Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Terdapat banyak jenis sediaan obat dalam ilmu farmasi. Namun,
dari banyaknya jenis sediaan tersebut kapsul dan jenis-jenis modifikasinya
merupakan sediaan yang popular. Kapsul dapat berbeda-beda dalam
ukuran, bentuk, dan dalam aspek lainnya tergantung pada metode
pembuatannya. Kebanyakan kapsul digunakan pada pemberian obat-
obatan per oral (Ansel, 2008 : 244).
Natrium diklofenak adalah obat anti inflamasi non-steroid yang
merupakan senyawa aktif dengan efek farmakologis sebagai analgetik,
antipiretik dan antiradang. Mekanisme kerja natrium diklofenak yaitu
menghambat sintesa prostaglandin yaitu suatu mediator nyeri. Natrium
diklofenak mempunyai waktu paruh yang pendek sekitar 1-2 jam dan
digunakan untuk perawatan penyakit reumatik. Penyakit reumatik biasanya
diderita oleh pasien lansia dimana pasien tersebut seringkali lupa meminum
obat tepat pada waktunya, sehingga kepatuhan pasien untuk minum obat
sangat kurang. Oleh karena itu, kecepatan eliminasi dari suatu pelepasan
obat yang diperlambat diharapkan dapat mempertahankan konsentrasi
natrium diklofenak, sehingga mempunyai efek terapeutik dalam darah pada
periode waktu yang lebih lama.
Dalam hal ini maka dilakukanlah pembuatan kapsul Natrium
diclofenak. Dalam pembuatan kapsul Natrium diclofenak ini
dimodifikasikan formulasi rancangan yang terdiri dari zat aktif dan zat
tambahan kapsul agar dapat dibentuk sediaan kapsul yang sesuai dengan
yang diinginkan.
1.2.Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara pembuatan kapsul Natrium diclofenak ?
2. Apakah kapsul Natrium diclofenak yang dihasilkan dari
formulasi memenuhi syarat dan stabil?

1.3.Tujuan Penelitian
1. Mengetahui bagaimana cara pembuatan kapsul Natrium diclofenak.
2. Menentukan jenis dan ukuran kapsul yang akan digunakan.
3. Menghitung dosis dari bahan yang akan digunakan.
4. Mengetahui apakah kapsul Natrium diclofenak yang dihasilkan
memenuhi syarat.

1.4.Manfaat Penelitian
1. Mahasiswa dapat mengetahui cara pembuatan kapsul
Natrium diclofenak
2. Mahasiswa dapat mengetahui cara evaluasi-evaluasi dari kapsul
Natrium diclofenak
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Definisi Kapsul
Kapsul dapat didefinisikan sebagai bentuk sediaan padat yang terdiri
dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Cangkang
umumnya terbuat dari pati atau bahan lain yang sesuai (Depkes RI 1995).
Macam-macam kapsul terdiri dari Hard capsule (cangkang kapsul
keras) dan Soft capsules (cangkang kapsul lunak). Kapsul cangkang keras
terdiri atas wadah dan tutup yang dibuat dari campuran gelatin, gula dan
air, jernih tidak berwarna dan pada dasarnya tidak mempunyai rasa.
Biasanya cangkang diisi dengan bahan padat atau serbuk, butiran atau
granul. Ukuran kapsul mulai dari yang besar sampai yang kecil yaitu 000,
00, 0, 1, 2, 3, 4, 5 (Ansel, 2005). Kapsul gelatin lunak dibuat dari gelatin
dimana gliserin atau alkohol polivalen dan sorbitol ditambahkan supaya
gelatin bersifat elastis seperti plastic. Kapsul-kapsul ini mungkin
bentuknya membujur seperti elips atau seperti bola dapat digunakan untuk
diisi cairan, suspensi, bahan berbentuk pasta atau serbuk kering (Ansel,
2005).
Tergantung pada formulasinya kapsul dari gelatin bisa lunak dan
bisa juga keras. Kapsul gelatin yang keras merupakan jenis yang
digunakan oleh para ahli farmasi masyarakat dalam menggabungkan obat-
obat secara mendadak dan di lingkungan para pembuat sediaan farmasi
dalam memproduksi kapsul umumnya (Pengantar Bentuk Sedian Farmasi).
Cangkang kapsul keliatannya keras, tetapi sebenarnya masih
mengandung air dengan kadar 10-15%. Jika disimpan ditempat yang
lembab, kapsul akan menjadi lunak dan melengket satu sama lain serta
sukar dibuka karena kapsul itu dapat menyerap air dari udara yang lembab.
Sebaliknya jika disimpan ditempat yang terlalu kering, kapsul itu akan
kehilangan airnya sehingga menjadi rapuh dan mudah pecah. Oleh karena
itu, penyimpanan kapsul harus sangat diperhatikan. Seperti :
1. Tidak terlalu lembab atau dingin dan kering.
2. Terbuat dari botol gelas, tertutup rapat, dan diberi bahan pengering.
3. Terbuat dari wadah botol plastik, tertutup rapat yang juga diberi bahan
pengering.
4. Terbuat dari alumunium foil dalam blister atau strip (Ilmu Resep).

2.2.Kelebihan dan Kekurangan Kapsul


Kelebihan pemberian bentuk sediaan kapsul adalah sebagai berikut :
1. Bentuknya menarik dan praktis.
2. Cangkang kapsul tidak berasa sehingga dapat menutupi obat yang
berasa dan berbau tidak enak.
3. Mudah ditelan dan cepat hancur atau larut dalam lambung sehingga ksi
cepat diabsorpsi.
4. Dokter dapat mengkombinasikan beberapa macam obat dan dosis yang
berbeda-beda sesuai kebutuhan pasien.
5. Kapsul dapat diisi dengan cepat karena tidak memerlukan zat
tambahan atau penolong seperti pada pembuatan pil maupun tablet.

Selain memiliki kelebihan, sediaan bentuk kapsul juga mempunyai


beberapa kekurangan, diantaranya :

1. Tidak bisa untuk zat yang mudah menguap karena pori-pori kapsul
tidak dapat menahan penguapan.
2. Tidak bisa ntuk zat-zat yang higroskopis (menyerap lembab).
3. Tidak bisa untuk zat-zat yang dapat bereaksi dengan cangkang kapsul.
4. Tidak bisa untuk balita.
5. Tidak bisa dibagi-bagi. (Ilmu Resep).
2.3.Metode Pembuatan Kapsul
Ada tiga cara pengisian kapsul yaitu sebagai berikut :
1. Dengan Tangan
Merupakan cara yang paling sederhana yaitu dengan tangan tanpa
bantuan alat lain. Cara ini sering digunakan di Apotek untuk melayani
resep dokter. Pada pengisian cara ini sebaiknya digunakan sarung
tangan untuk mencegah alergi yang mungkin timbul akibat petugas
tidak tahan terhadap obat tersebut.
Untuk memasukkan obat dapat dilakukan cara sebagai berikut :
a. Serbuk dibagi dahulu sesuai dengan jumlah kapsul yang diminta.
b. Tiap bagian serbuk tadi dimasukkan ke dalam badan kapsul dan
ditutup.
2. Dengan Alat Bukan Mesin
Alat yang dimaksud disini adalah alat yang menggunakan tangan
manusia. Dengan menggunakan alat ini akan didapatkan kapsul yang
lebih seragam dan penggerjaannya dapat lebih cepat, sebab sekali buat
dapat dihasilkan berpuluh-puluh kapsul. Alat ini terdiri dari 2 bahan,
yaitu bagian tetap dan bagian yang bergerak.
Cara pengisian kapsul (Ilmu Resep) :
a. Buka bagian-bagian kapsul.
b. Badan kapsul dimasukkan ke dalam lubang pada bagian alat yang
tidak bergerak atau tetap.
c. Taburkan serbuk yang akan dimasukkan kedalam kapsul.
d. Ratakan dengan bantuan alat kertas film (sudip).
e. Tutup kapsul dengan cara merapatkan atau menggerakan bagian
alat yang bergerak.
3. Dengan Mesin
Untuk memproduksi kapsul secara besar-besaran dan menjaga
keseragaman kapsul, perlu dipergunakan alat yang otomatis mulai dari
membuka, mengisi sampai menutup kapsul.
2.4.Evaluasi Kapsul
Kapsul yang diproduksi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. Keseragaman Bobot
Uji keseragaman bobot dilakukan dengan penimbangan 20 kapsul
sekaligus dan ditimbang lagi satu persatu isi tiap kapsul. Kemudian
timbang seluruh cangkang kapsul dari 20 kapsul tersebut. Lalu
dihitung bobot isi kapsul dan bobot rata-rata tiap isi kapsul. Perbedaan
bobot isi tiap kapsul terhadap bobot rata-rata tiap isi kapsul, tidak
boleh melebihi dari yang diterapkan pada kolom A dan untuk setiap 2
kapsul tidak lebih dari yang ditetapkan pada kolom B (Depkes RI,
1979).
2. Waktu Hancur
Suatu sediaan kapsul yang diberikan peroral, agar dapat diabsorpsi
maka tablet tersebut harus terlarut (terdisolusi) atau terdispersi dalam
bentuk molecular. Tahap pertama untuk kapsul agar dapat terdisolusi
segera adalah kapsul harus hancur (Sulaiman, 2007). Kapsul yang akan
diuji (sebanyak 6 kapsul) dimasukkan dalam tiap tube, ditutup dengan
penutup dan dinaik-turunkan ke ranjang tersebut dalam medium air
dengan suhu 37ºC.
Dalam monografi yang lain disebutkan mediumnya merupakan
simulasi larutan gastrik (gastric fluid). Waktu hancur dihitung
berdasarkan kapsul yang paling terakhir hancur. Persyaratan waktu
hancur untuk kapsul adalah kurang dari 15 menit. (Sulaiman, 2007)
3. Disolusi
Uji ini dimaksudkan untuk mengerahui seberapa banyak persentasi
zat aktif dalam obat yang terabsorpsi dan masuk ke dalam peredaran
darah untuk memberikan efek terapi. Persyaratan dalam waktu 30
menit harus larut tidak kurang dari 85% (Q) dari jumlah yang tertera
pada etiket (Depkes RI, 1979).
2.1.Monografi Bahan
1. Zat Aktif
Na Diklofenak (FI IV halaman 1405, USP halaman 32)
Pemerian : Serbuk hablur putih hingga hamper putih, higroskopik
Nama Lain : Natrii-diklofenak. Diclofenac sodium
Nama Kimia : Natrium [0-(2,6-dikloroanilino)fenil] asetat
Rumus Molekul :C14H10C12NNaO2
Berat Molekul : 318,13
Kelarutan : Mudah larut dalam etanol, larut dalam etanol, agak sukar
larut dalam air, praktis larut dalam kloroform dan dalam
eter
pH : 4,0 – 7,5
Titik Leleh : 284°C
Wadah dan Penyimpanan : Dalam wadah kedap dan tertutup rapat
Stabilitas : Gel 1% Na Diklofenak harus disimpan pada suhu 25°C
dan terlindung dari panas. Stabil tanpa adanya O2 dan dalam
buffer pH 7,6
Inkompatibilitas :-
Sifat Khusus : Sedikit higroskopis
Koefisien Partisi : 4,5

PVP

Pemerian : Pemerian berbentuk serbuk halus berwarna putih sampai putih


kekuning-kuningan,karakteristik tidak berbau atau hampir berbau, higroskopis.
Kelarutan : larut dalam asam, kloroform, etanol (95%), keton, methanol
dan air. polivinil pirolidon atau PVP Tidak larut dalam eter, hidrokarbon, dan minyak
mineral.
Stabilitas   : PVP menjadi lebih gelap dengan pemanasan pada suhu 150 o C,
tetapi stabil pada pemaparan panas yang singkat pada 110-130 oC. PVP dapat disimpan
dalam kondisi umum tanpa mengalami dekomposisi atau degradasi. Karena sifatnya yang
higroskopis, PVP harus disimpan dalam wadah kedap udara di tempat yang kering dan
sejuk.
Inkompatibilitas :penggunaan pengawet seperti thimerosal dapat mengakibatkan
efek samping karena terbentuk komplek dengan PVP.
Kegunaan : zat pensupensi perbandingan diatas 5,0 %
ADI : 50mg/kg/hari (WHO, 1986)
Avicel (Handbook of Pharmaceutical Excipients Ed. VI halaman 438)

a) Karakteristik Fisik Bahan


1) Pemerian : Serbuk Kristal putih, tidak berbau, tidak
berasa.
2) Bentuk Kristal :
3) Ukuran Partikel :
4) Titik Lebur : 260-270ºC
5) Kelarutan : Sedikit larut dalam larutan Natrium
Hidroksida 5% b/v; praktis tidak larut
dalam air, asam encer, dan sebagian besar
pelarut organik.
b) Karakteristik Kimia Bahan
1) Derivat Bahan :
2) Struktur Kimia dan Bobot Molekul Bahan :
Bobot Molekul :
3) Stabilitas Bahan : Selulosa mikrokristalin adalah bahan yang
stabil meskipun higroskopis, harus
disimpan dalam wadah tertutup rapat
ditempat yang sejuk dan kering.
4) Inkompatibilitas Bahan
Selulosa mikrokristalin tidak sesuai dengan zat pengoksidasi
kuat.
5) Kadar Air :
6) Kadar Kristal :
c) Sifat Biofarmasetika Bahan
1) Tingkat Kelarutan Bahan Dalam Cairan Biologis
2) Tingkat Permeabilitas Bahan Terhadap Membran Biologis
Magnesium Stearat (Handbook of Pharmaceutical Excipients Ed. 6
halaman 404)

a) Karakteristik Fisik Bahan


1) Pemerian : Serbuk halus, putih dan voluminous, bau

lemah khas, mudah melekat dikulit, bebas


dari butiran.
2) Bentuk Kristal :
3) Ukuran Partikel :
4) Titik Lebur : 117-150ºC.
5) Kelarutan : Tidak larut dalam air, dalam etanol, dan
eter.
b) Karakteristik Kimia Bahan
1) Derivat Bahan :
2) Struktur Kimia dan Bobot Molekul Bahan
Bobot Molekul : 591,257 g/mol

3) Stabilitas Bahan : Magnesium Stearat stabil dan harus


disimpan dalam wadah tertutup rapat
ditempat yang sejuk dan kering.
4) Inkompatibiltas Bahan
Incompatiblewithacids kuat, alkalis, andironsalts. Hindari
dicampur dengan bahan pengoksidasi kuat. Magnesium stearat
tidak dapat digunakan dalam produk yang mengandung
aspirin, beberapa vitamin, dan sebagian besar garam alkaloid.
5) Kadar Air :
6) Kadar Kristal :
c) Sifat Biofarmasetika Bahan
1) Tingkat Kelarutan Bahan Dalam Cairan Biologis
2) Tingkat Permeabilitas Bahan Terhadap Membran Biologis
BAB III
METODEOLOGI PENELITIAN

3.1.Tanggal dan Waktu Percobaan


Tempat : Laboratorium

Tanggal :
Waktu :

3.2.Alat dan Bahan


Bahan : Alat :
1. Natrium Diclofenac 1. Timbangan Analitik
2. Amylum Maydis 2. Cangkang Kapsul Keras
3. Sodium Strach Glycolat 3. Spatel
4. Magnesium Stearat 4. Capsules Filling
5. Avicel 5. Disintegration Tester

Tabel 1. Rancangan Formulasi tablet lepas lambat


Bahan % (b/b) Konsentrasi
Natrium diklofenak 12,5
PVP 5
Avicel 80,5
Mg. Stearat 2
Total 100

3.3.Perhitungan
Bobot satu kapsul 75mg
Bobot 30 kapsul : 30 x 75 = 2.250 mg = 2.25 g
Natrium Diclofenac : 50 mg × 30 = 1.500 mg = 1,5
g

PVA : 5⁄100 × 2.25 𝑔 = 0,1125 𝑔

Avicel : 80,5⁄100 × 2.25 𝑔 = 1,81 𝑔

Magnesium Stearat : 2⁄100 ×2.25 𝑔 = 0,045 𝑔


PROSEDUR KERJA

1. Tablet dibuat dengan metoda granulasi basah, dimana zat aktif (Natrium
diklofenak) dan matriks Avicel dicampur.
2. Lalu tambahkan bahan pengikat (PVP) sampai diperoleh massa lembab yang
dapat dikepal.
3. Massa lembab dilewatkan keayakan 12 mesh untuk membentuk granul.
4. Granul yang terbentuk dikeringkan pada suhu 60º C selama 2 jam.
5. Granul kering kemudian dilewatkan pada ayakan mesh 14 lalu dicampur dengan
bahan pelincir (Mg Stearat) diaduk sampai homogen.
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham, C.R. (1999). Maize starch and superdisintegrants in direct compression formulation. Pharm Manufac Rev, 12, 22-
24.
2. Winarno, F. G. (1989). Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
3. Prabawati, S., Suyanti dan Setyabudi, A. D. (2008). Teknologi Pasca Panen dan Teknik Pengolahan Buah Pisang. Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
4. Republika. (2005). Pisang buah kehidupan (online) http://www. republica.co.id.htm/ diakses 2 Februari 2007.
5. Republika. (2006). Pisang si kaya gizi dan khasiat (online) http:// www.republica.co.id.htm/ diakses 2 Februari 2007.
6. Junita, S. (2012). Isolasi Dan Uji Sifat Fisikokimia Pati Pisang Kepok ( Musa balbisiana). Skripsi. Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi.
Pekanbaru
7. Ansel, H, C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi , Edisi
IV. UI Press, Jakarta
8. Shargel, L., Susanna W, P., Andrew, B.C. (2005). Applied Biopharmaceutics & Pharmacokinetics, 5 th edition, McGraw Hill,
Singapore.
9. Ganiswara, G.S. (1995). Farmakologi dan Terapi. Edisi keempat. Jakarta. bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
10. Chuasuwan, B., Binjesoh, V., Polli, J. E., Zhang, H., Amidon,
G. L., Junginger, H. E., ... & Barends, D. M. (2009). Biowaiver monographs for immediate release solid oral dosage forms:
Diclofenac sodium and diclofenac potassium. Journal of pharmaceutical sciences, 98(4), 1206-1219.
Susanti, L & Sapitri R. I. (2008). Penggunaan Pati Pisang Sebagai Bahan Penghancur pada
.L.The Theory and Practise of Industrial Pharmacy, 3rdEdition, Marcel Dekker lnc., New York
13. Collet, J., and Moreton, C. (2002). Modified-release Peroral Dosage Form, dalam Aulton, M.E., Pharmaceutics: The Science Of
Dosage Forms Design, Tablets, Edisi II, Churchill Livingstone, Edinburg-London-New York-Philadelphia-St Louis Sydney-
Toronto, 289-305
14. Sulaiman, T.N.S. (2007). Teknologi dan Formulasi Sediaan Tablet, Yogyakarta: Pustaka Laboratorium Teknologi Farmasi
Fakultas Farmasi UGM.
15. Siregar, Charles J.P. Prof. (2010). Teknologi Farmasi Sediaan Tablet, UI Press Jakarta
16. Anonim. (1979). Farmakope Indonesia, Edisi III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
17. Banker, G.S. and Anderson, N.R. (1986). Tablets, in: Lachman,
L. Lieberman, H.A., and Kanig, JAbdou, HMJ. (1989). Dissolution Bioavailability and Bioequivalence.

Anda mungkin juga menyukai