama kekalahan Khalifah ke-empat tersebut, setelah
dikelabui melalui taktik arbitrase (tahkim) oleh kubu Muawiyah, ummat Islam makin
terpecah kedalam berbagai golongan. Di antara mereka terdapat Syi'ah yang secara umum
dinisbatkan kepada pengikut Khalifah Ali bin Abi Thalib, golonganKhawarij yakni pendukung
Ali yang membelot karena tidak setuju dengan tahkim,dan ada pula kelompok Jabariyah
yang melegitimasi kepemimpinan Muawiyah.
Selain tiga golongan tersebut masih ada Murjiah dan Qadariah, faham bahwa segala sesuatu
yang terjadi karena perbuatan manusia dan Allah tidak turut campur (af'al al-ibad min al-
ibad) -- berlawanan dengan faham Jabariyah.
Di antara kelompok-kelompok itu, adalah sebuah komunitas yang dipelopori oleh Imam Abu
Sa'id Hasan ibn Hasan Yasar al-Bashri (21-110 H/639-728 M), lebih dikenal dengan nama
Imam Hasan al-Bashri, yang cenderung mengembangkan aktivitas keagamaan yang bersifat
kultural (tsaqafiyah), ilmiah dan berusaha mencari jalan kebenaran secara jernih. Komunitas
ini menghindari pertikaian politik antara berbagai faksi politik (firqah) yang berkembang
ketika itu. Sebaliknya mereka mengembangkan sistem keberagamaan dan pemikiran yang
sejuk, moderat dan tidak ekstrim. Dengan sistem keberagamaan semacam itu, mereka tidak
mudah untuk mengkafirkan golongan atau kelompok lain yang terlibat dalam pertikaian
politik ketika itu.
Seirama waktu, sikap dan pandangan tersebut diteruskan ke generasi-generasi Ulama
setelah beliau, di antaranya Imam Abu Hanifah Al-Nu'man (w. 150 H), Imam Malik Ibn Anas
(w. 179 H), Imam Syafi'i (w. 204 H), Ibn Kullab (w. 204 H), Ahmad Ibn Hanbal (w. 241 H),
hingg tiba pada generasi Abu Hasan Al-Asy'ari (w 324 H) dan Abu Mansur al-Maturidi (w.
333 H). Kepada dua ulama terakhir inilah permulaan faham Aswaja sering dinisbatkan;
meskipun bila ditelusuri secara teliti benih-benihnya telah tumbuh sejak dua abad
sebelumnya.
Indonesia merupakan salah satu penduduk dengan jumlah penganut faham Ahlussunnah
wal Jama'ah terbesar di dunia. Mayoritas pemeluk Islam di kepulauan ini adalah penganut
madzhab Syafi'i, dan sebagian terbesarnya tergabung -- baik tergabung secara sadar
maupun tidak -- dalam jam'iyyah Nahdlatul 'Ulama, yang sejak awal berdiri menegaskan
sebagai pengamal Islam ala Ahlussunnah wal-Jama'ah.

Karakteristik dan Aspek Cakupan ASWAJA


Ahli Sunnah wal Jama'ah meliputi pemahaman dalam tiga bidang utama, yakni bidang
Aqidah, Fiqh dan Tasawwuf. Ketiganya merupakan ajaran Islam yang harus bersumber dari
Nash Qur'an maupun Hadist dan kemudian menjadi satu kesatuan konsep ajaran ASWAJA.
Kaitannya dengan pengamalan tiga sendi utama ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari,
golongan Ahlussunnah Wal-Jama'ah mengikuti rumusan yang telah digariskan oleh ulama
salaf.
Dalam bidang aqidah atau tauhid tercerminkan dalam rumusan yang digagas oleh Imam al-
Asy'ari dan Imam al-Maturidi.
Dalam masalah amaliyah badaniyah terwujudkan dengan mengikuti madzhab empat, yakni
Madzhab al-Hanafi, Madzhab al-Maliki, Madzhab al-Syafi`i, dan Madzhab al-Hanbali.
Bidang tashawwuf mengikuti Imam al-Junaid al-Baghdadi (w. 297 H/910 M) dan Imam al-
Ghazali.
Jika sekarang banyak kelompok yang mengaku sebagai penganut Ahlussunnah Wal-Jama'ah
maka mereka harus membuktikannya dalam praktik keseharian bahwa ia benar-benar telah
mengamalkan Sunnah rasul dan Sahabatnya.
Dilingkunagn ASWAJA sendiri terdapat kesepakatan dan perbedaan. Namun perbedaan itu
sebatas pada penerapan dari prinsip-prinsip yang disepakati karena adanya perbedaan
dalam penafsiran sebagaimana dijelaskan dalam kitab Ushulul Fiqh dan Tafsirun Nushus.
Perbedaan yang terjadi diantara kelompok Ahli Sunnah Wal Jama'ah tidaklah
mengakibatkan keluar dari golongan ASWAJA sepanjang masih menggunakan metode yang
disepakati sebagai Manhajul Jami' . Hal ini di dasarkan pada Sabda Rosululloh SAW. Yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhari Muslim : "Apabila seorang hakim berijtihad kemudian
ijtihadnya benar, maka ia mendapatkan dua pahala, tetapi apabila dia salah maka ia hanya
mendapatkan satu pahala". Oleh sebab itu antara kelompok Ahli Sunnah Wal Jama'ah
walaupun terjadi perbedaan diantara mereka, tidak boleh saling mengkafirkan,
memfasikkan atau membid'ahkan.
Sebagaimana dinyatakan dimuka, bahwa ASWAJA sebenarnya bukanlah madzhab tetapi
hanyalah Manhajul Fikr (metodologi berfikir) atau faham saja yang didalamnya masih
memuat banyak aliran dan madzhab. Faham tersebut sangat lentur, fleksibel, tawassuth,
I'tidal, tasamuh dan tawazun. Hal ini tercermin dari sikap Ahli Sunnah Wal Jama'ah yang
mendahulukan Nash namun juga memberikan porsi yang longgar terhadap akal, tidak
mengenal tatharruf (ekstrim), tidak kaku, tidak jumud (mandeg), tidak eksklusif, tidak elitis,
tidak gampang mengkafirkan ahlul qiblat, tidak gampang membid'ahkan berbagai tradisi dan
perkara baru yang muncul dalam semua aspek kehidupan, baik aqidah, muamalah, akhlaq,
sosial, politik, budaya dan lain-lain.
Adapun kelompok yang keluar dari garis yang disepakati dalam menggunakan Manhajul
jami' yaitu metode yang diwariskan oleh oleh para sahabat dan tabi'in juga tidak boleh
secara serta merta mengkafirkan mereka sepanjang mereka masih mengakui pokok-pokok
ajaran Islam, tetapi sebagian ulama menempatkan kelompok ini sebagai Ahlil Bid'ah atau
Ahlil Fusuq. Pendapat tersebut dianut oleh antara lain KH. Hasyim Asy'ari sebagaimana
pernyataan beliau yang memasukkan Syi'ah Imamiah dan Zaidiyyah termasuk kedalam
kelompok Ahlul Bid'ah.
Wal hasil salah satu karakter ASWAJA yang sangat dominan adalah "Selalu bisa beradaptasi
dengan situasi dan kondisi". Langkah Al-Asy'ari dalam mengemas ASWAJA pada masa paska
pemerintahan Al-Mutawakkil setelah puluhan tahun mengikuti Mu'tazilah merupakan
pemikiran cemerlang Al-As'ari dalam menyelamatkan umat Islam ketika itu. Kemudian
disusul oleh Al-Maturidi, Al-Baqillani dan Imam Al-Juwaini sebagai murid Al-Asyari
merumuskan kembali ajaran ASWAJA yang lebih condong pada rasional juga merupakan
usaha adaptasi Ahli Sunnah Wal Jama'ah. 
Begitu pula usaha Al-Ghazali yang menolak filsafat dan memusatkan kajiannya dibidang
tasawwuf juga merupakan bukti kedinamisan dan kondusifnya Ajaran ASWAJA. Hatta
Hadratus Syaikh KH. Hasim Asy'ari yang memberikan batasa ASWAJA sebagaimana yang
dipegangi oleh NU saat ini sebenarnya juga merupakan pemikiran cemerlang yang sangat
kondusif.
Daftar Pustaka

1. https://www.kompasiana.com/hm.syarbani.haira/59572eda7a7c8a32ba3054
32/aswaja-sejarah-dan-perkembangannya?page=all
2. https://www.kompasiana.com/hm.syarbani.haira/59572eda7a7c8a32ba3054
32/aswaja-sejarah-dan-perkembangannya?page=all

Anda mungkin juga menyukai