Anda di halaman 1dari 156

SOSIALISASI PERBEDAAN DAN PERAN GENDER TERHADAP

SISWA/SISWI MADRASAH IBTIDAIYAH MATHLAUL ANWAR


NAGROG CIAMPEA BOGOR

Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah
Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

OLEH :

VIA OKTAVIANI

1112015000064

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGATAHUAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2017
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
ABSTRAK

Via Oktaviani “Sosialisasi Perbedaan dan Peran Gender terhadap


Siswa/Siswi Madrasah Ibtidaiyah Mathlaul Anwar Nagrog”. Penelitian ini
mengenai cara guru dalam mensosialisasikan perbedaan dan peran gender
terhadap siswa. Penelitian ini bertujuan untuk megetahui sosialisasi perbedaan dan
peran gender terhadap siswa Madrasah Ibtidaiyah Mathlaul Anwar Nagrog.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif di mana
metode ini menggambarkan bagaimana keadaan yang sebenarnya dari fenomena
yang diteliti, untuk dapat menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, situasi
atau fenomena realitas yang mampu menjadi objek penelitian agar lebih
mendalam ke sasaran penelitian. Dalam pengumpulan data, teknik yang peneliti
gunakan dengan melakukan wawancara dan mengumpulkan dokumentasi.
Partisipan dalam penelitian ini adalah 7 dewan guru dan 1 kepala Madrasah
Ibtidaiyah Mathlaul Anwar Nagrog.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa guru mensosialisasikan perbedaan
dan peran gender kepada siswa dengan cara: melalui pengondisian situasi belajar,
penugasan kebersihan dan menyelipkan pengenalan gender disela-sela
pembelajaran. Meskipun guru tidak mengerti perbedaan dan peran gender, akan
tetapi secara tidak disadari guru sudah mengajarkan perbedaan dan peran gender
tersebut dalam kegiatan sehari-hari dan materi pembelajaran .

Kata Kunci: Sosialisasi, Gender, Siswa

i
ABSTRACT

Via Oktaviani "The Socialization of Differences and the Role of


Gender against the Students of Madrasah Ibtidaiyah Mathlaul Anwar
Nagrog". This research is about the teachers way in socialize differences and the
gender role of students. This research aims to find out how the teacher in
providing socialization about gender differences and roles to students in madrasah
ibtidaiyah mathlaul anwar nagrog. The research method used is a descriptive
qualitative method where this method describes how the actual situation of the
phenomenon studied, to be able to describe, summarize the various conditions,
situations or phenomena of reality that can be the object of research for more in-
depth to the target research. In data collection, the technique that researchers use
is by interviewing and collecting documentation. Participants in this research is 7
council of teachers and 1 head Madrasah Ibtidaiyah Mathlaul Anwar Nagrog.

The result of this research show that teachers socializing gender


differences and roles to students by means of: through conditioning situation
learning, cleanliness task and inserted the introduction of gender stated learning.
Although teachers do not understand gender differences and roles so that teachers
do not realize that learning about gender differences and roles is tangled indirectly
delivered to students in daily activities and learning materials.

Keywords: Socialization, Gender, Students

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah S.W.T yang telah
memberikan nikmat kesehatan dan kesempatan, serta memberikan taufik, hidayah,
dan inayah-Nya, sehingga penulis mendapatkan kekuatan, kemudahan, kesabaran
serta pemahaman hingga dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Sosialisasi
Perbedaan dan Peran Gender terhadap Siswa/Siswi Madrasah Ibtidaiyah
Mathlaul Anwar Nagrog”. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada
junjungan Nabi besar Muhammad SAW yang telah menjadi suri teladan bagi
umatnya terutama dalam hal mendidik.
Skripsi ini penulis ajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk memenuhi salah satu persyaratan guna memperoleh gelar strata satu Sarjana
Pendidikan (S.Pd).
Penulis menyadari skripsi ini tidak akan pernah terselesaikan tanpa adanya
bantuan, bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak baik itu secara individu
maupun secara umum terutama bimbingan dan pengarahan yang tulus dan ikhlas
dari pembimbing, untuk itu penulis menyampaikan rasa terima kasih yang
sedalam-dalamnya kepada:
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Iwan Purwanto, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial yang telah tulus dan ikhlas memberikan dan melayani penulis selama penulis
kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Drs. Syaripulloh, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial serta sebagai Dosen Pembimbing (I) Skripsi, yang telah tulus dan ikhlas
meluangkan waktu untuk membimbing penulis dalam mengerjakan skripsi serta
memberikan dan melayani penulis selama penulis kuliah di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.

iii
5. Ibu Dr. Ulfah Fajarini, M.Si selaku Dosen Penasehat Akademik, yang telah tulus
memberikan masukan-masukan selama penulis menjalankan perkuliahan dan ilmu
yang sangat bermanfaat untuk penulis.
6. Ibu Maila Dinia Husni Rahiem, Ph.D., M.A. selaku Dosen Pembimbing (II) Skripsi,
yang tulus dan ikhlas untuk membimbing serta bersedia meluangkan waktu untuk
penulis dan memberikan banyak pelajaran dalam menyelesaikan skripsi.
7. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dan seluruh Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis selama masa
perkuliahan, semoga ilmu yang telah bapak dan ibu berikan mendapatkan
keberkahan dari Allah SWT.
8. Terkhusus untuk Mamah tercinta terkasih tersayang Hj.Mimin Mulyani yang telah
memberikan dukungan secara moril dan materil, arahan, motivasi dan selalu
memberikan do’a-do’a juga kasih sayang yang tiada hentinya, serta selalu siap
mendengarkan keluh dan kesah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi.
Skripsi ini ku persembahkan untuk mamah, semoga mamah bangga dan selalu
berada dalam lindungan Allah SWT serta diberikan kesehatan juga umur panjang.
Amin
9. Kakak-kakak tercinta terkasih tersayang Deni Solahudin yang selalu memberikan
masukan dan dukungan secara moril dan materil selama penulis melaksanakan
perkuliahan hingga selesai, Fahmi Aminudin dan Fikri Abdillah, kakak-kakak ipar
terheboh Dera dan Sofa Agustina sekaligus calon kaka ipar Fitria Anggraeni,
terimakasih atas do’a-doa, dukungan, motivasi juga arahan yang membuat penulis
termotivasi untuk menyelesaikan skripsi. Serta keponakan-keponakan tersayang
Azzalea Qaereen dan Callysta Noura Khanza yang menjadi penghibur dan menjadi
obat disaat penulis merasa lelah sehingga dijadikan motivasi agar selalu menjadi
teladan bagi mereka, agar kelak mereka bisa menjadi penerus yang jauh lebih baik
dari penulis.
10. Fahmi Marshal Boy Muhammad, yang selalu bersedia meluangkan waktu menjadi
fasilitator penulis untuk mencari sumber-sumber dalam skripsi ini serta membantu
mendapatkan ide saat penulis tidak fokus, serta selalu menemani dan memberikan
dukungan juga do’a-do’a yang tiada henti.
11. Sahabat-sahabat Mercon’s Family Inayati Ma’rifah, Rahmawati Wulanndari, Lusy
Alfiah, Dekcut Hafidhah Nurkarimah, Windy Sartika Lestari, Nurlela, Nuraini dan

iv
Anna Nuryuliani. Terimakasih sudah menjadi sahabat-sahabat yang selalu memberi
support bahkan tidak pernah lelah untuk turut serta membantu skripsi penulis,
terimakasih untuk persahabatannya selama ini dari jaman masuk kuliah, organisasi
bahkan sampai saat ini dan yang akan datang tetap menjadi keluarga yang selalu
mengingatkan disaat salah dan selalu mendukung disaat jatuh.
12. Ketua Yayasan As Shufiah Madrasah Ibtidaiyah Mathlaul Anwar Nagrog Ibu Hj.
Empi Supiah, A.Ma., terimakasih telah mengizinkan penulis untuk melakukan
penelitian di madrasah. Terimakasih juga kepada kepala madrasah Pak Wawan
Gunawan, S.Pd.I dan segenap dewan guru (partisipan) yang telah bersedia
meluangkan waktunya dan memberikan informasi yang penulis butuhkan sehingga
terciptalah skripsi ini.
13. Teman-teman seperjuangan satu bimbingan Pak Syarif dan Bu Maila (Desty
rahmayanti, Dina Khairunnisa, Ida Aisyah, Faturrahman Asbahah, Fauziyyah
Nurrahma, Faizah Zulaiha dan M. Nur) terimakasih sudah menjadi tempat keluh
kesah penulis dengan landasan satu rasa - seperjuangan, saling memotivasi satu sama
lain, semoga diberi kemudahan oleh Allah SWT untuk ke langkah selanjutnya. Amin
14. Segenap Anggota Himpunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial terimakasih telah memberikan penulis pembelajaran dalam berorganisasi dan
memberikan warna yang sangat beragam selama penulis kuliah.
15. Segenap Anggota Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Cabang Ciputat
terimakasih telah memberikan pembelajaran dalam berorganisasi dan memberikan
arahan dan panutan agar selalu memberikan yang terbaik dalam melakukan kegiatan
apapun itu baik secara organisasi maupun dalam hal sosial.
16. Ibu Neng Sri Nuraeni, M.Pd selaku dosen juga kakak yang selalu memberikan
dukungan serta motivasi, terimakasih telah bersedia mendengarkan keluh kesah
penulis. Semoga dilancarkan apapun yang sedang dilaksanakan dan apa yang ibu
cita-citakan dapat terwujud dan terlaksana, semoga selalu berada dalam lindungan
Allah SWT. Amin
17. Adik-adik juniorku yang paling cetar, cerewet dan tersegala-segalanya Zefi
Khomara, Ghilman Hanif, Dini Utami, Fauziah Karimah, Yayu Hardiyanti Isnin,
Gita Ciptaningtyas, Rizky Fauziah Ulfah, Ike Retno Septyastuti, Fatma Hanivah
(yang sempet naik gunung bareng), terimakasih atas dukungan, candaan dan
motivasi kalian yang membuat penulis bangkit untuk menyelesaikan skripsi ini.

v
Masih banyak lagi mohon maaf tidak bisa ditulis satu-satu tanpa mengurangi rasa
sayang dan ucapan terimakasih yang paling mendalam untuk semua.
18. Teman-teman seperjuangan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial angkatan 2012
FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terimakasih untuk selama ini telah
memberikan arti dalam kehidupan perkuliahan mohon maaf tidak bisa disebutkan
satu persatu tanpa mengurangi rasa persahabatan kita, tetap kompak selalu dan terus
jalin tali silaturrahmi.
19. Dan kepada seluruh pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Terimakasih atas dukungan dan semangatnya.

Harapan penulis semoga skripsi ini akan membawa manfaat yang sebesar-
besarnya bagi penulis khususnya dan bagi pembaca sekalian umumnya. Penulis
menyadari dalam penyusunan skripsi ini dirasakan dan ditemui berbagai macam
kekurangan dan kelemahan. Karena itu, kritik dan saran dari siapa saja yang
membaca skripsi ini akan penulis terima dengan hati terbuka.

Jakarta, 04 Oktober 2017


Penulis,

Via Oktaviani

vi
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN


LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
LEMBAR PERNYATAAN UJI REFERENSI
LEMBAR PERNYATAAN KARYA ILMIAH
ABSTRAK ....................................................................................................... i
ABSTRACT .................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................. vii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xi
DAFTAR BAGAN .................................................................................... ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ .. xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................... ...... 1
B. Identifikasi Masalah ....................................................................... ..... 6
C. Pembatasan Masalah ..................................................................... ..... 6
D. Perumusan Masalah ....................................................................... ..... 6
E. Tujuan Penelitian............................................................................ ..... 6
F. Manfaat Penelitian ......................................................................... ..... 7

BAB II KAJIAN TEORI


A. Deskripsi Teoritik ........................................................................... ..... 8
1. Pengertian Sosialisasi ............................................................. ..... 8
a. Tujuan Sosialisasi .............................................................. ... 10
b. Agen Sosialisasi.................................................................. ... 10
c. Peran Guru ......................................................................... ... 12
d. Proses Pelaksanaan Sosialisasi .......................................... ... 14
2. Pengertian Gender .................................................................. ... 15
3. Perbedaan Gender dan Peran Gender ..................................... ... 17
a. Perbedaan Gender................................................................ .... 17

vii
b. Peran Gender ....................................................................... .... 18
B. Hasil Penelitian yang Relevan ........................................................ ... 19
C. Kerangka Berfikir ........................................................................... ... 25

BAB III METODE PENELITIAN


A. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ ... 26
B. Metode Penelitian ........................................................................... ... 27
C. Sumber Data dan Sampel Penelitian .............................................. ... 28
1. Sumber Data ........................................................................... ... 28
2. Sampel .................................................................................... .... 29
D. Instrumen Penelitian ...................................................................... ... 30
E. Teknik Pengumpulan Data ............................................................. ... 30
1. Interview (Wawancara) ........................................................... .. 30
2. Dokumentasi ........................................................................... .. 31
F. Pemeriksaan keabsahan Data ......................................................... ... 31
1. Triangulasi .............................................................................. .. 32
2. Meningkatkan Ketekunan ....................................................... ... 32
3. Member check ......................................................................... ... 32
G. Teknik Analisis Data ...................................................................... ... 33
1. Data Reduction (Reduksi Data) .............................................. ... 33
2. Penyajian ................................................................................. ... 33
3. Penarikan kesimpulan dan Verifikasi ...................................... ... 33

BAB IV HASIL PENELITIAN


A. Pendahuluan ................................................................................... ... 34
B. Gambaran Umum Madrasah Ibtidaiyah Mathlaul Anwar Nagrog . ... 34
a. Sejarah Singkat Madrasah Ibtidaiyah Mathlaul Anwar Nagrog ... 34
b. Visi dan Misi Madrasah Ibtidaiyah Mathlaul Anwar Nagrog ... ... 35
c. Sarana dan Prasarana Madrasah Ibtidaiyah Mathlaul Anwar
Nagrog ....................................................................................... .... 35
d. Data Guru ................................................................................. ... 36
e. Data Siswa ................................................................................ ... 36

viii
C. Informasi Partisipan ...................................................................... ... 37
D. Paparan Hasil Penelitian ................................................................ ... 40
1. Guru mensosialisasikan perbedaan dan perbedaan gender
melalui situasi belajar ............................................................ ... 41
2. Guru mensosialisasikan perbedaan dan peran gender melalui
penugasan kebersihan ............................................................ ... 44
3. Guru tidak memberikan sosialisasi khusus mengenai
perbedaan dan peran gender ................................................... .... 46
4. Guru tidak mengerti perbedaan dan peran gender ................. ... 49
E. Diskusi ............................................................................................ ... 51

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................... ... 59
B. Saran...................................................................................... ... 62

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbedaan Gender dan Seks/Jenis Kelamin .......................... 18

Tabel 2.2 Penelitian Relevan ................................................................. 20

Tabel 2.3 Persamaan dan Perbedaan Penelitian Relevan ...................... 22

Tabel 3.1 Waktu Pelaksanaan Penelitian ............................................... 26

Tabel 3.2 Pedoman Wawancara .............................................................. 42

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Berfikir .................................................................. 25

xi
DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Pendidikan Karakter ...................................................................... 50

Diagram 4.2 Perbandingan Uang Saku dengan Belanja Online DS ................... 51

Diagram 4.3 Perbandingan Uang Saku dengan Belanja Online RWR ............... 53

Diagram 4.4 Perbandingan Uang Saku dengan Belanja Online AN ................... 54

Diagram 4.5 Perbandingan Uang Saku dengan Belanja Online IN .................... 55

Diagram 4.6 Perbandingan Uang Saku dengan Belanja Online LS .................... 56

Diagram 4.7 Perbandingan Uang Saku dengan Belanja Online AM .................. 57

Diagram 4.8 Perbandingan Uang Saku dengan Belanja Online AMA ............... 58

Diagram 4.9 Perbandingan Uang Saku dengan Belanja Online VO .................... 59

Diagram 4.10 Perbandingan Uang Saku dengan Belanja Online WS ................... 60

Diagram 4.11 Pengeluaran Untuk Berbelanja Dalam Satu Bulan ......................... 61

Diagram 4.12 Perbandingan Belanja Online dan Uang Saku

Semua Partisipan ........................................................................... 62

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiaran 1 Surat Bimbingan Skripsi

xii
Lampiran 2 Surat Permohonan Izin Penelitian

Lampiran 3 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian

Lampiran 4 Surat Pernyataan Bersedia Menjadi Informan Penelitian

Lampiran 5 Pedoman Wawancara Pendahuluan

Lampiran 6 Transkip Wawancara Pendahuluan

Lampiran 7 Pedoman Wawancara

Lampiran 8 Transkrip Wawancara

Lampiran 9 Foto Hasil Wawancara dengan Partisipan

Lampiran 10 Lembar Uji Referensi

Lampiran 11 Biografi Penulis

xiii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gender memiliki pengertian sebagai pembeda peran, fungsi dan tanggung


jawab antara perempuan dan laki-laki yang dihasilkan dari konstruksi sosial
budaya dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman. 1 Gender
diciptakan dan diperkuat melalui diskusi dan perilaku, saat individu menyatakan
suatu identitas gender dan mengumumkan pada yang lainnya. 2 Pembagian peran
dan fungsi tersebut berdasarkan apa yang dianggap pantas dan tidak pantas
dilakukan oleh perempuan dan laki-laki, yang diatur menurut nilai-nilai, norma,
adat istiadat dan kebiasaan dalam masyarakat.
Kata gender tidak asing didengar oleh masyarakat Indonesia sejak tahun 90-
an hingga saat ini.3Masyarakat awam lebih mengenal tentang kesetaraan gender
yang didalamnya membahas kesamaan kondisi dan posisi bagi perempuan dan
laki-laki untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia dalam
melakukan peran dan partisipasi kegiatan politik, ekonomi dan kegiatan lainnya
yang terjadi dalam lingkungannya. 4 Namun faktanya isu dan persoalan gender
masih belum menjadi perhatian penting bagi seluruh kalangan masyarakat di
Indonesia. Masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam menolak
adanya wacana tersebut, karena dianggap isu gender tersebut berasal dari barat.5
Salah satu persoalan yang menjadi perbincangan dalam wacana gender bagi

1
Mufidah Ch, Bingkai Sosial Gender (Islam, Strukturasi & Konstruksi Sosial), (Malang: UIN-
Maliki Press, 2010), cet II, h. 5
2
Herien Puspitawati,dkk., Glosarium (Keluarga, Gender, pendidikan dan Pembangunan).
(Bogor: PT Penerbit IPB Press Kampus IPB Taman Kencana Bogor, 2012), h. 43
3
Umi Sumbulah,dkk., Spektrum Gender Kilasan Gender di Perguruan Tinggi, (Malang:UIN-
Malang Press, 2008), cet Pertama, h. 1
4
Herien Puspitawati,dkk., Glosarium (Keluarga, Gender, pendidikan dan Pembangunan), h.
103
5
Umi Sumbulah,dkk., Spektrum Gender Kilasan Gender di Perguruan Tingg), h. 1

1
2

masyarakat Islam adalah isu biasnya gender yang memiliki keterkaitan dengan
ketidakadilan dan diskriminasi terhadap perempuan.6
Seperti pemberitaan media Detik.com yang memberitakan mengenai
kesetaraan gender. Lembaga formal yang pada saat ini sudah mulai memasukkan
kurikulum berbasis gender disetiap mata pelajarannya atau yang disebut
Kurikulum Kesetaraan Gender (IKKG), yang membahas tentang perbedaan fisik
laki-laki dan perempuan, pasrtisipasi laki-laki dan perempuan, dan kesetaraan
laki-laki dan perempuan menghargai kemajemukan demokrasi. Masuknya
pemahaman kesetaraan gender didalam pendidikan pada dasarnya secara
perlahan akan mengarahkan kepada kesamaan perilaku siswa perempuan dan
laki-laki. Dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam menjelaskan bahwa
kesetaraan gender diajarkan apabila siswa tersebut baligh maka sifatnya akan
jauh dari syariat Islam. Sebab Islam memuliakan laki-laki dan perempuan
dengan hak dan kewajiban yang berbeda-beda sesuai dengan potensi pada
keduanya, yang akan berbenturan dengan hukum waris, kewajiban hak dalam
berkeluarga.7
Beranjak dari isu yang berkembang tersebut, harus diketahui bahwa gender
memiliki perbedaan dan perannya masing-masing agar dapat dengan mudah
disosialisasikan dengan baik dan benar kepada anak-anak yang pada dasarnya
masih membutuhkan bimbingan dan pengarahan pada hal-hal yang positif dan
sesuai dengan peran gendernya masing-masing sejak dini. Proses sosialisasi
dapat dilakukan oleh sekolah sebagai agen sosialisasi dan fasilitator yang paling
utama dalam membentuk kepribadian anak. Anak-anak dikenal sebagai subyek
didik yang memiliki banyak kepribadian yang unik dalam setiap karakteristiknya
masing-masing dan dapat berubah-rubah dalam berperilaku karena pengaruh

6
Anuar, “Bias Gender dalam Masyarakat Muslim: Antara Ajaran Islam dengan Tradisi
Tempatan”, Jurnal Fiqh, No 7, 2010, h. 50
7
Detik.com, Kurikulum Gender dan Perubahan Masa Depan, 2009,
(https://news.detik.com), diakses pada tanggal 09 Maret 2017
3

lingkungan sekitarnya dan membutuhkan pengarahan dalam menentukan


kepribadiannya.
Sebagai langkah awal, sebelumnya peneliti melakukan wawancara
pendahuluan kepada kepala sekolah Madrasah Ibtidaiyah Mathlaul Anwar
Nagrog yang bernama Bapak Wawan Gunawan, beliau memaparkan bahwa di
madrasah sosialisasi mengenai pengenalan perbedaan dan peran gender memang
tidak diperkenalkan dengan benar oleh para dewan guru mengingat pengenalan
gender dianggap tidak begitu penting disampaikan kepada siswa dan siswi, beliau
memberikan penjelasan mengenai perilaku siswa dan siswi Madrasah Ibtidaiyah
Mathlaul Anwar Nagrog yang bersikap tidak sewajarnya dan tidak seharusnya
anak-anak lakukan jika mengingat jenis kelaminnya masing-masing dan
mengingat dari pengertian gender itu sendiri, sebagai contoh anak perempuan
melakukan perkelahian dengan anak laki-laki yang terjadi begitu sering di
madrasah, anak perempuan bermain sepak bola, dan anak laki-laki bermain
masak-masakan dengan anak perempuan pada saat jam istirahat berlangsung, di
daerah pedesaan hal tersebut tidaklah dianggap wajar di mana anak perempuan
akan dianggap tomboy dan sebaliknya anak laki-laki akan dianggap kemayu. Hal
ini terjadi karena tidak disosialisasikan secara lisan dan langsung oleh dewan
guru kepada anak-anak. Lalu, tidak adapula media-media yang ikut serta
mendukung dalam proses sosialisasi tentang gender di madrasah sehingga guru
tidak dapat dengan mudah menberikan pengertian kepada siswa seperti tidak
adanya poster-poster yang menggambarkan atau memperlihatkan tentang
perbedaan peran gender.8 Berdasarkan kurikulum yang peneliti baca ketika
mewawancarai pihak sekolah, jika diperhatikan dengan baik pengenalan
perbedaan dan peran gender ada pada materi yang disampaikan guru setiap
pembelajaran dengan cara menerapkan pembelajaran peran gender melalui media
utamanya yaitu kurikulum formal, yang berisi pada mata pelajarannya masing-

8
Hasil wawancara Bapak Wawan Gunawan kepala Madrasah Ibtidaiyah Mathlaul Anwar
Nagrog, 10 Oktober 2016
4

masing. Seperti Aqidah Akhlak, Fiqh, Al-Qur’an Hadits, PJOK, Kesenian, IPA
dan lain sebagainya.
Hal ini didukung dengan adanya pemberitaan tentang isu kesetaraan gender
mewarnai dunia pendidikan pada media Republika yang menyebutkan bahwa
dalam dunia pendidikan masih diwarnai disparitas9 gender, berdasarkan beberapa
aspek yaitu dalam buku teks yang dipakai sejumlah sekolah. Pendiri Sekolah
Cikal, Najeela Shihab dalam acara diskusi yang dilaksanakan oleh Education
Sector Analytical and Capacity Development Partnership (ACDP) menyebutkan
bahwa salah satu buku yang digunakan oleh salah satu taman kanak-kanak (TK)
hanya menampilkan ilustrasi-ilustrasi yang dominan laki-laki dibandingkan
perempuan dan sangat jarang menampilkan figur perempuan pada ilustrasi dalam
buku teks anak-anak.10
Berdasarkan pengalaman peneliti yang pernah mengajar selama 2 tahun di
madrasah tersebut, memperhatikan guru dalam mata pelajaran kesenian
memisahkan siswa dan siswi dengan masing-masing diberi materi pelajaran yang
berbeda. Siswi diminta mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan peralatan
rumah tangga seperti membuat kue sedangkan laki-laki diminta utuk membuat
alat musik menggunakan bambu, kemudian dalam pelajaran olahraga misalnya
siswa diminta untuk push up karena dianggap lebih sulit dilaksanakan dan sangat
menguras tenaga sedangkan siswi diminta untuk back up karena dianggap lebih
mudah dilaksanakan dan hanya sedikit menggunakan tenaga.
Selain itu peneliti melakukan wawancara pendahuluan kembali dengan
ketua yayasan Madrasah Ibtidaiyah Mathlaul Anwar Nagrog ibu Hj. Empi
Supiah, beliau memberikan penjelasan berdasarkan ayat suci Al-Qur’an pada
surat Ali Imran:36 yang memiliki arti “dan anak laki-laki itu tidaklah sama
dengan anak perempuan.” Berdasarkan ayat tersebut sangat jelas bahwa peran
9
Disparitas adalah perbedaan atau jarak, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online,
diakses pada tanggal 09 Maret 2017
10
Republika, Isu Kesetaraan Gender Warnai Pendidikan, 2016, (http://www.republika.co.id),
diakses pada tanggal 09 Maret 2017
5

antara laki-laki dan perempuan berbeda, pada umumnya anak laki-laki memiliki
kepribadian yang bersifat jantan dan perempuan memiliki sifat lemah lembut.
Karena madrasah ini berada di desa yang tergolong menggunakan adat pemikiran
yang tradisional, dan masih menganggap bahwa seharusnya anak laki-laki tidak
boleh melakukan hal-hal yang bersifat kemayu seperti pekerjaan rumah tangga
mencuci baju, mencuci piring, masak dan permainan-permainan yang identik
dengan khas perempuan boneka, masak-masakan dan sebaliknya pun begitu
untuk anak perempuan seharusnya mengerjakan pekerjaan yang bersifat lemah
lembut dan tidak sewajarnya apabila perempuan mengerjakan atau melakukan
hal-hal yang bersifat keras, dalam dunia pendidikan memang penting bagi siswa
mengenal perbedaan dan peran gender agar siswa dapat melaksanakan kegiatan
sosial sebagaimana mestinya, dewan guru seharusnya memberikan pengarahan
kepada siswa untuk mempelajari perbedaan dan peran gender yang diberikan
oleh Allah swt. sebagai kodrat dan irodat pada diri seseorang dan diberikan pula
pengarahan mengenai tanggung jawab yang berbeda antara laki-laki dan
perempuan untuk menjaga keseimbangan dalam kehidupan.11
Sesuai dengan uraian-uraian di atas peneliti tertarik untuk meneliti
bagaimana cara dewan guru mensosialisasikan perbedaan dan peran gender
kepada siswa dan siswi di madrasah ibtidaiyah mathlalul anwar nagrog sehingga
anak-anak dapat memahami perbedaan dan peran gendernya masing-masing,
agar tidak terjadi penyimpangan sosial disaat siswa dan siswi beranjak remaja.
Atas dasar itulah diambil penelitian dengan judul “Sosialisasi perbedaan dan
peran gender terhadap siswa/siswi Madrasah Ibtidaiyah Mathlaul Anwar
Nagrog”.

11
Hasil wawancara Ibu Hj. Empi Supiah ketua yayasan Madrasah Ibtidaiyah Mathlaul Anwar
Nagrog, 10 Maret 2017
6

B. Identifikasi masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah dapat di
identifikasikan sebagai berikut :
1. Isu dan persoalan gender masih belum menjadi perhatian penting bagi seluruh
kalangan masyarakat di Indonesia.
2. Kurangnya sosialisasi perbedaan dan peran gender oleh dewan guru kepada
siswa-siswi di madrasah.
C. Batasan masalah
Dari identifikasi masalah tersebut peneliti memfokuskan masalah yang ada,
agar menjadikan penelitian lebih terarah mengingat adanya keterbatasan waktu,
keterbatasan kemampuan dan keterbatasan dana, serta untuk mempermudah
pembahasan skripsi ini, maka diperlukan adanya pembatasan masalah pada
penilitian ini, oleh karena itu penelitian ini dibatasi hanya dalam mendiskusikan
tentang: Sosialisasi perbedaan dan peran gender terhadap siswa Madrasah
Ibtidaiyah Mathlaul Anwar Nagrog.

D. Rumusan masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
Bagaimana guru mensosialisasikan perbedaan dan peran gender terhadap
siswa Madrasah Ibtidaiyah Mathlaul Anwar Nagrog?

E. Tujuan penelitian
Berdasarkan permasalahan yang ada maka tujuan penelitian ini adalah:
Untuk mengetahui bagaimana cara guru dapat memberikan pengetahuan baru
mengenai perbedaan dan peran gender kepada siswa Madrasah Ibtidaiyah
Mathlaul Anwar Nagrog.
7

F. Manfaat penelitian
Hasil Penelitian ini diharapkan memiliki nilai guna, baik kegunan akademis
maupun kegunaan praktis:
1. Kegunaan Akademis
a. Bagi Sekolah
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kesadaran kepada
pihak sekolah dalam memperkenalkan hal penting seperti peran gender
kepada siswa dan siswi agar dapat berguna bagi kehidupan sosialnya.
b. Bagi peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan, pengalaman
ilmu dibidang sosial dan pendidikan, serta dapat menambah pengetahuan
mengenai kehidupan sosial.
2. Kegunaan Praktis
a. Bagi Orang Tua
Diharapkan kepada orang tua untuk membantu mensosialisasikan
peran gender kepada anak agar dapat diterapkan oleh anak bukan hanya
disekolah melainkan dilingkungan sosialnya juga.
b. Bagi Siswa
Kepada siswa diharapkan dapat menjalankan peranannya sesuai
dengan gendernya masing-masing agar tidak terjadi penyimpangan sosial
disaat beranjak remaja dan dewasa kelak.
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Deskripsi Teoritik
Pada bagian ini peneliti akan memaparkan tentang definisi sosialisasi,
definisi gender, perbedaan dan peran gender serta penjelasan lainnya yang
terkait dengan hal-hal tesebut.

1. Pengertian Sosialiasi
Menurut Buehler dalam Elly, sosialisasi adalah proses yang
membantu individu-individu belajar dan menyesuaikan diri, bagaimana
cara hidup, dan berpikir atas kelompoknya agar dapat berperan dan
berfungsi dalam kelompoknya. 1
Pengertian lain yang didefinisikan oleh Zanden dalam Amin
menjelaskan bahwa sosialisasi sebagai proses seseorang berinteraksi
sosial sepanjang hidupnya yang didalam proses itu ia mempelajari
pengetahuan, sikap, nilai-nilai dan perilaku yang penting supaya bisa
terlibat secara efektif dalam hidup bersmasyarakat.2 Kemudian Goslin
dalam Ihrom mengatakan bahwa sosialisasi adalah proses belajar yang
dialami seseorang untuk memperoleh pengetahuan keterampilan, nilai-
nilai dan norma-norma agar ia dapat berpartisipasi sebagai anggota dalam
kelompok masyarakatnya. 3
Selain itu Durkheim dalam Rakhmat mendefinisikan sosialisasi
sebagai proses di mana seorang individu belajar dan menginternalisasi
norma dan nilai sepanjang hidupnya dalam masyarakat mana dia berada,
dan membangun identitas sosialnya. Proses sosialisasi kepada generasi
muda berupaya menghasilkan kondisi tertentu pada anak-anak, keadaan

1
Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi (pemahaman fakta dan gejala
permasalahan sosial,teori, aplikasi, dan pemecahan), (Jakarta: kencana Prenadamedia Group,
2011), cet Pertama, h. 155
2
M. Amin Nurdin dan Ahmad Abrori, Mengerti Sosiologi (Pengantar Memahami Konsep-
Konsep Sosiologi), (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), cet Pertama, h. 73
3
Ihrom, Bunga Rampai Sosiologi Keluarga , (Jakarta:Yayasan Obor Indonesia,2004), h. 30

8
9

moral, sosial, fisik, dan dewasa yang akan menghasilkan suatu tindakan
diarahkan untuk mempersiapkan ke arah tertentu.”4
Adapula pengertian menurut Soerjono Soekanto yang
mendefinisikan bahwa sosialisasi merupakan proses di mana anggota
masyarakat yang baru mempelajari norma-norma dan nilai-nilai
masyarakat di mana ia menjadi anggota.5 Sosialisasi pun dapat diartikan
sebagai sebuah proses seseorang yang belajar cara berpikir dan bersikap
dalam budaya mereka.6
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan dengan sederhana
bahwa sosialisasi diartikan sebagai proses belajar bagi seseorang atau
sekelompok orang selama hidupnya untuk mengenali pola-pola hidup,
nilai-nilai dan norma sosial agar ia dapat berkembang menjadi pribadi
yang bisa diterima dengan baik oleh kelompoknya.
Sosialisasi sebagai proses pembelajaran masyarakat menghantarkan
warganya masuk kedalam kebudayaan. Sosialisasi menjadi rangkaian
seperangkat kegiatan masyarakat ketika individu belajar dan mengajar
untuk memahirkan diri dalam peranan sosial sesuai dengan potensinya
masing-masing.
Berdasarkan prosesnya sosialisasi dapat dibedakan menjadi dua
proses, yaitu: Pertama sosialisasi primer yaitu awal sosialisasi seorang
individu memasuki keanggotaan masyarakat, sosialisasi ini diawali oleh
sikap hormat-menghormati, tolong-menolong, toleransi, jujur, dan kasih
sayang. Kedua sosialisasi sekunder yaitu sosialisasi di luar lingkungan
keluarga yang merupakan kelanjutan dan perluasan sosialisasi primer.7

4
Rakhmat Hidayat, Sosiologi Pendidikan Emile Durkheim, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2014) Cet.1, h. 88-89
5
Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi (pemahaman fakta dan gejala
permasalahan sosial,teori, aplikasi, dan pemecahan)., h. 156
6
Herien Puspitawati, dkk, Glosarium (Keluarga, Gender, Pendidikan, dan Pembangunan),
(Bogor: PT Penerbit IPB Press Kampus IPB Taman Kencana Bogor, 2012), h. 224
7
Muh. Nurdin, et.al., Mari Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial (Depok: Pusat Perbukuan
Departemen Pendidikan Nasional ,2008), h. 51
10

a. Tujuan Sosialisasi
Menurut Cohen dalam Nurdin, sosialisasi memiliki beberapa
tujuan,8 yaitu:
a. Memberikan bekal keterampilan yang dibutuhkan bagi
individu pada masa kehidupannya kelak.
b. Memberikan bekal kemampuan untuk berkomunikasi secara
efektif dan mengembangkan kemampuannya untuk membaca,
menulis, dan berbicara.
c. Mengendalikan fungsi-fungsi organik melalui latihan-latihan
mawas diri yang tepat.
Dalam tujuan tersebut dapat diartikan bahwa sosialisasi
memiliki tujuan untuk seseorang dapat mempelajari dan menghayati
norma-norma kelompok dalam kesatuan kerja di mana ia berada
sehingga menjadikan dirinya sebagai seorang pribadi yang mudah
dalam berkomunikasi dan berperilaku sesuai dengan apa yang
diharapkan oleh suatu kelompok.

b. Agen sosialisasi
Proses sosialisasi dapat terjadi karena adanya agen-agen
sosialisasi yang memiliki peran-peran tersendiri pada bagiannya
masing-masing. Agen sosialisasi yang dimaksud adalah keluarga,
sekolah, teman sebaya, media massa, agama, lingkungan tempat
tinggal, dan tempat kerja.9 Agen sosialisasi inilah yang berperan
aktif dan penting dalam membentuk kepribadian, pengetahuan,
sikap, nilai-nilai, dan norma yang ada pada diri seseorang sehingga
dapat berinteraksi dengan baik dalam masyarakat. Melalui proses
belajar seorang anak dapat berinteraksi dengan lingkungannya
dengan baik, belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi

8
Ibid,. h. 157
9
Damsar, Pengantar Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2011), h. 69
11

pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak dia masih
bayi hingga ke liang lahat nanti.10
Pada penelitian ini lebih terfokus kepada sekolah sebagai agen
sosialisasi paling utama dalam membentuk kepribadian anak.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan yang merupakan masa
peralihan antara dunia keluarga dan dunia kemasyarakatan, di
sekolah anak diasah kecerdasan dan keahliannya dalam menyerap
ilmu pengetahuan. Bukan hanya itu di sekolah, seorang anak didik
juga dibina untuk memiliki moralitas yang baik, dan memiliki
kepribadian yang baik dalam bermasyarakat.11
Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah yang lahir dan
berkembang secara efektif dan efisien dari dan oleh serta untuk
masyarakat, merupakan perangkat yang berkewajiban memberikan
pelayanan kepada masyarakat dalam mendidik warga negara.12
Sekolah dalam arti luas didalamnya mencakup mulai dari Play
Group, TK, SD, SMP, SMA, sampai dengan Perguruan Tinggi.
Sosialisasi yang dilakukan oleh keluarga dan sekolah memiliki
perbedaan dalam penyampaiannya, menurut Dreeben dalam Damsar
beliau mengatakan seorang anak belajar kemandirian lebih intensif
di sekolah dibandingkan di tempat lain. Ketika di rumah seorang
anak dimungkinkan memperoleh bantuan anggota keluarga untuk
melaksanakan bermacam tugas dan pekerjaan, sedangkan di sekolah
sebagian tugas dan pekerjaan dilaksanakan secara mandiri yang
disertai dengan tanggung jawab.13 Biasanya guru memberikan tugas
dan pekerjaan kepada siswa dalam membentuk kemandiriannya dan

10
Arief S. Sadiman, dkk, Media Pendidikan (Pengertian, Pengembangan, dan
Pemanfaatannya), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), h. 2
11
Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi (pemahaman fakta dan gejala
permasalahan sosial,teori, aplikasi, dan pemecahan), h. 178
12
Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008),
h. 47
13
Damsar, Pengantar Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2011), h. 73
12

tanggung jawab pada pribadi anaknya, kerjasama hanya diberikan


apabila tidak memiliki unsur kecurangan.
Peranan sekolah bertugas untuk mendidik dan mengajar, serta
memperbaiki dan memperhalus tingkah laku anak didik yang dibawa
dari keluarganya. Dalam perkembangan kepribadian anak didik,
peranan sekolah dengan melalui kurikulum,14 antara lain sebagai
berikut:
1. Anak didik belajar bergaul sesama anak didik, antara guru
dengan anak didik, dan antara anak didik dengan orang yang
bukan guru (karyawan).
2. Anak didik belajar menaati peraturan-peraturan sekolah.
3. Mempersiapkan anak didik untuk menjadi anggota
masyarakat yang berguna bagi agama, bangsa dan negara.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa sekolah merupakan
tempat pembentukan kecerdasan, sikap dan minat sebagai bagian
dari pembentukan kepribadian pada diri seorang anak.

c. Peran Guru
Guru dalam melaksanakan peranannya yaitu sebagai pendidik,
pengajar, pemimpin, administrator, harus mampu melayani peserta
didik yang dilandasi dengan keadaran, keyakinan, kedisiplinan, dan
tanggung jawab secara optimal sehingga memberikan pengaruh
positif terhadap perkembangan siswa baik secara fisik maupun
psikhis.15 Peran guru di sekolah sebagai agen sosialisasi yang paling
utama setelah keluarga sangatlah penting keberadaannya, tugas
mengajar yang dilimpahkan oleh orang tua karena tidak mampu lagi
memberikan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan sikap-sikap
tertentu sesuai dengan perkembangan zaman.16 Karena dengan

14
Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, h. 49
15
Hanifah & Cucu Suhana, Konsep Strategi Pembelajaran, (Bandung: PT. Refika Aditama,
2012), cet Ketiga, h. 106
16
Arief S. Sadiman, dkk, Media Pendidikan (Pengertian, Pengembangan, dan
Pemanfaatannya), h. 3-4
13

berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi dan perkembangan


masyarakat maka bertambahlah tugas dan peranan seorang guru
dalam memberikan ilmu pengetahuan kepada anak yang
membutuhkan pendidikan. Seperti bagan yang dijelaskan oleh Uri
Wahyuni dalam artikelnya bahwa peranan seorang guru dalam
membentuk karakter atau kepribadian siswa yang dipengaruhi oleh17:
Bagan 2.1
Pendidikan Karakter

MATA PELAJARAN

PENDIDIKAN
PENGEMBANGAN DIRI
KARAKTER

BUDAYA SEKOLAH

Menjelaskan bahwa pendidikan karakter yang diterapkan oleh


guru kepada siswa dipengaruhi dengan diawali oleh mata pelajaran
apa yang diajarkan oleh guru, setelah itu pengembanga diri yang
guru sampaikan kepada siswa memberikan pengaruh yang positif
kepada siswa dalam mengembangkan kepribadiannya dalam
kehidupan sosial, kemudian budaya sekolah yang diciptakan oleh
masyarakat yang berada di lingkungan sekolah bertanggung jawab
pula dengan keberhasilannya pembentukkan karakter atau
kepribadian pada diri siswa.
Sebagai seorang guru yang memiliki peran untuk mempengaruhi
perkembangan kepribadian anak harus memberikan suasana sekolah
17
Uri Wahyuni, artikel Peran Guru dalam Membentuk Karakter Siswa di SDN Jigudan
Triharjo Pandak Bantul, Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas PGRI Yogyakarta
14

yang nyaman, tenang dan aman sehingga anak dapat belajar dengan
mudah menyerap segala apa yang diajarkan oleh guru. Schmuck dan
Schmuk dalam Darmiyati menganjurkan dikembangkannya suasana
kelas yang positif dan memiliki karakteristik,18 yaitu:
1. Kegembiraan muncul di sekolah secara umum dan di kelas
secara khusus.
2. Komunikasi antarwarga sekolah bersifat terbuka dan
diwarnai dengan dialog secara akrab.
3. Proses bekerja dan berkembang bersama sebagai suatu
kelompok dipandang cocok untuk belajar.
4. Murid-murid saling memberikan pengaruh positif.
Suasana sekolah yang positif yang diciptakan oleh guru dengan
karakterististik tersebutlah yang memungkinkan anak-anak dapat
mengembangkan nilai-nilai, perkembangan kepribadian, dan
pembentukan karakter yang diperlukan dalam kehidupan sosial.
Guru yang berperan sebagai pendidik memiliki kewajiban untuk
melakukan reformasi kelas sehingga diberi otonomi untuk
melakukan inovasi dan perubahan di lingkungan kelasnya. 19 Dengan
demikian guru dapat mengarahkan dan mengembangkan siswa
dalam aspek-aspek yang dinilai sebagai kontrol sosial dalam
masyarakat.

d. Proses Pelaksanaan Sosialisasi


Melalui proses sosialisasi, para anggota masyarakat belajar
mengetahui dan memahami perilaku mana yang diharuskan,
diperbolehkan, dianjurkan, dan tidak boleh dilakukan. Proses
sosialisasi dilakukan agar seseorang atau sekelompok orang dapat
mengetahui dan memahami bagaimana mereka harus bertingkah laku
di lingkungan masyarakatnya, serta mengetahui dan menjalankan

18
Darmiyati Zuchdi, Humanisasi Pendidikan (Menemukan Kembali Pendidikan yang
Manusiawi), (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), cet Ketiga, h. 134
19
Hanifah & Cucu Suhana, Konsep Strategi Pembelajaran, h. 108
15

hak-hak dan kewajibannya berdasarkan peranan yang dimiliki


olehnya masing-masing.
“Proses sosialisasi dilakukan oleh anggota-anggota, warga
masyarakat baik secara sadar atau tidak secara sadar orang-
orang yang memiliki kewibawaan atas individu-individu yang
disosialisasikan seperti Ayah, ibu, kakak, dan orang-orang yang
berkedudukan sederajat dengan pihak yang disosialisasikan,
seperti guru, teman sebaya, teman bermain, teman sekelas dan
lain sebagainya.”20
Proses sosialisasi yang dilakukan oleh sekolah atau guru
mempunyai peranan penting, yaitu proses membantu perkembangan
individu menjadi makhluk sosial, makhluk yang dapat beradaptasi
dengan baik di masyarakat, karena pada hakikatnya manusia itu
hidup dengan masyarakat.21
Dengan demikian, sosialisasi tidak hanya sekedar proses
menyebarluaskan informasi dalam rangka mempengaruhi seseorang
atau publik agar berbuat sesuatu, seperti mengajar, memaksa,
mengumumkan, memberikan doktrinasi saja, tetapi didalam proses
tersebut seseorang atau publik juga diberi kesempatan untuk
membangun dirinya, sebab sosialisasi tidak hanya sekedar memberi
tahu tentang sesuatu hal saja melainkan ia juga dijadikan sebagai
suatu proses pendewasaan dan pematangan kepribadian seseorang
individu maupun kelompok atau publik.

2. Pengertian Gender
Gender adalah kosa kata yang berasal dari bahasa Inggris yang
bermakna “Jenis Kelamin”, dalam glosarium disebut sebagai seks dan
gender. Gender sendiri diartikan sebagai “suatu sifat yang melekat pada
laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial, kultural
atau hubungan sosial yang terkonstruksi antara perempuan dan laki-laki

20
Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi (pemahaman fakta dan gejala
permasalahan sosial,teori, aplikasi, dan pemecahan), (Jakarta: kencana Prenadamedia Group,
2011), cet Pertama, h. 158
21
Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, h. 51
16

yang bervariasi dan sangat bergantung pada faktor-faktor budaya, agama,


sejarah dan ekonomi.”22
Ada pengertian lain yang mendefinisikan tentang gender menurut
Grijns et al., gender didefinisikan sebagai “perbedaan sosial atas dasar
jenis kelamin, berbeda dengan istilah sex yang merupakan perbedaan
secara biologis”.23
Lips dalam Mufidah mengartikan ”gender sebagai harapan-
harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan.”24Misalnya:
perempuan dikenal dengan lemah lembut, cantik, emosional dan keibuan.
Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan dan perkasa. Ciri-ciri
dari sifat itu merupakan sifat yang dapat dipertukarkan. Misalnya ada
laki-laki yang lemah lembut, ada perempuan yang kuat, rasional dan
perkasa, perubahan ciri dari sifat-sifat tersebut dapat terjadi dari waktu ke
waktu dan dari tempat ke tempat yang lain.
Gender adalah pembedaan peran, fungsi dan tanggung jawab
antara perempuan dan laki-laki yang dihasilkan dari konstruksi sosial
budaya dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman.25
Gender menurut Jary dan Jary dalam Vina memiliki dua
pengertian. Pertama, kata gender biasa digunakan untuk mebedakan
antara laki-laki dan perempuan berdasarkan anatomi jenis kelamin.
Kedua, gender lebih diartikan ke dalam pembagian ‘masculine’ dan
‘feminine’ melalui atribut-atribut yang melekat secara sosial dan
psikologi sosial.26
Berbicara mengenai maskulinitas dan feminitas tentu saja tak bisa
lepas dari pembicaraan mengenai gender, di mana gender merupakan

22
Mufidah,Ch., Isu-isu Gender Kontemporer dalam hukum keluarga, (Malang: UIN-Maliki
Press, 2010), cet pertama, h. 3
23
Hikmah, et.al., Gender Dalam Rumah Tangga Masyarakat Nelayan Balai, (Jakarta :
Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan,2008 ), h. 5
24
Mufidah., Isu-isu Gender Kontemporer dalam hukum keluarga, (2010), h. 6
25
Mufidah, Bingkai Sosial Gender (Islam, Strukturasi & Konstruksi Sosial), (Malang: UIN-
Maliki Press, 2010), cet II, h. 6
26
Vina Salviana D. Soedarwo, Modul 1 Sosiologi Gender, h. 1.5
17

konstruksi sosial dan budaya. Konstruksi yang terus berjalan dari waktu
ke waktu yang menjadikan gender bersifat dinamis.27
Perbedaan maskulin dan feminism pun menggiring anggapan
umum bahwa karakteristik maskulin lekat dengan laki-laki, dan karakter
ini dikaitkan dengan tiga sifat khusus yaitu kuat, keras, beraroma
keringat. Secara sederhana laki-laki dilabeli sifat ‘macho’. Sementara itu,
karakteristik perempuan diidentikkaan dengan sifat yang lemah, lembut
dan beraroma wangi yang sekaligus dikaitkan dengan sifat seorang
‘putri’.
Dapat disimpulkan dari beberapa pengertian di atas bahwa gender
adalah perbedaan yang terlihat antara laki-laki dan perempuan apabila
dilihat dari nilai dan tingkah laku, dan dapat menimbulkan sifat dan
perilaku pada diri seseorang yang akan berdampak positif pada
perkembangan anak jika peran orang tua atau pihak yang
mensosialisasikannya benar dalam memberikan pengarahan berdasarkan
apa yang harus dipelajari oleh anak.

3. Perbedaan Gender dan Peran Gender


Bagi masyarakat penting adanya untuk mengerti perbedaan gender
dan peran gender pada diri masing-masing individu. Perbedaan dan peran
tersebut dapat dikenal semenjak usia balita yang pada dasarnya masih
perlu dikenalkan oleh keluarga dan agen sosialisasi lainnya.

a. Perbedaan Gender
Perbedaan gender terjadi melalui proses yang sangat panjang,
dimulai dengan pembagian kerja secara seksual yang sudah
berlangsung ribuan tahun. Yang dimaksud adalah mengenai
pandangan yang sangat kuat tentang perempuan di rumah tangga dan
laki-laki di luar rumah dan hanya menguntungkan laki-laki saja.
Perbedaan secara fisik pun berpengaruh terhadap perbedaan secara

27
Purwo Santoso, dkk, Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, ISSN 1410-4946, Vol 8, No 1,
Juli 2004
18

sosial dan kultural yang mengakibatkan adanya perbedaan


psikologis.28 Banyak teori psikologi yang mendukung teori gender
dan mengembangkan pendapat bahwa perbedaan perempuan dan
laki-laki memang secara kodrat berbeda serta mempunyai ciri-ciri
kepribadian yang berbeda.29 Gender berbeda halnya dengan jenis
kelamin atau seks, perbedaan tersebut dapat dilihat dari tabel berikut
ini:
Tabel 2.130
Perbedaan Gender dan Seks/Jenis Kelamin

Gender Seks/Jenis Kelamin


Pembedaan peran, fungsi dan Perbedaan biologis laki-laki
tanggung jawab laki-laki dan dan perempuan berikut
perempuan atas dasar konstruksi fungsi reproduksinya
sosial di masyarakat

Bentukan manusia, bersifat sosial, Ciptaan tuhan bersifat


dapat dilakukan oleh laki-laki dan kodrat tidak dapat berubah
perempuanberdasarkan kebutuhan, tidak dapat ditukar berlaku
kesepakatan, kesempatan, dan sepanjang zaman dan
kepatutan budaya dimana saja

Peran sosial : Perempuan : Rahim, ovum,


Publik : mencari nafkah, menjadi ASI, menstruasi, hamil,
pemimpin, pejabat, pegawai, dokter, melahirkan, menyusui
polisi, pedagang, dll
Domestik : memasak, menyapu, Laki-laki : spermatozoa,
mengatur rumah, merawat bayi, membuahi
mengasuh/mendidik anak, dll

28
Ibid., h. 1.7
29
Retno Suhapti, “Gender dan Permasalahannya”, Buletin Psikologi, No 1, ISSN : 0854-
7106, 1995, h. 44
30
Mufidah, Bingkai Sosial Gender (Islam, Strukturasi & Konstruksi Sosial), (Malang:
UIN-Maliki Press, 2010), cet II, h. 6
19

b. Peran Gender
Istilah peran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
mempunyai arti pemain sandiwara (film), tukang lawak pada
permainan makyong, perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki
oleh orang yang berkedudukan di masyarakat.
Peran adalah suatu set perilaku yang saling berhubungan, hak-
hak, dan kewajiban seperti dikonseptualisasi oleh aktor dalam situasi
sosial. Suatu perilaku yang diharapkan dalam suatu status sosial
individu dan posisi sosial.31 Peran yang diharapkan sebagai suatu
kontrol sosial dalam melakukan kegiatan masyarakat agar bisa
berperilaku sesuai dengan status sosial individunya masing-masing.
Peran gender diartikan sebagai norma yang diterima
dihubungkan dengan sifat laki-laki atau perempuan dalam suatu
masyarakat tertentu, contohnya: anak laki-laki bermain mobil-
mobilan dan anak perempuan bermain boneka.32 Dengan demikian,
peran antara laki-laki dan perempuan memiliki perbedaannya dalam
segi fungsi dan status sosial sehingga dapat membedakan bagaimana
cara laki-laki dalam melakukan kegiatan sosialnya dan begitupula
dengan perempuan melakukan kegiatan sosialnya pada kehidupan
sehari-hari dalam bermasyarakat.
Berdasarkan definisi di atas peranan diatur oleh norma-norma
yang berlaku. Peranan yang dikenal pada diri seseorang harus
dibedakan dengan posisi dalam pergaulan kemasyarakatan., posisi
seseorang dalam masyarakat merupakan unsur statis yang
menentukan perilaku seseorang. Pola perilaku yang dilakukan dalam
kelompok merupakan karakteristik dari individu, perilaku dari setiap
individu yang merupakan hubungan sebab akibat dalam pranata
sosial.

31
Herien Puspitawati,dkk., Glosarium (Keluarga, Gender, pendidikan dan Pembangunan).
(Bogor: PT Penerbit IPB Press Kampus IPB Taman Kencana Bogor, 2012), h. 186
32
Ibid., h. 187
20

B. Hasil Penelitian Relevan


Penelitian relevan adalah hasil kajian (review) dari laporan hasil-hasil
penelitian terdahulu yang sesuai dengan masalah atau tema pokok yang
diajukan peneliti.33 Untuk menjadikan penelitian ini relevan, dan berbeda
dengan penelitian sebelumnya, dan juga mencegah adanya duplikasi
dibutuhkan perbandingan dengan penelitian sebelumnya seperti skripsi dan
jurnal yang mungkin sesuai dengan penilitian ini. Berikut beberapa penelitian
yang relevan mengenai sosialisasi gender, adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2
Penlitian Relevan

No. Nama, Judul, Instansi Metode Penelitian Hasil

1. Doddy Kholistian Jenis: Kualitatif Dari hasil penelitian ini


Arsyadani (2011), Peran Sumber: Wawancara dapat disimpulkan
Guru dalam Sosialisasi bahwa guru sangat
Lokasi: SD Negeri
Kesetaraan Gender Pada berperan dalam
Tirtoyoso 1 Semarang
Siswa SD Negeri memperkenalkan
Tirtoyoso 1 Semarang, kesetaraan gender pada
skripsi Fakultas Ilmu siswa.
Sosial Universitas Negeri
Semarang, Semarang.34

33
Pedoman Penulisan Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta: FITK, 2014), h
58.
34
Doddy Kholistian Arsyadani, “Peran Guru dalam Sosialisasi Kesetaraan Gender pada
Siswa SD Negeri Tirtoyoso 1 Semarang”, Skripsi pada sarjana Fakultas Ilmu Sosial Universitas
Negeri Semarang, Semarang, 2011, h.28
21

No. Nama, Judul, Instansi Metode Penelitian Hasil

2. Maria Dewi Rahayu Jenis:Deskriptif Dari hasil penelitian ini


(2009), Pola Asuh Anak di Analitis (kuantitatif dapat disimpulkan
Tinjau dari Aspek Relasi dan kualitatif) bahwa pada aspek relasi
Gender, skripsi Fakultas Sumber: Angket dan gender dalam keluarga,
Ekologi Manusia Institut wawancara terlihat bahwa sektor
35
Pertanian. Lokasi: Etnis Minang, produktif tidak hanya
Jawa, dan Batak milik laki-laki saja
melainkan perempuan
pun ikut dalam sektor
produktif.

3. Dewi dan Sri (2010), Jenis: Kuantitatif Dari hasil penelitian ini
Sosialisasi Gender oleh Sumber:Angket yang menggunakan 200
Orang Tua dan Prasangka (kuisoner) sampel menemukan
Gender pada Remaja, E- Lokasi: 5 sekolah hasil bahwa ibu sebagai
Journal Psikologi.36 tingkat SMU di daerah tokoh yang paling
umum dan 5 sekolah sering mengajari cara
tingkat SMU di daerah berprilaku sesuai
DKI Jakarta gender, sosialisasi
gender oleh orang tua
memiliki hubungan
yang signifikan baik
dengan prasangka
gender.

35
Maria Dewi Rahayu dengan skripsinya yang berjudul “Pola Asuh Anak di Tinjau dari
Aspek Relasi Gender (kasus pada keluarga etnis minang, jawa dan batak)”, skripsi pada sarjana
Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor, Bogor, 2009.
36
Dewi Ashuro dan Sri Rochani, Jurnal dengan judul “Sosialisasi Gender oleh Orang Tua
dan Prasangka Gender pada Remaja”, E-Journal Psikologi Vol. 3, No 2, 2010, h. 143-144
22

No. Nama, Judul, Instansi Metode Penelitian Hasil

4. Uris Udau (2013), Jenis: Kualitatif Dari hasil penelitian ini


Pemahaman Orang Tua Sumber: Wawancara menunjukan bahwa
tentang Gender dalam Lokasi: Desa Long secara keilmuan orang
Menerapkan Pola Asuh Payau tua belum memahami
Kepada Anak Remaja di perbedaan gender
Desa Long Payau, E- dengan jenis kelamin,
Journal Sosiatri.37 pemahaman orang
tentang gender
bergantung pada
pengalaman dan budaya
setempat, tugas yang
diberikan kepada anak
remaja laki-laki dan
perempuan berdasarkan
jenis kelamin. Orang
tua memberikan
sosialisasi tentang tugas
mereka kepad anak-
anak dengan harapan
mereka belajar dan
mengerti, tentang tugas
yang akan mereka
kerjakan apabila
mereka dewasa.

37
Uris Udan, jurnal dengan judul “Pemahaman Orang Tua Tentang Gender dalam
Menerapkan Pola Asuh Kepada Anak Remaja”, E-Journal Sociatri Vol. 1, No 4, 2013, h. 80-81
23

Hal-hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian


diatas adalah sebagai berikut:

Tabel 2.3
Persamaan dan Perbedaan Penelitian Relevan

No. Persamaan Perbedaan

1. Sama-sama membahas tentang sosialisasi Penelitian ini membahas


yang dilakukan oleh guru mengenai gender tentang kesetaraan gender,
pada tingkatan SD (Sekolah Dasar), dan dan lokasi penelitian di SD
menggunakan jenis sumber data yang sama Negeri 1 Tirtoyoso
yaitu wawancara dan menggunakan metode
penelitian deskriptif kualitatif.

2. Sama-sama membahas tentang pengenalan Penelitian ini yang ditinjau


gender kepada anak, dan mendapatkan dari pola asuh oleh orang tua
sumber data menggunakan wawancara. dan membahas tentang relasi
gender yang sangat luas dalam
daerah, menggunakan metode
deskriptif analitis dan
berlokasi di daerah yang
sangat luas.

3. Sama-sama membahas sosialisasi gender Penelitian ini dilakukan oleh


yang diperkenalkan kepada anak. orang tua, menggunakan
metode penelitian kuantitatif,
24

dan tempat pelaksanaan


penelitian berbeda tingkatan
yaitu SMA.

4. Sama-sama membahas tentang sosialisasi Sosialisasi dilakukan oleh


perbedaan gender yang dilakukan kepada orang tua yang dilihat dalam
anak-anak, menggunakan sumber data pola asuh kepada anak remaja,
wawancara, dan menggunakan metode lokasi penelitian dilakukan di
desktiptif kualitatif. Desa Long Payau.

C. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir merupakan jembatan untuk menyusun hipotesis.
Kerangka berpikir adalah argumentasi-argumentasi logis, rasional dan kritis
mengenai hubungan atau keterkaitan antar variabel penelitian yang disusun
peneliti berdasarkan hasil komparasi, analisis dan sintesis teori.38 Berdasarkan
latar belakang tersebut peneliti ingin meniliti bagaimana sosialisasi perbedaan
dan peran gender yang dilakukan oleh dewan guru. Melalui proses sosialisasi
yang berasal dari dewan guru yang dapat memberikan pengetahuan baru serta
membentuk suatu perilaku dan sikap pada anak laki-laki dan anak perempuan.
Kemudian dapat membentuk faktor-faktor yang mempengaruhi peran anak
dalam berperilaku melalui peran lembaga sosial yaitu sekolah, keluarga dan
masyarakat yang disosialisasikan oleh dewan guru.
Dalam melakukan sosialisasi perbedaan dan peran gender oleh dewan
guru diharapkan memberikan perkembangan yang positif terhadap
pertumbuhan pada perilaku dan sikap pada anak Madrasah Ibtidaiyah
Mathlaul Anwar Nagrog dan diharapkan hasil yang diperoleh dapat
memberikan manfaat untuk masa sekarang dan masa yang akan datang.

38
Pedoman Penulisan Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta: FITK, 2014),
h. 58.
25

Kerangka berpikir pada penelitian “Sosialisasi Perbedaan dan Peran


Gender terhadap Siswa Madrasah Ibtidaiyah Mathlaul Anwar Nagrog” dapat
digambarkan pada bagan berikut ini
Gambar 2.1

Kerangka Berpikir

SOSIALISASI

KELUARGA TEMAN SEKOLAH MEDIA TEMPAT TEMPAT


SEBAYA MASSA TINGGAL KERJA

PERAN
GURU

--- mensosialisasikan

PERBEDAAN dan PERAN GENDER

SISWA dan SISWI


SD/MI
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


Tempat penelitian yang akan dilakukan adalah di Madrasah Ibtidaiyah
Mathlaul Anwar Nagrog yang berlokasi Jl. Raya Cikampak Kp. Nagrog RT
002/007 Cibuntu Ciampea, Bogor.
Sedangkan waktu pelaksanaan penelitian ini dapat dilihat dari tabel
berikut ini:

Tabel 3.1
Waktu Pelaksanaan Penelitian

Waktu

Kegiatan Januari Februari Maret April Agustus September Oktober

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Penulisan 
BAB I

Penulisan
BAB II

Penulisan
BAB III

Penyusunan
Instrumen
Penelitian

Uji Coba
Instrumen
Penelitian

Pengumpula
n Data

26
27

Waktu

Kegiatan Januari Februari Maret April Agustus September Oktober

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Analisis
Data

Melaporkan
Bab IV dan
Bab V

Penyusunan
Laporan
Secara
Lengkap

Sidang
Munaqosah

Revisi
Skripsi

Pengumpula
n Skripsi

B. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
kualitatif, Menurut Sugiyono:
“Metode kualitatif sering disebut metode penelitian naturalistik karena
penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting);
disebut juga sebagai metode etnographi, Karena pada awalnya metode
ini lebih banyak digunakan untuk penelitian bidang antropologi budaya,
disebut sebagai metode kualitatif karena data yang terkumpul dan
analisisnya lebih bersifat kualitatif.”1

1
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2012),
Cet-17, h. 8
28

Metode yang menggambarkan bagaimana keadaan yang sebenarnya


dari fenomena yang diteliti, dengan menggunakan metode tersebut peneliti
bertujuan untuk dapat menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi,
situasi atau fenomena realitas yang mampu menjadi objek penelitian agar
lebih mendalam kesasaran penelitian. Penggunaan pendekatan ini
dikarenakan cara pengamatan dan pengumpulan data dilakukan dalam
latar/setting alamiah, artinya tanpa memanipulasi subjek yang diteliti.2
Dalam penelitian kualitatif desain penelitian bersifat sementara dan terus
berkembang sesuai dengan kenyataan di lapangan.
Data yang diperoleh menggunakan metode kualitatif tersebut lebih
menekankan pada deskripsi naratif/kata-kata, ungkapan atau pernyataan
(bukan berupa angka-angka) dimana peneliti mempunyai hubungan
langsung dengan orang-orang, situasi dan gejala yang sedang
dipelajari/diteliti tersebut yang dalam penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui bagaimana cara dewan guru dan orang tua dalam memberikan
sosialisasi perbedaan dan peran gender terhadap siswa di Madrasah
Ibtidaiyah Mathlaul Anwar Nagrog.

C. Sumber Data dan Sampel Penelitian


1. Sumber Data
Sumber data yang didapatkan untuk melakukan penelitian ini
adalah sumber data primer dan sumber data sekunder: pada penelitian
ini sumber data primer adalah hasil dari pengumpulan informasi-
informasi yang dilakukan secara langsung melalui wawancara dengan
orang-orang yang bersangkutan dan memahami atas permasalahan yang
diajukan. Pengumpulan data primer dengan teknik wawancara bertujuan
guna memperoleh informasi mengenai masalah bagaimana cara
sosialisasi perbedaan dan peran gender terhadap siswa yang dilakukan
oleh dewan guru Madrasah Ibtidaiyah Mathlaul Anwar Nagrog.

2
Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, (Jakarta: 2014), h.61.
29

Sumber data sekunder adalah data yang berupa berkas atau


dokumen sebagai data penunjang penelitian, diperoleh dari pihak-pihak
yang berkaitan dengan objek kajian penulisan skripsi ini, adapun data
berkas atau dokumen dalam penelitian ini berupa data mengenai
sosialisasi gender yang dilakukan, foto-foto yang didapat dari pihak
sekolah.
2. Sampel
Subjek yang diteliti dalam penelitian ini adalah 5 wali kelas dan 2
guru mata pelajaran serta 1 kepala sekolah di Madrasah Ibtidaiyah
Mathlaul Anwar Nagrog. Pengambilan sumber data penelitian ini
menggunakan teknik purposive sampling yaitu penentuan sampel
dengan pertimbangan tertentu.3 Dijelaskan pula oleh Arikunto purfosive
sampling yaitu teknik sampling yang digunakan oleh peneliti jika
mempunyai pertimbangan-pertimbangan tertentu di dalam pengambilan
sampelnya.4 Pertimbangan tertentu ini, misalnya orang tersebut yang
dianggap paling tahu tentang apa yang ingin peneliti tanyakan kepada
partisipan.
Partisipan penelitian yang menjadi narasumber penelitaian ini
adalah orang-orang yang mengerti tentang masalah sosialisasi
perbedaan dan peran gender, maka yang akan diwawancara adalah
dewan guru, kepala sekolah dan ketua yayasan yang terlibat langsung
dalam pelaksaan sosialisasi tersebut. Alasan peneliti mengambil
partisipan tersebut adalah mereka lebih mengetahui dan merasakan
langsung permasalahan tersebut, sehingga bisa didapatkan informasi
yang lebih naturalistik dan mendalam.

3
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta,
2015), Cet.22, h. 85.
4
Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2013), Cet. 12, Ed.
Rev ,h. 97.
30

D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar wawancara
(interview). Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat
penelitian adalah peneliti itu sendiri.5 Oleh sebab itu, peneliti sebagai
instrumen juga harus “divalidasi” seberapa jauh peneliti kualitatif siap
melakukan penelitian yang selanjutnya terjun kelapangan. Validasi terhadap
peneliti sebagai instrumen meliputi validasi terhadap pemahaman metode
penelitian kualitatif, penguasaan wawasan terhadap bidang yang diteliti,
kesiapan peneliti untuk memasuki obyek penelitian, baik secara akademik
maupun logistiknya.
Penelitian kualitatif sebagai human instrumen, berfungsi menetapkan
fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan
pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan
membuat kesimpulan atas temuannya. Pedoman wawancara yang digunakan
sebagai acuan dalam proses wawancara. Kemudian peneliti akan terjun
langsung kelapangan untuk melakukan pengumpulan data dan membuat
kesimpulan.

E. Teknik Pengumpulan Data


Dalam dunia penelitian, data merupakan sebuah hal yang sangat penting
dan menjadi dasar keabsahan dan kekuatan sebuah penelitian, data
merupakan bahan mentah berkaitan dengan fakta yang terdapat di lapangan.
Adapun dalam pengumpulan data yang digunakan peneliti meliputi berbagai
cara, yaitu:
1. Observasi
Observasi berasal dari bahasa latin yang berarti
memperhatikan dan mengikuti.6 Observasi adalah pengamatan
terhadap suatu objek yang diteliti baik secara langsung maupun
tidak langsung untuk memperoleh data yang harus dikumpulkan

5
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, h.222
6
Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial; Pendekatan Kualitatif dan
Kuantitatif, (Jakarta: Erlangga, 2009), h. 131
31

dalam penelitian.7 Dalam hal ini jenis observasi yang dilakukan


adalah jenis pengamat penuh atau the complete observer, peneliti
dengan bebas mengamati secara jelas subyeknya dari belakang
kaca, sedang subyeknya sama sekali tidak mengetahui apakah
mereka sedang diamati atau tidak.8 Penulis melakukan observasi
dengan mengenal lingkungan Madrasah Ibitidaiyah Mathlaul
Anwar Nagrog, mengamati perilaku siswa-siswi Madrasah
Ibtidaiyah Mathlaul Anwar Nagrog, dan mengikuti kegiatan belajar
mengajar di kelas.
2. Interview (wawancara)
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang
mendasarkan diri pada laporan tentang diri sendiri atau self-report,
atau setidaknya pada pengetahuan dan keyakinan pribadi9. Pada
penelitian ini, peneliti menggunakan wawancara semiterstruktur
dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas dengan tujuan untuk
menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang
diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya. Dalam hal ini
peneliti perlu mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang
dikemukakan oleh partisipan10. Kemudian penulis melakukan
wawancara kepada pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti,
yaitu kepada dewan guru dan orang tua siswa yang bersangkutan.
Tahap awal dalam wawancara ini dilakukan dengan melakukan
dialog dan menggali informasi secara umum terlebih dahulu
dengan key informan tentang keadaan di lapangan, yang kemudian
meruncing dan mengarah pada fokus penelitian dari tema yang
diangkat tersebut.

7
Djam’an Satori dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta,
2013), Cet. 5, h. 105
8
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik, (Jakarta: Bumi Aksara,
2013), Cet. 1, h.146
9
Sugiyono, h.138
10
Sugiyono, h. 233
32

3. Dokumentasi
Dokumentasi diartikan sebagai catatan peristiwa yang sudah
berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya
dari seseorang11. Dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan
metode wawancara dalam penelitian ini. Hasil dari wawancara
akan lebih dipercaya apabila didukung oleh gambar berupa foto-
foto yang diambil oleh peneliti dengan responden pada saat
wawancara berlangsung.
Dokumen-dokumen yang digunakan dalam penelitian ini
berupa data jumlah siswa dan siswi, jumlah dewan guru dan jumlah
orang tua siswa yang akan diteliti, dan dokumen lainnya yang
mendukung terhadap penelitian, kemudian foto-foto yang berkaitan
dengan perbedaan dan peran gender.

F. Pemeriksaan Keabsahan Data


Dalam penelitian kualitatif, temuan atau data dapat dinyatakan valid
apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti dengan apa
yang sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti. Teknik pemeriksaan
keabsahan data pada penelitian ini meliputi triangulasi dan meningkatkan
ketekunan.12
1. Triangulasi
Triangulasi yang akan dilakukan yaitu triangulasi sumber.
Triangulasi sumber, dilakukan dengan menanyakan hal yang sama
melalui sumber yang berbeda.13 Hal ini bertujuan untuk
membandingkan dan mengecek informasi yang diperoleh dengan
wawancara. Pada proses wawancara, peneliti memberikan
pertanyaan serupa kepada subjek penelitian. Hal tersebut
memberikan gambaran suatu proses yang dipahami masing-masing
subjek.

11
Ibid, Sugiyono, h. 240
12
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, h.,h. 268.
13
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, h.. h. 274.
33

2. Meningkatkan Ketekunan
Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan
secara lebih cermat dan berkesinambungan, dengan cara tersebut
maka kepastian data dan urutan peristiwa akan dapat direkam
secara pasti dan sistematis.14 Pengujian keabsahan data dengan
meningkatkan ketekunan ini dilakukan dengan cara peneliti
membaca seluruh catatan hasil penelitian secara cermat, sehingga
dapat diketahui kesalahan dan kekurangannya. Hal tersebut
memudahkan peneliti agar dapat memberikan deskripsi data yang
akurat dan sistematis tentang apa yang diamati.
3. Member Check
Member check adalah proses pengecekan data yang diperoleh
peneliti kepada pemberi data. Tujuan member check adalah untuk
mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa
yang diberikan oleh pemberi data.15 Yaitu mendiskusikan kembali
dengan dewan guru dan orang tua siswa yang bersangkutan.
Namun, jika data yang diberikan kepada peneliti tidak disepakati,
maka peneliti perlu mengadakan diskusi kembali, sehingga adanya
kesepakatan antara peneliti dan pemberi data. Dengan demikian,
maka akan terwujud kepercayaan data penelitian.

G. Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun data secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan
bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah difahami, dan temuannya dapat
dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisis data dilakukan dengan
mengorganisasikan data, menjabarkannya ke dalam unit-unit, melakukan
sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan

14
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, h.. h. 272.
15
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, h..h. 276.
34

dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang


lain.16 Proses analisis data dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut:
a. Reduksi Data, kegiatan peneliti menyeleksi memilah-milah data
serta memberi kode, menentukan fokus pada hal-hal yang penting,
dicari tema dan polanya serta membuang yang tidak perlu. Dengan
demikian, data yang direduksi akan memberikan gambaran yang
lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan
pengumpulan data selanjutnya.
b. Menyajikan data, setelah data direduksi, peneliti menyajikan data
dalam penelitian kualitatif, display data ini dapat dilakukan dalam
grafik dan sejenisnya. Dengan menyajikan data, maka akan
memudahkan untuk memahami apa yang diteliti, merencanakan
kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.
c. Menyimpulkan data dan verifikasi, dalam analisis data kualitatif
menurut Miles and Huberman adalah penarikan kesimpulan dan
verivikasi. Peneliti menarik kesimpulan berdasarkan data-data yang
telah ada.17 Kesimpulan ini dibuktikan dengan cara menafsirkan
berdasarkan kategori yang ada sehingga dapat diketahui hubungan
kecerdasan emosional dengan perilaku altruisme pada mahasiswa.

16
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, h. 244.
17
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, h.,h 252.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Pendahuluan
Hasil penelitian ini diperoleh dengan teknik wawancara, sebagai bentuk
pengumpulan data dan informasi-informasi dengan narasumber. Hasil
penelitian berasal dari analisis data dari wawancara. Partisipan yang menjadi
narasumber terdiri dari 7 guru dan 1 kepala sekolah.
Pada bab ini pembaca dapat mengetahui bagaimana cara guru
mensosialisasikan perbedaan dan peran gender terhadap siswa/siswi.

B. Gambaran Umum Madrasah Ibtidaiyah Mathlaul Anwar Nagrog


a. Sejarah singkat Madrasah Ibtidaiyah Mathlaul Anwar Nagrog
Berawal dari desakan masyarakat kampung Nagrog kepada tokoh
masyarakat setempat, dimana masyarakat menginginkan adanya sekolah
dasar yang bernuansakan islami. Tokoh masyarakat setempat setuju dan
diberikanlah tanah wakaf oleh K.H Samirin sebagai tokoh masyarakat
yang dikenal memiliki tanah untuk dijadikan sekolah oleh masyarakat.
Pada zaman dahulu sekolah dasar merupakan tingkat pendidikan yang
tinggi untuk masyarakat pedesaan dikarenakan setelah lulus sekolah dasar
banyak yang tidak melanjutkan ke jenjang selanjutnya, bahkan banyak
yang berhenti ditengah perjalanan belajar. Pada tahun 1968 didirikanlah
Madrasah yang diberikan nama Madrasah Ibtidaiyah Mathlaul Anwar
Nagrog dibawah naungan Departemen Agama (DEPAG) dan berada pada
Yayasan As Sufiyah karena terletak di kampung Nagrog dan memiliki
harapan bahwa kampung tersebut dijadikan dan dikenal sebagai kampung
pendidikan oleh masyarakat luar kampung Nagrog.
Madrasah Ibtidaiyah Mathlaul Anwar Nagrog terletak di daerah
pedesaan bawah kaki gunung salak yang masih menganut kepada ajaran-
ajaran adat yang mereka percayai. Pada awalnya madrasah tersebut hanya

35
36

memiliki 5 murid di tahun pertama dimulainya sekolah, lambat laun


madrasah tersebut semakin banyak mendapatkan murid, hingga saat ini
karena banyaknya sekolah-sekolah tingkat dasar maka semakin banyak
saingan dalam mencari siswa yang ingin sekolah di madrasah.
b. Visi dan Misi Madrasah Ibtidaiyah Mathlaul Anwar Nagrog
Visi dan Misi Madrasah Ibtidaiyah Mathlaul Anwar Nagrog yaitu
sebagai lembaga pendidikan formal dibawah naungan Departemen Agama
(DEPAG). Madrasah Ibtidaiyah Mathlaul Anwar Nagrog ikut bertanggung
jawab mewujudkan pendidikan nasional, mencerdaskan kehidupan
bangsa, mempertinggi budi pekerti melalui akhlakul karimah agar dapat
menumbuhkan insan-insan kamil yang mempunyai ilmu pengetahuan,
serta iman dan taqwa, bertanggung jawab kepada dirinya, agama, bangsa
dan negara.
c. Sarana dan Prasarana Madrasah Ibtidaiyah Mathlaul Anwar Nagrog
Madrasah Ibtidaiyah Mathlaul Anwar Nagrog memiliki tanah seluas
360 m2 yang merupakan milik masyarakat kampung nagrog yang dikelola
oleh keluarga Yayasan As Sufiah dengan luas bangunan 250 m 2.
Memiliki 6 ruang kelas, 1 ruang kepala madrasah, 1 ruang guru, dan 1
toilet siswa.
Kondisi bangunan Madrasah Ibtidaiyah Mathlaul Anwar Nagrog tidak
memiliki banyak sarana dan prasarana yang mendukung dalam proses
pembelajaran maupun dalam proses sosialisasi perbedaan dan peran
gender kepada siswa. Madrasah Ibtdaiyah Mathlaul Anwar Nagrog hanya
memiliki 1 ruang guru yang menyatu dengan ruang kepala madrasah,
kemudian hanya ada 1 toilet dan sangat kurang layak untuk digunakan
oleh siswa dan siswi bahkan tidak adanya toilet yang dikhususkan untuk
guru, dan ruang kelas yang tidak memiliki cukup sarana dan prasarana
untuk mendukung proses pembelajaran yang ada.
37

d. Data Guru
Data guru Madrasah Ibtidaiyah Mathlaul Anwar Nagrog Tahun
Pelajaran 2016-2017. Terdapat delapan guru di Madrasah Ibtidaiyah
Mathlaul Anwar Nagrog yang salah satunya adalah sebagai kepala
sekolah. Berdasarkan hasil wawancara peneliti di madrasah tersebut dalam
administrasi memiliki kekurangan yang cukup disayangkan, karena di
madrasah tersebut tidak memiliki cukup guru untuk membantu
berlangsungnya administrasi di madrasah. Seperti halnya telah diketahui
bahwa hanya ada kepala sekolah, wali kelas dan guru mata pelajaran saja,
tidak ada TU (Tata Usaha), wakil kepala madrasah bagian kurikulum,
wakil kepala sekolah bagian kesiswaan dan lain sebagainya dalam
membantu proses administrasi di madrasah tersebut, selama ini semua
pekerjaan yang bersangkutan dengan hal-hal tersebut diambil alih oleh
kepala madrasah.
e. Data Siswa
Berdasarkan data Rombongan Belajar (ROMBEL) di Madrasah
Ibtidaiyah Mathlaul Anwar Nagrog pada Tahun Ajaran 2015/2016, kelas 1
terdapat 5 siswa laki-laki dan 11 perempuan dengan bimbingan wali kelas
yang bernama Latifah dan menggunakan kurikulum 2013. Kelas 2
terdapat siswa 9 laki-laki dan 7 perempuan dengan bimbingan wali kelas
yang bernama Kholimatul Wildah dan menggunakan kurikulum 2013.
Kelas 3 terdapat siswa 9 laki-laki dan 11 perempuan dengan bimbingan
wali kelas yang bernama Komariah dan masih menggunakan kurikulum
2006 (KTSP). Kelas 4 terdapat siswa 14 laki-laki dan 10 perempuan
dengan bimbingan wali kelas yang bernama Lusy Citra Yureza dan
menggunakan kurikulum 2013, kelas 5 terdapat siswa 15 laki-laki dan 9
perempuan dengan bimbingan wali kelas yang bernama Jaenuddin dan
menggunakan kurikulum 2013, dan kelas 6 terdapat siswa 17 laki-laki dan
38

6 perempuan dengan bimbingan wali kelas yang bernama Tuti Herawati


masih menggunakan kurikulum 2006 (KTSP).
Secara keseluruhan siswa Madrasah Ibtidaiyah Mathlaul Anwar
Nagrog yaitu 123 siswa, yang meliputi 69 siswa laki-laki dan 54 siswi
perempuan. Kurikulum yang digunakan di madrasah ini menggunakan 2
kurikulum yaitu kurikulum 2006 (KTSP) dan kurikulum 2013 dikarenakan
ada beberapa hal yang dipertimbangkan oleh pihak madrasah sehingga
masih menggunakan kurikulum 2006 (KTSP).

C. Informasi Partisipan
Dalam penelitian ini partisipan sebanyak 8 orang yang terdiri dari 7 guru
dan 1 kepala sekolah Madrasah Ibtidaiyah Mathlaul Anwar Nagrog. Informasi
partisipan penelitian dijabarkan pada bab ini agar pembaca dan penguji dapat
memahami situasi dan hasil penelitian. Pada penelitian kualitatif kesimpulan
penilitan tidak bisa disamakan, oleh sebab itu siapa yang diwawancarai dan
kapan diwawancarai itu sangat penting karena setiap partisipan yang
diwawancarai akan memiliki kesimpulan yang berbeda meskipun partisipan di
wawancarai pada waktu yang sama, informasi partisipan yang telah peneliti
wawancarai sebagai berikut:
Partisipan WG adalah kepala sekolah dari Madrasah Ibtidaiyah Mathlaul
Anwar Nagrog, partisipan WG berusia 39 tahun dan berjenis kelamin laki-
laki, bertempat tinggal di kampung Nagrog yang berjarak tidak jauh dari
madrasah, berstatus sudah menikah dan memiliki 2 orang anak yang berusia
11 tahun dan 5 tahun, partisipan WG sudah menjabat sebagai kepala sekolah
selama 3 tahun dan mengajar di madrasah selama 14 tahun selama 5 tahun
sebagai guru mata pelajaran dan wali kelas kemudian dipercaya sebagai
kepala sekolah pada tahun ke-6 hingga saat ini, selain menjabat sebagai
kepala sekolah partisipanpun mengajar pelajaran Matematika di kelas 4, 5 dan
6 dikarenakan kekurangan tenaga pengajar di madrasah.
39

Partisipan WPD adalah guru mata pelajaran IPA, IPS dan Bahasa Inggris
di kelas 3, 4 dan 6, partisipan WPD berusia 23 tahun dan berjenis kelamin
perempuan bertempat tinggal di kampung Cibuntu Ali Odah yang berjarak
cukup jauh sekitar 2,5 km untuk sampai di madrasah, berstatus lajang atau
belum menikah membuat partisipan berfikir untuk menjadi seorang guru
karena melatih diri untuk mendidik seorang anak pada saat sudah menikah,
partisipan WPD mengajar di Madrasah Ibtidaiyah Mathlaul Anwar Nagrog
selama 3 tahun. Partisipan mengajar 3 pelajaran dikarenakan kurangnya
tenaga pengajar di madrasah tersebut sehingga partisipan dengan terpaksa
harus mengajar diluar dari keahlian partisipan itu sendiri, partisipan WPD
masih menempuh pendidikan pada bidang Sarjana Ekonomi hingga saat ini.
Partisipan LCY adalah wali kelas 4 dan mengajar Bahasa Indonesia di
kelas 6, partisipan LCY berusia 23 tahun dan berjenis kelamin perempuan
berstatus lajang atau belum menikah, bertempat tinggal di kampung Cibuntu
Warung Nangka berjarak tidak begitu jauh dari madrasah sekitar 1 km
menggunakan kendaraan bermotor, partisipan sudah mengajar di Madrasah
Ibtidaiyah Mathlaul Anwar Nagrog selama 2 tahun. Pada awalnya partisipan
bukanlah seorang wali kelas, dikarenakan wali kelas sebelumnya
mengundurkan diri lalu dipilihlah partisipan sebagai pengganti wali kelas
selanjutnya, partisipan LCY masih menempuh pendidikan pada bidang
Sarjana Pendidikan Bahasa Inggris.
Partisipan KW adalah wali kelas 2, partisipan KW berusia 45 tahun dan
berjenis kelamin perempuan yang bertempat tinggal di kampung Nagrog yang
berjarak dekat hanya berjalan kaki untuk sampai di madrasah, memiliki 3
orang anak 1 perempuan dan 2 orang laki-laki, partisipan KW sudah mengajar
di Madrasah Ibtidaiyah Mathlaul Anwar Nagrog selama 10 tahun. Partisipan
KW hanya menjadi wali kelas saja dan tidak dibebani mata pelajaran lain
selain kelas 2 hanya terfokus sebagai wali kelas.
40

Partisipan J adalah guru mata pelajaran PKN, Fiqh dan Bahasa Sunda
tetapi pada tahun ajaran baru di semester 2 tahun 2016 partisipan J ditunjuk
menjadi wali kelas 5 menggantikan wali kelas yang mengundurkan diri di
madrasah, partisipan J berusia 59 tahun dan berjenis kelamin laki-laki
berstatus sudah menikah dan memiliki 3 orang anak kemudian bertempat
tinggal di kampung Cicadas 2 yang berjarak sekitar 3 km dari madrasah,
partisipan J sudah mengajar di Madrasah Ibtidaiyah Mathlaul Anwar Nagrog
selama 31 tahun dengan mata pelajaran yang berbeda-beda setiap tahunnya
tergantung mata pelajaran apa yang dibutuhkan oleh pihak madrasah.
Partisipan K adalah wali kelas 3, partisipan K berusia 39 tahun dan
berjenis kelamin perempuan berstatus sudah menikah dan memiliki 4 orang
anak, bertempat tinggal di kampung Cibuntu Warung Nangka yang tidak
begitu jauh dari madrasah sekitar 1 km, partisipan K sudah mengajar di
Madrasah Ibtidaiyah Mathlaul Anwar Nagrog selama 10 tahun, yang berawal
mengajar pelajaran Bahasa Arab dan Bahasa Sunda kemudian dipercaya untuk
menjadi wali kelas dan pada saat ini hanya terfokus pada tugasnya menjadi
wali kelas saja.
Partisipan TH adalah wali kelas 6, partisipan TH berusia 40 tahun dan
berjenis kelamin perempuan berstatus sudah menikah dan memiliki 2 orang
anak bertempat tinggal di kampung Nagrog yang berjarak tidak begitu jauh
dari madrasah hanya berjalan kaki untuk sampai di madrasah, partisipan TH
sudah mengajar di Madrasah Ibtidaiyah Mathlaul Anwar Nagrog selama 15
tahun berawal menjadi guru mata pelajaran Bahasa Inggris kemudian tahun
selanjutnya hingga saat ini di percaya untuk menjadi wali kelas 6.
Partisipan L adalah wali kelas 1, partisipan L berusia 31 tahun dan
berjenis kelamin perempuan berstatus sudah menikah dan memiliki 1 orang
anak, bertempat tinggal di kampung Nagrog yang berjarak tidak jauh dari
madrasah hanya berjalan kaki untuk sampai di madrasah, partisipan L sudah
mengajar di Madrasah Ibtidaiyah Mathlaul Anwar Nagrog selama 12 tahun
41

pada awalnya menjadi guru mata pelajaran IPA dan Bahasa Indonesia,
kemudian partisipan L dipercaya menjadi wali kelas setelah 2 tahun mengajar
di madrasah tersebut hingga saat ini.
Berdasarkan hasil data guru yang diperoleh dapat diketahui bahwa
sebagian besar guru yang mengajar di Madrasah Ibtidaiyah Mathlaul Anwar
Nagrog merupakan pribumi yang turut mengelola madrasah.

D. Paparan Hasil Penelitian


Pada hasil penelitian ini, peneliti akan memaparkan data dan hasil
penelitian terkait dengan permasalahan yang telah dirumuskan, yaitu
mendeskripsikan bagaimana cara guru mensosialisasikan perbedaan dan peran
gender terhadap siswa/siswi.
Pada bagian ini peneliti akan memaparkan jawaban partisipan pada saat
diwawancarai yang dilakukan oleh peneliti. Pada wawancara ini terdapat 15
(lima belas) pertanyaan untuk 8 (delapan) guru tentang cara guru
mensosialisasikan perbedaan dan peran gender. Hasil wawancara lalu peneliti
buatkan transkip, kemudian transkip tersebut peneliti olah dengan cara
mereduksi data, menyajikan data dan menyimpulkan data. Data yang
direduksi adalah informasi yang tidak berhubungan dengan penelitian. Data
yang disajikan dibuat dalam bentuk-bentuk poin, berdasarkan pertanyaan
wawancara. Baru setelah itu peneliti dapat menyimpulkan secara deskriptif
dan juga penelitian ini menjawab pertanyaan penelitian, dan bagaimana data
tersebut menjawab penelitian ini.
Untuk membuat paparan hasil lebih mudah dibaca dan dimengerti, maka
peneliti membagi pembahasan menjadi empat bagian, sesuai dengan tema
yang dibahas oleh partisipan, yaitu: (1) Guru mensosialisasikan perbedaan dan
peran gender melalui situasi belajar; (2) Guru mensosialisasikan perbedaan
dan peran gender melalui penugasan kebersihan; (3) Guru tidak secara khusus
mensosialisasikan perbedaan dan peran gender kepada siswa; (4) Guru tidak
42

mengerti perbedaan dan peran gender. Berikut penjelasan dari bagian-bagian


tersebut:

1. Guru mensosialisasikan perbedaan dan peran gender melalui situasi


belajar
Pengenalan mengenai perbedaan dan peran gender kepada siswa
yang dilakukan oleh guru, memang dirasakan tidak secara langsung
disampaikan oleh guru. Tetapi, disosialisasikan melalui situasi belajar
yang dikondisikan pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung.
Seperti yang dikatakan langsung oleh partisipan WG sebagai Kepala
Sekolah pada saat diwawancarai, berikut pemaparannya:
“Untuk secara aplikasi kelas yah untuk mendukung apa peran gender
gitu yah ekhemm pertama kalau saya kalau saya ketika masuk kelas
sebagai pendidik mereka gitu yah maka ehmm tidak membedakan ini
laki-ini perempuan jelas seperti itu ya. Juga kemudian seperti
umpamanya pemilihan ketua kelas dan lain sebagainya saya biasakan
untuk laki-laki dijadikan pemimpin itupun menurut saya sudah
mendukung yang dinamakan pengenalan gender, dan kemudian
mungkin juga yaah dibedakan dalam hal penempatan kursi duduk yah
karena itu yang membedakan mereka perempuan dan laki-laki tidak
diperbolehkan duduk bersama.”1

Adapun hal serupa dijelaskan juga oleh partisipan WPD yang turut
serta mengatakan bahwa sosialisasi yang dilakukan oleh guru melalui
situasi belajar pada saat mengajar, berikut pemaparan WPD:
“(Hmmm) situasinya di kelas gitu ? ya mungkin dibuat seini mungkin
ya apa sekreativitas mungkin gitu biar anak tuh gacenderung apa sih
bosan apa gitu (he’eh), dari tempat duduknya yah kan disini mah
dibedakan yah anak laki-laki duduknya sama anak laki-laki gitu kan
yah kalau anak perempuan duduknya sama anak peremuan gitu yah
kaya gitu aja situasi belajar yang saya gunakan pada saat mengajar
mah selebihnya mengikuti alur aja (hehe).”2

1
Partisipan WG, Wawancara Kepala Sekolah Madrasah Ibtidaiyah Mathlaul Anwar Nagrog,
Jum’at 28 April 2017 di Ruang Guru
2
Partisipan WPD, Wawancara Guru Mata Pelajaran Madrasah Ibtidaiyah Mathlaul Anwar
Nagrog, Jum’at 28 April 2017 di Ruang Guru
43

Sedangkan hal lain yang dituturkan oleh serentak partisipan LCY,


KW, J, K, TH, dan L juga yang turut mengatakan bahwa sosialisasi
pengenalan perbedaan dan peran gender terselipkan melalui situasi
belajar yang berlangsung secara tidak disadari oleh guru, berikut
pemaparannya pada saat diwawancarai:
“Situasinya? ketika belajar juga kan harus menciptakan situasi yang
menyenangkan kan yah, apalagi ketika harus menjelaskan gender dan
jenis kelamin mungkin situasinya ya harus menarik, situasi di kelas
sendiri saya pisahkan duduknya antara anak laki-laki dan anak
perempuan supaya mereka tau bahwa mereka berbeda.”3

“Palingan juga yah apa tuh namanya dalam duduk kali yaah dipisah,
anak laki-laki duduknya sama anak laki-laki lagi, kalau anak
perempuan duduknya sama anak perempuan, dan yang pasti yah teh
namanya anak kelas 2 mah harus bikin situasi yang menyenangkan
kaya misalkan sering nyanyi-nyanyi sama bikin permainan.”4

“Mungkin kalau dalam pelajaran Fiqih contohnya saya membedakan


pada saat siswa dan sisiwi saya ajarkan sholat dimana anak laki-laki
menjadi seorang imam dan memakai kain sarung dan peci atau bias
juga menggunakan gamis gitu. Kalau anak perempuan sebagai
makmum dan memakai mukena sebagai syarat sahnya solat seorang
wanita dimana harus menutup aurat gitu. Terus kalau kelas 6 juga kan
saya mengajar Fiqih mengenai perempuan memiliki kelebihan bisa
haid kalau anak laki-laki ya engga haid. Gitu-gitu aja sih yang saya
bedakan dalam situasi belajarnya di kelas, dan dari penempatan duduk
juga ini mah sudah dipastikan semua guru juga kan yah anak laki-laki
dan anak perempuan itu dipisahkan ga bolehlah namanya mereka itu
disatuin.”5

“Ya kaya tadi contohnya dalam hal pelajaran Aqidah akhlaq saya
ngasih contoh perempuan bagaimana dan laki-laki bagaimana (hmm)
kaya misalkan pelajaran olahraga saya pisahkan anak laki-laki dalam

3
Partisipan LCY, wawancara Wali Kelas 4 Madrasah Ibtidaiyah Mathlaul Anwar Nagrog,
Jum’at 28 April 2017 di Ruang Guru
4
Partisipan KW, Wawancara Wali Kelas 2 Madrasah Ibtidaiyah Mathlaul Anwar Nagrog,
Jum’at 28 April 2017 di Ruang Guru
5
Partisipan J, Wawancara Wali Kelas 5 Madrasah Ibtidaiyah Mathlaul Anwar Nagrog,
Jum’at 29 April 2017 di Rumah Partisipan.
44

pemanasan Push-Up terus perempuan Sit-Up, terus misalkan anak-


anak saya biarkan untuk berinovasi sendiri dalam belajar. Kemudian
tempat duduk di kelas dipisahkan antara anak laki-laki dan anak
perempuan dilarang untuk duduk sama-sama, dan juga saya
membiasakan namanya laki-laki itu dijadikan sebagai ketua kelas agar
dibiasakan tanggung jawab laki-laki itu besar menjadi seorang
pemimpin.”6

“(hmm) Dari mulai duduk aja saya udah membedakan antara laki-laki
dengan perempuan agar mereka faham bahwa mereka itu memiliki
perbedaan. Saya lebih sering memberikan tugas kepada anak
perempuan untuk menulis atau mendikte pelajaran karena biasanya
anak perempuan itu lebih rajin dibandingkan dengan anak laki-laki
seperti itu aja udah membedakan antara anak laki-laki dan perempuan
itu berbeda kan yah.”7

“(mikir) (hmm) Kalau saya di kelas menciptakan situasi belajar pasti


harus sangat menyenagkan yaah, anak kelas 1 masih susah kalau kita
ajak serius untuk belajar pasti harus pinter-pinter menyelingkan
permainan atau nyanyi-nyanyi supaya tidak jenuh, nah palingan saya
suka ngasih permain di kelas dibedain anak laki-laki grupnya sama
laki-laki kalau perempuan grupnya sama perempuan lagi. Kalaun
nyanyi-nyanyi mah bareng-bareng aja teh.”8

Dari beberapa pemaparan di atas, menunjukkan bahwa guru


mensosialisasikan perbedaan dan peran gender melalui situasi belajar yang
bervariasi seperti halnya melalui situasi penempatan tempat duduk yang
dipisahkan antara siswa laki-laki dengan siswi perempuan yang tidak
diperkenankan untuk duduk bersama. Kemudian, disosialisasikan melalui
penyelipan materi dipelajaran seperti pelajaran Aqidah Akhlaq dan Fiqih
yang membahas mengenai kewajiban dan tugas peran laki-laki dan
perempuan yang dirasakan oleh guru sebagai proses sosialisasi pengenalan

6
Partisipan K, Wawancara Wali Kelas 3 Madrasah Ibtidaiyah Mathlaul Anwar Nagrog,
Jum’at 28 April 2017 April 2017 di Rumah Partisipan.
7
Partisipan TH, Wawancara Wali Kelas 6 Madrasah Ibtidaiyah Mathlaul Anwar Nagrog,
Jum’at 28 April 2017 di Rumah Partisipan.
8
Partisipan L, Wawancara Wali Kelas 1 Madrasah Ibtidaiyah Mathlaul Anwar Nagrog,
Jum’at 28 April 2017 di Rumah Partisipan.
45

mengenai perbedaan dan peran gender kepada siswa, jadi pengenalan


perbedaan dan peran gender yang dilakukan secara tidak disadari
terselipkan melalui situasi belajar yang diciptakan sendiri oleh masing-
masing partisipan.

2. Guru mensosialisasikan perbedaan dan peran gender melalui


penugasan kebersihan
Kebersihan merupakan hal yang sangat diperhatikan oleh setiap
manusia sebagai makhluk hidup, seperti halnya yang dilakukan oleh guru-
guru di Madrasah Ibtidaiyah Mathlaul Anwar Nagrog yang menganggap
bahwa kebersihan merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan
oleh guru maupun siswa siswi yang berada di lingkungan madrasah. Pada
awalnya guru mengajarkan mengenai kebersihan lingkungan yang perlu
dilakukan oleh siswa seperti selalu memperhatikan kebersihan kelas dan
halaman sekolah yang dianggap pula sebagai proses sosialisasi mengenai
pengenalan perbedaan dan peran gender kepada siswa. Sebagai contoh,
siswa laki-laki bertugas untuk mengangkat bangku dan meja atau
memindahkan barang-barang berat seperti lemari yang ada didalam kelas,
sementara siswi perempuan bertugas untuk menyapu dan mengepel lantai.
Seperti halnya yang dipaparkan langsung oleh partisipan LCY selaku
wali kelas 4 pada saat diwawancarai, berikut pemaparannya :
“Kalau saya sih yaah, cara membedakannya dalam melakukan tugas
kebersihan di sekolah maupun di kelas kalau anak laki-laki ngangkatin
bangku juga buang sampah ke tempat pembuangan sampah,
sedangkan anak perempuan ya nyapu dan ngepel ruangan kelas, terus
lagi dalam seragam aja berbeda kan yah kalau anak laki-laki mah ga
pake kerudung kalau anak perempuan mah pake kerudung gitu. Secara
khususnya mah ga ada ya dikasih tau ke anaknya gitu mah ga ada
sama aja semuanya juga.”9

9
Partisipan LCY,.
46

Hal serupapun dikatakan oleh partisipan lain yaitu partisipan KW, J


dan juga TH yang juga bertugas sebagai Wali Kelas di madrasah turut
mengatakan bahwa kebersihan melalui pembagian tugas sebagai proses
sosialisasi pengenalan perbedaan dan peran gender kepada siswa yang
dilakukan oleh guru, berikut pemaparannya :
“Mungkin pembedaan yang dilakukan biasanya pada saat
melaksanakan sholat perempuan sudah kita ajarkan untuk menjadi
makmum dan laki-laki kita ajarkan untuk menjadi imam disini ada
pembelajaran bahwa laki-laki dan perempuan itu berbeda, seragampun
berbeda laki-laki menggunakan celana panjang dan perempuan
menggunakan rok dan kerudung, penugasan untuk kebersihan juga
dibedakan kalau siswa laki-laki itu biasanya disuruh ngangkatin
bangku pada saat piket pulang sekolah juga ngebuang sampah gitu
sedangkan siswi perempuannya disuruh nyapu ngepel karena kita
liatnya dari fisik laki-laki dan perempuan itu berbeda.”10

“Saya membedakan anak laki-laki dan perempuan seperti tadi ya kalau


dalam pelajaran mah, terus contohnya kalau lagi piket misalnya anak
laki-laki mah saya suruh ngangkatin meja kalau anak perempuan
nyapu dan ngepel kan udah ngebedain tuh tugasnya laki-laki yang
berat dan anak perempuan mah yang lebih ringan. Kadang-kadang
juga anak laki-laki suka ngebantuin nyapu anak perempuan juga suka
ngebantuin ngangkatin meja. (hehehe) ya mengalir ajalah ga pernah
dikhususin atau dibedain banget kalau saya mah.”11

“(hmmm) Kalau saya membedakannya dengan memberikan tugas


yang berbeda ya antara laki-laki sama perempuan, piket laki-laki
ngurusinnya beresin bangku dan beresin meja karena itu semua kan
berat yah, terus juga laki-laki saya suruh untuk membuang sampah-
sampah yang sudah dikumpulkan oleh anak perempuan, kalau
perempuan nyapu dan ngepel lantai karena biasanya namanya
perempuan dari segi kebersihan itu sangat rapih dan bersih, dan kalau
pelajaran penjas juga anak laki-laki saya suruh untuk lari keliling
lapangan 10x putaran tapi kalau anak perempuan saya suruh hanya 6x
putaran dan saya jelaskan bahwa laki-laki memiliki kekuatan yang
lebih kuat dibandingkan dengan anak perempuan yang cenderung
memiliki kelemahan sendiri.”12
10
Partisipan KW,.
11
Partisipan J,.
12
Partisipan TH,.
47

Sebagai kesimpulan yang dapat kita pahami bahwa guru mengganggap


penugasan dalam kebersihan atau yang biasa disebut piket di lingkungan
madrasah itu sangat penting diajarkan kepada siswa karena di madrasah
sendiri tidak memiliki petugas kebersihan khusus untuk membersihkan
madrasah seperti Office Boy atau Cleaning Service. Segala sesuatu
kebersihan atau hal-hal lainnya dilakukan oleh guru atau siswa, seperti
halnya tugas membersihkan kelas yang diwajibkan dan diajarkan kepada
siswa oleh guru sudah dibagikan peran dan tugasnya masing-masing
sesuai dengan gender siswa. Sebagai contoh siswa laki-laki diberikan
tugas untuk mengangkat bangku dan membuang sampah karena dianggap
pekerjaan yang memerlukan tenaga yang cukup kuat dan menguras
tenaga sedangkan siswi perempuan diberikan tugas untuk menyapu lantai
kelas dan menyapu lingkungan sekolah seperti lapangan, mengepel lantai
dan membersihkan debu-debu karena perempuan dianggap memiliki
tingkat kebersihan yang berbeda dengan laki-laki.

3. Guru tidak memberikan sosialisasi khusus mengenai perbedaan dan


peran gender
Tidak adanya perbedaan atau sosialisasi secara khusus yang dilakukan
oleh guru kepada siswa menjadikan salah satu faktor utama alasan siswa
belum begitu memahami apa yag dimaksud dengan gender, bagaimana
cara membedakan peran gender, serta seperti apa perilaku gender yang
seharusnya sesuai dengan jenis kelamin mereka masing-masing, dan ada
pula beberapa siswa yang berperilaku diluar gendernya masing-masing.
Seperti halnya yang dilakukan oleh anak perempuan berkelahi dengan
anak laki-laki, kemudian anak perempuan memalak temannya dan merasa
bahwa dia lebih kuat dibandingkan teman laki-lakinya dan juga
melakukan bully terhadap temannya masing-masing baik dilakukan oleh
anak laki-laki maupun anak perempuan. Pengenalan gender kepada siswa
48

dianggap penting oleh guru tetapi sosialisasi yang dilakukan tidak


terlaksana dengan baik, hingga gurupun tidak menyadari yang mereka
ajarkan ternyata terselipkan pembelajaran mengenai pengenalan gender
kepada siswa.
Seperti yang dikatakan langsung oleh partisipan WG sebagai kepala
sekolah pada saat diwawancarai, berikut pemaparannya:
“Kalau untuk mensosialisasikan gender itu sendiri sebetulnya
belum yah. Tetapi kita selalu berusaha untuk menjadi yang lebih
baik lagi, mungkin dengan adanya penelitian seperti ini kan
dijadikan acuan untuk sekolah hmm untuk memperhatikan lagi
mengenai pengenalan gender gitu yah. Karena selama ini kita lebih
terfokus kepada hal yang namanya bully gitu, dikhawatirkan
namanya anak-anak mah ya suka aja bercandanya keterlaluan mau
itu anak laki-laki apa perempuan sama aja.”13

Hal menarik lainnya yang dipaparkan oleh partisipan LCY, bahkan


ia mengatakan bahwa baru mengetahui apa itu gender pada saat
diwawancarai oleh peneliti, berikut pemaparan LCY:
“Belum yah, karena di IPA itu juga hanya jenis kelamin aja karena
gender itu juga saya baru tahu sekarang makanya kaget oh ternyata
gender dan jenis kelamin itu berbeda, mungkin dengan adanya
penelitian begini jadi perhatian tersendiri untuk kedepannya dalam
memperkenalkan gender dan jenis kelamin.. Secara khususnya mah
ga ada ya dikasih tau ke anaknya gitu mah ga ada sama aja
semuanya juga.”14

Beberapa partisipan seperti WPD, KW, J, K, dan TH juga


mengatakan bahwa belum ada sosialisasi secara khusus mengenai
perbedaan peran gender kepada siswa yang dilakukan oleh pihak
madrasah, berikut pemaparannya pada saat diwawancarai:
“Belum ada (hahaha). Disini tuh sama sekali tidak mendukung gitu,
(haha). Justru kalau kita punya kreativitas sendiri aja belum
didukung malahan tidak didukung. Jadi, guru-gurunya juga ga ada

13
Partisipan WG,.
14
Partisipan LCY,.
49

yang sosialisasiin secara khusus gitu loh ke anak-anak tentang


peran-peran mereka bagaimana, kalaupun ada kayanya itu mah
emang ngalir aja kayanya guru-gurunya aja semuanya ga ada yang
ngerti deh (hehe).”15

“Kayanya sama aja engga ada sosialisasi khusus gitu yahh yang
dilakukan oleh sekolah gitu untuk gender mah. Ya ngajar kaya
biasa aja gitu yah (hehe).”16

“Kalau saya liat yah mengenai gender serpetinya ga ada yang kita
sosialisasikan secara khusus. Tapi, ya mungkin ada guru kali ya
yang ngerti gender dia memberikan pengarahan khusus gitu. Setau
saya sih ga ada ya sama aja semuanya juga.”17

“Saya liat di sekolah ini belum ada usaha sendiri mengenai


pengenalan gender kepada siswa, palingan juga guru-gurunya
menyelipkan di pelajarannya masing-masing yang mereka ajarkan
ya walaupun sebenarnya ga semua guru faham kalau yang mereka
sampaikan ternyata mengenai gender gitu (hehehe).”18

“(hmm) Mungkin ya kalau dari pihak guru mah melakukan


sosialisasinya secara ga disadari aja yaah, dari metode
pengajarannya mungkin kan udah membedakan antara anak laki-
laki sama anak perempuan. Kalau dari pihak sekolah mah mungkin
belum ada sosialisasi khusus (hehehe) pernah ada sosialisasi itu
tentang bully neng soalnya disini bully itu sering terjadi yang
dilakuin sama anak perempuan atau laki-laki.”19

Dari beberapa pemaparan partisipan di atas menunjukkan bahwa


guru atau pihak sekolah tidak pernah mensosialisasikan secara khusus
tentang pemahaman peran gender pada siswa, yang sangat diperhatikan
pada saat ini yaitu mengenai sosialisasi bully yang sering terjadi oleh
siswa di madrasah bahkan hal tersebut dilakukan oleh siswi perempuan,
sebelum adanya sosialisasi yang dilakukan oleh pihak sekolah hal

15
Partisipan WPD,.
16
Partisipan KW,.
17
Partisipan J,.
18
Partisipan K,.
19
Partisipan TH,.
50

tersebut dianggap sebagai masalah utama yang harus diselesaikan oleh


pihak sekolah karena mengakibatkan siswa berperilaku tidak sesuai
dengan peran gendernya masing-masing.

4. Guru tidak mengerti perbedaan dan peran gender


Kurangnya pengetahuan guru tentang perbedaan dan peran gender
menjadikan tidak adanya sosalisasi kepada siswa, sehingga siswa tidak
mempunyai pengetahuan lebih tentang perbedaan dan peran gender.
Seperti yang dikatakan langsung oleh partisipan LCY, berikut
pemaparannya :
“Maksudnya buat anak-anak? baru tau juga ya gender sama jenis
kelamin itu berbeda gitu, ternyata gender itu berarti tanggung
jawabnya yaah peran penting untuk si laki-laki dan si perempuan.
(Eeeehmm) ya mungkin kalau laki-laki mah umum ya maksudnya
mereka harus tanggung jawab dan laki-laki itu tanggung jawabnya
besar untuk perempuan mungkin apa ya perempuan itu? Hanya
mampu menerima kali yah (hahaha). Makanya saya kaget juga
kalau ternyata gender dan jenis kelamin berbeda, gender lebih
fungsi laki-laki dan perempuan sedangkan jenis kelamin itu ternyata
vagina dan penis yah.”20

Hal serupa disampaikan pula oleh partisipan WPD, KW, J, mereka


mengatakan bahwa benar baru mengetahui bahwa gender dan jenis
kelamin itu berbeda, berikut pemaparannya:
“Jadi gini (hmm) saya aja baru paham gitu kalau gender sama jenis
kelamin itu beda (hehe) ya mungkin apa yang saya pahami tentang
gender disini bagaimana siswa dan gurunya itu mengetahui gitu
(hmm) perannya itu lebih jelas maksudnya siswa tuh terhadap guru
bagaimana, dan guru kepada murid harus bagaimana gitu,
berdasarkan fungsinya masing-masing lah gitu.”21

“(hmmm) Gimana yah (hehe) ternyata gender itu beda yah sama
jenis kelamin. Jadi, kaayanya ini apa (hmm) laki-laki sama
perempuan gitu yah, ya beda sih karakternya gitu yah kalau

20
Partisipan LCY,.
21
Partisipan WPD,.
51

perempuan mungkin agak apa penurut gitu yah, kalau laki-laki


biasanya kalau kita suruh ini itu yah agak susah ada yang nurut ada
yang engga gitu. Kalau anak laki-laki gitu yah berani gitu yah
misalnya tanggung jawabnya juga kan beda kan yah. Kalau anak
perempuan mah lebih ke keibuan kali yah sikapnya.”22

“Jujur aja ya neng saya aja baru tau kalau emang namanya gender
sama jenis kelamin itu beda (hehehe). Yang saya pahami dari
pengertian gender itu tadi ternyata mengenai peran, tanggung jawab
gitu, sifat sama fungsinya antara laki-laki sama perempuan itu
berbeda, ya mungkin lebih kepada itunya kali. Kalau peran laki-laki
biasanya mah ya dikenalnya orang yang bertanggung jawab
terhadap perempuan, gagah dan berani, kemudian perannya adalah
untuk mencari nafkah dan sebagai pemimpin atau imam. Kalau
peran perempuan mah ya itu dikenalnya tugasnya mengasuh anak,
mendidik anak, dan memiliki sifat yang lemah lembut gitu.”23

Tidak hanya itu partisipan K, TH dan L juga mengatakan hal yang


serupa berikut pemaparannya:

“Yang saya pahami tentang gender tadi ternyata berbeda sama jenis
kelamin, gender yang saya pahami disini (mikir) kayanya tentang
bagaimana seseorang bersikap, seseorang melakukan hal yang
sesuai dengan jenis kelaminnya, seseorang yang tidak melakukan
hal yang menyimpang dari apa yang sudah ditakdirkan tuhan
kepada dia. Peran laki-laki harus berani, tanggung jawab dan tidak
bersikap seperti halnya perempuanyang kemayu yang lemah lembut
dalam berbicara dan tugasnya menjadi istri yang (hmmm) mendidik
anak di rumah, memasak dan lain-lainnya.”24

“(hehe) Saya takut salah juga nih yah tapi saya coba jawab yah
mudah-mudahan aja bener (hehe). Gender yang saya pahami
mungkin mengenai tentang peran, fungsi dan tanggung jawabnya
seseorang baik itu untuk laki-laki maupun perempuan dan itu
memiliki fungsi dan peranannya masing-masing yang berbeda gitu
yah. Jika laki-laki memiliki peran sebagai seorang imam atau
pemimpin, memiliki tanggung jawab untuk bekerja memberikan
nafkah kepada keluarga, memiliki sikap atau sifat yang berani dan

22
Partisipan KW,.
23
Partisipan J,.
24
Partisipan K,.
52

maskulin atau gagah. Sedangkan perempuan memiliki peran


sebagai seorang yang bertanggung jawab dalam mendidik anak-
anaknya dalam keluarga, memasak dan membersihkan rumah, sikap
dan sifatnya lemah lembut dan kemayu.” 25

“(hmmm) Gender yah (hehe) saya baru faham gender dengan jenis
kelamin itu beda, (hmm) gender yang saya fahami disini ternyata
sebagai pembeda antara tugas dan fungsinya laki-laki dan
perempuan yang ini bukan hanya untuk anak-anak bahkan untuk
orang dewasa sekalipun. Peran laki-laki sebagai pemimpin dan
perempuan sebagai makmum. Tugasnya pun berbeda jika laki-laki
dianjurkan untuk mencari nafkah dan perempuan mengurus rumah
tangga, sifatnyapun berbeda kalau laki-laki gagah berani dan
perempuan lemah lembut dan memiliki keayuan dalam bersikap.”26

Kesimpulan dari beberapa pemaparan partisipan di atas


menunjukkan bahwa sebagian besar guru mengatakan tidak mengetahui
apa itu perbedaan peran gender, dengan tidak mengetahui apa itu
perbedaannya secara otomatis mereka tidak akan bisa mensosialisasikan
kepada siswa-siswinya secara benar dan baik. Walaupun jika diperhatikan
dari hasil wawancara yang dilakukan dapat dilihat bahwa sebenarnya
guru telah menyampaikan pengenalan secara tidak disadari, mereka
mengetahui gender dan jenis kelamin itu memiliki persamaan, sedangkan
pada hakikatnya gender dengan jenis kelamin sangatlah berbeda.

E. Diskusi
Pada bagian ini peneliti membandingkan data hasil dengan teori ataupun
hasil penelitian yang sebelumnya. Beberapa teori dan hasil penelitian yang
digunakan sudah dijelaskan pada Bab 2 Kajian Teori, namun beberapa lainnya
peneliti cari setelah data lapangan terkumpul. Hal ini sesuai dengan prinsip
penggunaan teori pada penelitian kualitatif.

25
Partisipan TH,.
26
Partisipan L,.
53

Partisipan WG sebagai kepala sekolah mengatakan bahwa sosialisasi


yang dilakukan pada saat mengajar yaitu melalui sistuasi yang diciptakan
sendiri oleh masing-masing guru seperti membedakan pemilihan ketua ketua
kelas dibiasakan laki-laki yang menjaadi pemimpin, dan tempat duduk yang
dipisahkan tidak diperbolehkan untuk duduk bersama, partisipan WPD juga
mengatakan bahwa sosialisasi yang dilakukan melalui situasi belajar yang
diciptakan oleh guru seperti penempatan duduk siswa yang dipisahkan antara
siswa dan siswi karena itupun termasuk sosialisasi mengenai perbedaan dan
peran gender. Hal ini sesuai dengan teori sosialisasi menurut Emile Durkheim
yang mengatakan bahwa :
“Proses dimana seorang individu belajar dan menginternalisasi norma
dan nilai sepanjang hidupnya dalam masyarakat mana dia berada, dan
membangun identitas sosialnya. Proses sosialisasi kepada generasi
muda berupaya menghasilkan kondisi tertentu pada anak-anak,
keadaan moral, sosial, fisik, dan dewasa yang akan menghasilkan
suatu tindakan diarahkan untuk mempersiapkan ke arah tertentu.”27

Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan partisipan LCY, KW, J, K


dan TH yang turut serta mengatakan bahwa sosialisasi perbedaan dan peran
gender yang diperkenalkan kepada siswa melalui situasi belajar yang guru
siapkan sebelum memulai pelajaran seperti halnya memisahkan tempat duduk
siswa dan siswi yang dianggap mudah untuk disosialisasikan. Kemudian, hal
lain diperkuat oleh partisipan J situasi belajar yang dilakukan yaitu dengan
memberikan perbedaan dalam materi mengenai melaksanakan sholat sebagai
laki-laki dan perempuan dimana peran dan tugas laki-laki dan perempuan itu
berbeda atau bisa dikatakan pengenalan gender secara tidak disadari. Hal lain
pun dikatakan oleh partisipan K situasi belajar yang dilakukan untuk
mensosialisasikan perbedaan dan peran gender melalui materi pembelajaran
yang diberikan kepada siswa seperti materi olahraga yang berat dilakukan

27
Rakhmat Hidayat, Sosiologi Pendidikan Emile Durkheim, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2014) Cet.1, h. 88-89
54

oleh laki-laki dan yang ringan dilakukan oleh perempuan dan tanggung jawab
laki-laki sebagai ketua kelas yang memberikan kesan bahwa laki-laki adalah
seorang pemimpin, dan partisipan L turut mengatakan dalam melakukan
sosialisasi perbedaan dan peran gender yang dilakukan oleh guru kepada
siswa melalui situasi belajar yang diciptkan oleh guru seperti halnya
melakukan kegiatan pembeda pada saat mengajar dan menyelingkan
permainan-permainan ataupun bernyanyi yang dipisahkan anggota
kelompoknya laki-laki dan perempuan. Kemudian diperkuat oleh teori
sosialisasi dari Hasbullah yang mengatakan bahwa :
“Proses sosialisasi yang dilakukan oleh sekolah atau guru mempunyai
peranan penting, yaitu proses membantu perkembangan individu
menjadi makhluk sosial, makhluk yang dapat beradaptasi dengan baik
di masyarakat, karena pada hakikatnya manusia itu hidup dengan
masyarakat.28

Situasi belajar yang diciptakan oleh guru sangat berpengaruh untuk


perkenalan perbedaan dan peran gender kepada siswa, yang dianggap sebagai
suatu proses yang membedakan antara laki-laki dan perempuan dalam
bersikap dan berperilaku. Proses sosialisasi yang dilakukan oleh guru
membuat siswa menjadi mengerti dan memahami bahwa mereka memiliki
perbedaan dalam segi jenis kelamin.
Partisipan LCY mengatakan untuk membedakan peran laki-laki dan
perempuan pada saat memberikan tugas kebersihan madrasah yang biasa
dilakukan oleh para siswa seusai jam pelajaran berakhir yaitu dengan cara
memberikan tugas pada anak laki-laki menaikkan bangku keatas meja agar
mempermudah anak perempuan dalam menyapu dan mengepel lantai kelas
dan lingkungan madrasah lainnya. Hal tersebut sesuai dengan teori gender
menurut Mufidah yang mengatakan bahwa :

28
Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), h. 51
55

“Gender adalah pembedaan peran, fungsi dan tanggung jawab antara


perempuan dan laki-laki yang dihasilkan dari konstruksi sosial budaya
dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman.”29

Hal itu diperkuat oleh partisipan KW, J dan TH yang dianggap dalam
mensosialisasikan perbedaan dan peran gender kepada siswa yaitu dengan
cara membedakan tugas dalam hal kebersihan yang dilakukan oleh siswa dan
siswi sebagai contoh siswa menaikkan bangku yang dianggap pekerjaan berat
jika dilakukan oleh siswi, kemudian membuang sampah dilakukan oleh siswa
dan tugas untuk menyapu dan mengepel lantai merupakan pekerjaan siswi
yang dianggap lebih mudah dan ringan. Hal tersebut sesuai dengan teori
gender yang memiliki dua pengertian menurut Jary yang mengatakan bahwa :

“Pertama, kata gender biasa digunakan untuk mebedakan antara laki-


laki dan perempuan berdasarkan anatomi jenis kelamin. Kedua, gender
lebih diartikan ke dalam pembagian ‘masculine’ dan ‘feminine’
melalui atribut-atribut yang melekat secara sosial dan psikologi
sosial.”30

Gender yang dikenal sebagai pembeda antara fungsi, tugas, tanggung


jawab dan peran laki-laki maupun perempuan diperkenalkan secara tidak
langsung oleh guru yang membuat siswa mempelajari dan memahami sendiri
mengenai perbedaan yang berada dalam diri mereka. Semua orang tua dan
guru tentunya mengharapkan anak atau siswa dapat berperilaku sesuai dengan
peran gendernya masing-masing agar tidak ada penyimpangan kepribadian
pada diri mereka. Hal ini sesuai dengan pendapat Hilary M. Lips dalam buku
yang ditulis Mufidah yaitu Isu-Isu Gender Kontemporer dalam Hukum
Keluarga, mengatakan bahwa “gender sebagai harapan-harapan budaya
terhadap laki-laki dan perempuan.”31 Harapan yang menginginkan setiap laki-
laki dan perempuan memiliki kepribadian dan perilaku sesuai dengan nilai

29
Mufidah, Bingkai Sosial Gender (Islam, Strukturasi & Konstruksi Sosial), (Malang: UIN-
Maliki Press, 2010), cet II, h. 6
30
Vina Salviana D. Soedarwo, Modul 1 Sosiologi Gender, h. 1.5
31
Mufidah., Isu-isu Gender Kontemporer dalam hukum keluarga, (2010), h. 6
56

dan norma yang berlaku tidak ada penyimpangan perilaku yang terjadi pada
diri laki-laki maupun perempuan, seperti halnya perempuan memilki sifat
lemah lembut dan laki-laki memiliki sifat yang jantan.
Kemudian tidak hanya itu partisipan WG sebagai kepala sekolah
mengatakan kalau untuk mensosialisasikan gender secara khusus itu belum
ada pada saat ini, beliau mengatakan lebih terfokus kepada bully yang kerap
terjadi di madrasah dan dilakukan oleh siswa dan siswi, hal serupapun
diperkuat dengan pernyataan guru lainnya seperti LCY, WPD, KW, J, K dan
TH yang mengatakan bahwa tidak ada sosialisasi secara khusus yang
diberikan kepada siswa dan siswi mengenai apa itu peran gender. Ada pula hal
lain diperkuat oleh partisipan WPD yang mengatakan bahwa pihak sekolah
tidak mendukung dalam sarana dan prasarana yang dibutuhkan guru untuk
memberikan sosialisasi mengenai perbedaan dan peran gender pada jenis
kelamin laki-laki dan perempuan, apabila kita sebagai guru harus mempunyai
kreativitas lebih agar bias memberikan materi tambahan yang dibutuhkan oleh
siswa. Bahkan, partisipan K dan TH turut mengatakan bahwa secara tidak
disadari guru hanya menyelipkan disela-sela pelajaran saja tidak ada
sosialisasi khusus untuk gender sendiri yang dilakukan atau diperintahkan
oleh pihak madrasah.
Hal ini sesuai dengan teori interaksi simbolik yang dikemukakan oleh
George Herbert Mead yang mengatakan bahwa “perilaku seseorang
dipengaruhi oleh simbol yang diberikan oleh orang lain, demikian pula
perilaku orang tersebut.”32 Simbol yang dimaksud adalah sosialisasi yang
dilakukan oleh guru terselipkan melalui pembelajaran yang diajarkan kepada
siswa termasuk dalam hal berperilaku yang seharusnya dilakukan oleh laki-
laki dan perempuan yang direspon oleh siswa dalam perilakunya sehari-hari.
Hal ini diperkuat oleh Dadi Ahmadi yang memberikan pandangan bahwa teori

32
Dadi Ahmadi, Jurnal dengan judul “Interaksi Simbolik: Suatu Pengantar)”, E-Journal
Mediator, Vol.9, No.2, 2008, h. 307
57

simbolik lebih menonjolkan mengenai perilaku komunikasi antar manusia


dalam konteks yang sangat luas dan bervariasi.33 Sehingga guru memberikan
sosialisasi mengenai perbedaan dan peran gender kepada siswa secara tidak
langsung dengan meggunakan interaksi simbolik yang dirasakan tetapi tidak
secara khusus diperkenalkan kepada siswa. Dalam hal ini seorang guru
melakukan sosialisasi peran dan perbedaan gender secara tidak langsung. Jadi
tidak ada sosialisasi secara mendalam mengenai peran dan perbedaan gender
tersebut.
Sedangkan sebagian besar partisipan mengatakan bahwa tidak
mengetahui perbedaan peran gender itu sendiri, bagaimana mereka bisa
mensosialisasikan kepada siswa dan siswinya apabila mereka sebagai guru
tidak mengetahui konsep dari peran gender itu sendiri, sebagian besar guru
menganggap bahwa gender merupakan kata lain daripada jenis kelamin. Pada
hakikatnya bahwa gender merupakan peran, tugas dan tanggung jawab
seseorang yang bisa saja berubah jika sosialisasi yang diberikan tidak sesuai
dengan apa yang seharusnya mereka dapatkan, kemudian jenis kelamin
merupakan kodrat yang sudah ada pada laki-laki dan perempuan yaitu penis
dan vagina yang sudah melekat dan tidak bisa dirubah, seperti halnya yang
dikatakan oleh partisipan LCY bahwa beliau baru mengetahui gender dengan
jenis kelamin itu berbeda. Adapun hal lain diperkuat oleh partisipan WPD,
KW, J, K, TH dan L yang memberikan pemaparan bahwa baru mengetahui
perbedaan dan peran gender berbeda dengan jenis kelamin setelah
diadakannya penelitian ini. Seharusnya seorang guru memiliki kemampuan
dalam penguasaan terhadap karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral,
sosial, kultural, emosional dan intelektual. 34 Dimana seorang guru harus bisa
memberikan pengetahuan bukan hanya materi pembelajaran saja melainkan
33
Ibid., h. 313
34
Pengawas Sekolah Pendidikan Menengah, Penilaian kinerja guru, (Direktorat Tenaga
Kependidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Departemen
Pendidikan Nasional), h. 4
58

pengetahuan-pengetahuan lain yang dapat membentuk kepribadian siswa


dalam kehidupan sosialnya sehari-hari seperti pengenalan perbedaan dan
peran gender antara laki-laki dan perempuan sehingga tidak terjadi
penyimpangan sosial. Hal ini sesuai dengan teori kompetensi menurut Drexel
yang mengatakan bahwa:
“Seseorang yang memiliki kompetensi yaitu selalu berorientasi pada
hasil, memperhatikan prosedur dalam mengidentifikasi dan menilai hasil
proses pembelajaran, memiliki pengalaman, memiliki pengetahuan
formal dan informal serta berperilaku terhadap kemajuan.”35

Kompetensi seorang guru sangatlah dibutuhkan dalam proses


pembentukan kepribadian siswa karena proses pembelajaran yang diajarkan
oleh guru kepada siswa sangat diperhatikan betul oleh siswa disetiap harinya.
Oleh sebab itu, kemampuan yang dibutuhkan oleh guru bukan hanya dalam
bidang ilmu yang diajarkannya saja melainkan kemampuan-kemampuan lain
dalam pengetahuan yang tidak hanya semata di dalam kelas diajarkan tetapi
diajarkan pula pada saat di luar kelas seperti halnya gender. 36
Dalam penelitian ini berbeda dengan penelitian yang ditulis oleh
Doddy Kholistian Arsyadani 37 yang berjudul Peran Guru dalam Sosialisasi
Kesetaraan Gender pada Siswa SD Negeri Tirtoyoso 1 Semarang. Pada
penilitian tersebut menjelaskan mengenai kesetaraan gender yang
diperkenalkan oleh guru kepada siswa. Sosialisasi gender yang dilakukan guru
SD Negeri Tirtoyoso 1 Semarang memberikan hasil yang positif karena
dengan adanya sosialisasi kesetaraan gender, siswa lebih mengerti apa yang
dimaksud dengan gender dan kesetaraan gender. Dampak dari sosialisasi yang
diberikan oleh guru, meliputi: (1) Siswa tidak lagi salah mengerti tentang

35
Muh. Ilyas Ismail, Jurnal dengan judul “Kinerja dan Kompetensi Guru dalam
Pembelajaran”, E- Journal Lentera Pendidikan, Vol. 12, No. 1, 2010, h. 55
36
Ibid., h. 55-56
37
Doddy Kholistian Arsyadani, Ringkasan Skripsi, Peran Guru dalam Sosialisasi Kesetaraan
Gender pada Siswa SD Negeri Tirtoyoso 1 Semarang. Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri
Semarang, Semarang: 2011
59

adanya gender. (2) Guru tidak hanya memberikan teori tentang kesetaraan
gender saja tetapi juga mengajarkan kepada siswa untuk mengaplikasikan
teori tersebut ke dalam kehidupan nyata karena dengan pengaplikasian teori
maka kepribadian siswa dapat terbentuk dengan baik sesuai dengan tujuan
awal diberikannya materi tentang gender. (3) Adanya sosialisasi kesetaraan
gender maka tidak lagi terjadi bias gender pada siswa SD Negeri Tirtoyoso 1
Semarang.
Sedangkan penelitian ini lebih terfokus kepada pengenalan perbedaan
dan peran gender kepada siswa yang dilakukan oleh guru. Penelitian ini tidak
secara khusus membahas mengenai kesetaraan gender yang memiliki ruang
lingkup yang sangat besar pengaruhnya kepada pribadi siswa dalam bertindak
dan berperilaku. Pada dasarnya penelitian ini hanya membahas bagaimana
cara guru dalam mensosialisasikan perbedaan dan peran gender kepada siswa,
dimana guru memperkenalkan peran, tugas, tanggung jawab dan fungsi laki-
laki maupun perempuan saja sehingga kesetaraan gender tidak masuk kedalam
pembahasan yang disosialisasikan oleh guru.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada bab I di jelaskan bahwa tujuan dari penelitian ini adalah ingin
mengetahui bagaimana cara guru dalam mensosialisasikan perbedaan dan
peran gender kepada siswa Madrasah Ibtidaiyah Mathlaul Anwar Nagrog.
Teori yang mendasari penelitian ini adalah teori sosialisasi oleh Durkheim
dalam buku Rakhmat,1 yang menjelaskan bahwa sosialisasi merupakan
proses dimana seseorang belajar mengenai nilai dan norma dalam kehidupan
masyarakat demi membangun suatu kondisi sosial yang sesuai dengan
keadaan yang ada dalam lingkungannya. Kemudian teori sosialisasi lain yang
dikemukakan oleh Hasbullah2 yang berpendapat bahwa proses sosialisasi
yang dilakukan oleh sekolah atau guru mempunyai peranan yang sangat
penting, karena turut membantu dalam perkembangan seseorang agar menjadi
makhluk sosial yang mudah beradaptasi dengan lingkungan masyarakatnya.
Selanjutnya menggunakan teori gender menurut Mufidah3 yang berpendapat
bahwa gender sebagai pembeda dalam peran, fungsi dan tanggung jawab
antara perempuan dan laki-laki yang dihasilkan karena adanya konstruksi
sosial budaya dan dapat berubah kapan saja seiring berkembangnya zaman.
Kemudian terdapat teori gender lain yang dikemukakan oleh Jary dalam
modul 1 sosiologi gender oleh Vina4 yang memiliki pandangan bahwa gender
memiliki arti sebagai pembeda dalam berperan untuk laki-laki dan perempuan
dalam kehidupan psikologis dan sosialnya. Selanjutya teori interaksi simbolik

1
Rakhmat Hidayat, Sosiologi Pendidikan Emile Durkheim, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2014) Cet.1, h. 88-89
2
Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), h.
51
3
Mufidah, Bingkai Sosial Gender (Islam, Strukturasi & Konstruksi Sosial), (Malang: UIN-
Maliki Press, 2010), cet II, h. 6
4
Vina Salviana D. Soedarwo, Modul 1 Sosiologi Gender, h. 1.5

60
61

oleh Mead dalam jurnal Dadi5 yang berpendapat bahwa perilaku seseorang
dipengaruhi oleh simbol yang diberikan oleh orang lain dengan kata lain
bahwa simbol yang disampaikan memiliki harapan dapat dimengerti dan
dapat merubah perilaku seseorang yang dituju. Terakhir adalah teori
kompetensi oleh Drexel dalam jurnal Ilyas6 yang memberikan pandangan
bahwa seseorang yang memiliki kompetensi dapat berorientasi dengan hasil
yang ia dapatkan dan selalu memperhatikan segala sesuatu yang terdapat
dalam pengetahuan sebagai proses pembelajaran demi kemajuan yang ingin
dicapai. Sehingga dalam hal ini kompetensi pada guru sangat dibutuhkan
dalam proses sosialisasi mengenai pengenalan perbedaan dan peran gender
kepada siswa agar terhindarnya penyimpangan kepribadian gender, guru yang
profesional dituntut memiliki pengetahuan bukan hanya pada bidang
keilmuannya saja tetapi pengetahuan lain yang dianggap perlu diperkenalkan
kepada siswa. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan ingin mengetahui
bagaimana cara guru dalam memberikan sosialisasi perbedaan dan peran
gender kepada siswa/siswi Madrasah Ibtidaiyah Mathlaul Anwar Nagrog,
peneliti menggunakan metode kualitatif deskriptif dimana peneliti berusaha
menguraikan temuan hasil penelitian dengan menggunakan kata-kata atau
kalimat dalam suatu struktur yang logis, serta menjelaskan konsep-konsep
dalam hubungan yang satu dengan lainnya. Peneliti memilih pendekatan
kualitatif karena dapat mempresentasikan karakteristik penelitian secara jelas,
dan data yang didapatkan lebih lengkap, lebih mendalam, dan bermakna
sehingga tujuan penelitian dapat dicapai.
Dari data yang sudah dipaparkan, maka peneliti menyimpulkan bahwa
sosialisasi mengenai perbedaan dan peran gender kepada siswa Madrasah
Ibtidaiyah Mathlaul Anwar Nagrog sangatlah penting disosialisasikan oleh
5
Dadi Ahmadi, Jurnal dengan judul “Interaksi Simbolik: Suatu Pengantar)”, E-Journal
Mediator, Vol.9, No.2, 2008, h. 307
6
Muh. Ilyas Ismail, Jurnal dengan judul “Kinerja dan Kompetensi Guru dalam
Pembelajaran”, E-Journal Lentera Pendidikan, Vol. 12, No. 1, 2010, h. 55
62

guru, dimana 8 partisipan yang diwawancarai menganggap bahwa pengenalan


gender kepada siswa dirasakan sangat penting sehingga siswa dapat
berperilaku sesuai dengan peran gender jika dilihat berdasarkan jenis
kelaminnya. Cara sosialisasi pengenalan perbedaan dan peran gender yang
dilakukan oleh guru tidak secara langsung atau secara khusus diperkenalkan
kepada siswa tetapi secara tidak disadari terselipkan pada situasi belajar yang
dikondisikan dan diciptakan pada saat proses kegiatan belajar mengajar
berlangsung, seperti kondisi yang diciptakan dalam penempatan duduk anak
laki-laki dan anak perempuan dipisahkan, dan materi-materi pelajaran yang
membahas tentang kewajiban dan tanggung jawab seorang laki-laki dan
perempuan. Kemudian, sebagian partisipan menyebutkan bahwa pengenalan
gender lain yang dilakukan melalui penugasan kebersihan yang diajarkan guru
kepada siswa dalam kegiatan piket di dalam kelas maupun di luar kelas seperti
contoh anak perempuan diajarkan untuk menyapu dan mengepel karena
dianggap sebagai tugas dan peran yang sewajarnya dilakukan oleh
perempuan, sedangkan anak laki-laki menaikkan bangku keatas meja dan
membuang sampah karena dianggap bahwa laki-laki memilki kekuatan yang
berbeda dengan perempuan.
Selanjutnya, guru baru mengetahui bahwa gender dengan jenis
kelamin itu berbeda dan memiliki arti yang berbeda, sehingga guru tidak akan
memberikan sosialisasi perbedaan dan peran gender kepada siswa secara baik
dan benar jika gurupun belum memahami arti dari kata gender itu sendiri.
Dalam hal ini peran seorang guru sangatlah dianggap penting setelah keluarga
dalam pembentukan kepribadian siswa agar tidak terjadi penyimpangan sosial
seperti penyimpangan gender yang kerap terjadi di masyarakat.
63

B. Implikasi
Pada umumnya, hasil sebuah penelitian atau karya ilmiah mempunyai
implikasi atau akibat yang ditimbulkan dari adanya penelitian tersebut.
Implikasi dari adanya penelitian ini adalah membantu mengingatkan kepada
madrasah bahwa penting memberikan sosialisasi mengenai perbedaan dan
peran gender terhadap siswa dan siswi agar terhindar dari penyimpangan
kepribadian dalam kehidupan sosial di lingkungan masyarakat, sehingga tidak
terjadi penyimpangan gender yang kerap terjadi di masyarakat.
C. Saran
Dari kesimpulan tersebut, maka peneliti mengemukakan beberapa
saran sebagai berikut:
1. Bagi Sekolah
Perlu ditingkatkan kembali mengenai sosialisasi pengenalan perbedaan
dan peran gender kepada siswa, karena hal tersebut sangatlah penting
untuk pengembangan kepribadian siswa agar tidak mengalami
penyimpangan dalam berperilaku dan sesuai dengan peran gendernya
masing-masing.
2. Bagi Partisipan
Diharapkan untuk partisipan dapat memberikan sosialisasi dan
mengajarkan mengenai perbedaan dan peran gender kepada siswa dengan
baik dan benar, selain itu mencari tahu lebih banyak lagi mengenai gender
dalam pengenalan kepada siswa, sehingga siswa dapat berperilaku sesuai
dengan peran gendernya masing-masing dan tidak ada lagi siswa yang
berperilaku diluar dari peran dan tugas mereka sebagai laki-laki dan
perempuan.
3. Bagi Orang Tua
Diharapkan kepada orang tua dapat turut serta membantu dalam
memberikan pengajaran kepada siswa mengenai tugas dan peran sebagai
laki-laki dan perempuan. Sehingga dapat memberikan pemahaman lain
64

yang diterima oleh siswa dan menyadarkan kepada diri siswa bahwa
mereka memiliki perbedaan dan peran tugas juga tanggung jawab yang
seharusnya ada dalam diri mereka dan dapat tertanam dari mulai mereka
kecil hingga dewasa nanti.
4. Bagi Siswa
Diharapkan kepada siswa setelah mendapatkan sosialisasi mengenai
perbedaan dan peran gender dapat merubah perilaku mereka dan
berperilaku sesuai dengan tugas, fungsi dan tanggung jawabnya masing-
masing sesuai dengan jenis kelamin mereka agar tidak terjadi
penyimpangan atau kata lain seperti Bully yang kerap terjadi di madrasah.
5. Bagi Peneliti Selanjutnya
Peneliti mengharapkan adanya penelitian selanjutnya dari pihak
lainnya, kemudian hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan
informasi dalam melakukan penelitian mengenai segala sesuatu yang
membahas tentang perbedaan gender dan peran gender kepada siswa.
DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Ch, Mufidah, Bingkai Sosial Gender (Islam, Strukturasi & Konstruksi Sosial),
(Malang: UIN-Maliki Press, 2010), cet II
Ch, Mufidah, Isu-isu Gender Kontemporer dalam hukum keluarga, (Malang: UIN-
Maliki Press, 2010)
Damsar, Pengantar Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2011)
Gunawan, Imam, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik, (Jakarta: Bumi Aksara,
2013), Cet. 1
Hanifah & Cucu Suhana, Konsep Strategi Pembelajaran, (Bandung: PT. Refika Aditama,
2012), cet Ketiga
Hidayat, Rakhmat, Sosiologi Pendidikan Emile Durkheim, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2014) Cet.1
Hikmah, et.al., Gender Dalam Rumah Tangga Masyarakat Nelayan Balai, (Jakarta :
Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan,2008)
Idrus, Muhammad, Metode Penelitian Ilmu Sosial; Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif,
(Jakarta: Erlangga, 2009)
Ihrom, Bunga Rampai Sosiologi Keluarga , (Jakarta:Yayasan Obor Indonesia,2004)
Nurdin, M. Amin dan Ahmad Abrori, Mengerti Sosiologi (Pengantar Memahami
Konsep-Konsep Sosiologi), (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), cet Pertama
Nurdin, Muh, et.al., Mari Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial, (Depok: Pusat
Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional,2008)
Pedoman Penulisan Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta: FITK, 2014)
Puspitawati, Herien ,dkk., Glosarium (Keluarga, Gender, pendidikan dan
Pembangunan). (Bogor: PT Penerbit IPB Press Kampus IPB Taman Kencana
Bogor, 2012)
Sadiman, Arief S., Media Pendidikan (Pengertian, Pengembangan, dan
Pemanfaatannya), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006)
Satori, Djam’an, dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta,
2013), Cet. 5
Setiadi, Elly M. dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi (pemahaman fakta dan
gejala permasalahan sosial,teori, aplikasi, dan pemecahan), (Jakarta: kencana
Prenadamedia Group, 2011), cet Pertama
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta,
2012), Cet.17
Sumbullah, Umi,dkk., Spektrum Gender Kilasan Gender di Perguruan Tinggi,
(Malang:UIN-Malang Press, 2008), cet Pertama
Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2013), Cet. 12,
Edisi Revisi
Zuchdi, Darmiyati, Humanisasi Pendidikan (Menemukan Kembali Pendidikan yang
Manusiawi), (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), cet Ketiga

Sripsi, artikel dan Jurnal:


Ahmadi, Dadi, Jurnal dengan judul “Interaksi Simbolik: Suatu Pengantar)”, E-Journal
Mediator, Vol.9, No.2, 2008
Anuar, “Bias Gender dalam Masyarakat Muslim: Antara Ajaran Islam dengan Tradisi
Tempatan”, Jurnal Fiqh, No 7, 2010
Arsyadani, Doddy Kholistian, “Peran Guru dalam Sosialisasi Kesetaraan Gender pada
Siswa SD Negeri Tirtoyoso 1 Semarang”, Skripsi pada sarjana Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Semarang, Semarang, 2011
Ashuro, Dewi dan Sri Rochani, Jurnal dengan judul “Sosialisasi Gender oleh Orang Tua dan
Prasangka Gender pada Remaja”, E-Journal Psikologi Vol. 3, No 2, 2010
Ilyas, Muh. Ilyas, Jurnal dengan judul “Kinerja dan Kompetensi Guru dalam Pembelajaran”,
E- Journal Lentera Pendidikan, Vol. 12, No. 1, 2010
Rahayu, Maria Dewi, “Pola Asuh Anak di Tinjau dari Aspek Relasi Gender (kasus pada
keluarga etnis minang, jawa dan batak)”, skripsi pada sarjana Fakultas Ekologi Manusia
Institut Pertanian Bogor, Bogor, 2009
Suhapti, Retno, “Gender dan Permasalahannya”, Buletin Psikologi, No 1, ISSN : 0854-7106,
1995
Soedarwo, Vina Salviana D., Modul 1 Sosiologi Gender
Udan,Uris, “Pemahaman Orang Tua Tentang Gender dalam Menerapkan Pola Asuh Kepada
Anak Remaja”, E-Journal Sociatri Vol. 1, No 4, 2013

Pengawas Sekolah Pendidikan Menengah, Penilaian kinerja guru, (Direktorat Tenaga


Kependidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga
Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional)
Wahyuni, Uri, artikel Peran Guru dalam Membentuk Karakter Siswa di SDN Jigudan
Triharjo Pandak Bantul, Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas PGRI Yogyakarta

Website:
Detik.com, Kurikulum Gender dan Perubahan Masa Depan, 2009,
(https://news.detik.com), diakses pada tanggal 09 Maret 2017
Disparitas adalah perbedaan atau jarak, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online,
diakses pada tanggal 09 Maret 2017
Republika, Isu Kesetaraan Gender Warnai Pendidikan, 2016, (http://www.republika.co.id),
diakses pada tanggal 09 Maret 2017
SURAT BIMBINGAN SKRIPSI,
SURAT PERMOHONAN IZIN
PENELITIAN, SURAT
KETERANGAN TELAH
MELAKUKAN PENELITIAN, SURAT
PERNYATAAN BERSEDIA
MENJADI INFORMAN PENELITIAN
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
PEDOMAN WAWANCARA DAN
HASIL WAWANCARA
PEDOMAN WAWANCARA PENDAHULUAN

1. Bagaimana siswa dan siswi dalam berperilaku di madrasah ?


2. Apakah peran guru sangat berpengaruh terhadap perilaku siswa ?
3. Apakah dewan guru di madrasah telah mengerti mengenai gender ?
4. Apakah siswa mengerti tentang gender ?
5. Apakah ada materi pembelajaran yang diajarkan mengenai gender ?
6. Adakah hal yang dilakukan oleh pihak madrasah dalam mendukung tentang
pengenalan gender kepada siswa ?
7. Bagaimana menurut bapak atau ibu sikap siswa yang mengerti mengenai
gender ?
8. Metode pembelajaran seperti apa yang dianjurkan oleh madrasah kepada guru
dalam memberikan informasi pengenalan gender ?
9. Apakah siswa dalam berperilaku ada yang memberikan sikap tidak sesuai
dengan peran gendernya ?
10. Apakah pengenalan gender dirasa penting untuk siswa ?
TRANSKIP WAWANCARA
Identitas Informan
Nama Partisipan :
Jenis Kelamin :
Usia :
Jabatan :
Lama Mengajar :
Keterangan
Sebelum melakukan wawancara peneliti sudah meminta kesediaan partisipan yang
bernama Ibu Lusi sebagai informan telah bersedia dan setuju memberikan informasi yang
dibutuhkan oleh peneliti. Sebelum diwawancarai, terlebih dahulu peneliti menjelaskan maksud
dan tujuan wawancara.
Pertanyaan Inti
1. Mata pelajaran apa yang Bapak atau Ibu ajarkan ?
2. Bagaimana sikap dan perilaku siswa (terhadap teman sekolah, teman sebaya, guru) di
sekolah ini ?
3. Bagaimana Bapak dan Ibu memahami peran gender? Apa peran perempuan dan laki-laki
?
4. Bagaimana menurut Bapak atau Ibu sebagai guru tentang pentingnya mensosialisasikan
perbedaan dan peran gender kepada siswa di sekolah ?
5. Bagaimana peran guru dalam mensosialisasikan perbedaan dan peran gender kepada
siswa ?
6. Metode pembelajaran seperti apa yang Bapak atau Ibu ajarkan kepada siswa untuk
mensosialisasikan perbedaan dan peran gender ?
7. Bagaimana Bapak atau Ibu menciptakan situasi belajar yang mendukung sosialisasi
perbedaan dan peran gender ?
8. Menurut Bapak atau Ibu sikap seperti apa yang tidak menghargai perbedaan dan peran
gender, dan apa yang Bapak atau Ibu lakukan jika siswa tidak menghargai perbedaan dan
peran gender ?
9. Bagaimana menurut Bapak atau Ibu sikap yang menghargai perbedaan dan peran gender
?
10. Bagaimana usaha dari pihak sekolah untuk mensosialisasikan perbedaan dan peran
gender ?
11. Bagaimana situasi dan sarana prasarana di sekolah dalam mendukung sosialisasi
perbedaan dan peran gender ?
12. Bagaimana siswa di sekolah berperilaku sesuai dengan peran gendernya masing-masing ?
13. Bagaimana jika ada siswa yang tidak berperilaku sesuai dengan gendernya ?
14. Bagaimana cara guru dalam membedakan peran siswa laki-laki dan siswa perempuan
sesuai dengan gendernya masing-masing ?
15. Bagaimana keadaan siswa di sekolah setelah mendapatkan sosialisasi perbedaan dan
peran gender?
TRANSKIP WAWANCARA
Identitas Informan
Nama Partisipan : Windiana Puspita Dewi, S.E
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 23 tahun
Jabatan : Guru
Lama Mengajar : 2014-Sekarang
Keterangan
Ibu Windi : Partisipan
Sebelum melakukan wawancara peneliti sudah meminta kesediaan partisipan yang
bernama Ibu Windi sebagai informan telah bersedia dan setuju memberikan informasi yang
dibutuhkan oleh peneliti. Sebelum diwawancarai, terlebih dahulu peneliti menjelaskan maksud
dan tujuan wawancara.
Pertanyaan Inti
1. Mata pelajaran apa yang Bapak atau Ibu ajarkan ?
2. Bagaimana sikap dan perilaku siswa (terhadap teman sekolah, teman sebaya, guru) di
sekolah ini ?
3. Bagaimana Bapak dan Ibu memahami peran gender? Apa peran perempuan dan laki-laki
?
4. Bagaimana menurut Bapak atau Ibu sebagai guru tentang pentingnya mensosialisasikan
perbedaan dan peran gender kepada siswa di sekolah ?
5. Bagaimana peran guru dalam mensosialisasikan perbedaan dan peran gender kepada
siswa ?
6. Metode pembelajaran seperti apa yang Bapak atau Ibu ajarkan kepada siswa untuk
mensosialisasikan perbedaan dan peran gender ?
7. Bagaimana Bapak atau Ibu menciptakan situasi belajar yang mendukung sosialisasi
perbedaan dan peran gender ?
8. Menurut Bapak atau Ibu sikap seperti apa yang tidak menghargai perbedaan dan peran
gender, dan apa yang Bapak atau Ibu lakukan jika siswa tidak menghargai perbedaan dan
peran gender ?
9. Bagaimana menurut Bapak atau Ibu sikap yang menghargai perbedaan dan peran gender
?
10. Bagaimana usaha dari pihak sekolah untuk mensosialisasikan perbedaan dan peran
gender ?
11. Bagaimana situasi dan sarana prasarana di sekolah dalam mendukung sosialisasi
perbedaan dan peran gender ?
12. Bagaimana siswa di sekolah berperilaku sesuai dengan peran gendernya masing-masing ?
13. Bagaimana jika ada siswa yang tidak berperilaku sesuai dengan gendernya ?
14. Bagaimana cara guru dalam membedakan peran siswa laki-laki dan siswa perempuan
sesuai dengan gendernya masing-masing ?
15. Bagaimana keadaan siswa di sekolah setelah mendapatkan sosialisasi perbedaan dan
peran gender?
TRANSKIP WAWANCARA
Identitas Informan
Nama Partisipan : Kholimatul Wildah, S.Ag
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 45 tahun
Jabatan : Wali Kelas 2
Lama Mengajar : 2008-Sekarang
Keterangan
Ibu Idah : Partisipan
Sebelum melakukan wawancara peneliti sudah meminta kesediaan partisipan yang
bernama Ibu Idah sebagai informan telah bersedia dan setuju memberikan informasi yang
dibutuhkan oleh peneliti. Sebelum diwawancarai, terlebih dahulu peneliti menjelaskan maksud
dan tujuan wawancara.
Pertanyaan Inti
1. Mata pelajaran apa yang Bapak atau Ibu ajarkan ?
2. Bagaimana sikap dan perilaku siswa (terhadap teman sekolah, teman sebaya, guru) di
sekolah ini ?
3. Bagaimana Bapak dan Ibu memahami peran gender? Apa peran perempuan dan laki-laki
?
4. Bagaimana menurut Bapak atau Ibu sebagai guru tentang pentingnya mensosialisasikan
perbedaan dan peran gender kepada siswa di sekolah ?
5. Bagaimana peran guru dalam mensosialisasikan perbedaan dan peran gender kepada
siswa ?
6. Metode pembelajaran seperti apa yang Bapak atau Ibu ajarkan kepada siswa untuk
mensosialisasikan perbedaan dan peran gender ?
7. Bagaimana Bapak atau Ibu menciptakan situasi belajar yang mendukung sosialisasi
perbedaan dan peran gender ?
8. Menurut Bapak atau Ibu sikap seperti apa yang tidak menghargai perbedaan dan peran
gender, dan apa yang Bapak atau Ibu lakukan jika siswa tidak menghargai perbedaan dan
peran gender ?
9. Bagaimana menurut Bapak atau Ibu sikap yang menghargai perbedaan dan peran gender
?
10. Bagaimana usaha dari pihak sekolah untuk mensosialisasikan perbedaan dan peran
gender ?
11. Bagaimana situasi dan sarana prasarana di sekolah dalam mendukung sosialisasi
perbedaan dan peran gender ?
12. Bagaimana siswa di sekolah berperilaku sesuai dengan peran gendernya masing-masing ?
13. Bagaimana jika ada siswa yang tidak berperilaku sesuai dengan gendernya ?
14. Bagaimana cara guru dalam membedakan peran siswa laki-laki dan siswa perempuan
sesuai dengan gendernya masing-masing ?
15. Bagaimana keadaan siswa di sekolah setelah mendapatkan sosialisasi perbedaan dan
peran gender?
TRANSKIP WAWANCARA
Identitas Informan
Nama Partisipan : Wawan Gunawan, S.Pd
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Usia : 39 tahun
Jabatan : Kepala Sekolah
Lama Mengajar : 2015-Sekarang
Keterangan
Pak Wawan : Partisipan
Sebelum melakukan wawancara peneliti sudah meminta kesediaan partisipan yang
bernama Pak Wawan sebagai informan telah bersedia dan setuju memberikan informasi yang
dibutuhkan oleh peneliti. Sebelum diwawancarai, terlebih dahulu peneliti menjelaskan maksud
dan tujuan wawancara.
Pertanyaan Inti
1. Mata pelajaran apa yang Bapak atau Ibu ajarkan ?

2. Bagaimana sikap dan perilaku siswa (terhadap teman sekolah, teman sebaya, guru) di
sekolah ini ?
3. Bagaimana Bapak dan Ibu memahami peran gender? Apa peran perempuan dan laki-laki
?
4. Bagaimana menurut Bapak atau Ibu sebagai guru tentang pentingnya mensosialisasikan
perbedaan dan peran gender kepada siswa di sekolah ?
5. Bagaimana peran guru dalam mensosialisasikan perbedaan dan peran gender kepada
siswa ?
6. Metode pembelajaran seperti apa yang Bapak atau Ibu ajarkan kepada siswa untuk
mensosialisasikan perbedaan dan peran gender ?
7. Bagaimana Bapak atau Ibu menciptakan situasi belajar yang mendukung sosialisasi
perbedaan dan peran gender ?
8. Menurut Bapak atau Ibu sikap seperti apa yang tidak menghargai perbedaan dan peran
gender, dan apa yang Bapak atau Ibu lakukan jika siswa tidak menghargai perbedaan dan
peran gender ?
9. Bagaimana menurut Bapak atau Ibu sikap yang menghargai perbedaan dan peran gender
?
10. Bagaimana usaha dari pihak sekolah untuk mensosialisasikan perbedaan dan peran
gender ?
11. Bagaimana situasi dan sarana prasarana di sekolah dalam mendukung sosialisasi
perbedaan dan peran gender ?
12. Bagaimana siswa di sekolah berperilaku sesuai dengan peran gendernya masing-masing ?
13. Bagaimana jika ada siswa yang tidak berperilaku sesuai dengan gendernya ?
14. Bagaimana cara guru dalam membedakan peran siswa laki-laki dan siswa perempuan
sesuai dengan gendernya masing-masing ?
15. Bagaimana keadaan siswa di sekolah setelah mendapatkan sosialisasi perbedaan dan
peran gender?
TRANSKIP WAWANCARA
Identitas Informan
Nama Partisipan : Lusi Citra Yureza, S.Pd
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 23 Tahun
Jabatan : Wali Kelas 4
Lama Mengajar : 2 Tahun
Tanggal Wawancara : 28 April 2017
Tempat Wawancara : Sekolah
Keterangan
Ibu Lusi : Partisipan
Sebelum melakukan wawancara peneliti sudah meminta kesediaan partisipan yang
bernama Ibu Lusi sebagai informan telah bersedia dan setuju memberikan informasi yang
dibutuhkan oleh peneliti. Sebelum diwawancarai, terlebih dahulu peneliti menjelaskan maksud
dan tujuan wawancara.
Pertanyaan Inti
1. Mata pelajaran apa yang Ibu ajarkan ?
Jawab Ibu Lusi : Ya kalau wali kelas mah semua mata pelajaran tapi kalau ngajar biasa
mah bahasa Indonesia di kelas 6.
2. Bagaimana sikap dan perilaku siswa (terhadap teman sekolah, teman sebaya, guru) di
sekolah ini ?
Jawab Ibu Lusi : Kalau di kelas 4 yah ? kalau di kelas 4 sih sesama teman mereka sopan
sama guru juga baik, tapi namanya juga anak ada kadang perilaku yang kurang baik ada
aja sih namanya anak mah kan proses yaah, proses mereka belajar gitu. Tapi, (ekhem)
sejauh ini sih kalau sama saya mah engga, engga kalau sama guru mah engga ada yang
ngelawanlah ibaratnya. Kalau sama murid eh sama anak sih namanya juga anaklah ada
aja yang suka berantemdan lain sebagainya.
3. Bagaimana Ibu memahami peran gender? Apa peran perempuan dan laki-laki ?
Jawab Ibu Lusi : Maksudnya buat anak-anak? baru tau juga ya gender sama jenis
kelamin itu berbeda gitu, ternyata gender itu berarti tanggung jawabnya yaah peran
penting untuk si laki-laki dan si perempuan. (Eeeehmm) ya mungkin kalau laki-laki mah
umum ya maksudnya mereka harus tanggung jawab dan laki-laki itu tanggung jawabnya
besar untuk perempuan mungkin apa ya perempuan itu? Hanya mampu menerima kali
yah (hahaha). Makanya saya kaget juga kalau ternyata gender dan jenis kelamin berbeda,
gender lebih fungsi laki-laki dan perempuan sedangkan jenis kelamin itu ternyata vagina
dan penis yah.
4. Bagaimana menurut Ibu sebagai guru tentang pentingnya mensosialisasikan perbedaan
dan peran gender kepada siswa di sekolah ?
Jawab Ibu Lusi : Penting ya, kalau menurut saya mah. Tapi, kalau (ekhemm)
pentingnya mah pertama harus jelaskan dulu jenis kelamin kali yah, kalau membedakan
gender itu agak sedikit sulit buat anak menerimanya agak sulit lah anak-anak mah
otaknya belum kesampean lah ibaratnya apalagi anak kelas 4 mungkin kelas 5 sama kelas
6 mah mampulah yah karena mereka mah sudah dewasa sekarang mah ya. Kan
dewasanya anak sekarang mah kan ga terpaku sama usia sekolah SD atau SMP, SD aja
sekarang mah udah banyak yang dewasa sebelum waktunya bahkan melewati gurunya
hahaha. Kalau buat saya mah ehmm mungkin menjelaskan gender agak sedikit sulit lah,
untuk jenis kelamin sih mudah karena ini loh perempuan dan laki-laki, kalau menjelaskan
gender agak sedikit susah (he’eh) tapi kalau ada medianya mah yah mudah.
5. Bagaimana menurut Ibu peran guru dalam mensosialisasikan perbedaan dan peran gender
kepada siswa ?
Jawab Ibu Lusi : Perannya? yaa penting lah biar mereka paham bahwa tugas laki-laki
tuh ini ini ini, mungkin kalau dalam agama mungkin (ehmmm) laki-laki itu wajibnya
solat jumat gitu kali ya, perannya kan gender itu kan laki-laki itu yah ke masjid gitu yah.
Mungkin kalau perempuan di rumah tanggung jawabnya gitu kali ya.
6. Metode pembelajaran seperti apa yang Ibu ajarkan kepada siswa untuk mensosialisasikan
perbedaan dan peran gender ?
Jawab Ibu Lusi : Kalau gender itu ke IPA ya biasanya ke jenis kelamin itu IPA kali ya ?
kalau IPA kan biasanya harus menggunakan media pra (sssttt) apa alat peraga. (ehmmm)
mungkin lebih baik menggunakan alat peraga biar jelas gitu bahwa ini teh laki-laki dan
ini perempuan dan gendernya ini kerjanya eh apa sihhh tugasnya ini ini ini itu lebih ke
IPA harus pake alat peraga lah.
7. Bagaimana Ibu menciptakan situasi belajar yang mendukung sosialisasi perbedaan dan
peran gender ?
Jawab Ibu Lusi : Situasinya? ketika belajar juga kan harus menciptakan situasi yang
menyenangkan kan yah, apalagi ketika harus menjelaskan gender dan jenis kelamin
mungkin situasinya ya harus menarik, situasi di kelas sendiri saya pisahkan duduknya
antara anak laki-laki dan anak perempuan supaya mereka tau bahwa mereka memiliki
perbedaan dalam jenis kelamin mereka.
8. Menurut Ibu sikap seperti apa yang tidak menghargai perbedaan dan peran gender, dan
apa yang Ibu lakukan jika siswa tidak menghargai perbedaan dan peran gender ?
Jawab Ibu Lusi : Sikap seperti apa yahh, (ehmmm) ya mungkin sikap dimana laki-laki
yang berprilaku seperti anak perempuan nah sebaliknya tuh anak perempuan juga
berperilaku seperti anak laki-laki dibilang tomboy kali yah, kalau laki-laki mah kemayu
gitu. Kalau memang ada siswa yang tidak menghargai perbedaan dan peran gender
sebaiknya sebagai seorang guru yah biasanya saya mah di kelas suka manggil anaknya
buat diajak diskusi dan saya jelaskan apalagi kan tau sendiri yah kalau anak kelas 4 mah
haduh anak perempuan aja ga mau kalah sama anak laki-laki ya gitu weh pokoknya mah
diajak sharing suruh minta maaf.
9. Bagaimana menurut Ibu sikap yang menghargai perbedaan dan peran gender ?
Jawab Ibu Lusi : Kalau menghargai dimana mereka paham sendiri artinya mereka
mampu memahami, mengetahui oh ini loh peran laki-laki. Jadi, mereka kalau sudah tau
berarti mereka akan menjalankan kalau buat laki-laki tapi kalau untuk perempuan sama
untuk menjalankan juga mungkin kodratnya laki-laki kalau gender yaaa itu mengetahui
tugas laki-laki tuh kalau dalam anak kecil dalam agama hukum agama gitu mungkin
mereka dengan solat jumat itu, kalau mereka paham ya mereka mungkin melakukan ya
itu dengan solat jumat dan tugas laki-laki yang lain lah yang harus dilakukan laki-laki
gitu. Kalau anak perempuannya mah ya mereka menjalankan kodratnya misalkan yaah
masak, bersih-bersih rumah.
10. Bagaimana usaha dari pihak sekolah untuk mensosialisasikan perbedaan dan peran
gender ?
Jawab Ibu Lusi : Belum yah, karena di IPA itu juga hanya jenis kelamin aja karena
gender itu juga saya baru tahu sekarang makanya kaget oh ternyata gender dan jenis
kelamin itu berbeda, mungkin dengan adanya penelitian begini jadi perhatian tersendiri
untuk kedepannya dalam memperkenalkan gender dan jenis kelamin.
11. Bagaimana situasi dan sarana prasarana di sekolah dalam mendukung sosialisasi
perbedaan dan peran gender ?
Jawab Ibu Lusi : Kalau boleh jujur sih yaah sebenarnya tidak memadai (hehehe).
Jangankan untuk peran gender sama jenis kelamin untuk mata pelajaran yang lain pun
tidak, sepintar-pintarnya guru lah, lihat sendiri lah bagaimana situasi disekolah untuk
medianya aja engga disiapin yaah mau gimana lagi ya namanya sekolahan di kampung
segini aja udah alhamdulillah masih bisa dapet rezeki disini hahaha.
12. Bagaimana siswa di sekolah berperilaku sesuai dengan peran gendernya masing-masing ?
Jawab Ibu Lusi : Kalau disini kan ada yang namanya solat dhuha kalau pagi yah, peran
gender mereka sudah tahu ketika perempuan harus membawa mukena berbeda mereka
sudah paham sih sejatinya ketika mereka lahirpun mereka sudah paham bahwa peran saya
laki-laki ketika saya solat saya harus menggunakan kopiah (peci) tidak menggunakan
kerudung atau perlengkapan perempuan, tidak hanya di sekolah mereka di rumah pun
dikenalkan peran laki-laki dan peran perempuan, misalnya kalau di rumah anak
perempuan membantu memasak ibu kalau laki-laki mungkin lebih kepada membantu
ayah. Tapi, kalau di sekolah ya ada aja sih namanya anak-anak kan berbaur yah dalam
bermain mau anak laki-laki ataupun anak perempuan mainnya sama-sama jadi kadang-
kadang berkelahi itu sudah sangat hal yang lumrah terjadi di sekolah karena tidak mau
mengalah. Ada juga anak perempuan disini yang bermasalah sering sekali memalak
teman-temannya, berkelahi sama anak laki-laki dan jarang sekali masuk, malah
kebalikannya ada anak laki-laki disini yang bersikap seperti perempuan maunya itu yah
mengerjakan pekerjaan anak perempuan kalau piket aja maunya nyapu ga mau ngangkat
bangku (hahaha).
13. Bagaimana jika ada siswa yang tidak berperilaku sesuai dengan gendernya ?
Jawab Ibu Lusi : Sebagai seorang guru tugas kita adalah yang pertama tentunya itu
menegur anaknya, tapi bukan di depan umum yah, biasanya saya mah manggil anaknya
tapi emang susah anaknya dikasih taunya sudah diperingatkan juga masih melakukan hal
tersebut lagi.
14. Bagaimana cara guru dalam membedakan peran siswa laki-laki dan siswa perempuan
sesuai dengan gendernya masing-masing ?
Jawab Ibu Lusi : Kalau saya sih yaah, cara membedakannya dalam melakukan tugas
kebersihan di sekolah maupun di kelas kalau anak laki-laki ngangkatin bangku juga
buang sampah ke tempat pembuangan sampah, sedangkan anak perempuan ya nyapu dan
ngepel ruangan kelas, terus lagi dalam seragam aja berbeda kan yah kalau anak laki-laki
mah ga pake kerudung kalau anak perempuan mah pake kerudung gitu. Secara khususnya
mah ga ada ya dikasih tau ke anaknya gitu mah ga ada sama aja semuanya juga.
15. Bagaimana keadaan siswa di sekolah setelah mendapatkan sosialisasi perbedaan dan
peran gender?
Jawab Ibu Lusi : Mereka sedikit demi sedikit sebenarnya memahami peranan mereka
masing-masing sesuai dengan jenis kelaminnya tanpa harus guru menyampaikan
pengertian dari gender yah, soalnya yang namanya masih anak-anak pemikiran mereka
masih belum nyampe gitu kalau dijelasin tentang gender. Sejauh ini mah anak sih paham
kalau laki-laki sama perempuan itu jelas berbeda.
TRANSKIP WAWANCARA
Identitas Informan
Nama Partisipan : Windiana Puspita Dewi, S.E
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 23 Tahun
Jabatan : Guru Mata Pelajaran
Lama Mengajar : 3 Tahun
Tanggal Wawancara : 28 April 2017
Tempat Wawancara : Sekolah
Keterangan
Ibu Windi : Partisipan
Sebelum melakukan wawancara peneliti sudah meminta kesediaan partisipan yang
bernama Ibu Windi sebagai informan telah bersedia dan setuju memberikan informasi yang
dibutuhkan oleh peneliti. Sebelum diwawancarai, terlebih dahulu peneliti menjelaskan maksud
dan tujuan wawancara.
Pertanyaan Inti
1. Mata pelajaran apa yang Ibu ajarkan ?
Jawab Ibu Windi : Saya disini ngajar mata pelajaran IPA, IPS sama bahasa inggris.
2. Bagaimana sikap dan perilaku siswa (terhadap teman sekolah, teman sebaya, guru) di
sekolah ini ?
Jawab Ibu Windi : (hmmm) sebenenarnya sih sikapnya sudah sedikit ehmm
menunjukan yah dimana peran dia sebagai siswa, sebagai murid sama guru gitu, (hmmm)
mungkin (hmmm) yang membedakan itu ya dari peran dan fungsinya mungkin banyak
mereka belum paham ya apa itu gender (hmm) kan selama ini kita kan yang kita ketahui
itu kan tentang jenis kelamin yah. Jadi, sampai saat ini tuh mereka belum sadar gitu
mengenai perbedaan itu gender itu bagaimana.
3. Bagaimana Ibu memahami peran gender? Apa peran perempuan dan laki-laki ?
Jawab Ibu Windi : Jadi gini (hmm) saya aja baru paham gitu kalau gender sama jenis
kelamin itu beda (hehe) ya mungkin apa yang saya pahami tentang gender disini
bagaimana siswa dan gurunya itu mengetahui gitu (hmm) perannya itu lebih jelas
maksudnya siswa tuh terhadap guru bagaimana, dan guru kepada murid harus bagaimana
gitu, berdasarkan fungsinya masing-masing lah gitu.
4. Bagaimana menurut Ibu sebagai guru tentang pentingnya mensosialisasikan perbedaan
dan peran gender kepada siswa di sekolah ?
Jawab Ibu Windi : Sangat penting sekali yah, karena mereka (hmmm) harus tau lah
(hmmm) jadi ga gimana yahh dalam ini nih di lingkungan sekolah itu mereka harus
punya (hmmm) punya inilah kesadaran diri gitu yah, tidak harus maksudnya (hmmm)
dalam cara mereka belajar pun, kan biasanya di kelas itu kan mereka suka seenaknya gitu
aja kan yah pada guru. Nah, kita tuh harus memperkenalkan yaah lebih dalam lagi gitu ke
anak biar mereka sadar gitu.
5. Bagaimana peran guru dalam mensosialisasikan perbedaan dan peran gender kepada
siswa ?
Jawab Ibu Windi : Berarti (hmm) kita yaa (hmmm) harus menjelaskan supaya mereka
tahu, terus hmm peran kita terhadap mereka harus menjelaskan lebih dalam lagi, terus
kita juga harus mencontohkan ya pribadi kita sendiri gitu kepada murid biar mereka
paham gitu.
6. Metode pembelajaran seperti apa yang Ibu ajarkan kepada siswa untuk mensosialisasikan
perbedaan dan peran gender ?
Jawab Ibu Windi : Iya sih sebenarnya udah (hmm) udah saya apa dari dari kelas 3
sebenarnya kan ini (hmm) pengenalan jenis kelamin yah hmm kan pertama dari masa ini
(hmm) apa sih bayi iya terus ke masa (ehh) anak-anak terus ke remaja, dewasa baru tua
kan yah gitu. Ya mereka udah paham lah gitu yah (hmm) udah saya apa sih (hmmm)
langsung praktekan di kelas, udah paham sih kalau masalah tentang itu mah. Kalau dalam
metode pembelajaran mah seperti biasa yah sama aja menggunakan metode ceramah
cuman yah kadang-kadang saya suka selipkan permainan-permainan yang dilakukan oleh
anak-anak gitu dan tentunya saya kategorikan anak laki-laki dan anak perempuan
dipisahkan khawatir anak laki-laki dan anak perempuan berkelahi.
7. Bagaimana Ibu menciptakan situasi belajar yang mendukung sosialisasi perbedaan dan
peran gender ?
Jawab Ibu Windi : (Hmmm) situasinya di kelas gitu ? ya mungkin dibuat seini mungkin
ya apa sekreativitas mungkin gitu biar anak tuh gacenderung apa sih bosan apa gitu
(he’eh), dari tempat duduknya yah kan disini mah dibedakan yah anak laki-laki duduknya
sama anak laki-laki gitu kan yah kalau anak perempuan duduknya sama anak peremuan
gitu yah kaya gitu aja situasi belajar yang saya gunakan pada saat mengajar mah
selebihnya mengikuti alur aja (hehe).
8. Menurut Ibu sikap seperti apa yang tidak menghargai perbedaan dan peran gender, dan
apa yang Ibu lakukan jika siswa tidak menghargai perbedaan dan peran gender ?
Jawab Ibu Windi : Mungkin mereka suka yahh dari siswa sendiri yah apa asal mereka
tuh mau cewe mau cowo. Misalkan cowo mereka tuh tiba-tiba apa sih mereka berantem
sama cewe gitu. (Hmm) terus ini apa suka ga tau apa ga tau tempat gitu. Anak ya
biasanya ga tau menempatkan diri pada posisinya gitu, mereka tuh kadang cenderung
engga mau liat perbedaan aja gitu semau dia gitu. Sikap saya sih mungkin kalau ada
anak yang tidak menghargai perbedaan dan peran gender yaah lebih ke sikap private
personality gitu yah hmm kita ngobrol secara langsung gitu berdua yah secara halus gitu
lah yah, diingatkan gitu yah, dijelasin bagaimana baiknya gitu, ditegur secara baik-baik
aja.
9. Bagaimana menurut Ibu sikap yang menghargai perbedaan dan peran gender ?
Jawab Ibu Windi : Kalau laki-laki (hmm) ya mungkin yah dia lebih bertanggung jawab
gitu yah (hmm) harus bisa melindungi teman sekelasnya juga gitu ya buat yang
perempuan engga dia tuh harus membuat situasi seperti kekeluargaan gitu. Yang pasti sih
yah harus lebih bertanggung jawab kali yaah (hmm) kalau anak laki-laki mah, kalau anak
perempuan kan harus di rumah gitu kan yah engga boleh yang namanya berantem kaya
gitu-gitu aja sih kayanya.
10. Bagaimana usaha dari pihak sekolah untuk mensosialisasikan perbedaan dan peran
gender ?
Jawab Ibu Windi : Belum ada (hahaha). Disini tuh sama sekali tidak mendukung gitu,
(haha). Justru kalau kita punya kreativitas sendiri aja belum didukung malahan tidak
didukung. Jadi, guru-gurunya juga ga ada yang sosialisasiin secara khusus gitu loh ke
anak-anak tentang peran-peran mereka bagaimana,kalaupun ada kayanya itu mah emang
ngalir aja kayanya guru-gurunya aja semuanya ga ada yang ngerti deh (hehe).
11. Bagaimana situasi dan sarana prasarana di sekolah dalam mendukung sosialisasi
perbedaan dan peran gender ?
Jawab Ibu Windi : Sama sekali tidak ada yang ngedukung sarana dan prasarananya.
Untuk mengajar aja ga ada alat peraganya, situasi di sekolahnya juga ga ada kata
ngedukung dari mulai kelas , toilet terus sama peralatan yang lainnya di sekolah ini mah
masih jauh ketinggalan deh.
12. Bagaimana siswa di sekolah berperilaku sesuai dengan peran gendernya masing-masing ?
Jawab Ibu Windi : Mungkin mereka hmm tau apa. Misalkan nih ya contoh di kelas
hmm misalkan laki-laki hmm mereka harus sadar diri misalkan pas piket dia tuh
bagiannya ngangkat-ngangkatin bangku kaya gitu, kalau perempuan berarti nyapu gitu,
buang sampah kaya gitu paling.
13. Bagaimana jika ada siswa yang tidak berperilaku sesuai dengan gendernya ?
Jawab Ibu Windi : Yah itu tadi saya mah mendingan manggil aja deh anaknya biar saya
ceramahin gitu yah hmm kan biar lebih enak juga yaah ngomongnya kalau cuman sama
anak yang bermasalah itu aja. Ada tuh yang sekarang di kelas 4 anak perempuan dia suka
malak teman-temannya jangankan anak perempuan anak laki-laki aja dia berani gitu
malak. Ya kembali lagi kepada tugas guru yaah hmmm harus bisa mengarahkan kea rah
yang lebih benar gitu.
14. Bagaimana cara guru dalam membedakan peran siswa laki-laki dan siswa perempuan
sesuai dengan gendernya masing-masing ?
Jawab Ibu Windi : Pertama hmm ya kalau di dalam kelas yaa kan penempatan tempat
duduk kan yah udah berbeda, terus tugas di misalkan tugas kelompoknya juga kan yah
saya bisa membedakan gitu misalkan lagi olahraga kan kaya laki-laki push up gitu kalau
perempuan kan sit up gitu, paling ngebedainnya kaya begitu.
15. Bagaimana keadaan siswa di sekolah setelah mendapatkan sosialisasi perbedaan dan
peran gender?
Jawab Ibu Windi : Jadi kan kebetulan saya kan ini mengajar kelas 3,kelas 4 dan kelas 6.
Mungkin hmm ya dari ketiga kelas itu berbeda-beda kan yah, mungkin kalau kelas 3 mah
yah masih ke kanak-kanakan banget masih susah gitu dibilanginnyakadang iya-iya gitu
kadang pasti kaya gitu lagi kan, kalau kelas 6 lebih mengerti gitu kan kelas 4 juga ngerti
lah dikit-dikit mah, itu juga kalau udah dijelasin ya masalah gender, sejauh ini kan guru-
gurunya aja baru tau kayanya yah hahaha.
TRANSKIP WAWANCARA
Identitas Informan
Nama Partisipan : Kholimatul Wildah, S.Ag
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 45 Tahun
Jabatan : Wali Kelas 2
Lama Mengajar : 10 Tahun
Tanggal wawancara : 28 April 2017
Tempat Wawancara : Sekolah
Keterangan
Ibu Idah : Partisipan
Sebelum melakukan wawancara peneliti sudah meminta kesediaan partisipan yang
bernama Ibu Idah sebagai informan telah bersedia dan setuju memberikan informasi yang
dibutuhkan oleh peneliti. Sebelum diwawancarai, terlebih dahulu peneliti menjelaskan maksud
dan tujuan wawancara.
Pertanyaan Inti
1. Mata pelajaran apa yang Ibu ajarkan ?
Jawab Ibu Idah : Kalau wali kelas mah yaah semua pelajaran yahh, karena gurunya kan
engga ada lagi gitu yah.
2. Bagaimana sikap dan perilaku siswa (terhadap teman sekolah, teman sebaya, guru) di
sekolah ini ?
Jawab Ibu Idah : Kalau anak-anak kelas 2 gitu yah, yang kelas 2 dulu aja gitu yah yang
saya ngajar gitu yah. Itu beda-beda sih ya namanya juga anak-anak kan yah, lagi usia-usia
gitu mah kan sukanya main-main, belajarnya sukanya sambil main gitu, makanya belajar
mah belajar serius-serius gitu. Kalau mau sambil main ya main gitu sambil nyanyi-nyayi
soalnya kan beda-beda tea kan ya anaknya ada yang aktif, ada yang pendiem juga gitu,
gitu aja deh.
3. Bagaimana Ibu memahami peran gender? Apa peran perempuan dan laki-laki ?
Jawab Ibu Idah : (hmmm) gimana yah (hehe) ternyata gender itu beda yah sama jenis
kelamin. Jadi, kaayanya ini apa (hmm) laki-laki sama perempuan gitu yah, ya beda sih
karakternya gitu yah kalau perempuan mungkin agak apa penurut gitu yah, kalau laki-laki
biasanya kalau kita suruh ini itu yah agak susah ada yang nurut ada yang engga gitu.
Kalau anak laki-laki gitu yah berani gitu yah misalnya tanggung jawabnya juga kan beda
kan yah. Kalau anak perempuan mah lebih ke keibuan kali yah sikapnya.
4. Bagaimana menurut Ibu sebagai guru tentang pentingnya mensosialisasikan perbedaan
dan peran gender kepada siswa di sekolah ?
Jawab Ibu Idah : kalau dibilang engga penting juga yah, kalau dibilang penting
mungkin sesuai seusianya aja kali yah. Kan di kelas 2 juga ada pelajaran apa tuh IPA
tentang dari apa bayi sampai tua itu udah dipelajari gitu. Oh kali masih bayi seperti ini,
usia ini usia ini gitu, sedikit demi sedikit gitu memperkenalkannya gitu.
5. Bagaimana peran guru dalam mensosialisasikan perbedaan dan peran gender kepada
siswa ?
Jawab Ibu Idah : mungkin di ini aja kali yah sama yah disangkut pautkan sambil belajar
gitu, sambil kitanya ngajarin anak sambil kitanya juga belajar juga memahami anak gitu
aja kali yah.
6. Metode pembelajaran seperti apa yang Ibu ajarkan kepada siswa untuk mensosialisasikan
perbedaan dan peran gender ?
Jawab Ibu Idah : Metodenya mah sama aja yah kalau belajar mah ceramah, sambil
menyelipkan main-main, terus nyanyi-nyanyi gitu dan disama ratakan antara laki-laki
sama perempuan engga ada sih yang namanya dibeda-bedain mah dalam hal permainan
ataupun apa yaah di kelas gitu deh pokoknya mah, tapi saya pisahkan pada saat olahraga
anak laki-laki dan anak perempuan dalam segi penugasan praktek olahraga yang
perempuan mah biasanya yang ringan-ringan aja kalau laki-laki baru agak sedikit
menguras tenaga gitu.
7. Bagaimana Ibu menciptakan situasi belajar yang mendukung sosialisasi perbedaan dan
peran gender ?
Jawab Ibu Idah : Palingan juga yah apa tuh namanya dalam duduk kali yaah dipisahkan
pastinya kalau di kelas anak laki-laki duduknya sama anak laki-laki lagi, kalau anak
perempuan duduknya sama anak perempuan kan itu juga sama aja cara sosialisasi yang
gampanglah dilakukan oleh guru (hehehe).
8. Menurut Ibu sikap seperti apa yang tidak menghargai perbedaan dan peran gender, dan
apa yang Ibu lakukan jika siswa tidak menghargai perbedaan dan peran gender ?
Jawab Ibu Idah : Mungkin yah yang namanya anak-anak mah suka aja tuh ngbully
teman-temannya, ngata-ngatain nama orang tua terus itu tuh dilakuinnya yah sama anak
perempuan juga anak laki-laki gitu yah dan akhirnya mereka berantem gitu. Kalau
misalnya ada yang engga ngehargain gitu yah dipanggil aja, ditegur secara halus yak an
ya namanya anak-anak mah mentalnya masih labil kan yah, ditegur didepan umum pasti
langsung mentalnya turun gitu.
9. Bagaimana menurut Ibu sikap yang menghargai perbedaan dan peran gender ?
Jawab Ibu Idah : Hmmm ya berarti ini ya sikap kita sebagai seorang guru harus bisa
memberikan contoh gitu ya sama anak didik kita gitu yah sikap seorang perempuan
bagaimana gitu, dan juga sikap seorang laki-laki bagaimana gitu yah. Bagaimana sikap
murid ke guru sebaliknya gitu ya dari guru ke murid gitu, saling sayang saling
menghargai gitu.
10. Bagaimana usaha dari pihak sekolah untuk mensosialisasikan perbedaan dan peran
gender ?
Jawab Ibu Idah : Kayanya sama aja engga ada sosialisasi khusus gitu yahh yang
dilakukan oleh sekolah gitu untuk gender mah. Ya ngajar kaya biasa aja gitu yah hehehe.
11. Bagaimana situasi dan sarana prasarana di sekolah dalam mendukung sosialisasi
perbedaan dan peran gender ?
Jawab Ibu Idah : Engga ada juga yah, itu mungkin masih kurang lah kelemahan di
sekolah ini. Jadi, ya gimana yah susah juga yah hehe, kalau kita bahasnya sarana
prasarana sekolah di kampung mah yaah begini ada toilet aja masih bersyukur gitu.
Hehehe.
12. Bagaimana siswa di sekolah berperilaku sesuai dengan peran gendernya masing-masing ?
Jawab Ibu Idah : Sama aja sih yaah, paling kalau main-main yah anak laki-laki mainnya
sama anak laki-laki, anak perempuan sama anak perempuan gitu yah, yaa tapi namanya
juga anak-anak kadang mainnya bareng-bareng terus ya ga bisa dikontrol juga gitu kalau
istirahat mah ya pada ngabring aja gitu, tau-tau ada yang nangis aja berantem sama
temannya.
13. Bagaimana jika ada siswa yang tidak berperilaku sesuai dengan gendernya ?
Jawab Ibu Idah : Mungkin sama saya diarahkan, dikasih nasehat gitu yah, emang kan
mungkin anak suka banyak lihat televis kali yah. Kan ada juga yang apa eehmm
permainan laki-laki perempuan mereka sama-sama memainkan gitu yah. Ya saya mah
cuman bisa mengarahkan aja kasih nasehat gitu. Apalagi itu kan di kelas 4 ada tuh yang
anak perempuan ya suka malak katanya mah ya saya denger gitu, berantem mulu sama
anak laki-laki jadi kebawa teman-temannya juga kaya gitu tomboy banget deh pokoknya,
ya kit amah cuman bisa mengarahkan aja kan yah.
14. Bagaimana cara guru dalam membedakan peran siswa laki-laki dan siswa perempuan
sesuai dengan gendernya masing-masing ?
Jawab Ibu Idah : Mungkin pembedaan yang dilakukan biasanya pada saat
melaksanakan solat perempuan sudah kita ajarkan untuk menjadi makmum dan laki-laki
kita ajarkan untuk menjadi imam disini ada pembelajaran bahwa laki-laki dan perempuan
itu berbeda pada solat dhuha pagi hari sama-sama dilapangan, seragampun berbeda laki-
laki menggunakan celana panjang dan perempuan menggunakan rok dan kerudung,
penugasan untuk kebersihan juga dibedakan kalau siswa laki-laki itu biasanya disuruh
ngangkatin bangku pada saat piket pulang sekolah juga ngebuang sampah gitu sedangkan
siswi perempuannya disuruh nyapu ngepel karena kita liatnya dari fisik laki-laki dan
perempuan itu berbeda.
15. Bagaimana keadaan siswa di sekolah setelah mendapatkan sosialisasi perbedaan dan
peran gender?
Jawab Ibu Idah : Kalau anak-anak beda yah ada yag nurut ada juga yang engga. Ada
juga yang dikasih nasehat berubah secara perlahan. Ada juga yang hari itu dikasih
nasehat hari itu begitu lai gitu. Kalau gender mah ya agak susah juga yah ngasih taunya
harus gimana yaah hehehe. Soalnya mereka mainnya ngebaur aja.
TRANSKIP WAWANCARA
Identitas Informan
Nama Partisipan : Wawan Gunawan, S.Pd.I
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Usia : 39 Tahun
Jabatan : Kepala Sekolah
Lama Mengajar : 14 Tahun
Tanggal Wawancara : 28 April 2018
Tempat Wawancara : Sekolah
Keterangan
Pak Wawan : Partisipan
Sebelum melakukan wawancara peneliti sudah meminta kesediaan partisipan yang
bernama Pak Wawan sebagai informan telah bersedia dan setuju memberikan informasi yang
dibutuhkan oleh peneliti. Sebelum diwawancarai, terlebih dahulu peneliti menjelaskan maksud
dan tujuan wawancara.
Pertanyaan Inti
1. Mata pelajaran apa yang Bapak ajarkan ?
Jawab Pak Wawan : Saya disini selain menjadi Kepala Sekolah, saya juga mengajar
Matematika di kelas 4, kelas 5 dan kelas 6.
2. Bagaimana sikap dan perilaku siswa (terhadap teman sekolah, teman sebaya, guru) di
sekolah ini ?
Jawab Pak Wawan : Seperti halnya anak-anak yah, artinya mereka berinteraksi,
kemudian mereka berbaur, bermain, belajar. Sedangkan, interaksinya adalah interaksi
normal anak-anak saja yah gitu. Kemudian, dengan guru saya melihat juga anak-anak
tidak ada batasan yang kalau dulu jaman dulu sekolah itu anak-anak menganggap guru itu
seram kemudian takut gitu. Kalau disini saya melihat saya tidak ada image seperti itu yah
terhadap semua guru gitu, artinya mereka rileks-rileks aja gitu.
3. Bagaimana Bapak memahami peran gender? Apa peran perempuan dan laki-laki ?
Jawab Pak Wawan : Gender yah, menarik tentang gender karena (hmm) memang
sekarang itu perkembangan sosial gitu yah sudah mengarah kepada persamaan antara
laki-laki dan perempuan gitu yah. Hanya sekedar biologis hanya sekedar jenis kelamin
memang itu sudah menjadi kodratnya dari tuhan dan bersifat tetap artinya sampai
kapanpun ketika seseorang diciptakan sebagai laki-laki yaah laki-laki gitu, walaupun dia
umpamanya berubah fungsi atau berubah gaya kan tetap statusnya laki-laki. Seperti,
umpamanya waria-waria juga kalau jenis keamin mah laki-laki. Kemudian, memang
kalau bicara gender yah bukan hanya kepada jenis kelamin tetapi kepada fungsi yah,
tanggung jawab, peran, posisi dia terutama memposisikan perempuan dan laki-laki di
strata sosial di masyarakat gitu dan ini memang bisa diterapkan diawali dari pendidikan
kita bagaimana menerapkan peran dan fungsi tanggung jawab laki-laki dan perempuan.
4. Bagaimana menurut Bapak sebagai guru tentang pentingnya mensosialisasikan perbedaan
dan peran gender kepada siswa di sekolah ?
Jawab Pak Wawan : Oh penting itu penting sekali, terutama ekhmmm yang menjadi ke
khawatiran adalah masih adanya apa namanya sikap, masih adanya sikap masih adanya
stigma bahwa laki-laki lebih kuat daripada anak perempuan gitu, yang akhirnya
kemudian yang dikhawatirkan adalah bully gitu kan karena laki-laki merasa lebih kuat
daripada perempuan, kemudian ada juga pelecehan dan sebagainya. Bahkan, kalau disini
secara jelas kita pernah sosialisasi langsung ke setiap kelas bahkan kita tempel kita buat
juga apa namanya ehmmm balihonya bahwa tidak diperkenankan untuk melakukan
tindakan-tindakan bully. Karena diantaranya memang itu merupakan bagian sosialisasi
kita terhadap peran laki-laki dan peran perempuan supaya tidak terjadi terutama sekali
merasa gagah laki-laki terhadap perempuan yang akhirnya ehmm menimbulkan bully dan
lain-lain gitu.
5. Bagaimana peran guru dalam mensosialisasikan perbedaan dan peran gender kepada
siswa ?
Jawab Pak Wawan : Disini kita sebenarnya memang sudah sering kita intruksikan yah
bahkan ekhemm saya sih mengharapkan kepada setiap guru memang ehmm apa namanya
terlibat langsung yah terlibat langsung bahwa mereka harus menanamkan kepada tiap-
tiap kelas menanamkan kesadaran bahwa laki-laki dan perempuan itu memiliki hak yang
sama. Kita selalu tekankan itu kepada teman-teman guru terutama sekali kembali kepada
kontrol kita yaitu pernah juga terjadi disini seperti kasus umpamanya apa namanya
perempuan itu kadang-kadang masih dikasari gitu yah, karena mungkin mereka masih ke
kanak-kanakan mereka gitu yah karena mereka masih menganggap hal yang biasa gitu
yah, tetapi disini kita mengingatkan betul bahwa ketika dari kecil mereka merasa laki-laki
lebih gagah daripada perempuan maka mungkin ketika besar akan seperti itu. Maka
kepada setiap wali kelas kita menginstruksikan bahwa harus ada sosialisasi, harus ada
bahkan teguran langsung. Kita pernah panggil orang tua yang anaknya berbuat kasar
terhadap temannya dan ini dilakukan oleh anak perempuan.
6. Metode pembelajaran seperti apa yang Bapak ajarkan kepada siswa untuk
mensosialisasikan perbedaan dan peran gender ?
Jawab Pak Wawan : Kalau matematika sebenarnya tidak secara langsung yah karena
tidak terkait dengan pelajaran secara gender yah, tetapi memang paling tidak ekhemm
untuk matematika yah kita sama sajalah. Artinya kita untuk soal anak laki-laki dan
perempuan kita samakan, kemudian untuk tugas juga seperti itu. Mungkin lebih kepada
fungsinya yah artinya lebih kepada tugas mereka bahwa mereka sama saja sih yaah.
7. Bagaimana Bapak menciptakan situasi belajar yang mendukung sosialisasi perbedaan dan
peran gender ?
Jawab Pak Wawan : Untuk secara aplikasi kelas yah untuk mendukung apa peran
gender gitu yah ekhemm pertama kalau saya kalau saya ketika masuk kelas sebagai
pendidik mereka gitu yah maka (ehmm) tidak membedakan ini laki-ini perempuan jelas
seperti itu ya. Juga kemudian seperti umpamanya pemilihan ketua kelas dan lain
sebagainya saya biasakan untuk laki-laki dijadikan pemimpin itupun menurut saya sudah
mendukung yang dinamakan pengenalan gender, dan kemudian mungkin juga yaah
dibedakan dalam hal penempatan kursi duduk yah karena itu yang membedakan mereka
perempuan dan laki-laki tidak diperbolehkan duduk bersama.
8. Menurut Bapak sikap seperti apa yang tidak menghargai perbedaan dan peran gender,
dan apa yang Bapak lakukan jika siswa tidak menghargai perbedaan dan peran gender ?
Jawab Pak Wawan : Contoh kongkrit ya menurut saya ini terjadi bukan hanya di
sekolah ini aja tetapi di sekolah lain pun sama yaitu bully itu. Ini masalah yang serius
tetapi kadang-kadang dianggap hal yang biasa gitu. Kaya bercanda keras begitu mungkin
ini dianggap biasa karena anak-anak gitu tetapi buat kami disini itu tidak gitu, kami
sangat memperingatkan betul ketika ekhemm katakanlah bercandanya terlalu keras atau
memperolok orang tua ini kita intruksikan sekali bahwa hal itu tidak boleh dilakukan
gitu. Jika ada anak yang tidak menghargai perbedaan gender itu pertama yaah kita
sosialisasikan terlebih dahulu kemudian kalaupun memang terjadi ehmmm apa namanya
pembiasan gender maka kita sudah sering panggil anaknya dan orang tuanya. Bahkan jika
ada siswa yang memang tidak bisa diberitahu setelah dipanggil orang tuanya masih sama
saja gitu langsung dikeluarkan saja.
9. Bagaimana menurut Bapak sikap yang menghargai perbedaan dan peran gender ?
Jawab Pak Wawan : Sikap yang saling melihat, saling tahu posisi masing-masing gitu
peran masing-masing gitu. Artinya ketika tadi laki-laki juga tidak harus merasa lebih kuat
daripada perempuan, perempuan juga memang harus juga memahami kodratnya sebagai
perempuan gitu.
10. Bagaimana usaha dari pihak sekolah untuk mensosialisasikan perbedaan dan peran
gender ?
Jawab Pak Wawan : Kalau untuk mensosialisasikan gender itu sendiri sebetulnya belum
yah. Tetapi kita selalu berusaha untuk menjadi yang lebih baik lagi, mungkin dengan
adanya penelitian seperti ini kan dijadikan acuan untuk sekolah hmm untuk
memperhatikan lagi mengenai pengenalan gender gitu yah. Karena selama ini kita lebih
terfokus kepada hal yang namanya bully gitu, dikhawatirkan namanya anak-anak mah ya
suka aja bercandanya keterlaluan mau itu anak laki-laki apa perempuan sama aja.
11. Bagaimana situasi dan sarana prasarana di sekolah dalam mendukung sosialisasi
perbedaan dan peran gender ?
Jawab Pak Wawan : (mikir) Belum ada dan masih jauh. Kalau berkaitan dengan sarpras
belum, mungkin yang masih bisa kita lakukan adalah dengan adanya tindakan-tindakan
persuasive aja dulu yah, sosialisasi misalnya begitu. Kemudian, yang paling penting
adalah perlakuan sekolah yah, perlakuan-perlakuan guru terhadap anak untuk
mendukungnya perbedaan gender gitu.
12. Bagaimana siswa di sekolah berperilaku sesuai dengan peran gendernya masing-masing ?
Jawab Pak Wawan : Untuk sebagian siswa mungkin ada yang berprilaku seenaknya
mereka. Artinya dimana mereka masih mencari jati mereka sendiri, mereka masih anak-
anak dan berprilaku sesuai dengan umur mereka. Mereka bermain dengan teman-
temannya dan ujung-ujungnya berkelahi itu sudah biasa mungkin karena mereka kita
bebaskan untuk berteman dengan siapa saja mau laki-laki mau perempuan ya itu terserah
mereka. Beda halnya sama apa yang dilakukan di kelas kalau disuruh piket mereka
langsung mengerti apa yang seharusnya mereka kerjakan.
13. Bagaimana jika ada siswa yang tidak berperilaku sesuai dengan gendernya ?
Jawab Pak Wawan : Kasus yang pernah terjadi yah yang sudah dilakukan pihak sekolah
itu, maksudnya yang dikerjakan pihak sekolah itu memanggil siswanya terlebih dahulu
untuk diberikan pengertian dan arahan. Kemudian, jika tidak dilakukan dengan benar
oleh siswa kami panggil orang tuanya atau wali dari siswa yang bertanggung jawab
dengan siswa tersebut. Bahkan, kami tidak segan-segan untuk mengeluarkan siswa
tersebut jika memang artinya dia tidak megikuti apa yang sudah diajarkan dan diarahkan
oleh pihak sekolah.
14. Bagaimana cara guru dalam membedakan peran siswa laki-laki dan siswa perempuan
sesuai dengan gendernya masing-masing ?
Jawab Pak Wawan : Memang, mungkin ini yah artinya karena mereka masih kecil-kecil
ditingkat dasar kadang-kadang sosok keibuan itu lebih mereka dapati seperti halnya di
rumah, artinya mungkin siswa perempuan itu lebih cenderung dekat kepada dekat ke guru
perempuan juga gitu, siswa laki-laki juga memang banyak juga yang dekat dengan guru
perempuan dikarenakan memang guru-guru disini mayoritas adalah perempuan dan
memang mungkin karena anak-anak lebih senang nersama guru perempuan. Kemudian,
guru-guru pun saya lihat memang sangat perduli dengan siswanya. Kemudian, pada saat
solat yang namanya perempuan menggunakan mukena dan laki-laki menggunakan peci
dan kain sarung dan dibiasakan namanya laki-laki adalah imam dan perempuan sebagai
makmum.
15. Bagaimana keadaan siswa di sekolah setelah mendapatkan sosialisasi perbedaan dan
peran gender?
Jawab Pak Wawan : Alhamdulillah mudah-mudahan akan ada perubahan dan selalu
akan dibuat perubahan untuk anak-anak bisa menjadi yang lebih baik lagi, apalagi setelah
dengan adanya kasus-kasus yang terjadi di sekolah ini dimana anak perempuan berani
memalak temannya, kemudian juga anak laki-laki dan perempuan berkelahi dengan
sedemikian rupa. Pihak sekolah akan selalu berusaha memberikan pengarahan yang
positif agar siswa bisa berprilaku sesuai dengan perannya masing-masing.

TRANSKIP WAWANCARA
Identitas Informan
Nama Partisipan : Jaenuddin, S.Pd
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Usia : 59 tahun
Jabatan : Wali Kelas 5
Lama Mengajar : 31 tahun
Tanggal Wawancara : 28 April 2017
Tempat Wawancara : Rumah Partisipan
Keterangan
Pak Jejen : Partisipan
Sebelum melakukan wawancara peneliti sudah meminta kesediaan partisipan yang
bernama Pak Jejen sebagai informan telah bersedia dan setuju memberikan informasi yang
dibutuhkan oleh peneliti. Sebelum diwawancarai, terlebih dahulu peneliti menjelaskan maksud
dan tujuan wawancara.
Pertanyaan Inti
1. Mata pelajaran apa yang Bapak ajarkan ?
Jawab Pak Jejen : Saya di sekolah ini mengajar mata pelajaran PKN, Fikih dan Bahasa
Sunda. Tapi, saya sekarang sedang ditunjuk sebagai wali kelas kelas 5 dikarenakan
gurunya berhenti.
2. Bagaimana sikap dan perilaku siswa (terhadap teman sekolah, teman sebaya, guru) di
sekolah ini ?
Jawab Pak Jejen : Saya melihat bahwa siswa dan siswi di sekolah ini memiliki perilaku
yang baik terhadap guru-gurunya maksudnya mereka sopan-sopan dan menghargai
gurunya, kalau untuk ke sesama teman mereka baik juga yah tapi tau sendirilah namanya
anak-anak mah suka ada aja yang berantem mah, mau itu anak perempuan atau anak laki-
laki. Tapi, selebihnya mah baik ko neng batas wajar yang masih bisa ditoleransi sama
saya mah.
3. Bagaimana Bapak memahami peran gender? Apa peran perempuan dan laki-laki ?
Jawab Pak Jejen : Jujur aja ya neng saya aja baru tau kalau emang namanya gender
sama jenis kelamin itu beda (hehehe). Yang saya pahami dari pengertian gender itu tadi
ternyata mengenai peran, tanggung jawab gitu, sifat sama fungsinya antara laki-laki sama
perempuan itu berbeda, ya mungkin lebih kepada itunya kali. Kalau peran laki-laki
biasanya mah ya dikenalnya orang yang bertanggung jawab terhadap perempuan, gagah
dan berani, kemudian perannya adalah untuk mencari nafkah dan sebagai pemimpin atau
imam. Kalau peran perempuan mah ya itu dikenalnya tugasnya mengasuh anak, mendidik
anak, dan memiliki sifat yang lemah lembut gitu.
4. Bagaimana menurut Bapak sebagai guru tentang pentingnya mensosialisasikan perbedaan
dan peran gender kepada siswa di sekolah ?
Jawab Pak Jejen : Sangat penting sekali itu, supaya siswa dan siswi bisa berprilaku
sesuai dengan perannya masing-masing. Apalagi yah namanya anak-anak tingkat MI mah
ya neng masih butuh arahan dari guru, jadi benar-benar harus diajarkan dari sekarang
mengenai gender.
5. Bagaimana peran guru dalam mensosialisasikan perbedaan dan peran gender kepada
siswa ?
Jawab Pak Jejen : (mikir) Peran guru sangatlah dibutuhkan dalam membentuk
kepribadian dalam diri siswa apalagi dalam tingkat sekolah dasar, yah walaupun namanya
anak-anak kita kasih penjelasan mengenai gender ga akan pada ngerti sih, tapi setidaknya
kita memberikan arahan dimana peran dan fungsi laki-laki dan perempuan seperti apa.
Sejauh ini mungkin guru-guru di sekolah ini melakukan hal tersebut tanpa disadari karena
memang belum faham dengan arti gender itu. Jadi, ya sangat penting itu sosialisasi
tentang gender.
6. Metode pembelajaran seperti apa yang Bapak ajarkan kepada siswa untuk
mensosialisasikan perbedaan dan peran gender ?
Jawab Pak Jejen : Berhubung saya mengajar pelajaran Fiqih sebenarnya dalam agama
juga sudah sangat jelas ya mengenai kodratnya laki-laki dan perempuan itu sangatlah
berbeda, metode yang saya ajarkan pada saat mengajar seperti biasa saja ceramah dan
lain sebagainya, kalau dalam fiqih saya mengajarkan perbedaan dalam kewajiban antara
laki-laki dan perempuan itu pun termasuk dari sosialisasi gender juga kan yah.
7. Bagaimana Bapak menciptakan situasi belajar yang mendukung sosialisasi perbedaan dan
peran gender ?
Jawab Pak Jejen : Mungkin kalau dalam pelajaran Fiqih contohnya saya membedakan
pada saat siswa dan sisiwi saya ajarkan sholat dimana anak laki-laki menjadi seorang
imam dan memakai kain sarung dan peci atau bias juga menggunakan gamis gitu. Kalau
anak perempuan sebagai makmum dan memakai mukena sebagai syarat sahnya solat
seorang wanita dimana harus menutup aurat gitu. Terus kalau kelas 6 juga kan saya
mengajar Fiqih mengenai perempuan memiliki kelebihan bisa haid kalau anak laki-laki
ya engga haid. Gitu-gitu aja sih yang saya bedakan dalam situasi belajarnya di kelas, dan
dari penempatan duduk juga ini mah sudah dipastikan semua guru juga kan yah anak
laki-laki dan anak perempuan itu dipisahkan ga bolehlah namanya mereka itu disatuin.
8. Menurut Bapak sikap seperti apa yang tidak menghargai perbedaan dan peran gender,
dan apa yang Bapak lakukan jika siswa tidak menghargai perbedaan dan peran gender ?
Jawab Pak Jejen : Kalau menurut saya mah sikap yang tidak menghargaigender itu
seseorang itu tidak mengikuti kodratnya masing-masing. Maksudnya, laki-laki bersikap
seperti anak perempuan dan kebalikannya anak perempuan yang berprilaku seperti anak
laki-laki tomboy kali yah dibilangnya. Saya mah langsung panggil anaknya kalau ada
yang kaya gitu, bisa-bisa dia bersikap seperti selama hidupnya, dia sekolah untuk
diajarkan dan saya di sekolah tugasnya untuk mengajarkan.
9. Bagaimana menurut Bapak sikap yang menghargai perbedaan dan peran gender ?
Jawab Pak Jejen : (mikir) anak laki-laki yang menghargai peran perempuan maksudnya
kalau anak perempuan kan harus diberikan kasih saying, ga boleh yang namanya
dikasarin. Terus anak perempuan juga menghargai laki-laki sebagai imam atau pemimpin
artinya anak perempuan harus mengikuti jalan laki-laki jika memang benar.
10. Bagaimana usaha dari pihak sekolah untuk mensosialisasikan perbedaan dan peran
gender ?
Jawab Pak Jejen : Kalau saya liat yah mengenai gender serpetinya ga ada yang kita
sosialisasikan secara khusus. Tapi, ya mungkin ada guru kali ya yang ngerti gender dia
memberikan pengarahan khusus gitu. Setau saya sih ga ada ya sama aja semuanya juga.
11. Bagaimana situasi dan sarana prasarana di sekolah dalam mendukung sosialisasi
perbedaan dan peran gender ?
Jawab Pak Jejen: (mikir) (hehehe) Belum ada sarana dan prasarana di sekolah yang
mendukung sosialisasi gender ya neng, bisa diliat sendiri sekolahnya gimana, namanya
juga sekolah swasta di kampung ya kaya gini, bantuan dari pemerintah aja jarang ada
bahkan hampir ga ada neng. Toilet ya cuman 1 idealnya kan 2 ya neng anak laki-laki
sama anak perempuan dipisah gitu, terus dari fasilitas lainnya juga yang namanya
olahraga kan idealnya dipisah alat-alatnya antara laki-laki sama perempuan. Yaah, masih
jauh deh pokoknya untuk menuju kata ideal dalam mensosialisasikan gender yang
sebenarnya ini sangat penting yah dalam mendidik siswa dan siswi.
12. Bagaimana siswa di sekolah berperilaku sesuai dengan peran gendernya masing-masing ?
Jawab Pak Jejen : Saya liat untuk siswa dan siswi di sekolah ini sudah ada yang
mengerti perannya masing-masing. Tapi, ada siswi yang saya dengar dia itu suka malak
teman-temannya mau anak laki-laki juga perempuan dia palakin dan yang saya kaget juga
dia anak kelas 4 berani malak anak kelas 5 dan kelas 6. Terus saya juga sering dengar
kalau anak perempuan dan anak laki-laki berantem yang namanya anak-anak mah kan
sering tuh ya bercanda-bercanda yang ujung-ujungnya ngatain nama orang tua temannya
terus akhirnya berantem sampai nangis. Setau saya juga di sekolah ini setiap tahunnya
dari dulu pasti ada siswa yang berprilaku seperti anak perempuan ga tauitu kenapa bisa
kaya gitu terus pasti jadi bahan ledekan teman-temannya di kelas maupun di luar kelas.
13. Bagaimana jika ada siswa yang tidak berperilaku sesuai dengan gendernya ?
Jawab Pak Jejen : Kalau anak yang suka malak itu dipanggil langsung orang tuanya,
tapi katanya ah orang tuanya ga pernah datang. Nah, yang suka berantem mah dipanggil
aja sama gurunya atau wali kelasnya masing-masing terus diberikan arahan supaya
mereka berdamai (hehehe) ya kaya gitu aja neng biasanaya mah namanya juga anak-anak
lah banyak tingkah lakunya.
14. Bagaimana cara guru dalam membedakan peran siswa laki-laki dan siswa perempuan
sesuai dengan gendernya masing-masing ?
Jawab Pak Jejen : Saya membedakan anak laki-laki dan perempuan seperti tadi ya
kalau dalam pelajaran mah, terus contohnya kalau lagi piket dikelas saya selalu nungguin
sepulang sekolah soalnya suka pada kabur anak-anak mah susah diajak bersih-bersihnya
(hehe) misalnya anak laki-laki mah saya suruh ngangkatin meja kalau anak perempuan
nyapu dan ngepel kan udah ngebedain tuh tugasnya laki-laki yang berat dan anak
perempuan mah yang lebih ringan. Kadang-kadang juga anak laki-laki suka ngebantuin
nyapu anak perempuan juga suka ngebantuin ngangkatin meja. (hehehe) ya mengalir
ajalah ga pernah dikhususin atau dibedain banget kalau saya mah.
15. Bagaimana keadaan siswa di sekolah setelah mendapatkan sosialisasi perbedaan dan
peran gender?
Jawab Pak Jejen : Yaah yang ngerti mah ngerti yang engga mah engga. Namanya anak-
anak mah masih bener-bener butuh pengarahan saya takut juga kalau nanti anak-anak
disini terjadi penyimpangan sosial maksudnya ya anak laki-laki jadi kaya cewe gitu terus
anak cewe kaya anak laki-laki. Saya mah berharap ada perubahan kedepaannya di
sekolah juga memberikan fasilitas yang cukup untuk gurunya memberikan pengarahan
kepada siswa nantinya.
TRANSKIP WAWANCARA
Identitas Informan
Nama Partisipan : Komariah, S.Pd.I
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 39 tahun
Jabatan : Wali Kelas 3
Lama Mengajar : 10 tahun
Tanggal Wawancara : 28 April 2017
Tempat Wawancara : Rumah Partisipan
Keterangan
Ibu Kokom : Partisipan
Sebelum melakukan wawancara peneliti sudah meminta kesediaan partisipan yang
bernama Ibu Kokom sebagai informan telah bersedia dan setuju memberikan informasi yang
dibutuhkan oleh peneliti. Sebelum diwawancarai, terlebih dahulu peneliti menjelaskan maksud
dan tujuan wawancara.
Pertanyaan Inti
1. Mata pelajaran apa yang Ibu ajarkan ?
Jawab Ibu Kokom : Saya ngajar semua pelajaran soalnya saya wali kelas jadi harus
bisa semuanya (hehe).
2. Bagaimana sikap dan perilaku siswa (terhadap teman sekolah, teman sebaya, guru) di
sekolah ini ?
Jawab Ibu Kokom : Kalau saya liat mah di sekolah ini anak-anaknya bersikap biasa aja
sih ke guru mah pada baik-baik, pada sopan-sopan yaa namanya anak-anak mah pada
nyari perhatian aja kalau ke guru mah biasa gitu. Kalau sama temen-temennya mah ya
namanya juga anak-anak pas main yaudah main sama-sama, bareng-bareng ngebaur aja
semuanya pada baik sih sama aja gitu.
3. Bagaimana Ibu memahami peran gender? Apa peran perempuan dan laki-laki ?
Jawab Ibu Kokom : Yang saya pahami tentang gender tadi ternyata berbeda sama jenis
kelamin, gender yang saya pahami disini (mikir) kayanya tentang bagaimana seseorang
bersikap, seseorang melakukan hal yang sesuai dengan jenis kelaminnya, seseorang yang
tidak melakukan hal yang menyimpang dari apa yang sudah ditakdirkan tuhan kepada
dia. Peran laki-laki harus berani, tanggung jawab dan tidak bersikap seperti halnya
perempuanyang kemayu yang lemah lembut dalam berbicara dan tugasnya menjadi istri
yang (hmmm) mendidik anak di rumah, memasak dan lain-lainnya.
4. Bagaimana menurut Ibu sebagai guru tentang pentingnya mensosialisasikan perbedaan
dan peran gender kepada siswa di sekolah ?
Jawab Ibu Kokom : Sangat sangat penting ya menurut saya mensosialisasikan gender
itu, saya takut sebagai seorang guru saya gagal mendidik anak-anak dan malah mereka
menjadi menyimpang gitu, maksudnya (hmmm) laki-laki menjadi seperti anak
perempuan yang kemayu dan anak perempuan tomboy. Haduh saya ga bisa ngebayangin
lulusan madrasah dia menjadi banci pas keluar dari sekolah, kan namanya madrasah ini
paling awal untuk anak belajar yah apalagi kalau di kampung mah jarang yang awalnya
sekolah TK dulu gitu. Jadi, ya pokoknya sangat penting sekali deh namanya sosialisasi
gender mah.
5. Bagaimana menurut Ibu peran guru dalam mensosialisasikan perbedaan dan peran gender
kepada siswa ?
Jawab Ibu Kokom : (hmmm) guru sebagai seorang pendidik sebelumnya harus tau dulu
perbedaan sama peran gender itu gimana, yaa saya sendiri aja baru faham (hehe) setelah
itu guru sampaikan kepada siswa dan siswinya supaya bisa mengerti siswanya kalau
gurunya ngerti juga.
6. Metode pembelajaran seperti apa yang Ibu ajarkan kepada siswa untuk mensosialisasikan
perbedaan dan peran gender ?
Jawab Ibu Kokom : Sebenernya mah kalau pas ngajar ya saya kan wali kelas semua
pelajaran jadinya saya ngajarinnya sama aja dalam metode ceramah, dalam pelajaran
agama sebenernya sudah dijelaskan bahwa peran laki-laki dan perempuan berbeda kaya
misalnya dipelajaran Al-Qur’an Hadits, Aqidah akhlaq juga tuh kan mengenai akhlaq
seseorang gitu dalam melakukan sesuatu yang mengajarkan juga bahwa laki-laki dan
perempuan itu memiliki perbedaan yang sangat jauh berbeda.
7. Bagaimana Ibu menciptakan situasi belajar yang mendukung sosialisasi perbedaan dan
peran gender ?
Jawab Ibu Kokom : Ya kaya tadi contohnya dalam hal pelajaran Aqidah akhlaq saya
ngasih contoh perempuan bagaimana dan laki-laki bagaimana (hmm) kaya misalkan
pelajaran olahraga saya pisahkan anak laki-laki dalam pemanasan Push-Up terus
perempuan Sit-Up, terus misalkan anak-anak saya biarkan untuk berinovasi sendiri dalam
belajar. Kemudian tempat duduk di kelas dipisahkan antara anak laki-laki dan anak
perempuan dilarang untuk duduk sama-sama, dan juga saya membiasakan namanya laki-
laki itu dijadikan sebagai ketua kelas agar dibiasakan tanggung jawab laki-laki itu besar
menjadi seorang pemimpin.
8. Menurut Ibu sikap seperti apa yang tidak menghargai perbedaan dan peran gender, dan
apa yang Ibu lakukan jika siswa tidak menghargai perbedaan dan peran gender ?
Jawab Ibu Kokom : (hmmm) sikapnya yaa? Kaya misalnya seorang laki-laki yang
bersikap seperti perempuan ya kaya banci gitu lah ya, terus perempuan yang bersikap
seperti laki-laki tomboy gitu dari mulai bajunya, rambutnya dibuat seperti laki-laki.
Apalagi kan pernah terjadi juga kan tuh kasus yang LGBT sangat disayangkan akhir
jaman seperti itu. Ada tuh anak kelas 4 yang bersikap kaya anak laki-laki dia sering
banget berantem sama anak laki-laki terus dia suka malakin juga, guru-guru disini pasti
langsung menegur anaknya manggil aja gitu diajak ngomong bareng-bareng.
9. Bagaimana menurut Ibu sikap yang menghargai perbedaan dan peran gender ?
Jawab Ibu Kokom : (mikir) (hmmm) sikap yang menghargai gender dia mengerti akan
peran dan fungsinya dia sebagai makhluk hidup, tidak menyalahi aturan dalam kehidupan
gitu (hehe) laki-laki menghargai funsi dan tugas perempuan dan sebaliknya perempuan
menghargai tugas dan fungsinya laki-laki.
10. Bagaimana usaha dari pihak sekolah untuk mensosialisasikan perbedaan dan peran
gender ?
Jawab Ibu Kokom : Saya liat di sekolah ini belum ada usaha sendiri mengenai
pengenalan gender kepada siswa, palingan juga guru-gurunya menyelipkan di
pelajarannya masing-masing yang mereka ajarkan ya walaupun sebenarnya ga semua
guru faham kalau yang mereka sampaikan ternyata mengenai gender gitu (hehehe).
11. Bagaimana situasi dan sarana prasarana di sekolah dalam mendukung sosialisasi
perbedaan dan peran gender ?
Jawab Ibu Kokom : (mikir) (hehehe) sarana dan prasarana di sekolah amat sangat jauh
dari kata sempurna, jangankan untuk mensosialisasikan gender untuk hal-hal yang
lainnya aja engga gitu. Guru aja kalau mau ngajar yam au pake alat peraga apapun ya
modal sendiri ga pernah dikasih dari sekolah (hehehe) toilet aja udah jelek banget,
bangkunya aja jelek-jelek. Ya pokoknya jauh deh dari kata sempurna.
12. Bagaimana siswa di sekolah berperilaku sesuai dengan peran gendernya masing-masing ?
Jawab Ibu Kokom : Kalau di kelas saya baik-baik anaknya. Ya namanya anak mah
bertengkar wajar di sekolah ini mah ya the banyaknya berantem itu anak laki-laki sama
perempuan Karena saling adu ngomong, (hmm) ngatain orang tua tuh paling sering
haduh sampai pusing saya kalau udah pada berantem sampe jenggut-jenggutan anak laki-
laki, pernah anak perempuan kerudungnya sampe sobek (hehehe).
13. Bagaimana jika ada siswa yang tidak berperilaku sesuai dengan gendernya ?
Jawab Ibu Kokom : Saya mah langsung panggil anaknya, langsung saya tegur anaknya.
Abisnya kalau ga kaya gitu ga bakalan ngerti anak mah. Ya kadang-kadang juga saya
suka jelasin kalau hal seperti itu ga boleh dilakuin sama anak-anak dan dewasa juga.
14. Bagaimana cara guru dalam membedakan peran siswa laki-laki dan siswa perempuan
sesuai dengan gendernya masing-masing ?
Jawab Ibu Kokom : (hmm) saya ngebedainnya dari mereka duduk aja udah saya pisahin
kalau anak laki-laki ya sama anak laki-laki terus anak perempuan sama anak perempuan.
Terus lagi olahraga juga dibedain barisannya biar tertib aja gitu soalnya kebanyakan anak
laki-laki itu kan jail ya awalnya bercanda ujung-ujungnya berantem makanya saya
pisahkan antara anak laki-laki sama anak perempuan.
15. Bagaimana keadaan siswa di sekolah setelah mendapatkan sosialisasi perbedaan dan
peran gender?
Jawab Ibu Kokom : Ada aja sih yang udah pada ngerti perannya mereka sebagai
seorang laki-laki dan perempuan. Jadi, mereka namanya anak-anak mah masih banyak
banget yang berubah-rubah tadinya begini terus begini. Asalkan gurunya aja jangan
pernah Lelah gitu untuk terus megajarkan kepada siswanya.
TRANSKIP WAWANCARA
Identitas Informan
Nama Partisipan : Tuti Herawati, Sos.I
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 40 Tahun
Jabatan : Wali Kelas 6
Lama Mengajar : 15 Tahun
Tanggal wawancara : 28 April 2017
Tempat Wawancara : Rumah Partisipan
Keterangan
Ibu Tuti : Partisipan
Sebelum melakukan wawancara peneliti sudah meminta kesediaan partisipan yang
bernama Ibu Tuti sebagai informan telah bersedia dan setuju memberikan informasi yang
dibutuhkan oleh peneliti. Sebelum diwawancarai, terlebih dahulu peneliti menjelaskan maksud
dan tujuan wawancara.
Pertanyaan Inti
1. Mata pelajaran apa yang Ibu ajarkan ?
Jawab Ibu Tuti : Saya ngajar semua pelajaran neng (hehe) soalnya kan wali kelas yah,
tapi ada juga yang dibantuin sama guru-guru mata pelajaran yang lain juga neng.
2. Bagaimana sikap dan perilaku siswa (terhadap teman sekolah, teman sebaya, guru) di
sekolah ini ?
Jawab Ibu Tuti : Kalau anak kelas 6 mah karena udah mulai pada mau remaja kali ya
pada bersikap sopan-sopan sama gurunya udah pada ngerti yang harus dilakuin gitu,
kalau sama temennya juga pada baik-baik aja ga ada yang aneh-aneh banget gitu.
3. Bagaimana Ibu memahami peran gender? Apa peran perempuan dan laki-laki ?
Jawab Ibu Tuti : (hehe) saya takut salah juga nih yah tapi saya coba jawab yah mudah-
mudahan aja bener (hehe). Gender yang saya pahami mungkin mengenai tentang peran,
fungsi dan tanggung jawabnya seseorang baik itu untuk laki-laki maupun perempuan dan
itu memiliki fungsi dan peranannya masing-masing yang berbeda gitu yah. Jika laki-laki
memiliki peran sebagai seorang imam, dan juga memiliki tanggung jawab untuk bekerja
memberikan nafkah kepada keluarga, memiliki sikap atau sifat yang berani dan maskulin
atau gagah. Sedangkan perempuan memiliki peran sebagai seorang yang bertanggung
jawab dalam mendidik anak-anaknya dalam keluarga, memasak dan membersihkan
rumah, sikap dan sifatnya lemah lembut dan kemayu.
4. Bagaimana menurut Ibu sebagai guru tentang pentingnya mensosialisasikan perbedaan
dan peran gender kepada siswa di sekolah ?
Jawab Ibu Tuti : Amat sangat penting itu, agar anak terbiasa dalam bersikap yang sesuai
dengan gendernya dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan mereka dan tidak terjadi
penyimpangan kedepannya, dan ini sangat penting diperkenalkan pada anak dari mulai
kecil hingga besar dan harus mendapatkan bimbingan dari guru pastinya apalagi ditingkat
sekolah dasar seperti ini.
5. Bagaimana peran guru dalam mensosialisasikan perbedaan dan peran gender kepada
siswa ?
Jawab Ibu Tuti : Peran guru itu sangatlah berpengaruh setelah keluarga, dimana anak-
anak belajar dalam mencari jati diri mereka dan mengikuti apa yang disampaikan oleh
gurunya. Memberikan pengarahan mengenai gender sangatlah dibutuhkan supaya anak
tidak menyimpang dalam berprilaku agar anak laki-laki tidak memiliki sifat seperti
perempuan arti kata dia menjadi banci kali yah (hehe) dan sebaliknya perempuan tidak
menjadi tomboy.
6. Metode pembelajaran seperti apa yang Ibu ajarkan kepada siswa untuk mensosialisasikan
perbedaan dan peran gender ?
Jawab Ibu Tuti : (mikir) metode pembelajaran yang saya sampaikan biasanya sama aja
kaya biasa ya dengan ceramah memberikan pengarahan kepada siswa, terus saya biasa
memberikan tugas yang berbeda antara anak laki-laki dan perempuan artinya jika anak
perempuan yang menulis anak laki-laki yang mencari bahannya. Ya seperti itu aja sih
seringnya mah ya ceramah aja mereka udah pada ngerti apa yang saya sampaikan, kan
say amah ngajarnya anak kelas 6 yang udah pada mulai remaja pemikirannya. Apalagi
anak-anak jaman sekarang mah ya baru gede segitu aja udah kenal sama lawan jenis
artnya mereka pacar-pacaran gitu (hehehe).
7. Bagaimana Ibu menciptakan situasi belajar yang mendukung sosialisasi perbedaan dan
peran gender ?
Jawab Ibu Tuti : (hmm) dari mulai duduk aja saya udah membedakan antara laki-laki
dengan perempuan agar mereka faham bahwa mereka itu memiliki perbedaan. Saya lebih
sering memberikan tugas kepada anak perempuan untuk menulis atau mendikte pelajaran
karena biasanya anak perempuan itu lebih rajin dibandingkan dengan anak laki-laki
seperti itu aja udah membedakan antara anak laki-laki dan perempuan itu berbeda kan
yah.
8. Menurut Ibu sikap seperti apa yang tidak menghargai perbedaan dan peran gender, dan
apa yang Ibu lakukan jika siswa tidak menghargai perbedaan dan peran gender ?
Jawab Ibu Tuti : menurut saya sikap yang tidak menghargai gender itu kalau orang yang
seenaknya aja gitu dalam berprilaku, kaya misalkan yah anak laki-laki berantem sama
perempuan aja kan udah ga bener, terus anak laki-laki main permainan perempuan aja
juga udah ga bener belum lagi kalau anak perempuan yang bersikap kaya anak laki-laki
saya udah pusing deh kalau ada yang begitu. Saya langsung panggil anaknya untuk saya
beri arahan yah, guru tugasnya kan memberikan pengarahan memberikan pengajaran jadi
harus benar-benar di didik gitu supaya ga ada siswa yang tidak menghargai gender.
9. Bagaimana menurut Ibu sikap yang menghargai perbedaan dan peran gender ?
Jawab Ibu Tuti : (mikir) (hmmm) menurut saya mah yah sikap yang menghargai gender
itu dimana seseorang berprilaku sesuai dengan peran dan tugasnya masing-masing.
(hmmm) artinya orang tersebut tidak keluar dari jalur yang sudah menjadi kodratnya,
laki-laki menjadi imam perempuan, dan perempuan menjadi makmum laki-laki seperti itu
tidak merasa laki-laki paling gagah dan waita paling lemah. (hmmm) ya seperti itu
menurut saya mah.
10. Bagaimana usaha dari pihak sekolah untuk mensosialisasikan perbedaan dan peran
gender ?
Jawab Ibu Tuti : (hmm) mungkin ya kalau dari pihak guru mah melakukan
sosialisasinya secara ga disadari aja yaah, dari metode pengajarannya mungkin kan udah
membedakan antara anak laki-laki sama anak perempuan. Kalau dari pihak sekolah mah
mungkin belum ada sosialisasi khusus (hehehe) pernah ada sosialisasi itu tentang bully
neng soalnya disini bully itu sering terjadi yang dilakuin sama anak perempuan atau laki-
laki.
11. Bagaimana situasi dan sarana prasarana di sekolah dalam mendukung sosialisasi
perbedaan dan peran gender ?
Jawab Ibu Tuti : (mikir) kalau kita ngbahasnya sarana prasarana yah sebenernnya di
sekolah ini masih belum sempurna (hmm) ga sempurna malah yah, dari segi bangunan
masih jauh toilet aja liat sendiri aja neng kaya gimana (hehe), mungkin untuk bangku
sekolah kali yah udah ngedukung sosialisasi gender kan salnya dibedain laki-laki sama
perempuan. Untuk alat peraga yang mendukung juga belum ada maklum lah neng
namanya sekolah di kampung mah, segini aja alhamdulillah ada bantuan bangunan ya
semoga kedepannya ditingkatkan lagi sarana dan prasarananya, dari segi alat olahraga
juga kita disamakan antara laki-laki sama perempuan.
12. Bagaimana siswa di sekolah berperilaku sesuai dengan peran gendernya masing-masing ?
Jawab Ibu Tuti : (hmmm) kalau di sekolah mah saya liat untuk kelas 6 anak-anak
berprilaku udah berdasarkan gendernya masing-masing, mungkin ya karna itu tadi
mereka udah memasuki maa remaja yang udah memiliki rasa malu kepada lawan
jenisnya, dan untuk tanggung jawabnya mereka udah mengerti dan udah faham sama apa
yang (hmmm) mereka lakuin gitu. Ya kalau kelas-kelas yang lain mah ada aja lah yang
namanya lawan jenis berantem namanya juga anak-anak dikasih tau beberapa kali juga
masih aja dilakuin (hehehe).
13. Bagaimana jika ada siswa yang tidak berperilaku sesuai dengan gendernya ?
Jawab Ibu Tuti : Dari pihak sekolah menganjurkan untuk setiap guru memanggil setiap
siswa yang memang jika mereka memiliki kasus di sekolah ini, (hmmm) entah itu dia
mau melakukan bully, berantem atau juga mereka memiliki penyimpangan kepribadian
kali yah (hehehe) misalkan itu ada siswi yang seperi laki-laki ya kita panggil dan kita beri
pengarahan, dan jika tidak ada perubahan dengan memanggil anaknya ya kita panggil
orang tuanya.
14. Bagaimana cara guru dalam membedakan peran siswa laki-laki dan siswa perempuan
sesuai dengan gendernya masing-masing ?
Jawab Ibu Tuti : (hmmm) kalau saya membedakannya dengan memberikan tugas yang
berbeda ya antara laki-laki sama perempuan, dalam urusan piket aja deh saya sudah
bedain mungkin semua guru juga disini seperti itu yah laki-laki ngurusinnya beresin
bangku dan beresin meja karena itu semua kan berat yah, terus juga laki-laki saya suruh
untuk membuang sampah-sampah yang sudah dikumpulkan oleh anak perempuan, kalau
perempuan nyapu dan ngepel lantai karena biasanya namanya perempuan dari segi
kebersihan itu sangat rapih dan bersih, dan kalau pelajaran penjas juga anak laki-laki saya
suruh untuk lari keliling lapangan 10x putaran tapi kalau anak perempuan saya suruh
hanya 6x putaran dan saya jelaskan bahwa laki-laki memiliki kekuatan yang lebih kuat
dibandingkan dengan anak perempuan yang cenderung memiliki kelemahan sendiri.
15. Bagaimana keadaan siswa di sekolah setelah mendapatkan sosialisasi perbedaan dan
peran gender?
Jawab Ibu Tuti : (hmm) kalau anak kelas 6 mah Alhamdulillah yah udah pada ngerti lah
yang namanya mereka itu beda laki-laki sama perempuan jadi saya ga harus bekerja keras
lebih ekstra gitu (hehe) soalnya udah pada remaja udah pada ngerti sendiri (hehe).
TRANSKIP WAWANCARA
Identitas Informan
Nama Partisipan : Latifah, S.Pd.I
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 31 Tahun
Jabatan : Wali Kelas 1
Lama Mengajar : 12 Tahun
Tanggal wawancara : 28 April 2017
Tempat Wawancara : Rumah Partisipan
Keterangan
Ibu Ipah : Partisipan
Sebelum melakukan wawancara peneliti sudah meminta kesediaan partisipan yang
bernama Ibu Ipah sebagai informan telah bersedia dan setuju memberikan informasi yang
dibutuhkan oleh peneliti. Sebelum diwawancarai, terlebih dahulu peneliti menjelaskan maksud
dan tujuan wawancara.
Pertanyaan Inti
1. Mata pelajaran apa yang Ibu ajarkan ?
Jawab Ibu Ipah : Saya kebetulan wali kelas kelas 1 yah jadi saya mengajar semua
pelajaran, kan memang wali kelas untuk tingkat dasar dianjurkan untuk bisa semua
pelajaran apalagi berbasis kurikulum 2013.
2. Bagaimana sikap dan perilaku siswa (terhadap teman sekolah, teman sebaya, guru) di
sekolah ini ?
Jawab Ibu Ipah : (hehehe) kalau anak kelas 1 itu sangat-sangat aktif yah anak-anaknya,
sangat energic, sangat mencari perhatian lebih dari gurunya, kalau keteman-temannya ya
namanya juga anak baru masuk ke dunia pendidikan karena disini kan kampong banyak
yang engga sekolah TK dulu awalnya langsung masuk aja gitu ke MI jadi baru mengenal
yang namanya bermain dan mengenal teman mereka, anak mah ada aja kelakuannya
kadang-kadang berkelahi teruus ga lama kemudian baikan atau mereka bermain ya sama-
sama, gitu aja sih ya yang namanya anak-anak mah.
3. Bagaimana Ibu memahami peran gender? Apa peran perempuan dan laki-laki ?
Jawab Ibu Ipah : (hmmm) gender yah (hehe) saya baru faham gender dengan jenis
kelamin itu beda, (hmm) gender yang saya fahami disini ternyata sebagai pembeda antara
tugas dan fungsinya laki-laki dan perempuan yang ini bukan hanya untuk anak-anak
bahkan untuk orang dewasa juga. Peran laki-laki sebagai pemimpin dan perempuan
sebagai pengikut seorang laki-laki. Tugasnya pun berbeda jika laki-laki dianjurkan untuk
mencari nafkah dan perempuan mengurus rumah tangga, sifatnyapun berbeda kalau laki-
laki gagah berani dan perempuan lemah lembut dan memiliki keayuan dalam bersikap.
4. Bagaimana menurut Ibu sebagai guru tentang pentingnya mensosialisasikan perbedaan
dan peran gender kepada siswa di sekolah ?
Jawab Ibu Ipah : Saya fikir itu sangat penting sekali, siswa dan siswi itu pada dasarnya
sangat mendengarkan sekali apa yang disampaikan oleh gurunya. Apalagi saya mengajar
anak kelas 1 yang masih awal sekali mereka mengenal pengajaran jika mereka
sebelumnya tidak sekolah TK dulu yah, dan ini sangat dibutuhkan oleh guru
menyampaikan bahwa peran laki-laki dan perempuan itu berbeda.
5. Bagaimana peran guru dalam mensosialisasikan perbedaan dan peran gender kepada
siswa ?
Jawab Ibu Ipah : (hmmm) sangat berpengaruh sekali yah namanya guru mendidik siswa
dan siswinya, apalagi pengenalan gender menurut saya itu sangat penting banget supaya
anak tidak menyimpang dari apa yang sudah ditakdirkan untuk dirinya.
6. Metode pembelajaran seperti apa yang Ibu ajarkan kepada siswa untuk mensosialisasikan
perbedaan dan peran gender ?
Jawab Ibu Ipah : (mikir) metode saya mah kalau ngajar sama aja sih kayanya ya yang
pasti ceramah, (hmm) saya juga sering menyuruh anak-anak menggambar sesuai dengan
apa yang mereka inginkan tapi biasanya saya suka kasih tema kalau anak laki-laki saya
suruh bikin gambar robot-robotan, kalau anak perempuan saya suruh bikin gambar bunga
atau rumah, dan kalau disuruh bebas gambarnya biasanya anak laki-laki mah suka
gambar hewan kalau perempuan pasti bunga jadi udah pada ngerti gitu kesukaan mereka
masing-masing.
7. Bagaimana Ibu menciptakan situasi belajar yang mendukung sosialisasi perbedaan dan
peran gender ?
Jawab Ibu Ipah : (mikir) (hmm) kalau saya di kelas menciptakan situasi belajar pasti
harus sangat menyenagkan yaah, anak kelas 1 masih susah kalau kita ajak serius untuk
belajar pasti harus pinter-pinter menyelingkan permainan atau nyanyi-nyanyi supaya
tidak jenuh. Nah palingan saya suka ngasih permain di kelas dibedain anak laki-laki
grupnya sama laki-laki kalau perempuan grupnya sama perempuan lagi. Kalaun nanyi-
nyanyi mah bareng-bareng aja teh.
8. Menurut Ibu sikap seperti apa yang tidak menghargai perbedaan dan peran gender, dan
apa yang Ibu lakukan jika siswa tidak menghargai perbedaan dan peran gender ?
Jawab Ibu Ipah : (hmmm) menurut saya yang tidak menghargai gender itu kalau orang
tersebut ternyata untuk laki-lakinya kaya perempuan dan yang perempuannya kaya laki-
laki, dan berubah peran dan fungsi perempuan ingin menjadi imamnya laki-laki dan laki-
laki bersikap seperti budaknya perempuan. Jika ada siswa seperti itu tentu saja saya akan
arahkan untuk dia bisa berubah dan bisa menghargai sesama manusia dan berprilaku
sesuai dengan tugas dan fungsinya mereka masing-masing dalam kehidupan mereka.
9. Bagaimana menurut Ibu sikap yang menghargai perbedaan dan peran gender ?
Jawab Ibu Ipah : (mikir) menurut saya mah ya sikap yang menghargai gender itu
dimana orang tersebut berprilaku sesuai dengan jenis kelaminnya atau kodratnya lah.
Peran dan fungsinya udah diatur sedemikian rupa oleh Allah yang mungkin saat ini
dikenal itu tadi gender.
10. Bagaimana usaha dari pihak sekolah untuk mensosialisasikan perbedaan dan peran
gender ?
Jawab Ibu Ipah : (ekhemm) kalau usaha dari sekolah sejauh ini saya liat baru sampai
pada penanganan bully yang dilakukan oleh siswa, disetiap sudut sekolah ada baliho mini
yang dibuat untuk mengingatkan tentang bully. Menurut saya itupun termasuk usaha dari
pihak sekolah untuk sosialisasi gender yah soalnya yang ngelakuin bully itu perempuan
sama laki-laki kan itu ga dibolehin juga. Terus ngebedain juga dari segi seragamnya
kalau anak laki-laki ga pake kerudung mereka memakai celana dan baju lengan pendek,
kalau anak perempuan memakai kerudung dan memakai rok juga baju lengan panjang.
11. Bagaimana situasi dan sarana prasarana di sekolah dalam mendukung sosialisasi
perbedaan dan peran gender ?
Jawab Ibu Ipah : (mikir) (hehe) sarana dan prasarana di sekolah ini masih sangat kurang
yah teh untuk mendukung peran dan perbedaan gender mah, kalau yang bisa kita liat jelas
mah dari toilet aja cuman ada 1 dan bisa dibilang kurang layak untuk anak-anak (hehe),
palingan ya kalau ruangan kelas dikasih pembeda sendiri yaitu tempat duduknya
dipisahkan, untuk situasinya mah sama aja lah namanya anak-anak negbaur aja kalau
udah istirahat mah tapi banyak juga yah yang anak perempuan emang ga mau main sama
anak laki-laki.
12. Bagaimana siswa di sekolah berperilaku sesuai dengan peran gendernya masing-masing ?
Jawab Ibu Ipah : (hehehe) duh tau sendiri teh kalau anak kelas 1 kaya gimana (hehe) ya
mereka belajar dan bermain ya semau mereka, paling saya hanya mendampingi mereka
agar mereka ga berantem gitu. Karena seringnya mereka main-main ujung-ujungan
berantem teh (hehehe). Ya masih sedikit dulit lah ngajar anak kelas 1 mah masih harus
banyak yang dibimbing dan dibantu untuk proses pembelajarannya.
13. Bagaimana jika ada siswa yang tidak berperilaku sesuai dengan gendernya ?
Jawab Ibu Ipah : (hmmm) pasti tindakan yang paling pertama itu memanggil anaknya
yah teh, saya ga pernah menegur anak di depan teman-temannya karna saya piker itu
akan membuat mental anak down, saya panggil anaknya dan saya berikan nasehat-
nasehat bahwa yang dia lakukan itu tidak baik dan tidak boleh.
14. Bagaimana cara guru dalam membedakan peran siswa laki-laki dan siswa perempuan
sesuai dengan gendernya masing-masing ?
Jawab Ibu Ipah : (mikir) (hehe) kalau saya sih yah ngebedain anak itu ya dari mulai
mereka masuk kelas karena kalau kelas 1 sebelum masuk kelas mereka baris dulu nih teh
di luar kelas, terus mereka ikrar madrasah yang dipimpin oleh laki-laki. (hmm) setelah
masuk kelas mereka saya arahkan untuk duduk tidak sebangku dengan lawan jenisnya,
terus kalau pelajaran olahraga juga saya bedakan antara barisan laki-laki dan perempuan
dan tetep yah teh yang mimpin barisan itu laki-laki. Yaah kaya gitu-gitu aja say amah teh.
15. Bagaimana keadaan siswa di sekolah setelah mendapatkan sosialisasi perbedaan dan
peran gender?
Jawab Ibu Ipah : (mikir) kelas 1 itu masih butuh banget yaah yang namanya perhatian
ekstra dari guru, yaa namanya anak kelas 1 mah teh setiap harinya masih berubah-rubah
jangan setiap hari masih hitungan detik aja langsung beda lagi (hehe) jadi bener-bener
harus dikasih pengarahan terus.
WAWANCARA PENDAHULUAN

Narasumber : Wawan Gunawan, S.Pd.I

Jabatan : Kepala Madrasah

Tanggal Wawancara : 10 Oktober 2016

Tempat Wawancara : Rumah Partisipan

1. Bagaimana siswa dan siswi dalam berperilaku di madrasah ?


Jawaban: Ya seperti biasa yang namanya anak-anak mah berperilaku kaya
anak-anak biasa main bareng-bareng pada saat istirahat laki-laki sama
perempuan berbaur aja di luar kelas ataupun di dalam kelas.
2. Apakah peran guru sangat berpengaruh terhadap perilaku siswa ?
Jawab: Sangat berpengaruh ya, kalau namanya anak-anak masih dalam tahap
meniru dan belajar dalam kehidupan sehari-harinya. Selain keluarga di rumah
gurulah yang memberikan pengaruh besar terhadap perilaku siswa.
3. Apakah dewan guru di madrasah telah mengerti mengenai gender ?
Jawab: Sepertinya jika kita tanyakan satu-satu dewan guru disini belum
semua paham mengenai gender.
4. Apakah siswa mengerti tentang gender ?
Jawab: Gurunya aja kalau ditanya mengenai gender belum paham betul
kayanya siswa apalagi ya ga akan mengerti yang namanya gender itu apa.
5. Apakah ada materi pembelajaran yang diajarkan mengenai gender ?
Jawab: Kalau kita perhatikan secara seksama mengenai materi yang diajarkan
oleh guru tentunya pasti ada, tapi disini guru-gurunya masig belum
memahami apa itu gender sehingga kita belum bisa menyimpulkan ada atau
tidaknya.
6. Adakah hal yang dilakukan oleh pihak madrasah dalam mendukung tentang
pengenalan gender kepada siswa ?
Jawab: Belum ada hal-hal yang kita lakukan dari pihak sekolah untuk
mendukung yang namanya pengenalan gender kepada siswa. Tidak adanya
media-media yang dibuat atau dikhususkan oleh pihak sekolah untuk
berlangsungnya proses pembelajaran yang mengenalkan gender secara
khusus. Sarana dan prasarananya aja masih sangat kurang ya bisa dikatakan
sangat-sangat tidak mendukung jika memang ingin memisahkan dan
memperkenalkan gender kepada siswa.
7. Bagaimana menurut bapak sikap siswa yang mengerti mengenai gender ?
Jawab: Pastinya dia akan berperilaku sesuai dengan jenis kelaminnya
masing-masing yah kalau anak perempuan ya pastinya punya sifat yang lemah
lembut kalau laki-laki ya bersifat tegas.
8. Metode pembelajaran seperti apa yang dianjurkan oleh madrasah kepada guru
dalam memberikan informasi pengenalan gender ?
Jawab: Sekolah ini membebaskan gurunya dalam memberikan metode
pembelajaran yang ingin disampaikan, tapi kebanyakan guru disini tidak
pernah memakai metode pembelajaran khusus karena disini saya rasakan dan
memang betul keadaannya seperti ini tidak ada sarana dan prasarananya yang
mendukung untuk proses guru mengajar menggunakan metode yang lain
selain ceramah.
9. Apakah siswa dalam berperilaku ada yang memberikan sikap tidak sesuai
dengan peran gendernya ?
Jawab: Ada lumayan banyak siswa dan siswi yang bersikap tidak sewajarnya
dan tidak seharusnya anak-anak lakukan jika mengingat jenis kelaminnya
masing-masing dan mengingat dari pengertian gender itu sendiri, sebagai
contoh anak perempuan melakukan perkelahian dengan anak laki-laki yang
terjadi begitu sering di madrasah, anak perempuan bermain sepak bola, dan
anak laki-laki bermain masak-masakan dengan anak perempuan pada saat jam
istirahat berlangsung, di daerah pedesaan hal tersebut tidaklah dianggap wajar
dimana anak perempuan akan dianggap tomboy dan sebaliknya anak laki-laki
akan dianggap kemayu.

10. Apakah pengenalan gender dirasa penting untuk siswa ?


Jawab: Sebenarnya penting sekali ya, tapi untuk sementara ini sih ya menurut
saya dan dewan guru memperkenalan gender tidak begitu penting karena
disini banyak sekali kekurangan selain guru yang tidak paham dan belum
mengerti adapula kekuranan lain seperti sarana dan prasarananya sehingga
guru pun akan mengalami kebingungan pada saat kita perkenalkan apa itu
gender kepada siswa ya gurunya aja ga ngerti gitu.
WAWANCARA PENDAHULUAN

Narasumber : Hj. Empi Supiah, A.Ma

Jabatan : Ketua Yayasan

Tanggal Wawancara : 10 Oktober 2016

Tempat Wawancara : Rumah Partisipan

1. Bagaimana siswa dan siswi dalam berperilaku di madrasah ?


Jawab: Yang saya dengar dan saya perhatikan mengenai perilaku siswa dan
siswi di sekolah banyak sekali aneka ragamnya ada yang pendiam, sangat
aktif dan bahkan terlalu aktif sekali. Tapi, namanya anak-anak pasti ada saja
tingkah lakunya yang membuat guru-gurunya harus bekerja ekstra untuk
mendidik siswa, seperti halnya siswa sering berkelahi dengan temannya
sendiri mau laki-laki ataupun perempuan sama saja. Disinilah tugas guru
supaya dapat mengajarkan siswa berperilaku sesuai dengan apa yang ada
dalam masyarakat.
2. Apakah peran guru sangat berpengaruh terhadap perilaku siswa ?
Jawab: Ya tentunya sangat berpengaruh atuh, guru itu adalah orang tua kedua
untuk siswa selain keluarganya di rumah. Segala sesuatu yang diajarkan oleh
guru kepada siswa pasti akan selalu diperhatikan dan akan selalu didengar dan
tentunya itu yang akan membentuk perilaku siswa dalam bermasyarakat.
3. Apakah dewan guru di madrasah telah mengerti mengenai gender ?
Jawab: Sepertinya guru di sekolah belum memahami tentang gender karena
memang dari pihak sekolahpun tidak memberikan pembekalan pengetahuan
secara khusus mengenai gender memperkenalkannyapun saya rasa belum
pernah. Jadi pada saat guru ditanya dan tidak mengerti saya memakluminya
karena memang dari pihak sekolah tidak pernah memberikan workshop
ataupun seminar yang membahas tentang gender atau menyinggung mengenai
gender. Mungkin jika memang ada yang tau mengenai gender pasti guru itu
belajar sendiri pada saat kuliah kali ya.
4. Apakah siswa mengerti tentang gender ?
Jawab: Seejauh ini sepertinya siswa di sekolah belum tau tentang gender ya
yang saya bilang tadi kalau nanya gurunya aja belum tentu dia akan tau
apalagi siswanya akan tau darimana kalau gurunya tidak mengajarkan.
5. Apakah ada materi pembelajaran yang diajarkan mengenai gender ?
Jawab: Mungkin ada ya, tapi saya juga tidak pernah memperhatikan betul
mengenai itu. Tapi sepertinya memang ada hanya guru tidak benar-benar
mengajarkan secara langsung hanya tersirat.
6. Adakah hal yang dilakukan oleh pihak madrasah dalam mendukung tentang
pengenalan gender kepada siswa ?
Jawab: Belum ada yang kami lakukan secara maksimal untuk hal tersebut.
Karena posisinya kita berada di daerah perkampungan yang memang masih
banyak membutuhkan bantuan dalam menambah sarana dan prasarana di
sekolah supaya bisa dikatakan layak untuk memberikan pembelajaran kepada
siswa. Mungkin nanti akan diperhatikan untuk diadakan yang namanya
seminar-seminar atau sarana dan prasarana lain yang dapat mendukung proses
pengenalan gender itu sendiri.
7. Bagaimana menurut ibu sikap siswa yang mengerti mengenai gender ?
Jawab: Sudah di jelaskan juga yah berdasarkan ayat suci Al-Qur’an pada surat
Ali Imran:36 yang artinya “dan anak laki-laki itu tidaklah sama dengan anak
perempuan.” Berdasarkan ayat tersebut sangat jelas bahwa peran antara laki-
laki dan perempuan berbeda, pada umumnya anak laki-laki memiliki
kepribadian yang bersifat jantan dan perempuan memiliki sifat lemah lembut.
Karena madrasah ini berada di desa yang tergolong menggunakan adat
pemikiran yang tradisional, dan masih menganggap bahwa seharusnya anak
laki-laki tidak boleh melakukan hal-hal yang bersifat kemayu seperti
pekerjaan rumah tangga mencuci baju, mencuci piring, masak dan permainan-
permainan yang identik dengan khas perempuan boneka, masak-masakan dan
sebaliknya pun begitu untuk anak perempuan seharusnya mengerjakan
pekerjaan yang bersifat lemah lembut dan tidak sewajarnya apabila
perempuan mengerjakan atau melakukan hal-hal yang bersifat keras, dalam
dunia pendidikan memang penting bagi siswa mengenal perbedaan dan peran
gender agar siswa dapat melaksanakan kegiatan sosial sebagaimana mestinya.
8. Metode pembelajaran seperti apa yang dianjurkan oleh madrasah kepada guru
dalam memberikan informasi pengenalan gender ?
Jawab: Kami membebaskan guru dalam memberikan metode pembelajaran
kepada siswa tidak pernah mematok guru untuk memberikan metode-metode
secara khusus karena memang kita sadari bahwa kita dari pihak sekolah masih
banyak sekali kekurangannya dalam memberikan fasilitas untuk
berlangsungnya pembelajaran.
9. Apakah siswa dalam berperilaku ada yang memberikan sikap tidak sesuai
dengan peran gendernya ?
Jawab: Berdasarkan informasi yang saya dapatkan dari kepala sekolah ada
sepertinya. Banyak sekali kejadian-kejadian siswa dan siswi itu bertengkar,
bahkan ada pula informasi yang katanya anak perempuan sering sekali
memalak anak laki-laki dan itu sudah ditegur pun masih saja anak itu begitu.
Saya rasa hal ini sangat lumrah ya terjadi di sekolah-sekolah lain namanya
juga anak-anak belum tau jati dirinya seperti apa dan masih banyak meniru
perilaku orang yang dia lihat.
10. Apakah pengenalan gender dirasa penting untuk siswa ?
Jawab: Sangat penting sekali itu dalam dunia pendidikan apalagi tahapnya
kita ini sekolah dasar ya anak-anak mungkin ada yang tidak sekolah TK
sebelumnya jadi langsung masuk SD aja dan memang baru belajar dan
mengenal jati dirinya di sekolah. Dewan guru seharusnya memberikan
pengarahan kepada siswa untuk mempelajari perbedaan dan peran gender
yang diberikan oleh Allah swt. sebagai kodrat dan irodat pada diri seseorang
dan diberikan pula pengarahan mengenai tanggung jawab yang berbeda antara
laki-laki dan perempuan untuk menjaga keseimbangan dalam kehidupan.
DOKUMENTASI, LEMBAR UJI
REFERENSI, DAN BIODATA
PENULIS
LAMPIRAN DOKUMENTASI

WAWANCARA

WAWANCARA DENGAN KEPALA MADRASAH WAWANCARA DENGAN BU LATIFAH


IBTIDAIYAH MATHLAUL ANWAR NAGROG DI RUMAH PARTISIPAN

PAK WAWAN GUNAWAN, S.Pd.I DI MADRASAH

WAWANCARA DENGAN IBI KHOLIMATUL WILDAH WAWANCARA DENGAN IBU TUTI


SITUASI MADRASAH IBTIDAIYAH MATHLAUL ANWAR NAGROG

SITUASI PIKET MEMBERSIHKAN KELAS OLEH SISWA DAN SISWI

SITUASI BERMAIN SISWA DAN SISWI DI LINGKUNGAN MADRASAH

SITUASI KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR


SITUASI LINGKUNGAN (BANGUNAN DAN
HALAMAN) MADRASAH IBTIDAIYAH MATHLAUL ANWAR NAGROG
SITUASI RUANG KEPALA
MADRASAH DAN KANTOR GURU

SITUASI TOILET SISWA DAN SISWI

MADRASAH IBTIDAIYAH MATHLAUL ANWAR NAGROG


Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
BIODATA PENULIS
VIA OKTAVIANI, lahir di Bogor, 06 Oktober 1994,
putri bungsu Ibu Hj.Mimin Mulyani, S.Pd.I dari 4
bersaudara, yang beralamat tinggal di kampung
Nagrog RT.002/RW.007 desa Cibuntu kecamatan
Ciampea kabupaten Bogor. Perempuan berdarah
sunda-betawi ini telah menempuh pendidikan di TK Thoriqotussa’adah (1999-2000),
kemudian penulis melanjutkan ke Madrasah Ibtidaiyah Mathlaul Anwar Nagrog
(2000-2006), selanjutnya meneruskan pendidikan di Madrasah Tsanawiyah Swasta
Nurul Ummah (2006-2009), dan melanjutkan kembali pendidikan di Madrasah
Aliyah Swasta Nurul Ummah (2009-2012). Setelah lulus Madrasah Aliyah, penulis
melanjutkan pedidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan jurusan Pendidikan Ilmu Pegetahuan Sosial konsentrasi Sosiologi-
Antropologi angakatan 2012 melalui jalur SPMB Mandiri. Selama kuliah, penulis
aktif mengikuti organisasi Ekstra maupun Intra kampus seperti Himpunan Mahasiswa
Islam (HMI) Komisariat Tarbiyah Cabang Ciputat sebagai anggota biasa pada tahun
2013, kemudian aktif di Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Pendidikan IPS
sebagai anggota Divisi Seni dan Olahraga (SENIORA) periode 2013-2014 dan
setelah itu pada periode 2015 dipercaya untuk menjadi Bendahara Umum Himpunan
Mahasiswa Jurusan Pendidikan IPS.

Skripsi yang berjudul “Sosialisasi Perbedaan dan Peran Gender terhadap


Siswa/Siswi Madrasah Ibtidaiyah Mathlaul Anwar Nagrog” ini di bawah
bimbingan Bapak Drs. Syaripulloh, M.Si sebagai Dosen Pembimbing I dan Ibu Maila
Dinia Husni Rahiem, Ph.D., M.A sebagai Dosen Pembimbing II.

Anda mungkin juga menyukai